Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH OBSTETRI

KOMPLIKASI NIFAS DAN PENATALAKSAANNYA

DISUSUN OLEH :

Nama : Sarah nuari

Nim : P07124418034

DOSEN PEMBIMBING:

Novi Yanti SST.M.Keb

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEHNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH

PRODI DIV JURUSAN KEBIDANAN

TA.2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat dan karunia-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Makalah komplikasi nifas dan penatalaksanaannya”.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penyusun mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Harapan
penyusun semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi para pembaca.
Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi
lebih baik lagi.

Penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banda aceh, februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................……………………………. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan ................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................3

A. Apa yang dimaksud dengan komplikasi/gangguan masa nifas…….4


B. gangguan traktus urinaria...................................................................4
C. kelainan pada uterus (subinvolusi).....................................................5
D. perdarahan nifas sekunder..................................................................6
E. Erosi serviks post partum....................................................................7

BAB III PENUTUP........................................................................................8

A. Kesimpulan ........................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) merupakan masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil), dan
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ari Sulistyawati, 2009).
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu
melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu
mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis
puerperalis. Perawatan payudara yang kurang atau sama sekali tidak dilakukan maka akan
mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga terjadi bendungan ASI. Selain itu, penggunaan bra
yang ketat serta keadaan putting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada
duktus (Vivian dan Tri, 2011).
Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian
terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan
memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan ibu akan berimbas juga
pada kesejahteraan bayi yang dilahirkannya, karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan
perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas 2 bayi pun
akan meningkat ( Ari Sulistyawati, 2009).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitr 60% kematian ibu terjadi setelah
melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah
persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Oleh karena itu, peran
dan tanggung jawab bidan untuk memberikan asuhan kebidanan ibu nifas dengan pemantauan
mencegah beberapa kematian ini (Vivian dan Tri, 2011).

B.Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan komplikasi/gangguan masa nifas
b. Apa yang dimaksud dengan gangguan traktus urinaria
c. Apa yang dimaksud dengan kelainan pada uterus (subinvolusi).
d. Apa yang dimaksud dengan perdarahan nifas sekunder
e. Apa yang dimaksud dengan Erosi serviks post partum
C.Tujuan
a. Untuk mengetahui komplikasi/gangguan masa nifas
b. Untuk mengetahui gangguan traktus urinaria
c. Untuk mengetahui kelainan pada uterus (subinvolusi).
d. Untuk mengetahui perdarahan nifas sekunder
e. Untuk mengetahui Erosi serviks post partum
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komplikasi Masa Nifas

Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu
38°C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 post partum dan diukur per oral sedikitnya 4
kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam
masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak diketemukan sebab – sebab ekstragenital.

Sebagai bidan, Anda harus mengetahui beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan
infeksi pada ibu nifas seperti : kurang gizi atau malnutrisi ,anemia, masalah kebersihan, dan
kelelahan.

Proses persalinan merupakan proses yang fisiologis dialami oleh hampir semua wanita,
begitu pula masa nifas. Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai enam minggu setelah melahirkan. Masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang
dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12
minggu (Nugroho et al., 2014).

Masa nifas merupakan masa setelah proses melahirkan selesai dan berakhir setelah kira-kira 6-8
minggu hingga organ reproduksi kembali dalam keadaan normal seperti sebelum hamil (Saleha,
2009). Komplikasi dapat terjadi pada ibu post partum seperti traktus urinaria,kelaiana pada
uterus (subinvolusi),perdarahan nifas sekunder, atau erosi servik post partum dll.(Bobak, 2005)

B. Gangguan Traktus Urinaria

Sistem urinaria pada tubuh terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urine, dua ureter
yang membawa urine ke dalam sebuah kandung kemih sebagai penampungan sementara; dan
urethra yang mengalirkan urine keluar tubuh melalui orifisium urethra eksterna. Patologi saluran
kencing dapat berupa penyakit Infeksi, Peradangan, Vaskular,Gangguan Kongenital dan
Herediter, Ginjal Polikistik, Metabolik. InfeksiTraktus Urinarius dapat disebabkan Batu,
Neoplasma, Fibrosis retroperitoneal, Uretritis, Prostatitis dan Sistitis (Infeksi Vesika Urinaria)
(Pearce, 2008).
Penatalaksanaan masalah yang berkaitan dengan gangguan pada saluran kemih adalah
tindakan operatif. Tindakan operatif diperlukan untuk agar tidak terjadi kondisi yang semakin
parah. Pemberian tindakan operatif berkaitan pada sisten perkemihan mayoritas dikarenakan
adanya batu pada saluran tersebut. Kasus yang disebabkan batu ginjal dan saluran kemihbanyak
terdapat di daerah panas, terutama Asia tenggara, di USA sendiri prevalensi batu ginjal dan
saluran kemih 10-15% sedangkan di Indonesia jumlahnya jauh lebih banyak (Sony, 2017).
Untuk angka kejadian 1 diantara 10 penduduk, seringkali tidak menimbulkan gejala, 1-2 kasus
diantara 100 penduduk timbul keluhan nyeri hebat. Laki-laki lebih sering mengalami
dibandingkan wanita (Sony, 2017).

Penatalaksanaan masalah saluran kencing perlu pendekatan terapi optimal melalui


tindakan operatif, berbagai faktor harus dipertimbangkan baik saat fase pre operatif, intra
operatif dan post operatif. Menurut Rondhianto (2008) saat mengalami proses pre operasi dengan
berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan yang disebabkan karena takut
nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image), takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang
mempunyai penyakit yang sama, takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan
dan petugas, takut mati saat dibius/tidak sadar lagi, ataupun takut operasi gagal. Ketakutan dan
kecemasan yang mungkin dialami pasien tersebut dapat dideteksi dengan adanya perubahan-
perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan
yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama
berulang kali, sulit tidur, sering berkemih (Rondhianto, 2008).

C. Kelainan Pada Uterus (Subinvolusi)

Kelainan pada uterus Masa post partum (nifas) adalah masa sejak melahirkan sampai
pulihnya alat-alat reproduksi & anggota tubuh lainnya yg berlangsung sampai sekitar 40 hari
(KBBI, 1990). Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampai pulihnya
kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira-kira 6-8
minggu.

Pembagian masa nifas dalam 3 periode:


1.) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam Agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja dalan 40 hari.

2.) Peurperium intermedial : yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia eksterna dan interna
yang lamanya kurang lebih 6-8 minggu.

3.) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Periode pasca partum ialah
masa enam minggu setelah bayi lahir sampai organ reproduksi kembali ke keadaan normal
sebelum hamil . Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan.
Immediate post partum

Ada beberapa macam kelainan pada uterus, beberapa diantaranya dapat di deteksi secara
dini karena memiliki tanda dan gejala khusus dan dapat ditanggulangi secara bertahap,
diantaranya adalah:

1.Sub Involusio

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/proses


involusi rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya,sehingga proses pengecilan uterus
terhambat. Subinvolusi merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan kemunduran yang
terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif,kadang lebih banyak mengarah secara spesifik
pada kemunduran uterus yang mengarah ke ukurannya.(Varney’s Midwivery)

Penyebab:

a) Terjadi infeksi pada endometrium


b) Terdapat sisa plasenta dan selaputnya
c) Terdapat bekuan darah
d) Mioma uteri

Tanda & Gejala:

 Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,sampai kira-kira 4-6 minggu postpartum.
 Fundus uteri letaknya tetap tinggi didalam abdomen/pelvis dari yang diperkirakan/penurunan
fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.
 Keluaran kochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra kebentuk serosa,lalu kebentuk
kochia alba
 Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari postpartum/lebih dari 2
minggu postpartum. Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan. Leukore dan lochia
berbau menyengat,bisa terjadi jika ada infeksi. Pucat,pusing,dan tekanan darah rendah. Bisa
terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyk ( > 500 ml ) Nadi
lemah,gelisah ,letih,ekstrimitas dingin.

Terapi:

a) Pemberian Antibiotika
b) Pemberian Uterotonika
c) Pemberian Tansfusi
d) Dilakukan kerokan bila dsebabkan karena tertinggalnya sisa-sia plasenta.

Penatalaksanaan:

1. Dapatkan sampel locea untuk kultur


2. Pemerksaan USG dapat dilakukan untuk mengidentifikasi fragmen yang tertahan didalam
uterus
3. Methergin atau ergotrate, 0,2 mg setiap 3-4 jam selama 3hari dapat diprogramkan.
Antibiotik spektrum luas bisa ditambahkan jika uterus nyeri tekan setelah 2 minggu.
4. Beberapa praktisi merekomendasikan terapi awal dengan antibiotik, dengan
pertimbangan teryata infeksi merupakan faktor yang sering ditemukan pada involisi yang
terlambat
5. Pengobatan alternatif:
 kupuntur digunakan dalam terap lokia yang berlebihan
 Refleksologi: terapi pada hipofisis dan zona uterus dikaki dapat meredakan
subinvolusi sehingga tidak perlu ditemukan intervensi medis

D. Perdarahan Nifas Sekunder

Definisi dari Perdarahan postpartum adalah Perdarahan yang volumenya melebihi 400-
500 cc, kondisi dalam persalinan menyebabkan sulit untuk menentukan jumlah Perdarahan yang
terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pakaian atau kain alas tidur. Pada
periode pasca persalinan, sulit untuk menentukan terminologi berdasarkan batasan kala
persalinan yang terdiri dari kala I hingga kala IV (Prawirohardjo, 2009:523).

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi setelah bayi lahir
per vaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan
menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah
perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan
perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin,
menggigil, hiperapnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100x/ menit, kadar Hb
< 8 g/dL (Joseph dan Nugroho, 2011:164).

Perdarahan postpartum dibagi menjadi :

1) Perdarahan Post Partum primer (Early postpartum hemorrhage)Perdarahan Post Partum


primer adalah Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dengan jumlah 500 cc atau
lebih setelah kala III.
2) Perdarahan postpartum sekunder (Late postpartum hemorrhage)Perdarahan yang terjadi
sesudah 24 jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih (Joseph dan Nugroho,
2011:164).

Etiologi

Penyebab perdarahan post partum sekunder menurut (Joseph dan Nugroho, 2011:165) , (Harry
dan William, 2010:461) dan Retensio sisa plasenta

1. Retensio Sisa Plasenta


a) Pengertian
Sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga
rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum
hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang
biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Plasenta harus dikeluarkan karena
dapat menimbulkan banyak perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi
plasenta inkarserata, polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoma.
b) Tanda dan gejalanya
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan
perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul adalah uterus berkontraksi baik
yang ditandai dengan perut di bagian fundus teraba keras dan ibu merasakan mules pada
bagian perut tersebut tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang.
c) Penatalaksaan
Lakukan eksplorasi digital (bidan boleh melakukan bila serviks terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah/jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase (dilakukan oleh dokter
obsgyn).

E. Erosi Serviks Post Partum

Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada
daerah porsio serviks uteri (mulut rahim). Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-
kuman atau virus, bisa juga karena rangsangan zat kimia /alat tertentu; umumnya disebabkan
oleh infeksi.

Erosi porsio atau disebut juga dengan erosi serviks adalah hilangnya sebagian / seluruh
permukaan epitel squamous dari serviks. Jaringan yang normal pada permukaan dan atau mulut
serviks digantikan oleh jaringan yang mengalami inflamasi dari kanalis serviks. Jaringan
endoserviks ini berwarna merah dan granuler, sehingga serviks akan tampak merah, erosi dan
terinfeksi. Erosi serviks dapat menjadi tanda awal dari kanker serviks.

Erosi serviks dapat dibagi menjadi 3:

1) Erosi ringan : meliputi ≤ 1/3 total area serviks


2) Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area serviks
3) Erosi berat : meliputi ≥ 2/3 total area serviks.

Penyebab erosi serviks :

1. Level estrogen : erosi serviks merupakan respons terhadap sirkulasi estrogen dalam tubuh.

a) Dalam kehamilan : erosi serviks sangat umum ditemukan dalam kehamilan karena level
estrogen yang tinggi. Erosi serviks dapat menyebabkan perdarahan minimal selama
kehamilan, biasanya saat berhubungan seksual ketika penis menyentuh serviks. Erosi akan
menghilang spontan 3-6 bulan setelah melahirkan.

b) Pada wanita yang mengkonsumsi pil KB : erosi serviks lebih umum terjadi pada wanita
yang mengkonsumsi pil KB dengan level estrogen yang tinggi.

c) Pada bayi baru lahir : erosi serviks ditemukan pada 1/3 dari bayi wanita dan aka
menghilang pada masa anak-anak oleh karena respon maternal saat bayi berada di dalam
Rahim

d) Wanita yang menjalani Hormon Replacement Therapy (HRT): karena penggunaan


estrogen pengganti dalam tubuh berupa pil, krim , dll.

2. Infeksi: teori bahwa infeksi menjadi penyebab erosi serviks mulai menghilang. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa infeksi tidak menyebabkan erosi, tapi kondisi erosi akan lebih mudah
terserang bakteri dan jamur sehingga mudah terserang infeksi.

3. Penyebab lain : infeksi kronis di vagina, douche dan kontrasepsi kimia dapat mengubah level
keasaman vagina dan sebabkan erosi serviks. Erosi serviks juga dapat disebabkan karena trauma
(hubungan seksual, penggunaan tampon, benda asing di vagina, atau terkena speculum)

Gejala erosi serviks:

1) Mayoritas tanpa gejala


2) Perdarahan vagina abnormal (yang tidak berhubungan dengan siklus menstruasi) yang
terjadi :
 Setelah berhubungan seksual (poscoital)
 Diantara siklus menstruasi
 Disertai keluarnya cairan mucus yang jernih / kekuningan, dapat berbau jika
disertai infeksi vagina
3) Erosi serviks disebabkan oleh inflamasi, sehingga sekresi serviks meningkat secara
signifikan, berbentuk mucus, mengandung banyak sel darah putih, sehingga ketika
sperma melewati serviks akan mengurangi vitalitas sperma dan menyulitkan perjalanan
sperma. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infertilitas pada wanita.
Penatalaksanaan Penanganan erosi porsio/erosi serviks

1) Memberikan albotyl di sekitar Erosio pada portio.


2) Melakukan penatalaksanaan pemberian obat.

· Lyncopar 3 x 1 untuk infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri /streptokokus pneomokokus
stafilokokus dan infeksi kulit dan jaringan lunak.

· Ferofort 1 x 1 berfungsi untuk mengobati keputihan

· Mefinal 3 x 1 berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit


BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari hasil pembahasan didapatkan bahwa Proses persalinan merupakan proses yang
fisiologis dialami oleh hampir semua wanita, begitu pula masa nifas. Masa nifas adalah masa
dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai enam minggu setelah melahirkan. Masa
setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya
kembali yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu (Nugroho et al., 2014).

Masa nifas merupakan masa setelah proses melahirkan selesai dan berakhir setelah kira-
kira 6-8 minggu hingga organ reproduksi kembali dalam keadaan normal seperti sebelum hamil
(Saleha, 2009). Komplikasi dapat terjadi pada ibu post partum seperti gangguan traktus
urinaria,kelaiana pada uterus (subinvolusi),perdarahan nifas sekunder, atau erosi servik post
partum dll.
DAFTAR PUSTAKA

Ari Sulistyawati,(2009),Buku Ajar Asuhan kebidanan pada ibu Nifas

Joseph Dan Nugroho,(2011),buku ajar Obsetetri Untuk Mahasiswa Kebidanan

Nugroho T.Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 nifas ypjakarta: Nuha Medika 2014

Anda mungkin juga menyukai