Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“PERAWATAN VULVA DAN PERAWATAN LUKA EPISIOTOMI”


MATA KULIAH KEPERAWATAN MATERNITAS

Dosen Pengampu :
Mas’adah M.Kep

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
Baiq Anggi Andiana (P07120421048)
Fasya Artha Putri (P07120421053)
Ghina Azzahra Alam (P07120421057)
Lalu Muhammad Rizki A. (P07120421066)
Nadiya Fahriani (P07120421074)
Rizka Dila Andini (P07120421079)
Samratul Qalbi Assani (P07120421081)
Tri Emi Liani (P07120421086)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat, karunia dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas ini, yang dimana kami harapkan dapat menjadi pedoman
pembelajaran untuk seluruh mahasiswa jurusan keperawatan.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen
mata kuliah Keperawatan Maternitas yaitu ibu Mas’adah yang telah memberikan
bimbingan maupun pengarahan demi terselesaikannya makalah ini dan terima kasih
pula kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami tentu menyadari banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan
dan penyusunan makalah ini. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jum’at 28 Oktober 2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB – PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Vulva Hygiene dan Luka Episiotomi Pada Ibu Post Partum .... 4
B. Tujuan Vulva Hygiene dan Perawatan Luka Episiotomi Pada Ibu
Post Partum ............................................................................................. 5
C. Karakteristik Vulva Ibu Post Partum ...................................................... 6
D. Jenis-Jenis Episiotomi ............................................................................. 8
E. Etiologi Luka Episiotomi ........................................................................ 8
F. Patofisiologi Luka Episiotomi................................................................. 9
G. Manifestasi Klinis Luka Episiotomi ....................................................... 10
H. Komplikasi Luka Episiotomi .................................................................. 10
I. Indikasi dan Kontraindikasi .................................................................... 11
BAB III – PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Savitri dkk, (2015) Persalinan dan kelahiran adalah suatu
kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi
merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Oleh sebab itu salah satu
peran ibu adalah melahirkan, sedangkan peranan keluarga adalah memberikan
bantuan dan dukungan pada ibu ketika sudah terjadi proses persalinan. Petugas
kesehatan dalam hal ini memiliki peran yang penting saat proses persalinan,
dalam memberikan asuhan dan bantuan serta dukungan pada ibu agar seluruh
rangkaian proses persalinan dapat berjalan lancar, bersih serta aman bagi ibu
serta bayinya yang telah lahir.
Periode masa nifas yang beresiko terjadi komplikasi pasca persalinan
terutama terjadi pada periode 3 hari pertama setelah melahirkan (Kemenkes RI,
2013). Menurut World Health Organitation (WHO) setiap menit seorang
perempuan meninggal karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan post
partum. Dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari
500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan dan
nifas (Rosnani, 2017). Salah satu penyebab kematian maternal ibu terbesar
yaitu perdarahan, preeklamsia dan infeksi. Infeksi ini terjadi karena perlukaan
jalan lahir. Perlukaan jalan lahir ini disebabkan karena tindakan episiotomi,
tindakan ini di lakukan untuk mencegah robekan perineum, mengurangi
regangan otot penyangga kandung kemih dan mengurangi lamanya tahap kedua
(Bobak dkk, 2005).
Luka perineum merupakan robekan pada jalan lahir yang disebabkan
karena episiotomi. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan pada persalinan berikutnya (Tulas et al., 2017). Luka perineum
ibu post partum yang tidak terjaga dengan baik akan mengakibatkan terjadinya
penyakit yang akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka perineum.
Hal itu disebabkan karena daya tahan tubuh ibu rendah setelah melahirkan,

1
perawatan yang kurang baik, dan kebersihan yang kurang terjaga (Nurjanah,
Puspitaningrum, & Ismawati, 2017).
Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi
perineum yang terkena lokhea menjadi lembab, hal ini sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat mengakibatkan infeksi pada perineum.
Infeksi pada ibu nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.
Tanda tanda yang biasanya terjadi pada luka infeksi bekas sayatan episiotomi
atau ruptur perineum, yaitu jaringan sekitar luka membengkak, tepi lukamenjadi
merah dan membengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus
dan mengeluarkan pus. Untuk menghindari infeksi perineum perlu dilakukan
perawatan vulva yang biasanya disebut vulva hygiene. Vulva hygiene
merupakan cara untuk membersihkan alat kelamin wanita bagian luar. Manfaat
dilakukannya vulva hygiene adalah untuk menjaga vagina dan daerah
sekitarnya agar tetap bersih dan nyaman, mencegah munculnya keputihan bau
tak sedap dan gatal gatal serta menjaga pH vagina agar tetap normal (Timbawa
et al., 2015). Tindakan vulva hygiene dilakukan minimal 2x sehari dan waktu
yang lebih baik adalah pagi dan sore sebelum mandi, sesudah buang air kecil
atau buang air besar 4 jam sekali, hal ini bertujuan untuk menjaga kebersihan
vulva dan sekitarnya serta membantu penyembuhan luka dan menghindari
infeksi (Krisnamurti, 2015).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan vulva hygiene dan luka episiotomi pada ibu post
partum?
2. Apa saja tujuan vulva hygiene dan perawatan luka episiotomi?
3. Bagaimana karakteristik vulva ibu post partum?
4. Apa saja jenis-jenis episiotomi?
5. Apa etiologi dari luka episiotomi?
6. Bagaimana patofisiologi luka episiotomi?
7. Apa saja manifestasi klinis luka episiotomi?

2
8. Apa saja komplikasi luka episiotomi?
9. Apa saja indikasi dan kontraindikasi vulva hygiene dan luka episiotomi
pada ibu post partum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi vulva hygiene dan luka
episiotomi pada ibu post partum.
2. Untuk mengetahui dan memahami tujuan vulva hygiene dan perawatan luka
episiotomi.
3. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik vulva ibu post partum.
4. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis episiotomi.
5. Untuk mengetahui dan memahami etiologi luka episiotomi.
6. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi luka episiotomi.
7. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis luka episiotomi.
8. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi luka episiotomi.
9. Untuk mengetahui dan memahami indikasi dan kontraindikasi vulva
hygiene dan luka episiotomi pada ibu post partum.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Vulva Hygiene dan Luka Episiotomi Pada Ibu Post Partum
1. Definisi Vulva Hygiene Pada Ibu Post Partum
Vulva hygiene merupakan cara untuk membersihkan alat kelamin
wanita bagian luar. Tindakan vulva hygiene dilakukan minimal 2x sehari
dan waktu yang lebih baik adalah pagi dan sore sebelum mandi, sesudah
buang air kecil atau buang air besar 4 jam sekali, hal ini bertujuan untuk
menjaga kebersihan vulva dan sekitarnya serta membantu penyembuhan
luka dan menghindari infeksi (Krisnamurti, 2015).
Vulva hygiene pada ibu post partum adalah upaya membersihkan
vulva dan daerah sekitarnya pada wanita yang sedang nifas atau tidak dapat
melakukan sendiri. Perawatan vulva hygiene pada perineum yang tidak
benar dapat mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lokhea dan
lembab sangat menunjang perkembangbiakan bakteri.

2. Definisi Luka Episiotomi Pada Ibu Post Partum


Tindakan episiotomi adalah pengguntingan jaringan yang terletak di
antara lubang kemaluan (vagina) dan anus. Tujuannya untuk memperlebar
jalan lahir lubang kemaluan (vagina) dan anus sehingga memudahkan
proses lahirnya bayi. Tindakan episiotomi dapat menyebabkan luka pada
perineum.
Luka perineum merupakan robekan pada jalan lahir yang disebabkan
karena episiotomi. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan pada persalinan berikutnya (Tulas et al., 2017). Luka perineum
ibu post partum yang tidak terjaga dengan baik akan mengakibatkan
terjadinya penyakit yang akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan
luka perineum. Hal itu disebabkan karena daya tahan tubuh ibu rendah
setelah melahirkan, perawatan yang kurang baik, dan kebersihan yang
kurang terjaga (Nurjanah, Puspitaningrum, & Ismawati, 2017).

4
B. Tujuan Vulva Hygiene dan Perawatan Luka Episiotomi Pada Ibu Post
Partum
1. Tujuan Vulva Hygiene Pada Ibu Post Partum
Tujuan vulva hygiene adalah pencegahan terjadinya infeksi pada
saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah kelahiran anak atau
aborsi (Moorhouse et. al.,2001). Perawatan perineum/vulva hygiene yang
dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini:
a. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi
pada perineum.
b. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung
kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya
komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
c. Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya
kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum
masih lemah (Suwiyoga, 2004).

2. Tujuan Perawatan Luka Episiotomi Pada Ibu Post Partum


Adapun tujuan dari perawatan luka perineum menurut Kumalasari (2015)
yaitu sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan daerah kemaluan
b. Mengurangi nyeri dan meningkatkan rasa nyaman pada ibu
c. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan
membrane mukosa
d. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
e. Mempercepat penyembuhan dan mencegah perdarahan
f. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
g. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat

5
C. Karakteristik Vulva Ibu Post Partum
Secara umum, Vulva yang sehat memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat Kelembaban
Vulva sehat dan normal bisa dinilai dari tingkat kelembapannya.
Apabila terasa hangat dan lembap saat diraba, maka vagina tergolong sehat.
Sedangkan jika vagina dalam kondisi kering, umumnya ini terjadi pada
wanita yang telah menopause. Perlu diketahui bahwa kelembapan ini bisa
membuat sperma bertahan hidup lebih lama di dalam vagina. Namun,
sebaiknya perhatikan ketika vagina mengeluarkan aroma yang menyengat,
berbau amis, dan mengalami gejala lain seperti munculnya keputihan
berwarna abu-abu dan rasa gatal selama beberapa hari. Kondisi ini bisa
menjadi tanda gangguan kesehatan.
2. Cairan Berwarna Putih
Keputihan adalah hal yang normal. Menurut National Health Service
UK, ada beberapa ciri cairan vagina yang sehat, seperti tidak memiliki
aroma yang menyengat dan memiliki warna bening atau putih. Umumnya,
cairan vagina banyak diproduksi ketika seorang wanita menjalani siklus
menstruasi, masa kehamilan dan menggunakan alat kontrasepsi. Sebaiknya
perhatikan kesehatan vagina dari cairan yang muncul. Perubahan warna dan
aroma menjadi tanda adanya gangguan kesehatan. Jika disertai keluhan
seperti berubahnya warna menjadi hijau, terasa gatal dan terbakar, bisa jadi
keluhan itu disebabkan oleh infeksi jamur atau bakteri.
3. Tidak Terasa Gatal
Menurut National Health Service UK, vagina yang sehat tidak terasa
gatal. Rasa gatal pada vagina bisa menjadi tanda gangguan kesehatan. Ada
beberapa gangguan kesehatan yang menyebabkan vagina terasa gatal,
seperti infeksi jamur, eksim, dermatitis kontak, psoriasis dan
penyakit kelamin.
4. Tidak Ada Luka
Luka bisa terjadi karena beberapa hal, seperti benturan yang
disebabkan ketika berhubungan intim sehingga menyebabkan kulit di area

6
vagina menjadi lecet. Bekas luka itu bisa menjadi tempat masuk virus dan
dan bakteri yang menyebabkan infeksi.
5. Tidak Ada Kelainan
Tanda organ reproduksi wanita yang normal dan sehat tidak
mempunyai tanda kelainan. Maksudnya adalah tidak memiliki benjolan,
tidak ada perdarahan, hingga tidak ada nyeri.
Pada vulva ibu post partum perlu dikaji tanda-tanda REEDA : ( Rednes
atau kemerahan), (Echymosis atau perdarahan bawah kulit), (Edema atau
bengkak), (Discharger atau perubahan pada lochea) dan (Approximation atau
pertautan jaringan). Lochea merupakan ekskresi cairan rahim selama masa
nifas. Lochea terdiri dari eritrosit, peluruhan deciduas, sel epitel dan bakteri.
Rata-rata lochea dikeluarkan kira-kira 8-9oz atau sekitar 240-270 ml. Adapun
jenis-jenis lochea berdasarkan warna dan waktu keluarnya :
1. Lochea rubra
Lochea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post partum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-
sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.
2. Lochea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung
dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
3. Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum,
leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai
hari ke-14.
4. Lochea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung
selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang menetap pada awal periode
post partum menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang
mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea

7
alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis,
terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi
infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea
purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.

D. Jenis-Jenis Episiotomi
1. Episiotomi Median
Episiotomi median merupakan jenis episiotomi yang paling mudah
dilakukan dan diperbaiki. Episiotomi jenis ini hampir tidak mengeluarkan
darah dan setelah melahirkan lebih terasa tidak sakit ketimbang jenis
lainnya. Caranya dengan melakukan insisi rafe median perineum hampir
mencapai sfingter ani dan panjang insisi ini paling sedikit 2-3 cm di atas
septum rektovagina.
2. Episiotomi Mediolateral
Insisi mediolateral digunakan secara luas pada obstetri opertif
dikarenakan aman. Dengan cara melakukan insisi ke bawah dan ke luar, ke
arah batas lateral sfingter ani dan paling sedikit separuh jarak ke dalam
vagina. Namun, insisi ini dapat menimbulkan banyak perdarahan dan akan
terasa nyeri meskipun setelah nifas selesai.

E. Etiologi Luka Episiotomi


1. Etiologi yang berasal dari janin menurut (Damayanti dkk, 2014)
a. Janin prematur
b. Janin letak sungsang, letak defleksi
c. Bayi yang besar
Berat seorang bayi normal adalah antara 2.500-4.000 gram. Bayi besar
(makrosomia) adalah bayi dengan berat badan diatas 4 kilogram
(Andalas, 2014)
2. Etiologi yang berasal dari ibu
a. Primagravida, khusus pada primagravida, laserisasi jalan lahir sulit
dihindari sehingga untuk keamanan dan memudahkan menjahit

8
laserisasi kembali dilakukan episiotomi, selain itu episiotomi
dipertimbangkan pada multigravida dengan intoroitus vaginae yang
sempit.
b. Ada bekas episiotomi yang sudah diperbaiki (Mutmainah dkk., 2017).
c. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan lalu.
d. Terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya persalinan
sungsang, persalinan cunam dan ektraksi vakum.

F. Patofisiologi Luka Episiotomi


Ibu dengan persalinan Episiotomi disebabkan adanya pesalinan yang lama
karena ditemukan janin yang prematur, letak sungsang, janin dengan ukuran
besar, selain itu tindakan ini dilakukan karena kondisi ibu dengan perineum
yang kaku, ataupun adanya riwayat robekan perineum dimasa lalu. Persalinan
Episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan
penekanan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri, pada kondisi seperti ini
ibu pasti akan merasa cemas bahkan untuk BAB pun takut, kondisi seperti ini
menyebabkan resti kontipasi. Selain itu terputusnya jaringan juga menyebabkan
rusaknya pembuluh darah dan timbul resiko defisit volume cairan, apabila tidak
dirawat dengan baik ibu akan mengalami resiko infeksi pada insisi Episiotomi
karena kuman akan mudah berkembang.
Pada saat masa nifas setelah 6 minggu persalinan ibu akan mengalami
perubahan fisiologis dan psikologis. Perubahan fisiologisnya uterus pada ibu
berkontaksi kondisi ini menyebabkan ibu mengeluhkan nyeri. Pada perubahan
psikologis ibu mengalami Taking In, Taking Hold, dan Letting Go. pada fase
Taking In biasanya ibu mengalami kondisi yang lemah terfokus pada diri sendiri
sehingga ibu sangat membutuhkan bantuan dari orang lain yang mengakibatkan
defisit perawatan diri, sedangkan pada fase Taking Hold ibu akan menjumpai
hal baru sehingga ibu membutuhkan banyak informasi dari orang lain, setelah
itu perlahan ibu mampu menyesuaikan diri dengan keluarga sehingga ibu
disebut madiri, menerima tanggung jawab dan peran baru sebagai orang tua fase
ini disebut Letting Go.

9
G. Manifestasi Klinis Luka Episiotomi
1. Laserisasi perineum
Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan didefinisikan
berdasarkan kedalam robekan :
a. Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)
b. Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)
c. Derajat ketiga (robekan berlanjut ke otot sfringer ari)
d. Derajat empat (robekan mencapai dinding rectum anterior)
2. Cedera Serviks
Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar, laserisasi
serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna,
kebanyakan dangkal dan perdarahan minimal.
3. Laserasi Vagina
Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung mencapai
dinding lateral (sulsi) dan jika cukup dalam, dapat mencapai lavetor ani.

H. Komplikasi Luka Episiotomi


1. Kehilangan Darah
Karena tindakan Episotomi mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga
merusak pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan selain itu juga bisa
disebakan karena tindakan Episiotomi terlalu dini, sedangkan persalinan
masih jauh, jika perdarahan merembes yang tidak diketahui akan
menimbulkan hematoma lokal.
2. Dispareunia
Mungkin hanya bersifat sementara, kerena takut, tetapi sekitar 5% dapat
menjadi permanen.
3. Infeksi
Terputusnya jaringan pada tindakan Episiotomi jika tidak dilakukan
perawatan luka yang benar maka akan menyebabkan kuman mudah
berkembang, selain itu resiko infeski juga berhubungan dengan

10
ketidaksterilan alat-alat yang digunakan dan adanya jahitan terbuka
kembali.
4. Gangguan Psikososial
Ibu pasca lahiran akan mengalami perubahan psikososial yang dapat
berpengaruh pada integritas keluarga dan menghambat ikatan emosional
antara bayi dan ibu, beberapa kondisi menunjukkan keamanan dan
kesejahteraan ibu terancam.
5. Hematoma lokal
a. Perdarahan merembes yang tidak didasari dapat
menimbulkan hematoma
b. Hematoma dapat menjadi sumber : infeksi sekunder dan menyebabkan
terjadi luka terbuka kembali.

I. Indikasi dan Kontraindikasi Vulva Hygiene dan Perawatan Luka


Episiotomi
1. Indikasi
Pada ibu post partum yang terdapat luka episiotomi.
2. Kontraindikasi
Pada ibu yang melahirkan tidak dengan persalinan pervaginam

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan luka episiotomi merupakan perawatan luka yang dilakukan
pada klien dengan luka episiotomi (luka perineum) pada masa post partum.
Perawatan luka episiotomi dilakukan dengan vulva hygiene (perawatan vulva)
dan perawatan perineum. Tujuan dari perawatan tersebut untuk mencegah
terjadinya infeksi pada luka episiotomi dan menjaga kebersihan vulva. Adapun
hal yang harus dikaji pada saat melakukan vulva hygiene dan perawatan luka
episiotomi pada ibu post partum yaitu tanda kemerahan, edema, perdarahan
dibawah kulit, pengeluaran cairan, dan penyatuan jahitan yang dikenal dengan
istilah tanda-tanda REEDA.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, kami berharap pembaca dapat mengambil
manfaat dari apa yang telah kami sampaikan serta pembaca dapat mengerti dan
memahami tentang nutrisi pada ibu hamil dengan anemia. Kami tentu
menyadari makalah yang kami sususn ini masih jauh dari kata sempurna, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
penyusunan makalah yang lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas


Edisi 4. Jakarta: EGC.
Bobak & Irene (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Gruedemann, J. B. (2006). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif Vol.1.Jakarta:
Katalog Dalam Terbitan.
Harry (2010). Profil Operasi Sectio Caesar di SMF Obstetri & Ginekologi.
RSUP Sanglah Denpasar Bali Tahun 2001 dan 2006. CDK 175. Vol.37,
2:97-101
Hartono. (2006). Obsetetri Williams. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

13
CHECKLIST VULVA HYGIENE DAN PERAWATAN LUKA
EPISIOTOMI
Nama : NIM :

Definisi :
Vulva hygiene dan perawatan luka episiotomi pada ibu post partum adalah upaya
membersihkan vulva dan daerah sekitar luka perineum akibat tindakan episiotomi
pada wanita yang sedang nifas atau tidak dapat melakukan sendiri.
Tujuan :
Mencegah terjadinya infeksi pada daerah sekitar vulva dan daerah sekitar luka
episiotomi.
Indikasi :
Pada ibu post partum yang terdapat luka episiotomi.
Kontraindikasi :
Pada ibu yang melahirkan tidak dengan persalinan pervaginam.
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Tahap Pra-Interaksi
1. Mencuci Tangan
2. Persiapan Alat:
a. Kassa/kapas steril
b. Kapas sublimat
c. Kom
d. Perlak dan pengalas
e. Pinset
f. Bengkok
g. Handsanitizer dan Handscoon
h. Betadine
i. Larutan NaCl
j. Air DTT

1
k. Selimut
l. Phantom vulva
m. Pembalut dan celana dalam ibu yang bersih
n. Pispot jika perlu

Tahap Orientasi
1. Berikan salam terapeutik
2. Perkenalkan diri
3. Validasi data klien
4. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan
5. Kontrak waktu 10 sampai 15 menit
6. Berikan kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya
7. Menanyakan kesiapan klien
Tahap Kerja
1. Mencuci tangan dan menggunakan APD
2. Pastikan privasi klien terjaga kemudian anjurkan klien
untuk melepas celana dalam.
3. Sebelum melakukan tindakan, palpasi perut ibu apakah
kandung kemih penuh atau tidak. Jika kandung kemih
teraba penuh, anjurkan klien untuk kencing.
4. Persilakan ibu untuk berbaring di tempat tidur dengan
satu bantal dibagian kepala, dan lutut ditekuk (posisi
litotomi).
5. Letakkan pengalas dibawah bokong klien dan dekatkan
bengkok.
6. Periksa apakah terdapat lochea atau tidak
7. Pada bagian luka episiotomi, periksa REEDA :
R (Redness) : apakah ada kemerahan atau tidak
E (Edema) : terdapat edema atau tidak
E (Echymosis) : terdapat bercak perdarahan atau tidak
D (Discharge) : apakah ada pengeluaran cairan seperti

2
nanah atau tidak
A (Approximation) : apakah ada penyatuan luka
(kerekatan jahitan) atau tidak
8. Masukkan kapas sublimat kedalam kom yang berisi air
DTT kemudian peras dengan pinset.
9. Bersihkan labia mayora kanan, kemudian ganti kapas
dan bersihkan labia mayora kiri. Dibersihkan dari atas
ke bawah.
10. Bersihkan labia minora kanan, kemudian ganti kapas
dan bersihkan labia minora kiri. Dibersihkan dari atas
ke bawah.
11. Bersihkan daerah meatus (tengah) mulai dari klitoris
sampai ke perineum dengan sekali usap.
12. Pada daerah luka episiotomi bersihkan dengan kasa
steril yang dibasahi NaCl dan oleskan betadine dengan
menggunakan kasa (bila perlu).
13. Ganti pembalut ibu. Pasangkan pembalut yang baru.
14. Rapikan alat.
Tahap Terminasi
1. Kaji respon klien dan simpulkan hasil tindakan
2. Kontrak waktu untuk tindakan selanjutnya
Tahap Dokumentasi
1. Mencuci tangan
2. Mendokumentasikan tindakan dalam asuhan
keperawatan

Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi tidak lengkap/tidak sempurna
2 = dikerjakan dengan sempurna

Anda mungkin juga menyukai