Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perilaku seks bebas dikalangan remaja merupakan suatu fenomena yang

mengkhawatirkan, hal ini perlu upaya pencegahan. Era global seperti sekarang,

perilaku seks bebas semakin banyak terjadi khususnya pada remaja. Menurut Erna

(2015), Remaja adalah seseorang yang memiliki rentang usia 10-19 tahun yang

mengalami perubahan fisik, biologis, mental, emosional dan psikososial yang

dapat mempengaruhi perilaku. Perilaku akibat ketidaksiapan menerima perubahan

tersebut akan menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif seperti seks bebas,

penyalahgunaan obat terlarang, PMS dan HIV/AIDS, kehamilan yang tidak

diinginkan, aborsi, dan lain sebagainya (Miswanto, 2014). Setelah dilakukan

penelusuran secara komprehensif, ternyata ada beberapa faktor yang

menyebabkan hal tersebut terjadi. Menurut Survey Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) (2017), penyebabnya yaitu lemahnya peran orang tua,

rendahnya pengetahuan anak terhadap kesehatan reproduksi dan kurangnya akses

terhadap informasi yang akurat.

Menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) (2016), Indonesia memiliki jumlah remaja 66,3 juta jiwa dari total

penduduk sebesar 258,7 juta jiwa sehingga 1 dari 4 penduduk adalah remaja.

Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan sebanyak

32% remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar Indonesia (Jakarta,


Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Menurut SDKI (2017),

penggunaan kondom, alasan wanita menyetujui melakukan perilaku seks bebas

dan perilaku pacaran yang mengarah kepada kontak seksual presantase tertinggi

terjadi di perkotaan. Berdasarkan profil kesehatan jawa timur (2017), di jawa

timur terdapat 38.266 dari 765.762 remaja atau sekitar 5% remaja di duga pernah

melakukan seks bebas. Menurut BKKBN (2016), menemukan 54% remaja putri

disurabaya sudah tidak perawan.

Berdasarkan SDKI (2017), Perilaku seks bebas pada remaja erat kaitannya

dengan kehamilan yang tidak diiinginkan (KTD). Kehamailan yang tidak

diinginkn oleh wanita kelompok usia 15-19 tahun dua kali lebih besar (16%)

dibandingkan dengan kelompok usia 20-24 tahun (8%). Menurut BKKBN (2016),

Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun sejumlah 35 per 1000 perempuan

usia 15-19 tahun. Seringkali untuk menghindari rasa malu dan sanksi masyarakat,

mereka cenderung berusaha untuk melakukan tindakan aborsi. Sebagian wanita

(23%) dan 19% pria mengetahui seseorang teman mereka yang melakukan aborsi

serta 1% diantara mereka menemani/mempengaruhi seseorang untuk melakukan

tindakan aborsi. Penyakit menular seperti HIV/AIDS (Human Irnmunodeviciency

Virus/Aquared Immuno Deficiency Virus) yang pada tahun 2018 sebesar 114.065

kasus. Proporsi terbesar kasus HIV dan AIDS masih pada penduduk usia

produktif (15-49 tahun), dimana kemungkinan penularan terjadi pada masa

remaja.

Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah, banyak

diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah bercerai dan keluarga
yang banyak konflik dan perpecahan. Hal ini di dukung oleh penelitian Reis

(2019), perilaku seks pada remaja terjadi pada pola pengasuhan yang permisif

dan lalai. Orang tua merupakan madrasah pertama bagi seorang anak, sehingga

orang tua memiliki perananan yang sangat penting di dalam membentuk sebuah

karakter anak.

Menurut teori Ecological Model of Youth Development, Orang tua memiliki

kekuatan yang paling besar di dalam mempengaruhi kehidupan remaja termasuk

perilaku seksualnya. Namun kenyataannya, banyak orang tua yang tidak

menjalankan perannya dengan baik terutama dalam memberikan pengetahuan

tentang seks. Mereka cenderung menganggap tabu untuk topik pembicaraan

dalam keluarga. Hal ini di dukung oleh penelitian sari (2018), bahwa perilaku

seksual pranikah remaja beresiko terjadi pada remaja karena komunikasi

interpersonal orang tua yang tidak baik dan sikap permisif serta ketidakdekatan

orang tua secara emosional.

Solusi dari banyaknya masalah yang terjadi pemerintah menetapkan suatu

kebijakan pembangunan keluarga. Kebijakan ini melalui pembinaan ketahanan

dan kesejahteraan keluarga yang dilaksanakan salah satunya melalui peningkatan

kualitas remaja dengan memberikan akses informasi, pendidikan, konseling, dan

pelayanan tentang kehidupan berkeluarga (BKKBN, 2016). Berbagai upaya yang

telah dilakukan, ternyata masih terdapat angka kejadian seks bebas pada remaja

yang tingi sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian ini.

1.2 Pembatasan Masalah


Pada penelitian ini masalah dibatasi tentang faktor eksternal yaitu peran dalam

keluarga yang memepengaruhi perilaku seks bebas pada remaja.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dapat di rumuskan masalah penelitian

“apakah ada hubungan antara peran keluarga dengan perilaku seks bebas pada

remaja?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan peran keluarga dengan perilaku seks bebas pada

remaja.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi peran keluarga

2. Mengidentifikasi perilaku seks bebas pada remaja

3. Menganalisis hubungan peran keluarga dengan perilaku seks bebas pada

remaja

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu

tentang kesehatan reproduksi remaja dalam upaya mengurangi kejadian perilaku

seks bebas pada remaja.


1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi Responden

Dapat digunakan sebagai peningkatan ilmu pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi, meningkatkan kewasapadaan siswa terhadap perilaku seks bebas.

2. Bagi Sekolah

Diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pembelajaran selanjutnya,

sebagai dasar kebijakan dalam upaya pencegahan perilaku seks bebas.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian

selanjutnya terkait perilaku seks bebas pada remaja.

Anda mungkin juga menyukai