Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

LAFAZH NAHY, BENTUK, DAN DILALAH NAHY

Dosen Pengampu: Nunung susfita, M.S.I

OLEH KELOMPOK XII:

Deni Sumendra 210202058

Diki Ardianto 2102020

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat dan karunia dari Allah SWT karena
berkat Allah-lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam juga selalu
tercurahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang yakni ad-dinul islam.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Ushul Fiqh 2. Kami
sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat banyak kekurangan baik dalam hal
materi maupun tata bahasa akademik yang kami gunakan. Kami tim penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada Ibu Nunung susfita, M.S.I selaku
dosen pengampu mata kuliah Sejarah Islam Modern. Ucapan terimakasih pula kepada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini baik itu dari informasi, materi,
pengarahan serta bantuan lainnya sehingga makalah ini dapat selsai dengan tepat waktu.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Mataram, 19 Oktober 2022

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFATAR ISI ......................................................................................................................

BAB I ....................................................................................................................................

PENDAHULUAN ................................................................................................................

A. Latar Belakang ............................................................................................................

B. Rumusan Masalah .......................................................................................................

C. Tujuan..........................................................................................................................

BAB II ...................................................................................................................................

PEMBAHASAN ...................................................................................................................

A. Pengertian Lafadz Nahy ..............................................................................................

B. Bentuk Dilalah Nahy ...................................................................................................

C. Kaidah Nahy ................................................................................................................

D. Hubungan Amr dan Nahy ...........................................................................................

BAB III..................................................................................................................................

PENUTUP.............................................................................................................................

A. Kesimpulan .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Qur’an adalah sebuah fenomena menarik sepanjang sejarah agama, ia bukan hanya
menjadi objek perhatian manusia yang percaya padanya, tapi juga mereka tertarik untuk
menelitinya sebagai salah satu karya sejarah. Perannya cukup besar dalam membebaskan
manusia dari sejarah yang kelabu dan membebaskan kaum muslim dari jeratan sejarah.

Al Qur’an juga sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw telah
melahirkan komunitas pembaca. Mereka berusaha memahami dan mengartikulasikan nilai Al
Qur’an dalam kancah kehidupan, hingga akhirnya terbentuk fakta Islam. Hal ini tidak bisa
dihindarkan dari adanya kegiatan penafsiran, pemahamandan perenungan akan makna yang
dikandung Al Qur’an.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah Yang Dimaksud Dengan Lafadz Nahy ?

2. Bagaimana Bentuk Dilalah Nahy ?

3. Bagaimana Kaidah Nahy ?

4. Bagaimana Hubungan Amr dan Nahy ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Lafadz Nahy

2. Untuk Mengetahui Bentuk-Bentuk Dari Nahy

3. Untuk Mengetahui Kaidah-Kaidah Nahy

4. Untuk Mengetahui Hubungan Amr dan Nahy


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lafadz Nahy

َ ‫لى اْألَد‬
‫ْنى‬ َ ‫طلَبُ الت َّ ْركِ مِ نَ األَع‬
َ ‫ْلى ِإ‬ َ :‫ي‬
ُ ‫اَلنَّ ْه‬
“An-Nahy (larangan) ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang
lebih rendah (kedudukannya).Kedudukan yang lebih tinggi disini adalah Syaari’ (Allah Swt atau
Rasul Nya) dan kedudukan yang lebih rendah adalah mukallaf. Jadi nahi adalah larangan yang
datang dari Allah atau Rasul Nya kepada mukallaf.”

Nahy secara bahasa kebalikan dari amr, nahy bentuk masdar dari mencegah atau
melarang. Sedangkan menurutistilah nahy adalah ungkapan yang meminta agar suatu perbuatan
dijauhiyang dikeluarkan oleh orang yang kedudukanya lebih tinggi kepada orang yang
kedudukanya lebih rendah tetapi dalam ulum Al Qur’an disebutkanlebih sederhana yaitu
tuntutan untuk meninggalkan suatu.Menurut Abdul Hamid Hakim menyebutkan bahwa nahi h
perintah untuk meninggalkan sesuatu dari atasan kepada bawahan.JadiNahi adalah suatu
larangan yang harus ditaati yang datangnya dari Allah SWT kepada hamba-Nya .

Pada asalnya nahi itu menunjukkan haram. Menurut jumhur ulama, berdasarkan kaidah
ini, apabila tidak ada dalil yang memalingkan nahi, maka tetaplah ia menunjukkan hukum haram.
Misalnya: Jangan shalat ketika mabuk, Jangan mendekati perbuatan zina. perbuatan, atau
mencegah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dari pengertian tersebut dapat diambil, bahwa
nahy mengandung kriteria:

1. Nahy harus berupa tuntutan


2. Tuntutan tersebut harus berupa meninggalkan
3. Tuntutan untuk meninggalkan

Contoh - contoh lapaz Nahy

‫َوالَ تَأ ْ ُكلُ ْـوا أ َ ْم َـوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُكـ ْم بِ ْالبَاطِ ِل‬

Dan jangan engkau memakan harta saudaramu dengan cara batil.” (QS Al Baqarah : 188)
ِ ‫ع ِن ْالفَ ْحشَاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َو ْال َب ْغي‬
َ ‫َو َي ْن َه ٰى‬

dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS An Nahl :90)

B. Bentuk dan Dilalah Nahy

Dilalah Nahy tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dengan dengan kata yang di dahului
oleh kata larangan atau yang se-wazan(setimbang) dengan kata itu dalam Al Qur'an nabi yng
mengunakan kata larangan itu beberapa maksud:

• untuk hukum haram yng mengunakan firman Allah dalam surat Al-isra(17):33:
ِ ‫ّٰللاُ ا َِّال ِب ْال َح‬
‫ق‬ ‫س الَّ ِت ْي َح َّر َم ه‬
َ ‫َو َال تَ ْقتُلُوا النَّ ْف‬
Janganlah kamu membunuh jiwa yng diharamkan Allah (membunuhya
• untuk makruh umpamaya sabda ,nabi dalam hadis yng artiya diantara kamu sekalian jangan
memegang kemaluanya dengan tangan kanan ketika buang air kecil
• untuk mendidik umpamaya firman Allah dalam surot al-maidah ayat 101
‫ع ْن َها حِ يْنَ يُن ََّز ُل ْالقُ ْر ٰا ُن ت ُ ْبدَ لَ ُك ْم‬ ُ َ ‫ع ْن ا َ ْشيَ ۤا َء اِ ْن ت ُ ْبدَ لَ ُك ْم ت‬
َ ‫سؤْ ُك ْم َۚوا ِْن تَسْـَٔلُ ْوا‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َال تَسْـَٔلُ ْوا‬
Janganlah kamu menayakan halx yng jika di terangkan kepadamu, niscaya meyusahkan
kamu
• .untuk doa umpamaya firman Allah dalam surat Ali Imran 8
َ‫غ قُلُ ْوبَنَا بَ ْعدَ اِذْ َهدَيْت‬
ْ ‫َربَّنَا َال ت ُ ِز‬
Tuhan kamami janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah
memberi petunjuk kepada kami
• untuk merendahkan umpamaya firman Allah dalam surat Al-hijr88
‫ع ْينَيْكَ ا ِٰلى َما َمتَّ ْعنَا بِ ٰٓه ا َ ْز َوا ًجا ِم ْن ُه ْم‬
َ ‫َال ت َ ُمد ََّّن‬
Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan kepandanganmu kepada kenikmatan hidup yng
telah kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir)
• Untuk penjelasan akibat umpamaya pirman Allah dalam surat Ibrahim 42
‫ع َّما َي ْع َم ُل ال ه‬
َ‫ظ ِل ُم ْون‬ َ ‫ّٰللا غَاف ًِل‬ َ ‫َو َال تَ ْح‬
َ ‫س َب َّن ه‬
Janganlah sekali-kali kamu(Muhammad)mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat
oleh orang-orang yng zalim.
C. Kaidah-Kaidah Nahy
Seperti halnya amr, dalam memahami nahy yang sering dijumpai dalam nash Al Qur’an
dibutuhkan juga adanya kaidah-kaidah atau rambu-rambu didalam memahaminya, dintara
kaidah-kaidah itu adalah: Pertama, Nahy menuntut adanya Tahrim, Disegerakan dan Terus-
menerus (Selamanya). Dalam kaidah ini terdapat tiga hal:

pertama; Pada hakikatnya asal nahy adalah untuk menunjukkan hokum haram dan ia baru bisa
menjadi bukan haram bila ada dalil/qarinah yang menunjukkan. Dalam hal ini ulama sepakat
bahwa ketika Allah menunjukkan/menampilkan dengan bentuk larangan maka itu pasti ada
manfaat bagi yang kena taklif dan ada kerusakanya atau madharat didalamnya.

Kedua; Adanya larangan itu menunjukkan atas kesegerahan untuk dipatuhi, dengan kata lain apa
yang dilarang wajib dijauhi secepat mungkin.

Ketiga, Tuntutan lafadz nahy berlaku untuk selamanya. Perintah Allah atas apa yang dilarang
tidak bisa berubah kecuali ada dalil yang dapat menghilangkan dan memberikan pembatasan
menunjukkan bahwa haram memakan riba, harus dijauhidengan segera dan berlaku selamanya
sampai kapanpun Kedua, Nahy di atas sesuatu yang tidak dapat dihindari mengandung dilalah
atas nahy yang diharuskan (menjahui) dalam proses .memakai larangan-Nya dengan kata-kata
jangan( mendekati), hal ini mengandung pengertian yang sangat penting dan dalam yaitu
larangan atas zina, karena mendekati saja Allah sudah melarangnya apalagi melakukanya.

Jika Syari’ mencegah atas sesuatu (secara umum), maka berlaku atas sebagianya, begitu juga
dengan amr, jika syari’ memerintahkan atas seuatu maka berlaku atas keseluruhanya juga.
Kaidah ini mengandung pengertian bahwa ketika syari’ memerintahkan untuk melakukan sesuatu
maka pasti ada manfaatnya dan dalam hal kebagusan, oleh karena itu diharuskan untuk
melakukan semuanya. Tetapi menurut ulama ushul mengatakan bahwa pada dasarnya perbedaan
itu bukan nahy, ketika syari’ melarang melakukan maka hal itu mengharuskan untuk dihilangkan
karena ada madharatnya atau karena kotor (khabts) dan adanya larangan itu berlaku umum yaitu
semua bagian-bagiannya-pun haram kecuali ada pengecualian, seperti larangan Allah atas anjing
maka semua bagian dari anjing itu haram, seperti juga kata Homer contoh hal-hal yang
diharamkan secara mutlak itu berlaku atas semua bagian-bagianya, baik sebagian itu sedikit atau
banyak, diharamkan bangkai maka haram juga , lemaknya, dagingnya dan bagian yang lain
kecuali ada dalil yang mengecualikannya.

D. Hubungan Amr dan Nahy

Dalam pembahasan secara umum amr dan nahy terbagi menjadi dua yaitu sharih (jelas)
dan ghairu sharih (tidak jelas). Sedangkan yang sahrih itu dibagi lagi menjadi dua yatu; Pertama,
dari segi tidak diperhitungkannya adanya alasan kemaslahatan, perintah dan larangan ini tidak
diperhitungkan maksudnya, ketika ada larangan maka harus dilaksanakan dan kalau ada larangan
harus juga ditinggalkan.

Kedua, Dari sisi pemahamanya amr dan nahy, bahwa syari’ bermaksud adanya amr karena
didalamnya terkadung kemaslahatan, dan adanya nahy karena didalamnya ada suatu ke-fasangan,
bisa diambil pemahaman bahwa Allah memerintahkan untuk shalat jum’ah agar seorang hamba
selalu menjaga untuk melaksanakan shalat jum’at tanpa mengabaikannya. Sedangkan adanya
pelarangan jual beli karena itu akan menjadi tersibukkan denganya dan lupa akan shalat jum’at.
Adapun yang ghairu sharih (tidak jelas) ada sebagai berikut, yaitu; Pertama, Amr dengan bentuk
ikhbar atas penetapan hokum dan menunjukkan sharih. Dalam hal ini adanya amr tidak
menggunakan asal sighat amr yaitu dengan fi’il; amr, tetapi berbentuk jumlah khabar yang
mengandung amr secara jelas, seperti terdapatterdapat.

Kedua, Amr dengan bentuk pujian atas orang yang telah melakukan perintah dan celaan atas
orang yang melakukan larangan, atau dengan kata lain bahwa orang yang menjalankan perintah
Allah maka akan mendapat pahala, cinta Allah, dan pujian. Sedangkan orang yang melanggar
perintah-Nya akan mendapat dosa, kebencian

Selain penjelasan diatas, hubungan amr dan nahy juga tanpak ketika adanyaperintah dan
larangan bersamaan. Menurut Khudari Beik bahwa suatu perbuatan yangdisuruh terdapat
beberapa lawan kata yang menyalahi perbuatan yang disuruh itu tidakmungkin keduanya
dipertemukan. Demikian pula bagi suatu perbuatan yang dilarang
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sumbangsih ulama dalam beberapa kaidah tentang penafsiran tidak bisa dilupakan begitu
saja, termasuk dalam hal amr dan nahy. Secara bahasa kita bisa memahami bahwa amr dan nahy
adalah suatu larangan dan perintah tapi kadang-kadang dia berubah maknanya sesuai dengan
qarinah yang ada, karena amr dan nahy mempunyai makna hakiki dan majazi. Tidak hanya itu,
memahami amr dan nahy sangat penting karena didalamnya
akan banyak ditemukun konsekwensi hokum yang berbeda-beda dan akan dipakai dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi walau bagaimana perbedaan yang dibingkai oleh tirai ketulusan
dalam membentangkan syariat yang elastis akan menciptakan kemajuansignifikansi dalam
tatanan kejayaan Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Zamzami, Zamzami. "AGAMA DAN BAHASA: Membaca Maksud Tuhan Melalui Kaidah
Bahasa Amr dan Nahi: Suatu Analisis Semantik." Jurnal Tasyri': Jurnal Muamalah dan
Ekonomi Syariah 1.1 (2016): 17-24.

Annabil, Muhammad Naufal, and Fauziyah Kurniawati. "Interpretasi dan Kontekstualisasi


Kalimat Larangan dalam Alquran." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr 10.2 (2021): 164-
173.

Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H., M.A. Ilmu Ushul Fiqih satu & dua (Jakarta, Kencana, 2010)

Anda mungkin juga menyukai