Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan wanita. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada tujuan ke 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu di mana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi
sampai tiga per empat (¾) risiko jumlah kematian ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia masih terbilang tinggi dan masih jauh dari target MDGs tahun 2015. Kondisi
ini dapat disebabkan karena kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai,
kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor determinan lain seperti 4 terlambat.
Tingginya angka kematian ibu mencerminkan besarnya resiko kematian yang dihadapi
oleh ibu baik pada saat melahirkan atau pasca melahirkan. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur tahun 2016 memaparkan bahwa di Provinsi Jawa Timur tahun 2016 terdapat
91 ibu yang meninggal setiap 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI di Jawa Timur
disebabkan pre eklamsi / eklamsi yaitu sebesar 30,90% dan penyebab paling kecil adalah
infeksi sebesar 4,87% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2016). Meskipun, infeksi
menduduki di angka terkecil penyebab kematian ibu, namun infeksi sangat penting
pengaruhnya ke tingkat mordibitas ibu. Salah satu infeksi yang menyumbang angka
mordibitas tersebut yaitu metritis/endometritis yang sering terjadi setelah pasca
melahirkan. Berdasarkan penelitian Bogges (2017), pasien tanpa faktor risiko, setelah
persalinan normal pervaginam ada kemungkina kejadian 1% sampai 2% sedangkan yang
memilik faktor risiko, kejadiannya dapat meningkatkan menjadi 5% sampai 6% risiko
infeksi setelah persalinan pervaginam. Meskipun profilaksis antibiotik spektrum luas
sudah diberikan namun infeksi ibu pasca sesar tetap menjadi sumber morbiditas yang
signifikan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Axelsson (2018), bahwa kejadian ini
terdapat hubungan dengan pelepasan plasenta secara manual. Metristis dapat dicegah
sehingga perlu adanya pengetahuan untuk mendeteksi sejak dini tanda gejala yang
ditimbulkan. Oleh karena itu dibutuhkan petugas kesehatan yang kompeten di bidangnya,
memberikan asuhan sesuai protab, dan memperhatikan terknik pencegahan infeksi.

1
Berdasarkan latar belakang di atas makalah ini akan dibahas tentang
metritis/endometritis.

2.1 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari metritis?
2. Bagaimana etiologi metritis?
3. Bagimana patofiologi metritis?
4. Bagimana diagnosis metritis?
5. Apasajakah klasifikasi metritis?
6. Bagaimana penatalaksanaan metritis?

3.1 TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
metritis.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa diharapkan mengetahui pengertian metritis
b. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui penyebab metritis
c. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui patofiologi dari metritis
d. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tanda gejala dari metritis
e. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui klasifikasi metritis
f. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui penatalaksanaan terjadinya metritis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari
endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis. Infeksi masa nifas adalah
semua peradanngan yang disebabkan oleh masuknya kuma ke dalam alat genital pada waktu
persalinan dan nifas. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke
dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas.

2.2 Etiologi
Kuman- kuman masuk ke dalam endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta,
dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan
kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua
bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau dan
terdiri atas keping-keping nekrotis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan
daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit–leukosit. Pada infeksi yang lebih berat,
batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjelaran. Kuman-kuman yang sering
menyebabkan infeksi antara lain:
a.Streptococcus haemoliticus aerobic.
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita
lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, dan sebagainya.
b. Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
rumah sakit.
c.Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan
partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit

3
2.3 Patofisiologi
Sebagian besar kasus metritis/endometritis terjadi akibat persalinan. Secara khusus,
pecahnya kantung ketuban memungkinkan translokasi flora bakteri normal dari serviks dan
vagina ke uterus yang biasanya aseptik. Bakteri ini lebih mungkin menjajah jaringan rahim
yang telah mengalami devitalisasi, pendarahan, atau kerusakan lainnya (seperti selama
operasi caesar). Bakteri ini dapat menginvasi endometrium, miometrium, dan perimetrium,
sehingga menyebabkan inflamasi dan infeksi.

2.4 Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda metritis yaitu.
b. Peningkatan suhu secara persisten hingga 40°C, tergantung pada keparahan infeksi.
a. Takikardia
b. Menggigil dengan infeksi berat
c. Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral.
d. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual.
e. Subinvolusi
f. Lokhea berbau dan purulen
g. Hitung sel darah putih mungkin meningkat diluar leukositosis puerperium fisiologis

2.5 Klasifikasi
Metritis digolongkan menjadi dua yaitu.
a. Metritis Akut
Metritis Akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini
tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan
pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan
metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau
lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.

4
c. Metritis kronik
Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia
dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi
pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan
jaringan ikat akibat kehamilan. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat
menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik, dispareunia, trombosis vena yang dalam,
emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, penyumbatan tuba dan infertilitas.

2.6 Penatalaksanaan
Berdasarkan Tylor (2021), Pengobatan awal untuk metritis/endometritis sama dengan
tindakan pada penyakit radang panggul, yaitu:
1. Doksisiklin 100 mg setiap 12 jam +  metronidazol 500 mg setiap 12 jam. Doksisiklin
tidak dikontraindikasikan pada ibu menyusui jika penggunaannya kurang dari tiga
minggu.

2. Levofloxacin 500 mg setiap 24 jam +  metronidazol 500 mg setiap 8 jam. Levofloxacin


harus dihindari pada ibu menyusui.

3. Amoksisilin-klavulanat 875 mg/125 mg setiap 12 jam

Untuk pasien dengan metritis/endometritis sedang hingga berat atau pasien dengan operasi
caesar metritis/endometritis, antibiotik intravena dan rawat inap
direkomendasikan. Pilihannya adalah sebagai berikut:

1. Gentamisin 1,5 mg/kg IV setiap 8 jam atau  5 mg/kg IV setiap 24 jam dan  klindamisin
900 mg setiap 8 jam.
2. Dosis gentamisin dikaitkan dengan waktu rawat inap yang lebih

3. Untuk pasien dengan endometritis karena resistensi terhadap klindamisin, piperasilin-


tazobactam dan ampisilin-sulbaktam dapat digunakan.

Perbaikan klinis dalam menanggapi antibiotik biasanya terjadi dalam 48 sampai 72 jam. Jika
tidak ada perbaikan klinis dalam 24 jam, penyedia harus mempertimbangkan untuk
menambahkan ampisilin 2 g pada awalnya, diikuti oleh 1 g setiap 4 jam untuk
meningkatkan  cakupan Enterococcus. Bagi mereka yang tidak membaik dalam 72 jam,

5
penyedia layanan harus memperluas diagnosis banding untuk memikirkan infeksi
lainnya. Antibiotik IV harus dilanjutkan sampai pasien menjadi tidak demam setidaknya
selama 24 jam di samping perbaikan pada rasa sakit dan leukositosis pasien. Saat ini, tidak
ada bukti substansial yang menunjukkan bahwa melanjutkan antibiotik dalam bentuk peroral
setelah perbaikan klinis tersebut meningkatkan hasil berorientasi pasien yang signifikan.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
infeksi masa nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman
ke dalam alat- alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Perlukaan karena
persalinan merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga
menimbulkan infeksi pada kala nifas . Metritis adalah infeksi uterus setelah
persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Penyakit ini
tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan
terapinya seperti endometritis. Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat
kandungan, seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari
tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang
terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak
patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
3.2 Saran
Metritis merupakan salah satu hal yang saat ini mendapat perhatian yang begitu
besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan kontribusinya dalam
merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa, sebaiknya memberikan peran
dengan mempelajari dengan sungguh-sungguh kasus-kasus kegawatadaruratan dan
memaksimalkan keterampilan dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan yang
berada dalam koridor wewenang bidan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Boggess KA, Tita A,dkk. 2017. Faktor Risiko Infeksi Ibu Pasca Sesar dalam Percobaan
Profilaksis Antibiotik Spektrum Panjang. Ginekolog Obstesi. Vol 129 No. 3: Pub med

Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2016. Profil Kesehatan Jawa Timur 2016. Surabaya: Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Mansyur, Nurlina, Kasrinda dahlan. 2014. Asuhan Kebidanan Nifas. Malang: Selaksa.

Patersen, Susanne. 2021. Diseases and complication of the puerperium, vol.118 No. 25. PMC

Taylor, Michael, leela sharath. 2021. Endometritis. Stat pearl

Woodo, Susanah L, Ana Muntoya, dkk. 2019. Incidence of maternal Peripartum Infeksi. Vol.16
No.12. Plos Med

Anda mungkin juga menyukai