Anda di halaman 1dari 24

AL QUR'AN TENTANG

PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA


KERAS, 3
KOMPETENSI DASAR
4.7 Menampilkan perilaku taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras
3.1 Menganalisis Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105,
serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
3.5 Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.
Indikator Pencapaian Kompetensi :
3.1.1 Mampu menganalisis kandungan Q.S. An-Nisa (4) : 59: Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-
Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105;
3.2.1 Siswa memahami isi kandungan surat Q.S. An-Nisa (4) : 59: Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-
Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam
kebaikan, dan bekerja keras
3.2.1 Siswa dapat menyimpulkan kandungan Q.S. An-Nisa (4) : 59: Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-
Zumar (39) : dan Q.S. At-Taubah (9) : 105, terkait taat kepada aturan, kompetisi dalam
kebaikan, dan bekerja keras
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Siswa mampu menganalisis Q.S. Al-Maidah (5) : 48; Q.S. Az-Zumar (39) : dan Q.S. At-
Taubah (9) : 105; serta hadits tentang taat, kompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja.
2. Memahami makna taat kepada aturan, kompetisi dalam kebaikan, dan bekerja keras.

E. KANDUNGAN SURAT AN NISA’ 59


Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nisaa' 59

‫ُوا‬ ‫ِيع‬ ‫َط‬


‫ُوا أ‬ ‫من‬َ‫َ آ‬ ‫ِين‬ َّ ‫ها‬
‫الذ‬ َ‫ي‬َُّ
‫يا أ‬ َ
‫ِوو‬ َُ َ ُ َّ
‫ِيعوووا السوووو وأول‬ ُ َ
‫َأط‬ ‫اَّللَ و‬
َّ
َْ ‫َوا‬ ‫إأ‬ َ َ‫اْل‬
‫ِو‬‫أ ف‬ ‫أُم‬ ‫تن‬ َ ‫ن‬ ِ ‫ف‬ ‫أ‬
‫م‬ُ‫ك‬‫أ‬‫ن‬ ِ
‫م‬ ِ ‫أ‬
‫س‬ ‫أ‬
‫م‬
َ‫َّوُوو‬
ِ ‫َالس‬ َّ
‫اَّللِ و‬ ‫َِلو‬
‫ه إ‬ ُ‫دو‬ ‫َس‬
ُُّ ‫ء ف‬ ٍ‫شَأ‬
ِ‫أ‬‫َوو‬‫الي‬‫َ أ‬ َّ ‫ن ب‬
‫ِاَّللِ و‬ َ‫ُو‬‫ِن‬‫أم‬‫تؤ‬ُ ‫أ‬ ‫أُم‬ ‫ُن‬‫ن ك‬ ‫ِأ‬ ‫إ‬
‫ِيا‬
‫ًل‬ ‫أو‬
‫تأ‬َ ُ ‫أسَن‬ ‫َح‬‫َأ‬‫ٌ و‬ ‫َي‬
‫أس‬ ‫ِكَ خ‬ ‫َل‬‫ِ ذ‬ ‫أ‬
‫اْلخِس‬
Pada ayat ini Allah memerintahkan supaya kaum muslimin taat dan patuh kepada
Nya, kepada rasul Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara
mereka untuk dapat terciptanya kemaslahatan umum. Untuk kesempurnaan
pelaksanaan amanat dan hukum sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, hendaklah
kaum muslimin:
a. Taat dan patuh kepada perintah Allah dengan mengamalkan isi Kitab suci Alquran,
melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Nya, sekalipun dirasa berat,
tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak pribadi. karena apa yang
diperintahkan Allah itu mengandung maslahat dan apa yang di larang Nya
mengandung mudarat.
b. Melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah saw pembawa amanat dari
Allah SWT untuk dilaksanakan oleh segenap hamba Nya. Beliau ditugaskan untuk
menjelaskan kepada manusia isi Alquran.
Allah SWT berfirman:

َ‫ك‬
‫ِن‬‫ل َُوي‬ ِ َ‫أس‬
‫ِك‬‫الوك‬
‫ذ‬ ‫َِلي‬
َ‫أك‬ ‫َا إ‬ ‫َنز‬
‫َألن‬ ‫َأ‬‫و‬
‫أ‬ ُ‫ل‬
‫هو م‬ ََّ
‫ََلع‬
‫أ و‬ ‫أه‬
‫ِم‬ ‫َِلي‬
‫إ‬ ‫ك‬
َِ
‫نز‬ُ ‫ما‬
َ ِ‫َّاس‬‫ِلن‬‫ل‬
َ‫ُو‬
‫ن‬ ‫َّس‬
‫َك‬‫َف‬
ُ‫ي‬َ
Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka" (Q.S. An Nahl: 44)
c. Patuh kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ulil `amri yaitu orang-
orang yang memegang kekuasaan di antara mereka. Orang-orang yang memegang
kekuasaan itu meliputi: pemerintah, penguasa, alim ulama dan pemimpin-
pemimpin. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka kaum muslimin
berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan mereka tidak
bertentangan dengan isi Kitab Alquran. Kalau tidak demikian halnya, maka kita
tidak wajib melaksanakannya, bahkan wajib menentangnya, karena tidak
dibenarkan seseorang itu taat dan patuh kepada sesuatu yang merupakan dosa dan
maksiat pada Allah SWT.
Nabi Muhammad saw bersabda:

‫َة‬
ِ‫ِ هللا‬ ‫أص‬
‫ِي‬ َ ‫ِأ‬
‫مع‬ ‫أق‬
‫ٍ ف‬ ُ‫َخأ‬
‫لو‬ ‫لم‬ ََ
ِ ‫ة‬ ْ‫َا‬
‫الَ ط‬
Artinya: "Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang
merupakan maksiat kepada Khalik (Allah SWT)"
d. Kalau ada sesuatu yang diperselisihkan dan tidak tercapai kata sepakat atasnya,
maka wajib dikembalikan kepada Quran dan hadis. Kalau tidak terdapat di
dalamnya haruslah disesuaikan dengan (dikiaskan kepada) hal-hal yang ada
persamaan dan persesuaiannya di dalam Alquran dan Sunah Rasulullah saw.
Tentunya yang dapat melakukan qias seperti yang dimaksud di atas ialah orang-
orang yang berilmu pengetahuan, mengetahui dan memahami isi Alquran dan
Sunah Rasul.
Demikianlah hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar beriman
kepada Allah dan hari akhirat.
Sabab an-Nuzûl
Diriwayatkan al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibnu Jarir,
Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi dalam Ad-Dalâil dari jalur Said bin Jubair
dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin
Qais bin ’Adi, ketika dia diutus Rasulullah saw. dalam sebuah sariyah (perang).1
Tafsir Ayat
Surat An Nisa ayat 59 ini ditujukan kepada seluruh kaum Mukmin.
Pertama: perintah untuk menaati Allah Swt., yakni menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.2 Kata ath-thâ’ah berarti al-inqiyâd (ketundukan).3
Maksud menaati Allah Swt. di sini adalah mengikuti al-Quran.
Kedua: perintah menaati Rasulullah saw. Rasulullah saw. diutus dengan membawa
risalah dari Allah Swt. yang wajib di taati. Karena itu, menaati Rasulullah saw.
sama dengan menaati Zat Yang mengutusnya, Allah Swt. (lihat QS an-Nisa’ [4]: 64,
80).
Kendati menaati Rasulullah saw. paralel dengan menaati Allah Swt., dalam ayat ini
kedua-duanya disebutkan. Hal itu menunjukkan perbedaan obyek yang ditunjuk.
Menaati Allah Swt. menunjuk pada Kitabullah; menaati Rasulullah saw. menunjuk
pada as-Sunnah. Keduanya—meskipun sama-sama wahyu dari Allah Swt. yang wajib
ditaati—berbeda. Al-Quran lafalnya dari Allah Swt.; as-Sunnah lafalnya dari
Rasulullah saw. sendiri.
Ketiga: perintah menaati ulil amri. Para mufassir berbeda pendapat mengenai
makna istilah tersebut. Oleh sebagian mufassir, ulil amri dimaknai sebagai ulamâ’.
Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, al-Hasan, Atha’ dan Mujahid
termasuk yang berpendapat demikian. Mereka menyatakan, ulil amri adalah ahli
fikih dan ilmu.
Pendapat lain menyatakan, ulil amri adalah umarâ’ atau khulafâ’. Menurut Ibnu
’Athiyah dan al-Qurthubi, ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas dalam suatu riwayat, Abu
Hurairah, as-Sudi, dan Ibnu Zaid;6 juga ath-Thabari, al-Qurthubi, az-Zamakhsyari,
al-Alusi, asy-Syaukani, al-Baidhawi, dan al-Ajili.7 Said Hawa juga menyatakan, ulil
amri adalah khalifah; yang kepemimpinannya terpancar dari syura kaum Muslim;
urgensinya untuk menegakkan al-Kitab dan as-Sunnah. Kaum Muslim wajib
menaatinya beserta para amilnya dalam hal yang makruf.8
Tampaknya pendapat jumhur lebih dapat diterima. Dari segi sabab nuzulnya, ayat
ini turun berkenaan dengan komandan pasukan. Ini berarti, topik yang menjadi
obyek pembahasan ayat ini tidak terlepas dari masalah kepemimpinan. Telah
maklum, pemimpin tertinggi kaum Muslim adalah khalifah. Dialah Amirul Mukminin
yang memiliki kewenangan untuk mengangkat para pemimpin di bawahnya,
termasuk panglima perang dan komandan pasukan.
Alasan lainnya, banyak hadis Nabi saw. yang mewajibkan kaum Muslim menaati
khalifah atau pemimpin. Di antaranya adalah sabda Rasulullah saw.:

ِ‫أ‬
‫ء‬ ‫َوس‬ ‫أ‬
‫الم‬ ‫لو‬ََ
ْ ‫وة‬ُ َْ‫َّا‬
‫َالط‬ ‫ُ و‬ ‫أع‬‫السَّم‬
‫ما َلم‬
‫أ‬ َ ‫ه‬
َِ‫َس‬
‫َك‬‫َّ و‬
‫َب‬‫َح‬
‫َا أ‬ ‫ِيم‬‫ِ ف‬‫ِم‬‫ُسأل‬
‫الم‬‫أ‬
‫َة‬
ٍ ‫ِي‬ ‫َع‬
‫أص‬ ‫أ ب‬
‫ِم‬ ‫مس‬َ‫أ‬ ُ
‫يؤ‬
Mendengar dan menaati seorang (pemimpin) yang Muslim adalah wajib, baik dalam
perkara yang disenangi atau dibenci, selama tidak diperintahkan untuk maksiat.
(HR al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad dari Ibnu Umar ra).
Keterkaitan antara ketiganya (Allah Swt., Rasulullah saw, dan umara) juga
disebutkan dalam hadis Nabi saw. berikut:

‫أ‬ ََ
‫مو ن‬ ‫ و‬،َ‫ِ هللا‬ ‫َط‬
‫َاع‬ ‫د أ‬ ‫َأ‬
‫َق‬‫ف‬ ِ‫َن‬ ‫َط‬
ْ‫َا‬ ‫أ أ‬‫من‬َ
‫َواع‬
َ ‫َط‬
‫أ أ‬‫مون‬ َ ،َ‫َ هللا‬‫َص‬ْ ‫َأ‬
‫د‬ ‫َق‬
‫ِ ف‬ ‫َان‬‫َص‬ْ
‫َو‬
‫َص‬ْ ‫أ‬ ََ
‫من‬ ‫ و‬، ِ‫َن‬ ‫َط‬
ْ‫َا‬ ‫أ‬ ‫َأ‬
‫د‬ ‫َق‬
‫َ ف‬
‫أس‬ ‫أْلَم‬
‫ِي‬ ‫ا‬
‫َان‬
ِ ‫َص‬
ْ ‫َأ‬
‫د‬ ‫َق‬
‫َ ف‬
‫أس‬ ‫أْلَم‬
‫ِي‬ ‫ا‬
Siapa saja yang menaatiku, sesungguhnya dia telah menaati Allah. Siapa saja yang
bermaksiat kepadaku, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah. Siapa saja
yang menaati pemimpin, sesungguhnya dia telah menaatiku. Siapa saja yang
bermaksiat kepada pemimpin, sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku. (HR
Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah).
Nash-nash di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim diwajibkan untuk menaati
pemimpinnya. Hanya saja, sebagaimana ditegaskan dalam hadis di atas, perkara
yang diperintahkan oleh pemimpin itu tidak boleh melanggar syariah. Jika
melanggar syariah maka tidak boleh ditaati. Rasulullah saw. bersabda:

‫َة‬
ِ‫ِ هللا‬ ‫أص‬
‫ِوي‬ َ
‫مع‬ ‫ِو‬
‫ٍ ف‬ ُ‫َخأ‬
‫لوق‬ ‫لم‬ ََ
ِ ‫ة‬ ْ‫َا‬‫الَ ط‬
َّ
‫َل‬ ‫َّ و‬
‫َج‬ ‫َز‬ ْ
Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah ‘Azza
wa Jalla. (HR Ahmad dari Ali ra).
Menurut as-Sa‘di, bisa jadi inilah rahasia dihilangkannya frasa athî’û pada perintah
untuk menaati ulil amri dan disebutkannya kata tersebut pada perintah untuk
menaati Rasul. Artinya, Rasulullah saw. tidak memerintahkan kecuali ketaatan
kepada Allah. Karena itu, siapa saja yang menaati Beliau berarti sama dengan
menaati Allah Swt. Adapun kepada ulil amri, perintah taat itu disyaratkan tidak
dalam perkara maksiat.9
http://kangudo.wordpress.com/2013/07/05/tafsir-surat-an-nisa-59-pilar-
pemerintahan-islam/
F. KANDUNGAN SURAT AL MAIDAH 48
Prof. Dr. HM.QuraishShihab, dalam tafsirnya Al Mishbah menjelaskan panjang lebar
terkait QS Al Maidah ayat 48 ini, yang dapat disimpulakan :
a. Bahwa setelah Al Qur’an berbicara tentang kitab Taurat yang diturunkan kepada
Nabi Musa as. dan Injil kepada Nabi Isa as. kini ayat ini berbicara tentang Al Kitab
(Al Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir Nabi Muhammad saw.
yakni kitab yang hak dalam kandungannya, cara turunnya maupun Yang
menurunkan, yang mengantarnya turun dan yang diturunkan kepadanya.
Al Qur’an berfungsi membenarkan ajaran kitab sebelumnya dan menjadi tolok ukur
kebenaran terhadapnya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan lewat Al Qur’an maupun Hadis dan juga wahyu yang diturunkan
pada Nabi/ Rasul terdahulu yang masih murni. dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
b. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan yang merupakan sumber
menuju kebahagiaan yang abadi dan jalan yang terang. Allah swt. menjadikan
syariat yang datang kepada Nabi Muhammad saw. membatalkan semua syariat yang
lalu
c. Sekiranya Allah menghendaki hai umat, niscaya kamu hai umat Musa dan Isa, umat
Islam dan umat-umat lain sebelum itu, dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
swt. tidak menghendaki itu, karena Dia hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu yaitu satu syariat Islam yang berlaku sampai akhir zaman
dan melalui syariat Islam maka berlomba-lombalah dengan sunguh-sungguh
berbuat aneka kebajikan.
Dan janganlah memperdebatkan perbedaan dan perselisihan antara kamu dengan
selain kamu, karena pada akhirnya hanya kepada Allah-lah semua kamu hai
manusia akan kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu.

G. KANDUNGAN SURAT AZ ZUMAR 39


Dalam Al Qur’an dan Tafsirnya (Departemen Agama RI 1984/1985) dijelaskan :
Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan anggapanmu, bahwa
kamu mempunyai kekuatan dan keterampilan, dan peraslah keringatmu
dalam membuat maker dan tipu dayamu, karena akupun bekerja pula dalam
mengokohkan dan menyiarkan agamaku, nanti kamu akan mengetahui siapa
diantara kita yang lebih baik kesudahannya.
Sehebat apapun keadaan kita sekarang ini, tetap saja kita semua akan
berakhir dengan kematian. Namun perjalanan setelah kita meninggalkan
dunia ini tergantung kepada kwalitas shudur (batin) kita, bukan tergantung
kepada kehebatan yang kita punya sekarang ini.

H. KANDUNGAN SURAT AT TAUBAH 105


Dalam tafsir Ibnu Kasir dijelaskan :
a. Mujahid berkata, “ini adalah ancaman dari Allah Ta’ala terhadap orang-
orang yang menyelisihi perintahNya, bahwasanya amalan mereka akan
dihadapkan kepadaNya, Rasul dan kaum mukminin. Hal itu bukanlah sesuatu
yang mustahil pada hari kiamat, sebagaimana firman Allah Ta’ala : (arti al-
Haaqqah : 18) Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada
sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
b. Sungguh telah ada riwayat bahwa amalan orang yang masih hidup ditampakkan
kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dari kalangan keluarga dan
kerabatnya di alam barzakh. Seperti yang dikatakan oleh Abu Dawud ath-
Thayalisiy, Shalat bin Dinar telah menceritakan kepada kami, dari al-Hasan, dari
Jabir bin ‘Abdillah, dia berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan kerabat
kalian di alam kubur, apabila amalan baik maka mereka akan bergembira
dengannya, dan apabila tidak baik maka mereka akan berkata, “Ya Allah, ilhamkan
pada mereka beramal taat kepadaMu.”[2]
c. Imam Ahmad berkata, Abdur Razzaq mengabarkan kepada kami, dari Sufyan, dari
seseorang yang mendengar Anas berkata, Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda :“Sesungguhnya amal-amal kalian akan ditampakkan kepada keluarga dan
kerabat kalian yang telah meninggal dunia, bila amalan baik maka mereka
bergembira dengannya, bila sebaliknya maka mereka berkata : Ya Allah, jangan
matikan mereka sampai Engkau berikan hidayah pada mereka sebagaimana Engkau
telah memberi hidayah kepada kami.”
d. Dalam riwayat lain yang serupa dengannya, Imam Ahmad berkata, Yazid telah
menceritakan kepada kami, Humaid telah menceritakan kepada kami, dari Anas
bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda“Kalian jangan takjub
dengan seseorang sehingga kalian melihat bagaimana akhir hidupnya.
Sesungguhnya seseorang beramal pada suatu masa dari hidupnya dengan amalan
shalih, yang jika dia mati dalam keadaan itu tentu dia masuk surga, kemudian dia
berubah beramal dengan amalan keburukan. Dan sesungguhnya seseorang beramal
keburukan pada satu masa dari kehidupannya, yang jika dia mati dalam keadaan
tersebut tentu dia masuk neraka, kemudian dia berubah melakukan amal
kebajikan. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka Dia akan
mepergunakannya sebelum matinya. Mereka bertanya, Wahai Rasulullah,
bagaimana Dia mempergunakannya? Beliau bersabda, Dia menunjukinya untuk
beramal shalih, kemudia dicabut nyawanya dalam keadaan tersebut.”[5] (Imam
Ahmad bersendirian dari sisi ini).

I. KESIMPULAN
Dari kandungan di atas dapat ditari kesimpulan :
1. Untuk setiap ummat dan masa Allah swt. menurunkan syariat (agama) sesuai
kondisi saat itu, demikian pula pada zaman akhir Allah swt menurunka
syariat Yang berlaku sampai akhir zaman.
2. Umat Islam harus selalu berlomba-lomba dan berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk dapat meraih yang terbaik menurut kacamata Agama Islam,
baik dalam kaitannya dengan kehidupan kini maupun kelak di akhirat
3. Jalan selamat sesuai tuntunan Islam telah terpampang, persoalannya apakah
manusia akan memilih dan bersungguh-sungguh meraihnya apa tidak.
Dalam kaitan ini Imam Al Ghazali menyatakan, hanya ada 3 nasib yang harus dipilih
salah satunya dan diperjuangkan untuk meraihnya, yaitu :
a. Bahagia dunia akhirat
b. Bahagia di salah satunya
c. Celaka dunia akhirat.
Pilih dan Berjuanglah !
AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA
KERAS, 4
TAAT PADA ATURAN
Firman Allah swt. Dalam Al Qur’an

‫أا‬‫ُوووووو‬ ‫من‬َ‫َ آ‬ ‫ين‬ ‫ِأ‬ َّ ‫ها‬


‫الذ‬ َُّ
َ‫ي‬ ‫يا أ‬ َ
َ‫أ‬‫َّوُو‬
‫ُوا الس‬ ‫أع‬‫ِي‬‫َط‬ ‫َأ‬ َّ ‫ُوا‬
‫اَّللَ و‬ ‫ِيع‬‫َط‬ ‫أ‬
‫إأ‬
‫ن‬ َ‫ف‬ ۖ ‫أ‬
‫م‬ ُ
‫ك‬ ‫أ‬
‫ن‬ِ‫م‬ ‫س‬ ‫وووو‬ ‫أ‬
‫م‬ َ‫اْل‬
‫أ‬ ِ
‫ل‬ ‫و‬ُ‫َأ‬ ‫و‬
ِ ِ
‫َِل‬
‫ه إ‬ ُ‫دو‬ ‫َوس‬
ُُّ ‫ء ف‬ ٍ‫ِ شَأ‬ ‫أ ف‬ ‫أو ُم‬َْ ‫َا‬‫تن‬ َ
‫أُم‬
‫أ‬ ‫ُون‬‫ن ك‬ ‫ِأ‬‫ِ إ‬ ‫َّوُووووووو‬
َ‫أ‬ ‫َالس‬ َّ
‫اَّللِ و‬
ِ‫أ‬ ‫َوو‬ ‫َ أ‬
‫الي‬ َّ ‫ن ب‬
‫ِاَّللِ و‬ َ‫أ‬ ‫ُو‬‫ِووون‬ ‫أم‬
‫تؤ‬ ُ
‫ا‬ ‫أ‬
‫ِيًل‬ ‫أ‬ َ ُ
‫َأحسن تأو‬ َ ‫أ‬ َ ‫ٌ و‬‫أس‬‫َي‬ ‫ِكَ خ‬‫َٰل‬َ
‫ِ ۖ ذ‬ ‫أ‬
‫اْلخِس‬
٤:٥٩ :
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Taat pada aturan dapat digolongkan menjadi
A. Taat pada aturan Agama Islam
B. Taat pada aturan Pemerintah (Ulil Amri)
C. Taat pada aturan organisasi
A. TAAT PADA ATURAN AGAMA ISLAM
Dalam Agama Islam ada 3 sumber rujukan untuk menetapkan peraturan atau
hukum, yaitu : 1. Al Qur’ an. 2. Al Hadis. 3 Ijtihad
AL QUR’AN
Al Qur’an adalah firman (wahyu) Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. melalui perantaraan malaikat Jibril, merupakan mukjizat,
menggunakan bahasa Arab, berisi petunjuk dan pedoman hidup bagi
manusia, membacanya merupakan ibadah.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Dalam
segala persoalan hidup, seorang muslim harus merujuk dan berpegang teguh
kepada Al Qur’an dan tidak boleh menyimpang apalagi bertentangan
dengannya, perhatikan penegasan Allah swt. berikut :

‫ُو‬
‫أا‬ ‫مووون‬َ‫ا‬ َ
‫ها الووذين‬َ‫يوايووو‬
‫ُوا‬‫أوو‬
‫أطوي‬ َ َ‫ُوا اللو‬
‫ه و‬ ‫أوع‬‫أطوي‬
‫موووس‬‫اْلأ‬ ‫َ و‬
‫َ أولووو‬ ‫أل‬‫َوُوووو‬
‫الس‬
59 : ‫ النساء‬.‫أ‬‫ُوووووم‬ ‫أك‬‫من‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah swt. dan taatilah Rasul
serta ulil amri di antara kamu. QS. An Nisa’: 59
Ayat ini menjelaskan bahwa yang pertama kali ditaati atau dipedomani oleh
segenap muslim adalah Al Qur’an, baru setelah itu menggunakan Al Hadis
dan setelah itu aturan-aturan lain yang dibenarkan syara’.
Selanjutnya bisa dibaca pada materi kelas X semester 2
Al HADIS
Al Hadits adalah perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi Muhammad
saw. menurut istilah syara’ Al Hadits merupakan semua perilaku dan tatanan
Rasulullah saw. yang diucapkan dan diperbuat atau ditetapkan oleh Beliau,
untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Al Hadis sebagai sumber hukum yang kedua, dalam Al Qur’an dijelaskan :
ُ‫أ‬
‫ه‬ ُُ‫َخ‬
‫ذو‬ ‫َ ف‬ُ‫أ‬
‫َّوُو‬
‫ُ الس‬‫ُم‬ َ‫ما آ‬
‫تاك‬ ََ‫و‬
.‫أا‬
‫هو‬ُ‫َو‬ ‫َ أ‬
ُ‫ان‬ ‫ه ف‬ُ‫أ‬
‫َون‬ْ ‫أ‬
‫هاكم‬َ‫ن‬َ ‫ما‬
ََ‫و‬
٧: ‫الحشس‬
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. QS. Al Hasyr 7
Al Hadits pada dasarnya adalah Firman Allah swt. akan tetapi disampaikan
langsung kepada Nabi saw. tidak melalui perantaraan Malaikat Jibril, dalam
kaitana ini Hadis dibedakan menjadi dua yaitu Hadis Qudsi dan Hadis
Nabawi.
Hadis juga bias dibedakan menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad, juga
bias dibidakan menjadi hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif dan hadis
maudhu’.
Yang sama sekali tidak boleh dijadikan pefoman atau rujukan adalah hadis
maudhu, sebab ini merupakan hadis palsu.
IJTIHAD
Dalam segi bahasa Ijtihad berarti usaha yang keras dan bersungguh-sungguh.
Sedangkan dari segi istilah Ijtihad adalah berusaha menetapkan hukum
terhadap masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dalam Al Qur’an dan
Al Hadits yang dilakukan dengan secara cermat dan pikiran yang murni serta
berpedoman pada aturan penetapan hukum yang benar.
Rujukan Ijtihad tetap pada Al Qur’an dan Al Hadits, dalam arti bahwa
penetapan hukum Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat Al
Qur’an atau ajaran Rasulullah saw.
Orang yang berijtihad disebut mujtahid, bisa jadi antara mujtahid yang satu
dengan mujtahid lainnya dalam menetapkan perkara yang belum ada
ketentuan hukumnya dalam Al Qur’an akan berbeda dalam memberikan
penetapan hukum. Ada pendapat yang satu benar dan yang lain salah dan
ada pula kedua-duanya justru benar.
Ijtihad menjadi sumber hukum Islam yang ketiga, boleh dilakukan oleh siapa
saja yang memiliki persyaratan minimal, seperti memahami mafhum ayat
atau hadits, memiliki/menguasai ilmu alat (seperti nahwu sorof),
mengetahui latar belakang suatu ayat atau hadis, luas pemahamannya
terhadap pengetahuan Islam, memiliki loyalitas yang tinggi terhadap agama
dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya bisa dibaca pada materi kelas X semester 2
Mengingat tidak semua pemeluk Agama Islam mampu memahami secara
langsung Al Qur’an maupun Hadis, maka aturan Islam telah disimpulkan oleh
beberapa Ulama yang kompeten dalam memahaminya serta memenuhi
syarat dalam berijtihad.
Hasil pemikiran, analisa, pendapat dan ijtihad para ulama ini kemudian
dikenal dengan istilah MADZHAB.
Dalam Islam ada 4 madzhab yang terkenal dan diakui dalam dunia Islam,
yaitu :
1. Madzhab Maliki, dengan tokoh utamanya Imam Maliki
2. Madzhab Hambali, dengan tokoh utamanya Imam Hambali
3. Madzhab Syafii, dengan tokoh utamanya Imam Syafii
4. Madzhab Hanafi, dengan tokoh utamanya Imam Hanafi
Bagi umat Islam yang tidak memenuhi syarat untuk mengambil aturan atau
hukum secara langsung dari Al Qur’an maupun Al Hadis atau untuk Ijtihad
sendiri, maka wajib mengikuti atau taat terhadap salah satu dari 4 madzhab
di atas
B. TAAT PADA ATURAN PEMERINTAH (ULIL AMRI)
Pada meteri kls X smester 1, dijelaskan: Keputusan Ulama (NU) menyatakan
bahwa dari sisi Agama Islam (murni konsep agama, bukan politik Islam)
Negara Republik Indonesia, menurut pandangan Islam adalah negara yang
sah, dan Presiden RI adalah penguasa yang sah. Presiden memiliki wewenang
sebagai waliyul amri, seperti pengangkatan Wali hakim dan sebagainya.
Kemudian sebagai konsekwensi hukumnya setiap muslim di Indonesia
memiliki kewajiban untuk taat terhadap semua aturan pemerintah
sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar
Islam. Pemerintah dalam istilah agama disebut dengan Ulil Amri, sebagian
ahli mengatakan bahwa ulil amri adalah penguasa negara dan alim ulama.
Apabila ulil amri atau pemerintah telah memutuskan sesuatu, apalagi
keputusan yang disepakati dan diputuskan bersama dengan Ulama, maka
bagi umat Islam wajib hukumnya untuk mentaatinya.
Yang dimaksud aturan pemerintah adalah segala bentuk peraturan
pemerintah pusat sampai pada peraturan daerah, wajib bagi umat Islam
untuk mentaatinya, kecuali aturan tersebut nyata-nyata bertentangan
dengan Ajaran Islam.
C. TAAT PADA ATURAN ORGANISASI
Setiap jenis organisasi atau lembaga swasta, pasti memiliki aturan sendiri
yang mengikat untuk diikuti oleh anggotanya, seperti misalnya OSIS, MPK,
EKSKUL, NU, Muhammadiyah dll.
Jenis organisasi banyak sekali, seperti, orsospol, ormas, organisasi
keagamaan, organisasi pelajar / mahasiswa, organisasi wanita, dan lain-lain.
‫‪AL QUR'AN TENTANG‬‬
‫‪PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA‬‬
‫‪KERAS, 5‬‬
‫‪KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN‬‬
‫‪BEBERAPA AYAT AL QUR’AN‬‬
‫ليَ‬
‫هووا ۖ‬ ‫َك‬
‫ِ‬‫مو‬‫َ ُ‬ ‫ٌ ُووو‬ ‫هووة‬‫أَ‬‫ِج‬‫ك و‬‫ُوول‬
‫ٍ‬ ‫َِ‬
‫لك‬ ‫و‬
‫َ َ‬
‫موا‬ ‫َأ‬
‫ين‬ ‫َاتِ ۖ أ‬ ‫أس‬ ‫ُوا أ‬
‫الخَي‬ ‫ِق‬‫ََ‬ ‫َاوأُ‬‫ف‬
‫اوا ۖ‬ ‫َم‬
‫ِيع‬ ‫ُ َّ‬
‫اَّللُ ج‬ ‫ُم‬
‫ِك‬‫أتِ ب‬ ‫ونوا َ‬
‫يأ‬ ‫ُ ُ‬‫تك‬‫َ‬
‫ٌ‬ ‫َوود‬
‫ِيس‬ ‫ء ٌ‬‫ك شَوو أٍ‬ ‫ُوول‬
‫ِ‬ ‫لوو َٰ ك‬‫ََ‬
‫اَّللَ ْ‬
‫ن َّ‬ ‫َِّ‬
‫إ‬
‫[‪]٢:١٤٨‬‬
‫َ‬
‫ِين‬ ‫َ َّ‬
‫الووذ‬ ‫َوواذ‬‫ُِ‬ ‫َووا أ‬
‫الك‬ ‫ثن‬‫َأ‬ ‫َو‬
‫أث‬ ‫َّ أ‬
‫ثووم‬ ‫ُ‬
‫أ‬
‫هم‬‫أُ‬
‫ِون‬ ‫َم‬‫ِنا ۖ ف‬ ‫َِادَ‬‫أ ْ‬ ‫ِن‬‫َا م‬ ‫أن‬ ‫َف‬
‫َي‬ ‫أط‬‫اص‬
‫د‬ ‫َص‬
‫ِووٌ‬ ‫أُ‬‫مق‬ ‫أُ‬
‫هم ُّ‬ ‫َم‬
‫ِوون‬ ‫ِ و‬ ‫أس‬
‫ِووه‬ ‫َف‬‫لن‬‫ٌ ك‬
‫ِ‬ ‫َوواِ‬
‫لم‬ ‫ظ‬
‫أنِ‬‫إذ‬
‫ِوِ‬ ‫َاتِ ب‬‫أس‬ ‫ٌ ب أ‬
‫ِوالخَي‬ ‫ِق‬‫أ وَاب‬ ‫أُ‬
‫هم‬ ‫ِن‬‫َم‬‫و‬
‫ُ‬
‫ِيوس‬ ‫ََ‬ ‫ُ أ‬
‫الك‬ ‫أول‬ ‫َض‬ ‫َ أ‬
‫الف‬ ‫ِكَ ُو‬ ‫َٰل‬
‫َ‬ ‫َّ‬
‫اَّللِ ۖ ذ‬
‫[‪]٣٥:٣٢‬‬
‫ُوم‬
‫أ‬ ‫ِك‬‫َّك‬
‫ب‬ ‫ِون ث‬ ‫ٍ ك‬
‫م‬ ‫َة‬
‫ِس‬‫أف‬
‫مغ‬‫َِل َٰ َ‬
‫ُوا إ‬ ‫ِق‬‫وَاب‬
‫َاِ‬
‫ء‬ ‫َّ السَّووم‬
‫أِ‬ ‫َع‬
‫َووس‬ ‫ها ك‬‫ُووَ‬
‫أه‬‫َس‬ ‫َّووة‬
‫ٍ ْ‬ ‫َن‬‫َج‬‫و‬
‫ُوا ب َّ‬
‫ِاَّللِ‬ ‫َ آَ‬
‫من‬ ‫ِين‬ ‫أ لَّ‬
‫ِلذ‬ ‫َُّْ‬
‫ِدت‬ ‫أِ‬
‫َّ أ‬ ‫اْلَث‬
‫َ أ‬ ‫و‬
ِ
‫ِيوه‬‫أت‬
‫يؤ‬ َّ ُ
ُ ِ‫اَّلل‬ ‫أول‬ ‫َض‬ ‫َٰل‬
‫ِكَ ف‬َ
‫ِ ۖ ذ‬ ‫َث‬
‫ُوُل‬
‫ِه‬ ‫و‬
ِ ‫َض‬
‫أوول‬ ‫ُو أ‬
‫الف‬ َّ َ
‫اَّللُ ذ‬ ‫ء ۖ و‬ُ‫يشَووا‬
َ ‫موون‬ َ
]٥٧:٢١[ ِ ‫َظ‬
‫ِيم‬ ‫أ‬
‫الع‬
ARTI AYAT
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di
mana saja kamu berada pasti Allah swt. akan mengumpulkan kamu sekalian
(pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Al Baqaroh 148
"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara
mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah
swt.. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. Fathir 32
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu
dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah swt. dan rasul-rasul-Nya. Itulah
karunia Allah swt., diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Allah swt. mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21)
KANDUNGAN SURAT AL BAQARAH 148
M. Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah menyatakan antara lain :
a. Ayat ini bermakna : bagi setiap ummat ada kiblatnya sendiri yang ia
menghadap kepadanya sesuai dengan kecendrungan atau keyakinan masing-
masing. Kalaulah mereka dengan mengarah ke kiblat masing-masing
bertujuan untuk mencapai ridha Allah swt. swt. dan melakukan kebajikan,
maka wahai kaum muslimin berlomba-lombalah kamu dengan mereka dalam
berbuat aneka kebaikan.
b. Dalam kehidupan dunia kalian berselisih, tetapi ketahuilah bahwa kamu
semua akan mati dan dimana saja kamu pasti Allah swt. swt. akan
mengumpulkan kamu semua pada hari Kiamat untuk Dia beri putusan
KANDUNGAN SURAT FATHIR 32
Dalam Al Qur’an dan Tafsirnya (oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an
DEPAG RI 1984/1985 antara lain dijelaskan bahwa maksud surat Fathir ayat
32 adalah
a. Allah swt. swt. mewahyukan Al Qur’an itu kepada Nabi Muhammad saw.
yang kemudian disampaikan kepada umatnya, yang Allah swt. swt.
melebihkan kemuliaan umat Islam melebihi umat sebelumnya, akan tetapi
kemuliaan itu harus diperjuangkannya, sejauh mana mereka mampu
mengamalkan dan mengikuti petunjukNya.
b. Dalam ayat ini dijelaskan tingkatan-tingkatan orang mukmin, yaitu :
1. Tingkatan “Dlalimullinafsihi” dalam hal ini ada 2 pendapat yaitu :
1) Mereka yang yang mengerjakan kewajiban agamanya dengan sangat serius
sampai-sampai seperti menganiaya dirinya sendiri, akan tetapi tetap dalam
garis agama. Misalnya seseorang yang puasa terus menerus setiap hari,
sedikit tidur malam karena ibadah kepada Allah swt. swt. kasab sekedarnya
asal cukup untuk makan dan menutup aurat. Contoh sahabat Abu Darda’
2) Dlalimullinafsihi, adalah kelompok yang disamping mengerjakan ibadah tapi
juga melakukan dosa.
2. Tingkatan “Muqtashid” yaitu merekan yang yang mengerjakan kewajiban dan
menjauhi larangan agamanya, akan tetapi kadangkala ia tidak mengerjakan
yang sunnat atau melakukan sebagian pekerjaan yang makruh.
3. Tingkatan “ Sabiqumbilkhairat” yaitu mereka yang senantiasa (berlomba-
lomba) mengerjakan amal yang wajib dan sunat dan meningkalkan
perbuatan yang haram dan makrun serta sebagian yang mubah (tidak
bemanfaat).
Dalam sebuah Hadis disebutkan :

‫فاماالوووووذين وَوووووابقوان‬
‫بالخيسات فأولووكك الوذين‬
‫أن النووونة بغووويس‬ ‫ُلو‬
‫دخ‬‫َأ‬
‫يووو‬
‫ واموووا الوووذين‬.‫حووووسَاذ‬
‫اٌوووُصدوا فأولكووك الووذين‬
.‫يحاووووووَون حسَابايسووويسا‬
‫واماالووووووذين ظلموووووووا‬
‫أ فأولوووكك‬ ُ‫انفسَووووووووووو‬
‫هم‬
‫ِسُووون فوو ذلووك‬ َ ‫الووذين‬
َ‫يح‬
ُ
‫هم‬َُ ‫أووووو‬
‫المكوووان حُووو يصي‬
َ‫أ‬
‫ن‬ ‫ُلو‬
‫دخ‬‫َوووووأ‬
‫في‬ َُ
‫ن‬ ‫َووووووز‬
‫الوح‬
‫ثواه احمد‬ َ
.‫النوونوة‬
Artinya :
Adapun orang-orang yang berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan akan
masuk sorga tanpa hisab, sedang orang-orang yang pertengahan akan dihisab
dengan hisab yang rigan, dan orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri
akan ditahan dulu di tempat hisab sampai ia mengalami penderitaan
kemudian dimasukkan kedalam sorga. HR. Ahmad
KESIMPULAN
Dari kandungan surat Al Baqarah ayat 148 dan surat Fatir ayat 32 bahwa :
a. Umat Islam harus selalu berlomba-lomba dan berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk dapat meraih yang terbaik menurut kacamata Agama Islam, baik dalam
kaitannya dengan kehidupan kini maupun kelak di akhirat
b. Jalan selamat sesuai tuntunan Islam telah terpampang, persoalannya apakah manusia
akan memilih dan bersungguh-sungguh meraihnya apa tidak.
Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari ayat di atas
Faedah pertama
Dalam ayat-ayat di atas begitu jelas bahwa Allah swt. Mengisyaratkan untuk
berlomba-lomba dalam meraih ampunan dan surga-Nya.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Berlombalah menjadi yang
terdepan dalam beramal sholih yang menyebabkan datangnya ampunan dari
Tuhan kalian, serta bertaubatlah atas maksiat yang kalian perbuat.”
Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Allah swt. memerintahkan untuk
berlomba-lomba dalam meraih ampunan Allah swt., ridho-Nya, dan surga-
Nya. Ini semua bisa diperoleh jika seseorang melakukan sebab untuk
mendapatkan ampunan dengan melakukan taubat yang tulus, istighfar yang
manfaat, menjauh dari dosa dan jalan-jalannya.
Sedangkan berlomba untuk meraih ridho Allah swt. dilakukan dengan
melakukan amalan sholih dan semangat menggapai ridho Allah swt.
selamanya (bukan sesaat). Bentuh dari menggapai ridho Allah swt. tadi
adalah dengan berbuat ihsan (berbuat baik) dalam beribadah kepada Sang
Pencipta dan berbuat ihsan dalam bermuamalah dengan sesama makhluk
dari segala segi.”
Faedah kedua
Dalam masalah akhirat seharusnya seseorang berlomba untuk menjadi yang
terdepan. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat lainnya,

ِ‫َات‬
‫أس‬ ‫ُوا أ‬
‫الخَي‬ ‫ِق‬ ُ‫َاوأ‬
ََ ‫ف‬
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah: 148).
َِ
‫َوووواف‬
‫َن‬َُ
‫لي‬‫َأ‬ ‫َل‬
‫ِووووكَ ف‬ ‫ِوووو ذ‬ ‫َف‬
‫و‬
َ‫ِسُو‬
‫ن‬ ‫َاف‬
‫َن‬ُُ ‫أ‬
‫الم‬
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al
Muthoffifin: 26).
Artinya, untuk meraih berbagai nikmat di surga, seharusnya setiap hamba
Allah swt. supaya berlomba-lomba.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menerangkan, “Para sahabat memahami
bahwa mereka harus saling berlomba untuk meraih kemuliaan di surga.
Mereka berusaha menjadi terdepan untuk menggapai derajat yang mulia
tersebut. Oleh karena itu, jika di antara mereka melihat orang lain
mendahului mereka dalam beramal, mereka pun bersedih karena telah kalah
dalam hal itu. Inilah bukti bahwa mereka untuk menjadi yang terdepan.”
Hal yang demikian dapat melihat pula dikalangan ulama salaf (ulama
terdahulu) lainnya.
Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Jika engkau melihat orang lain
mengunggulimu dalam hal dunia, maka kalahkanlah ia dalam hal akhirat.”
Wuhaib bin Al Ward rahimahullah mengatakan, “Jika engkau mampu tidak
ada yang bisa mengalahkanmu dalam hal akhirat, maka lakukanlah.”
Sebagian salaf mengatakan, “Jika engkau mendengar ada yang lebih taat
pada Allah swt. darimu, seharusnya engkau bersedih karena telah kalah
dalam hal ini.”
Coba kita bayangkan keadaan kita saat ini. Tidak ada rasa sedih. Tidak ada
rasa dikalahkan. Perasaan hanya biasa-biasa saja jika ada yang mengungguli
kita dalam hal akhirat. Akhirnya, untuk menggapai surga pun menjadi
lemah. Kemanakah hati yang lemah? Yang Allah swt. tunjukilah kami ke
jalan-Mu!
Faedah ketiga
Bagaimanakah luasnya surga? Lihatlah keterangan dalam ayat berikut:

ِ‫أ‬
‫َّ السووماء‬ ‫َع‬
‫َووس‬ َ‫ُوو‬
‫ها ك‬ ‫أه‬‫َس‬ ‫َّووة‬
ْ ٍ ‫َن‬ ‫َج‬
‫و‬
َّ‫واْلث‬
“Dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi”.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Jika lebar surga saja selebar langit
dan bumi. Lantas bagaimanakah lagi dengan panjangnya.” Demikianlah
luasnya surga. Namun sedikit yang mengetahui hal ini, sehingga lihatlah
sendiri bagaimana dunia begitu dikejar dibanding akhirat. Padahal jauh
sekali antara kenikmatan surga dibanding dunia. Disebutkan dalam sebuah
hadits, dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullah saw. bersabda:
َ ‫ٌ م‬
‫ِون‬ ‫َي‬
‫أوس‬ ‫َّة‬
‫ِ خ‬ ‫َن‬ ‫أ‬
‫الن‬ ِ
‫ٍ ف‬ ‫ُ وَو‬
‫أط‬ ‫ِع‬‫أه‬ َ
‫مو‬
َ‫ِي‬
‫ها‬ ‫ما ف‬ََ
‫َا و‬ ‫الدأ‬
‫ني‬ ُّ
“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.”[6]
Seharusnya kenikmatan di surga lebih semangat kita raih.
Faedah keempat
Modal untuk meraih surga adalah dengan beriman pada Allah swt. dan Rasul-Nya.
Iman yang dimaksud di sini mencakup iman yang pokok (ushulud diin) dan
iman yang di luar pokok agama (furu’).
Dari sini, berarti bukan hanya ushulud diin saja yang wajib diimani. Namun
pada perkara yang di luar pokok agama jika telah sampai ilmunya pada kita, wajib
pula diimani. Contohnya, kita punya kewajiban beriman pada hari akhir secara
umum. Namun jika datang ilmu mengenai perinciannya seperti di antara tanda
datangnya kiamat adalah munculnya Dajjal, maka ini juga patut diimani.
Faedah kelima
Seseorang tidaklah memasuki surga melainkan dengan rahmat Allah swt.
Seperti pula disebutkan dalam hadits:
َ‫َوُو‬ ‫ُ ث‬ ‫أت‬‫ِع‬‫َاَ وَم‬ ٌ ‫ة‬ََ
‫يس‬ ‫َأ‬ ‫با ُ س‬ ََ
‫ن أ‬ ََّ
‫أ‬
« َ ُ‫ُو‬ ‫يق‬َ ‫اَّللِ صل هللا ْليه وولم‬ َّ
» ‫ة‬ ََّ
‫َن‬ ‫ه أ‬
‫الن‬ ُ‫ل‬َُ
‫َم‬ْ ‫دا‬‫َا‬‫َح‬ ‫َ أ‬‫دخِل‬ ُ ‫أ‬
‫يأ‬ ‫َلن‬
َّ َ‫َوُو‬
ِ‫اَّلل‬ ‫يا ث‬ َ َ ‫َأ‬
‫نت‬ ‫َالَ أ‬ ‫الوا و‬ ُ َ ٌ .
‫أ‬ َ
‫ِال أن‬َّ ََ
‫َالَ أنا إ‬‫ و‬، َ‫َاَ « ال‬ ٌ
‫َة‬
ٍ ‫أم‬‫َح‬‫َث‬
‫ٍ و‬‫أل‬‫َض‬
‫ِف‬ َّ
‫اَّللُ ب‬ ِ
‫دن‬ ‫َم‬
ََّ ‫َغ‬
ُ‫ي‬ َ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallAllah
swt.u ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan
seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya
beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah
karena karunia dan rahmat Allah swt..”
Sedangkan firman Allah swt. Ta’ala:
ِ‫َا‬
‫ء‬ ‫َّ السَّووم‬
ِ‫أ‬ ‫َع‬
‫َووس‬ ‫ها ك‬َ‫ُوو‬
‫أه‬‫َس‬ ‫َّووة‬
ْ ٍ ‫َن‬‫َج‬‫و‬
َّ ‫ُوا ب‬
ِ‫ِاَّلل‬ ََ
‫من‬ ‫َ آ‬ ‫ِين‬ َّ‫أ ل‬
‫ِلذ‬ َُّْ
‫ِدت‬ ِ‫أ‬
‫َّ أ‬ ‫اْلَث‬
‫َ أ‬ ‫و‬
ِ
‫ِه‬ ‫ُوُل‬‫َث‬‫و‬
“Surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-
orang yang beriman kepada Allah swt. dan rasul-rasul-Nya”. Mungkin ayat ini
dapat dipahami bahwa seseorang memasuki surga karena amalannya yaitu
beriman pada Allah swt. dan Rasul-Nya.
Bagaimana mengkompromikannya?
Ada beberapa penjelasan para ulama mengenai hal ini:
1. Yang dimaksud seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah
peniadaan masuk surga karena amalan.
2. Amalan itu sendiri tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga. Kalau
bukan karena karunia dan rahmat Allah swt., tentu tidak akan bisa
memasukinya. Bahkan adanya amalan juga karena sebab rahmat Allah swt.
bagi hamba-Nya.
3. Amalan hanyalah sebab tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan
sebab seseorang masuk ke dalam surga.
4. Amalan yang dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang
Allah swt. beri. Itulah yang dimaksud, seseorang tidak memasuki surga
dengan amalannya. Maksudnya ia tidak bisa ganti surga dengan amalannya.
Sedangkan yang memasukkan seseorang ke dalam surga hanyalah rahmat dan
karunia Allah swt.
Faedah keenam
Beriman dan beramal sholih, itu adalah karunia dan anugerah dari Allah swt.
seperti hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut:
ُ ‫ِي‬
‫َود‬‫ذا ح‬َََ‫ة – و‬ ََ ‫َأ‬
‫يس‬ ‫ِ ُس‬ ‫َب‬‫أ أ‬ ‫َن‬
ْ
َ
‫ِين‬‫هواجِس‬َُ ‫ء أ‬
‫الم‬ َ‫َا‬ ‫َس‬
‫ُق‬‫ن ف‬ََّ
‫ة أ‬ ََ‫أ‬ ‫َي‬ُُ
ٌ
َّ َ ُ
‫صل هللا ْليوه‬- ِ‫أتوا ثوو اَّلل‬َ ‫أ‬ ََ
‫َأوول‬
ُ ‫َ أ‬‫ََووب‬‫والوا ذ‬ُ ‫َو‬‫َق‬‫ ف‬-‫وووولم‬
َُ
‫لوو‬ ‫َاتِ أ‬
‫الع‬ ‫َج‬ َّ ‫ِالو‬
‫ودث‬ ‫ِ ب‬‫ث وث‬ُ‫ود‬
ُّ ‫الو‬
‫َوواَ «‬ ‫َق‬‫ِ‪ .‬ف‬‫ِوويم‬ ‫ُق‬‫الم‬‫ِ أ‬ ‫ِوويم‬‫َّع‬
‫َالن‬ ‫و‬
‫ولوَ‬
‫ن‬ ‫َو ُّ‬ ‫َو ُ‬
‫والوا ُ‬
‫يص‬ ‫َا َ »‪ٌ .‬‬ ‫مووا ذ‬ ‫ََ‬‫و‬
‫ُ‬
‫ُوِ‬ ‫نص‬‫َا َ‬ ‫َم‬ ‫موَ‬
‫ن ك‬ ‫ُوُ‬‫يص‬‫ََ‬‫ِ و‬ ‫َك‬
‫ل‬ ‫نص‬‫َا ُ‬ ‫َم‬‫ك‬
‫ُوَ‬
‫ن‬ ‫ِق‬‫أُ‬‫يع‬‫َُ‬‫ُ و‬‫دق‬ ‫َص‬
‫ََّ‬ ‫نُ‬‫َالَ َ‬‫ن و‬ ‫ُوَ‬‫دٌ‬ ‫َص‬
‫ََّ‬ ‫يُ‬‫ََ‬‫و‬
‫َ َّ‬
‫اَّللِ ‪-‬‬ ‫َوُووُ‬‫َواَ ث‬ ‫َق‬‫ُ‪ .‬ف‬ ‫ِق‬‫أُ‬‫نع‬‫َالَ ُ‬‫و‬
‫َوًلَ‬ ‫َف‬‫صل هللا ْليوه ووولم‪ « -‬أ‬
‫أ‬
‫مون‬ ‫ِ َ‬ ‫ِه‬‫ن ب‬ ‫ُوَ‬
‫ِك‬‫دث‬ ‫اا ُ‬
‫تأ‬ ‫أك‬‫أ شَي‬‫ُم‬‫ُك‬‫ِم‬‫َك‬
‫ل‬ ‫ُْ‬‫أ‬
‫ُم‬
‫أ‬ ‫دك‬‫أَ‬‫بع‬‫أ َ‬ ‫من‬‫ِ َ‬
‫ِه‬‫ن ب‬ ‫ُوَ‬ ‫ِق‬‫تسأَ‬‫ََ‬
‫أ و‬ ‫ُم‬‫َك‬‫وََق‬
‫ِالَّ‬
‫أ إ‬ ‫ُم‬
‫أك‬‫ِون‬ ‫َ م‬
‫َل‬‫أض‬‫َف‬‫د أ‬ ‫ٌَ‬‫َح‬‫ن أ‬‫ُوُ‬ ‫يك‬‫َالَ َ‬‫و‬
‫أ »‪.‬‬ ‫َع‬
‫أ ُم‬ ‫َون‬‫موا ص‬ ‫َ َ‬ ‫أول‬ ‫َ م‬
‫ِث‬ ‫َع‬‫َن‬‫أ ص‬ ‫من‬‫َ‬
‫َاَ‬ ‫َوُوَ َّ‬
‫اَّللِ‪ٌ .‬‬ ‫يا ث‬ ‫ل َ‬ ‫بَ‬
‫الوا َ‬ ‫َ ُ‬ ‫ٌ‬
‫دوَ‬
‫ن‬ ‫َوُ‬ ‫أم‬‫تح‬‫ََ‬
‫ن و‬‫ُوَ‬ ‫ِس‬‫ََ‬
‫ك‬ ‫تك‬‫َُ‬‫ن و‬ ‫ُوَ‬‫ِح‬‫تسََ‬
‫ك‬ ‫« ُ‬
‫َ‬
‫ِوين‬ ‫ََ‬
‫ثًلَث‬ ‫ثوا و‬ ‫ٍ َ‬
‫ثًلَا‬ ‫ك ص‬
‫َوًلَة‬ ‫ُل‬
‫ِ‬ ‫َ ك‬ ‫بس‬‫دُ‬‫ُ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ِحٍ فسجوع‬‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫َاَ أبو صال‬ ‫ة »‪ٌ .‬‬ ‫َّا‬
‫مس‬‫َ‬
‫َوُووَ‬
‫ِ‬ ‫َِل ث‬ ‫َ إ‬‫ِين‬ ‫هاجِس‬ ‫َُ‬ ‫ء أ‬
‫الم‬ ‫َاُ‬ ‫َس‬‫ُق‬‫ف‬
‫َّ‬
‫اَّللِ ‪-‬صوول هللا ْليووه وووولم‪-‬‬
‫َأول‬
‫ُ‬ ‫َوا أ‬ ‫َ ُ‬
‫انن‬ ‫أو‬ ‫َ إ‬
‫ِخ‬ ‫ِع‬ ‫َ ُ‬
‫الوا وَوم‬ ‫َق‬ ‫ف‬
‫لووا‬ َُ
‫َع‬‫َف‬
‫َوا ف‬ ‫َأ‬
‫لن‬ ‫َع‬
‫َا ف‬ ‫ِم‬
‫ِ ب‬َ‫َا‬ ‫اْلَأ‬
‫مو‬
َّ َ
‫صل هللا‬- ِ‫اَّلل‬ ُ‫َوُو‬‫َاَ ث‬‫َق‬‫ ف‬.‫ه‬ َ‫أ‬
ُ‫ل‬ ‫ِث‬‫م‬
َّ ُ
ِ‫اَّلل‬ ‫أول‬‫َض‬
‫ِوكَ ف‬‫َل‬‫ « ذ‬-‫ْليه وولم‬
» ‫ء‬ُ‫يشَا‬
َ ‫أ‬
‫من‬َ ِ
‫ِيه‬‫أت‬‫يؤ‬ُ
Dari Abu Hurairah -dan ini adalah hadis Qutaibah- bahwa orang-orang fakir
Muhajirin menemui Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam sambil
berkata, “Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian
dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam
bertanya, “Maksud kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang kaya shalat
sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami
berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya,
mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.”
Maka Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku
ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-
orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului
kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama
daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?” Mereka
menjawab, “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian bertasbih,
bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”
Abu shalih berkata, “Tidak lama kemudian para fuqara’ Muhajirin kembali ke
Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ternyata teman-
teman kami yang banyak harta telah mendengar yang kami kerjakan, lalu
mereka mengerjakan seperti itu!” Rasulullah shallAllah swt.u ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Itu adalah keutamaan Allah swt. yang diberikan kepada
siapa saja yang dikehendaki-Nya!“
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Seorang hamba
dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah swt.. Tidak ada
yang mungkin dapat menghalangi pemberian Allah swt. dan tidak mungkin
ada yang dapat memberi apa yang Allah swt. halangi. Ketahuilah bahwa
kebaikan seluruhnya berada di tangan-Nya. Allah swt.lah yang benar-benar
Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak kikir.”
Begitu nikmat-Nya semakin merenungkan kalam ilahi. Ya Allah swt., berilah
taufik pada kami untuk semakin dekat pada-Mu.
AL QUR'AN TENTANG
PRILAKU KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN DAN KERJA
KERAS, 6
ETOS KERJA
SIKAP KERJA KERAS
Bekerja adalah bagian pokok dari hidup, hidup untuk bekerja dan bekerja
untuk hidup, bekerja secara umum adalah semua aktifitas manusia untuk
memperoleh/mencapai sesuatu. Allah swt. swt. menciptakan alam ini untuk
manusia, dan diantara tugas manusia adalah untuk menjadi khalifah.
‫ِك‬
‫ِو‬
‫ن‬ ‫َوة‬
‫ِ إ‬ ََ
‫ًل ِك‬ ‫بوكَ لأ‬
‫ِلم‬ َُّ ٌ ‫أ‬
‫َاَ ث‬ ‫ِذ‬‫َإ‬
‫و‬
‫َو ا‬
: ۖ ‫وة‬ ‫َل‬
‫ِيف‬ ِ‫أ‬
‫َّ خ‬ ‫اْلَث‬
‫أ‬ ‫ٌ ف‬
‫ِوو‬ ْ‫َا‬
‫ِوول‬ ‫ج‬
٢:٣٠
Artinya :
“Ingatlah tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”. QS. Al Baqarah : 30
Khalifah mengandung arti : pemimpin, mengolah, pemanfaat dan pelestari
alam, fungsi manusia untuk mengolah dan melestarikan alam inilah yang
mengharuskan untuk bekerja keras, sebab sebagian potensi alam baru dapat
dimanfaatkan secara optimal bila telah diolah oleh manusia (dikerjakan).
Firman Allah swt. swt. :

ُ‫أ‬
‫َسَوول‬
ٌ َ ‫َٰو‬
ُ ‫وذا‬
‫مغ‬ َ ۖ َ‫ِووك‬
‫أل‬ ‫ِس‬
‫ِج‬ ‫ُوو أ ب‬
‫أك‬‫اث‬
٣٨:٤٢ : ٌ ‫َاذ‬‫َشَس‬
‫د و‬ ٌِ
‫باث‬َ
Artinya
“(Allah swt. berfirman) : “Hantamkanlah kakimu ; inilah air yang sejuk untuk
mandi dan minum”. QS. Shad : 42
Dalam hadis disebutkan :
‫با‬
‫دا‬ ََ
‫أشُ ا‬
‫ِي‬‫تع‬ ََّ
َ َ‫نك‬ ‫َأ‬‫َا َ ك‬‫ني‬‫دأ‬
ُ‫ل‬ ِ ‫أ‬‫َل‬
‫أم‬ِْ
‫ا‬
‫دا‬‫َا‬
‫ُ غ‬‫أت‬
‫ُو‬‫تم‬ ََّ
َ َ‫نك‬ ‫َأ‬‫ِكَ ك‬
‫َت‬‫أ ِالخِس‬
‫َل‬ ْ‫َا‬
‫أم‬ ‫و‬
‫ثواه الَيهق‬
Artinya
“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya
dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok
pagi”.QS. HR. Al Baihaqi
Menurut Imam Ghazali, maksud dari hadis ini yaitu : Karena waktu hidup
masih panjang maka dalam bekerja biasa-biasa saja (tidak perlu
menghabiskan waktu dan tenaga), tapi dalam beribadah harus serius karena
akan mati besok.
Tidak sesuatupun dapat dihasilkan tanpa usaha yang sungguh-sungguh,
semua Nabi adalah pekerja, Nabi Daud AS. adalah pandai besi, Nabi Zakariya
adalah tukang kayu.

‫اا‬
‫َّواث‬
‫نون‬َ ‫يوا‬ ‫َوووس‬
َِّ ‫ن َك‬
َ‫َا‬‫ك‬
‫ثواه مسلم و ابن ماجه ْن‬
‫وسيوسة‬ ‫اب‬
Artinya
“Nabi Zakariya adalah tukang kayu”. HR. Muslim dan Ibnu Majah dari Abu
Hurairah
Nabi Muhammad saw. adalah penggembala dan pedagang yang serius.
Pepatah mengatakan, “Siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan
berhasil”. Dalam belajarpun syarat mutlak untuk berhasil adalah dengan
kesungguhan (berusaha keras lahir bathin).
PRODUKTIFITAS KERJA
Tujuan utama dalam bekerja adalah untuk menghasilkan/memperoleh
sesuatu, guna memperoleh hasil yang optimal maka diperlukan beberapa
persyaratan antara lain. :
a. Semangat tinggi dan kerja keras, memiliki semangat yang tinggi untuk
berhasil.
b. Profesional, memiliki pengetahuan dan menguasai bidang kerjanya .
c. Tekun dalam bekerja, tidak mudah putus asa, terus mencoba untuk menuju
sukses.
MEMACU PERUBAHAN SOSIAL UNTUK KEMAJUAN
Kesempurnaan Islam sebagai rahmat alam semesta terletak pada keluasaan
dan kesempurnaan ajarannya, agama mengisyaratkan keharusan adanya
perubahan dan kemajuan disegala aspek kehidupan, banyak ayat Al Qur ‘an
yang menggugah agar manusia selalu menggunakan fikirannya.
Adanya prinsip tolong-menolong untuk kebaikan menjadi dasar dari
perubahan sosial masyarakat Islam. Dalam Al Qur’an disebutkan :
‫ك‬
‫ِس‬
ِ ‫أ‬
َ‫ال‬ ََ
‫ل‬ ْ ‫أا‬ ‫نوو‬َُ
‫َا و‬ ََ
‫تع‬ ‫و‬
ََ
‫ل‬ ْ ‫أا‬‫نوو‬َُ
‫َاو‬‫تع‬َ َ‫َال‬
‫َى و‬‫أو‬‫َّق‬
ُ‫َال‬ ‫و‬
‫ الماِوودة‬.‫ن‬ ‫َاأ‬ ‫دو‬‫ُأ‬ ‫َ أ‬
‫الع‬ ‫ِ و‬‫ثم‬ ‫ِأ‬
‫أ‬
‫اْل‬
2 :
‫ك‬
‫ِس‬
ِ ‫أ‬
َ‫ال‬ ََ
‫ل‬ ْ ‫نوا‬َُ‫َاو‬ ََ
‫تع‬ ‫و‬
ََ
‫ل‬ ْ ‫نوا‬ َُ
‫َاو‬‫تع‬ ََ
َ ‫ال‬ ‫َٰ ۖ و‬ ‫أو‬
‫َى‬ ‫َّق‬
ُ‫َال‬ ‫و‬
‫ُوا‬ َّ َ
‫اتق‬ ‫َانِ ۖ و‬ ‫دو‬‫ُأ‬ ‫َ أ‬
‫الع‬ ‫ِ و‬‫ثم‬ ‫ِأ‬
‫أ‬
‫اْل‬
: ِ‫َاذ‬
‫ِق‬ ‫د أ‬
‫الع‬ ‫اَّللَ شَد‬
ُ‫ِي‬ َّ ‫ن‬ َِّ
‫اَّللَ ۖ إ‬
َّ
٥:٢
Artinya
“Dan tolong-menolong kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. QS. Al Maidah : 20
Manusia adalah makhluk dinamis yang selalu berkembang, untuk itu Nabi
saw. bersabda :

‫ث‬ ‫أ‬
‫و‬ ‫وووو‬ ُ
‫م‬ُ ‫ُ ب‬
‫ِأ‬ َ
‫وووولم‬‫أ‬َْ
‫أ ا‬ ‫َأ‬
‫نوووو ُم‬ ‫ا‬
ِ
‫ثواه مسلم‬ ‫أ‬‫ُوم‬
‫َواك‬ ‫دأ‬
‫نوي‬ ُ
Artinya
“Kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu”. HR. Muslim
َ‫بك‬َ‫ شََا‬: ٍ ‫أ‬‫َم‬‫َ خ‬
‫أل‬ََ ‫َم‬
ٌ ‫أساا‬ ‫أ خ‬ ‫َن‬
‫ِم‬ ُ‫أ‬
‫ِغ‬‫ا‬
َ ‫َم‬
‫ِكَ و‬ ‫َ وَق‬
‫أل‬ََ
ٌ َ‫َك‬
َُّ
‫ِح‬ ‫ِكَ و‬
‫َ ص‬ ‫َ َس‬
‫َم‬ ََ
‫أل‬ ٌ
َ ََ
‫أول‬ ٌ َ‫َك‬
‫َاغ‬‫َس‬
‫ف‬ َ‫َِ و‬‫أس‬‫َق‬
‫َ ف‬ ََ
‫أل‬ ٌ َ ‫َا‬‫ِن‬‫غ‬
َ‫ِك‬
‫أت‬ َ
‫مو‬ َ
‫أل‬ََ َ‫َا‬
ٌ َ‫تك‬ ‫َ ح‬
‫َي‬ ‫أل‬
‫ِكَ و‬ ‫شَغ‬
Hadis Nabi tentang "lima perkara sebelum lima perkara" itu memiliki maksud
supaya kita mempergunakan waktu dan kesempatan dengan sebaik-baiknya,
sebelum hilangnya kesempatan tersebut. Hadits tersebut diriwayatkan Imam
Hakim dalam kitab Al Mustadrok.
Lima perkara tersebut adalah sebagai berikut:
1. "Masa Muda Engkau Sebelum Datangnya Hari Tua". Masa muda hendaklah
dipergunakan sebaik-baiknya untuk mencapai kebaikan, kesuksesan, dan
keberhasilan, karena masa mudalah kita mempunyai ambisi, keinginan dan
cita-cita yang ingin kita raih, bukan berarti masa tua menghalangi kita untuk
tetap berusaha mencapai keinginan kita, tapi tentulah usaha masa tua akan
berbeda halnya dengan usaha saat kita masih muda. Maka dari itu masa
muda hendaklah diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat hingga
tidak menyesal di kemudian hari.
2. "Masa Sehat Engkau Sebelum Dilanda Sakit". Hal ini juga anjuran agar kita
senantiasa waspada pada segala kemungkinan yang sifatnya diluar prediksi
manusia, seperti halnya sakit. Sakit disini bukan sebatas sakit jasmani, tapi
juga sakit rohani. Maka ketika kita sehat jasmani-rohani, hendaknya kita
senantiasa mempergukannya untuk hal-hal yang bermanfaat tanpa
mengulur-ngulur waktu.
3. "Masa Kaya Engkau Sebelum Masa Miskinmu". Tidak terlalu jauh berbeda
dari penjelasan di atas, ketika kekayaan ada pada kita, baik itu berupa
materi atau lainnya, maka hendaknya kita memanfaatkannya sebaik-
baiknya, jangan menghambur-hamburkan.
4. "Masa Luang Engkau Sebelum Datangnya Waktu Sibuk". Disini kita
dianjurkan untuk menghargai waktu, agar bisa diisi dengan hal-hal yang
bermanfaaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Misalnya, menengok
saudara ketika ada kesempatan sebelum kesibukan menghampiri kita, hingga
tidak sempat lagi untuk sekedar mengunjungi kerabat.
5. "Masa Hidup Engkau Sebelum Datangnya Saat Kematian". Yang terakhir ini
merupakan cakupan dari empat hal diatas. Ketika kita diberi kehidupan
maka hidup yang diberikan pada kita itu sebenarnya merupakan kesempatan
yang tiada duanya. Karena kesempatan hidup tidak akan datang untuk kedua
kalinya. Kehidupan harus dijalani sesuai tuntutan kemaslahatannya.

Anda mungkin juga menyukai