Anda di halaman 1dari 10

MENGENAL FIRQAH (ALIRAN) TAUHID YANG

BERKEMBANG DALAM MASYARAKAT


Oleh:
Tgk. H. Abdul Manan
(Ketua MPU Kabupaten Aceh Utara)

A. PENDAHULUAN
Aqidah adalah kepercayaan yang pasti dan keputusan yang muktamat, tidak
bercampur dengan syak atau keraguan pada seseorang yang berakidah. Sehingga
akidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai keraguan
di dalam hati seseorang. Aqidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama
dan kunci diterimanya amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah SWT di
dalam firman-Nya:

ِ ِ ِِ ِ ‫فَمن َكا َن ي رجو لَِقاء ربِِه فَ ْلي عمل عمال‬


َ ‫صاِلًا َوال يُ ْش ِرْك بعبَ َادة َربِِّه أ‬
‫َح ًدا‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َِّ َ ُ ْ َ َْ
Artinya: Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia
beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam
beribadah kepada-Nya. (QS. Al Kahfi:110)

Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima
apabila tercampuri dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para rasul sangat
memperhatikan perbaikan aqidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah
dakwah pertama yang diserukan oleh para rasul kepada kaum mereka; menyembah
kepada Allah saja dan tidak menyembah kepada selain Allah Swt.
Setelah wafatnya Rasulullah Saw dan masa pemerintahan Khulafaurrasyidin,
penyimpangan mengenai aqidah mulai terjadi. Munculnya beberapa aliran yang
menyatakan diri pengikut Rasulullah dan para sahabatnya. Namun hakikatnya,
mereka mengiktikadkan sesuatu di luar ajaran Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Fenomena ini membuktikan kebenaran sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadist
yang berbunyi:
ِ‫ أَالَ إِ َّن رسوَل هللا‬:‫عن أَِِب ع ِام ٍر ا ْْلوزِِن عب ِد هللاِ ب ِن ُِل ِي عن معا ِويةَ ب ِن أَِِب س ْفيا َن أَنَّه قَام فِي نَا فَ َق َال‬
ُْ َ ْ َ ُ َ ُ ْ ْ َ َ ُ ْ َ ِّ َ ْ َْ ِّ َ َْ َ ْ َْ
ً‫ْي ِملَّة‬ ِ ِ َ‫اب اِفَْتقُوا علَى ثِْن ت‬ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ‫ْي َو َسْبع‬
ْ َ ْ ََ ِ َ‫ أَالَ إِ َّن َم ْن قَ ْب لَ ُك ْم م ْن أ َْه ِل الْكت‬:‫اّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َام فْي نَا فَ َق َال‬
ِّ ‫صلَّى‬
َ
. ُ‫اعة‬ ْ ‫اْلَنَّ ِة َوِه َي‬
َ ‫اْلَ َم‬
ِ ‫ان وسب عو َن ِِف النَّا ِر وو‬
ْ ‫اح َدةٌ ِِف‬ ََ
ِ ِ ِ‫ث وسبع‬
ْ ُ ْ َ َ َ‫ ثْن ت‬.‫ْي‬
ٍ ِ ِِ
َ ْ ْ َ َ َ‫َوإِ َّن َهذه الْملَّةَ َستَ ْف ََِت ُق َعلَى ثَال‬
Artinya: Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu
ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda,
“Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan
sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh
tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan
yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”

Semua golongan itu selalu menyebutkan dirinya Ahlussunnah wal Jamaah,


mereka membenarkan keyakinannya bahwa apa yang mereka yakini berdasarkan
sunnahnya Rasulullah SAW. Namun dalam perkembangan selanjutnya, tampak jelas
bagi kalangan ummat Islam, bahwa kebanyakan yang mereka yakini bertentangan
dengan Al-Qur’an, Sunnah, dan Atsar para sahabat.
Dengan demikian, dalam makalah ini akan dibahas pokok-pokok Aqidah
Ahlussunnah wal Jamaah agar dapat dipedomani masyarakat dan menghindari
berbagai pemahaman yang menyimpang dari Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.
Untuk mengetahui pemahaman-pemahaman yang menyimpang tersebut, di sini juga
dibahas beberapa aliran selain Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, yang berasal dari
72 golongan lainnya yang dikecam Rasulullah SAW akan keyakinan tersebut.

B. PEMBAHASAN
1. Ahlussunnah wal Jamaah
Pengertian Ahlussunnah wal Jamaah, sebagaimana ditafsirkan oleh Rasulullah
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya, demikian
pula Al-Hakim dalam Mustadraknya ketika Rasulullah mengajarkan umat Islam
berpecah belah menjadi 73 golongan. Rasulullah mengabarkan yang selamat hanya
satu. Yaitu mereka adalah Al-Jama’ah. Siapa mereka Al-Jama’ah? Kata Rasulullah:

‫ما أان عليه وأصحاِب‬


Artinya: Yang aku dan para Sahabatku di atasnya.
Jadi, Al-Jama’ah ditafsirkan oleh Rasulullah Saw, “Yang aku dan para Sahabatku
di atasnya.” Berarti kita atau siapapun yang mengaku dirinya Ahlussunnah wal
Jama’ah harus mengikuti para Sahabat. Kenapa para Sahabat? Karena para Sahabat
generasi yang terbaik. Wajib diyakini, satu-satunya generasi yang dipuji oleh Allah
dalam Al-Qur’an adalah para Sahabat.
Dengan demikian, Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok atau golongan
yang senantiasa berkomitmen mengikuti sunnah Nabi Saw dan thariqat para
sahabatnya dalam hal aqidah, amaliyah (ibadah) dan akhlaq batin (tasawuf). Dalam
kitab Durussamin yang dikarang oleh Syekh Daud Al-Fathani, dinyatakan bahwa
awal-awal orang yang menetapkan ilmu aqidah dalam buku adalah Abu Hasan al-
Asy’ari. Selama tiga puluh tahun beliau mengembangkan pemikiran aliran mu’tazilah
yang dipelopori Abu Hasyim al-Jabai. Kemudian beliau (Abu Hasan al-Asy’ari)
mengalami mimpi bertemu dengan Rasulullah Saw selama tiga malam. Dalam mimpi
itu, Rasulullah Saw meminta pada Abu Hasan al-Asy’ari untuk membantu ajaran
Nabi Saw. Tersebut dalam kitab Abi Jamrah bahwa setelah tidak ada rasul tidak ada
lagi wahyu kecuali mimpi, maka mimpi bertemu Rasul benar dan bukan dusta yang
dianggap sebagian orang. Dengan demikian bahwa pemahaman Asy’ariyah bukanlah
hal baru melainkan sudah ada sejak masa Rasulullah dan beliau sendiri yang
mengajarkan kepada para sahabatnya.
Mengenai kriteria (ciri-ciri) Ahlus Sunnah wal Jamaah diterangkan oleh Imam
Ghazali dalam kitab beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah:
a. Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah merupakan satu-satunya firqah (golongan) di antara
berbagai firqah di dalam Islam yang disebut oleh Nabi SAW sebagai firqah ahli
surga. Mereka adalah para shahabat Nabi SAW. yang dikenal dengan sebutan As-
Salafush Shalih yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Nabi SAW. dan
dilanjutkan oleh tabi'in dan tabi'it tabi'in, dua generasi yang memiliki keutamaan
sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW. Kemudian diikuti oleh para pengikutnya
sampai sekarang.
b. Menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dua sumber pokok syari'at Islam,
dan menerima dua sumber yang lahir dari keduanya, yakni ijma' dan qiyas.
c. Memahami syari'at Islam dari sumber Al-Qur'an dan As-Sunnah melalui:
1) Sanad (sandaran) para shahabat Nabi SAW. yang merupakan pelaku dan saksi
ahli dalam periwayatan hadits serta manhaj seleksinya, dan berbagai pemikiran
yang diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas tasyri' (penetapan hukum
syar'i) setelah beliau wafat. Mereka terutama empat shahabat yang disebut
oleh Nabi SAW. sebagai Al-Khulafa' al-Rasyidun telah menyaksikan langsung
dan memahami dengan cermat pelaksanaan tasyri' yang dipraktikkan oleh
Nabi SAW.
2) Sanad dua generasi setelah shahabat, yakni tabi'in dan tabi'it tabi'in yang telah
meneladani dalam melanjutkan tugas tasyri'. Mereka telah mengembangkan
perumusan secara kongkrit mengenai prinsip-prinsip yang bersifat umum,
kaidah-kaidah ushuliyyah dan lainnya. Mereka adalah para Imam mujtahid,
Imam hadits dan lainnya.
d. Memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah secara menyeluruh berdasarkan kaidah-
kaidah yang teruji ketepatannya, dan tidak terjadi mu'aradlah (pertentangan) antara
satu nash dan nash yang lain. Dalam hal, diakui dan diterima:
1) Empat Imam mujtahid termasyhur sekaligus Imam madzhab fiqh dari
kalangan tabi'in dan tabi'it tabi'in yang telah merumuskan kaidah-kaidah
ushuliyyah dan menerapkannya dalam melaksanakan tasyri' yang kemudian
menjadi pedoman bagi generasi berikutnya sampai sekarang. Empat (4)
mujtahid besar itu; Imam Abu Hanifah An-Nu'man ibn Tsabit (80-150 H.),
Imam Malik ibn Anas (93-173 H), Imam Muhammad ibn Idris Asy-Syafi'i (150-
204 H), dan Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H).
2) Para Imam madzhab aqidah, seperti Abul Hasan Al-Asy’ari (260-324), dan Abu
Mansur Al-Maturidi (W. 333 H).
3) Keberadaan tashawwuf sebagai ilmu yang mengajarkan teori taqarrub
(pendekatan) kepada Allah SWT. melalui aurad dan dzikir yang diwadahi
dalam thariqah sebagai madzhab, selama sesuai dengan syari'at Islam. Dalam
hal ini menerima para Imam tashawwuf, seperti Imam Abul Qasim Al-Junaid
al-Baghdadi (W. 297H) dan Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H).
2. Tujuh Puluh Dua (72) Firqah dan Pecahannya
Dalam kitab Bugyatul Mustarsyidin (halaman 398) karangan Mufti Syeikh
Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar, yang terkenal dengan
gelar Ba’Alawi, bahwa 72 firqah yang sesat itu, sebagaimana dalam hadits Rasulullah
SAW, bertumpu pada 7 firqah yaitu:
a. Aliran Syi’ah
Paham Syiah adalah gologan berlebih-lebihan memuja Saidina Ali bin Abi
Thalib r.a. Mereka tidak mengakui Khalifah Rasyidin yang lain seperti Khalifah Abu
Bakar as-Shiddiq, Khalifah Umar Ibnu Khattab dan Khalifah Utsman bin Affan. Kaum
Syi’ah terpecah menjadi 4 (empat) aliran yang kemudian terpecah menjadi 22
golongan. Empat aliran 4 pokok dalam Syi’ah ini adalah 1) Syiah Itsna Asyariyah
(Syiah Imamiyah); 2) Syiah Zaidiyah; 3) Syi’ah Ghulat; dan 4) Syiah Kaisaniyah.
Di antara doktrin Pemahaman aliran Syiah adalah sebagai berikut:
1) Dunia dengan seluruh isinya adalah milik para imam Syi’ah. Mereka akan
memberikan dunia ini kepada siapa yang dikehendaki dan mencabutnya dari
siapa yang dikehendaki (Ushulul Kaafi, hal. 259, Karangan Ulama Syiah Al-
Kulaini);
2) Ali bin Abi Thalib yang diklaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan
sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang dhahir dan
yang bathin sebagaimana termaktub dalam surat Al-Hadid, 57: 3 (Rijalul
Kashi hal. 138).
3) Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib oleh Syi’ah dikatakan menjadi wakil
Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak
diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk,
mengetahui segala sesuatu secara rinci yang pernah terjadi dahulu maupun
yang ghaib (Ushulul Kaafi, hal. 84).
4) Para imam Syi’ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang
menentukan saat kematiannya karena bila imam tidak mengetahui hal-hal
semacam itu maka ia tidak berhak menjadi imam (Ushulul Kaafi, hal. 158).
5) Para imam Syi’ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu
Allah. Para imam Syi’ah bersifat Ma’sum (Bersih dari kesalahan dan tidak
pernah lupa apalagi berbuat Dosa) (Ushulul Kaafi, hal. 165).
6) Menurut Syi’ah, Al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad ada
17 ribu ayat, namun yang tersisa sekarang hanya 6660 ayat (Ushulul Kaafi, hal.
671).
7) Menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, Muawiyah, Aisyah,
Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di
muka bumi, mereka ini adalah musuh-musuh Allah. Siapa yang tidak
memusuhi mereka, maka tidaklah sempurna imannya kepada Allah, Rasul-
Nya dan imam-imam Syi’ah (Haqqul Yaqin, hal. 519 oleh Muhammad Baqir
Al-Majlisi).
8) Menghalalkan nikah Mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah orang yang
melakukan kawin mut’ah 4 kali derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad
Saw. (Tafsir Minhajush Shadiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani).

b. Aliran Khawarij
Yaitu kaum kaum yang berlebih-lebihan membenci Saidina Ali bin Abi
Thalib, bahkan di antaranya ada yang mengkafirkan Saidina Ali. Firqah ini berfatwa
bahwa orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir. Kaum Khawarij
terpecah menjadi 6 golongan yang kemudian terpecah menjadi 20 aliran. Enam (6)
golongan pokok dalam aliran Khawarij tersebut adalah 1) al-Muhakkimah; 2) al-
Zariqah; 3) al-Nadjat; 4) al-Jaridah; 5) al-Sufriyah; dan 6) al-Ibadiyah.
Adapun doktrin aliran Khawarij sebagai berikut:
1) Sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah tetapi setelah tahun
ke tujuh dari masa ke Khalifahannya Utsman r.a dianggap telah menyeleweng.
2) Khalifah Ali adalah sah tetapi terjadi paham, ia dianggap telah menyeleweng.
3) Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
4) Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
5) Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh.
6) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila
tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam negara Islam.
7) Seseorang muslim harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
8) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.

c. Aliran Mu’tazilah,
Yaitu kaum yang berfaham bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, bahwa
manusia membuat pekerjaannya sendiri, Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam
surga, orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan di antara dua tempat, dan
mi’raj Nabi Muhammad SAW hanya dengan ruh saja, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, aliran Mu’tazilah ini hanya terpecah dua golongan, mereka
menamakan diri dengan: 1) Ahlul ‘Adil dan; dan 2) Ahlut Tauhid wal ‘Adil.
Kemudian, kedua golongan tersebut terpecah menjadi 20 aliran.
Adapun doktrin aliran ini sebagai berikut:
1) Menolak semua sifat Allah.
2) Dalam masalah takdir, Mu’tazilah adalah Qadariyyah yaitu menolak takdir.
3) Punya pendapat yang hampir sama dengan Jahmiyyah yaitu meniadakan
kalau Allah dapat dilihat pada hari kiamat, menyatakan Al-Qur’an itu
makhluk (bukan kalamullah).
4) Menganggap bahwa semua ilmu itu kembali pada akal untuk bisa
menerimanya.
5) Mirip dengan Khawarij yaitu menganggap pelaku dosa besar kekal dalam
neraka, namun mereka tidak berani mencap kafir.
6) Menganggap bahwa surga dan neraka tidak kekal (akan fana).
7) Menyatakan Allah di mana-mana, di setiap tempat (Allah bi kulli makaninn).
8) Mengingkari adanya siksa kubur. (Pengantar Kitab Kibar Al-Mu’tazilah wa
Dhalaluhum, halaman 30-31)

d. Aliran Murjiah
Yaitu kaum yang menfatwakan bahwa membuat maksiat (kedurhakaan)
tidak memberi mudharat jika sudah beriman, sebaliknya membuat kebaikan dan
kebajikan tidak bermanfaat jika kafir. Kaum ini terpecah menjadi 5 aliran, yaitu: 1)
Jahmiyah; 2) Shalihiyah; 3) Yunusiah; 4) Ubaidiyah; dan 5) Hasaniyah.
Adapun ciri-ciri atau doktrin aliran Murji’ah ini sebagai berikut:
1) Suatu perbuatan (amal) tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sehingga
banyak orang menyatakan yang penting “hatinya”, dan perbuatan maksiat
yang dilakukannya tersebut seakan-akan tidak mempengaruhi keimanan di
hatinya.
2) Menyamakan antara orang yang shalih dengan yang tidak, dan orang yang
istiqamah di atas agama Allah dengan orang yang fasik. Sebab menurut
mereka, amal shalih tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sebagaimana
juga perbuatan maksiat tidak mempengaruhi keimanan.
3) Menghilangkan unsur jihad fi sabilillâh dan amar ma`ruf nahi mungkar.
4) Membuka pintu bagi orang-orang yang rusak membuat kerusakan dalam
agama, dan merasa tidak terikat dengan perintah dan larangan syari’at.
Sehingga akan memperbesar kerusakan dan kemaksiatan di tengah kaum
Muslimin. Bahkan akhirnya sangat mungkin mereka membuat melakukan
perbuatan kekufuran dan kesyirikan, dengan alasan bahwa hal itu merupakan
amalan, dan tidak merasa bisa menyebabkan imannya menjadi berkurang atau
hilang.

e. Aliran Najariyah
Yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk,
yaitu dijadikan Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada.
Kaum Najariyah terpecah menjadi 3 aliran, yaitu: 1) Aliran Margatsiyah; 2) Aliran
Za’faraniyah; dan 3) Aliran Mustadrikah.
Adapun doktrin aliran Najariyah sebagai berikut:
1) Perbuatan manusia adalah makhluk, yang dijadikan Allah SWT. Oleh karena
itu, manusia tidak berhak berusaha untuk perbuatannya sendiri.
2) Allah SWT tidak bersifat, sebagaimana sifat-sifat Allah SWT yang terdapat
dalam Al-Quran, yang dijabarkan oleh para ulama.
3) Mukmin yang membuat dosa pasti masuk neraka, dan tidak akan kekal
selamanya di dalamnya. Fatwa ini bertentangan dengan I’tiqad Ahlussunnah
wal Jamaah yang mengatakan bahwa orang mu’min yang melakukan dosa
besar dan mati sebelum taubat maka ia belum pasti masuk neraka, karena
mungkin saja diampuni dosanya oleh Allah SWT.

f. Aliran Jabariyah
Yaitu kaum yang memfatwakan bahwa manusia “majbur”, artinya tidak
berdaya apa-apa. Kasab atau usaha tidak ada sama sekali. Kaum ini hanya 1 aliran,
yakni Jabariyah itu sendiri.
Adapun doktrin aliran Jabariyah ini sebagai berikut:
1) Perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
2) Surga dan neraka akan fana, tidak ada sesuatupun yang kekal selamanya.
3) Iman adalah pengenalan (ma’rifat) dan kekufuran adalah ketidaktahuan (al-
jahl).
4) Kalam Allah adalah baru dan bukan qadim. Dari pendapat ini timbul pendapat
di kalangan sebagian ulama yang mengatakan bahwa al-Quran makhluq.
5) Allah bukan sesuatu, tidak pula bersifat mengetahui dan hidup. Menafikan
bahwa Allah dapat dilihat pada hari kiamat.

g. Aliran Musyabbihah
Yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan
manusia, misal bertangan, berkaki, duduk di kursi, naik dan turun tangga dan lain
sebagainua. Kaum ini hanya 1 aliran saja. Berdasarkan telaah para ulama,
pemahaman ini dianut oleh kelompok Wahabiyah. Karena Wahabiyah adalah aliran
yang muncul kemudian, namun sangat kuat, yang didorong oleh berbagai pihak
dalam pengembangannya pada masa-masa berikutnya.
Ada beberapa doktrin yang diajarkan dalam aliran ini, sebagai berikut:
1) Semua bentuk peribadatan selain Allah adalah palsu dan siapa saja yang
melakukannya harus menerima hukuman mati atau dibunuh.
2) Orang yang berusaha memperoleh keberkatan dari Allah SWT dengan cara
mengunjungi makam Rasulullah SAW, para sahabat, dan orang-orang saleh
bukanlah orang yang bertauhid, tetapi termasuk orang musyrik.
3) Bertawassul kepada Rasulullah SAW dan orang saleh dalam berdoa kepada
Allah SWT termasuk perbuatan syirik.

WALLAHU A’LAM BI AL-SHAWAB

Anda mungkin juga menyukai