DOSEN PEMBIMBING
DR. SYUKRON MA’MUN
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 CIBINONG
-FAJAR MUNAWAR
- HUSEIN
- NINDYA NM
- NAUFAL RIZIEQ
- ROSITA
- M ABDUL LATIEF
- HANI TIARA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan beribu-ribu
nikmat sehingga kami sebagai penulis diberikan kesempatan untuk menjalankan
tugas dan telah menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Tak lupa pula shalawat beserta salam marilah kita limpah curahkan kepada
baginda kita tercinta, suri tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Yang mana
telah memberikan pencerahan dan telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman terang menderang yakni Agama Islam sampai sekarang ini.
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. iv
a. Latar Belakang................................................................................................................. iv
b. Rumusan Masalah........................................................................................................... iv
c. Tujuan Penulisan............................................................................................................. iv
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………..v
A .Kesimpulan...................................................................................................................... xiv
B. Saran................................................................................................................................ xiv
C. Penutup……………………………………………………………………………………………………………….………xiv
PENDAHULUAN
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
bagaimana latar belakang, tokih dan pemikiran ahlu sunnah waljamaah?
C. Manfaat penelitian
Dengan dibuatnya Makalah ini, semoga banyak pelajaran dan manfaat yang
dapat kita ambil khususnya bagi kami sebagai penulis, umumnya bagi para mahasiswa
IAIN Laa Raiba. Dan semoga makalah ini dapat memotivasi kita untuk belajar lebih giat
lagi mengenai nilai nilai baik dan menjadi seseorang yang bermanfaat dunia dan
akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN & LATAR BELAKANG ASWAJA
Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang
dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya. Sedangkan menurut Dhofier (1982 : 148),
Aswaja dapat diartikan sebagai para pengikut tradisi nabi dan kesepatan ulama (Ijma’
ulama). Dengan menyatakan diri sebagai pengikut nabi dan ijma’ ulama, para Kiai
secara eksplisist membedakan dirinya dengan kaum moderis Islam, yang berpegang
teguh hanya Al – Qur’an dan alHadist dan menolak ijma’ ulama.
Sebelum istilah Aswaja untuk menunjuk pada kelompok, madzhab, atau kekuatan
politik tertentu, ada beberapa istilah yang digunakan untuk memberi identifikasi
terhadap aliran dan kelompok yang nantinya dikenal sebagai Aswaja.
Istilah ini digunakan oleh kelompok madzhab Hambali untuk menyebut kelompok
dirinya yang merasa lebih berpegang pada perilaku nabi dan menentang kelompok
rasionalis, filosofis, dan kelompok sesat.
Istilah ini digunakan oleh kelompok madzhab Hambali untuk menyebut kelompok
dirinya yang merasa lebih berpegang pada perilaku nabi dan menentang kelompok
rasionalis, filosofis, dan kelompok sesat.
Selama ini yang kita ketahui tentang ahlusunnah waljama’ah adalah madzhab yang
dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al
Maturidi. Dalam praktek peribadatan mengikuti salah satu madzhab empat, dan
dalam bertawasuf mengikuti imam Abu Qosim Al Junandi dan imam Abu khamid Al
Gozali.
Kalau kita mempelajari Ahlussunnah dengan sebenarnya, batasan seperti itu
nampak begitu simple dan sederhana, karena pengertian tersebut menciptakan
definisi yang sangat eksklusif Untuk mengkaji secara mendalam, terlebih dahulu harus
kita tekankan bahwa Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) sesungguhnya bukanlah
madzhab.
Aswaja hanyalah sebuah manhaj Al fikr (cara berpikir) tertentu yang digariskan
oleh para sahabat dan muridnya, yaitu generasi tabi’in yang memiliki intelektualitas
tinggi dan relatif netral dalam mensikapi situasi politik ketika itu. Meski demikian,
bukan berarti dalam kedudukannya sebagai Manhaj Al fikr sekalipun merupakan
produk yang bersih dari realitas sosio-kultural maupun sosio politik yang
melingkupinya.
Ahlusunnah tidak bisa terlepas dari kultur bangsa arab “tempat Islam tumbuh dan
berkembang untuk pertama kali”. Seperti kita ketahui bersama, bangsa arab adalah
bangsa yang terdiri dari beraneka ragam suku dan kabilah yang biasa hidup secara
peduli.
Dari watak alami dan karakteristik daerahnya yang sebagai besar padang pasir
watak orang arab sulit bersatu dan bahkan ada titik kesatuan diantara mereka
merupakan sesuatu yang hampir mustahil.
Di tengah-tengah kondisi bangsa yang demikian rapuh yang sangat labil persatuan
dan kebersamaannya, Rasulullah diutus membawa Islam dengan misi yang sangat
menekankan ukhuwah, persamaan dan persaudaraan manusia atas dasar ideologi
atau iman.
Selama 23 tahun dengan segala kehebatan, kharisma, dan kebesaran yang
dimilikinya, Rosulullah mampu meredam kefanatikan qabilah menjadi kefanatikan
agama (ghiroh islamiyah). Jelasnya Rosulullah mampu membangun persatuan,
persaudaraan, ukhuwah dan kesejajaran martabat dan fitrah manusia.
Namun dasar watak alami bangsa arab yang sulit bersatu, setelah Rosulullah
meninggal dan bahkan jasad beliau belum dikebumikan benih-benih perpecahan,
genderang perselisihan sudah mulai terdengar, terutama dalam menyikapi siapa
figure yang tepat mengganti Rosulullah ( peristiwa bani saqifah ).
Perselisihan internal dikalangan umat Islam ini, secara sistematis dan periodik
terus berlanjut pasca meninggalnya Rosulullah, yang akhirnya komoditi perpecahan
menjadi sangat beragam. Ada karena masalah politik dikemas rapi seakan-akan
masalah agama, dan aja juga masalah-masalah agama dijadikan legitimasi untuk
mencapai ambisi politik dan kekuasaan.
Unsur-unsur perpecahan dikalangan internal umat Islam merupakan potensi
yang sewaktu-waktu bisa meledak sebagai bom waktu, bukti ini semakin nampak
dengan diangkatnya Ustman Bin Affan sebagai kholifah pengganti Umar bin Khattab
oleh tim formatur yang dibentuk oleh Umar menjelang meninggalnya beliau, yang
mau tidak mau menyisahkan kekecewaan politik bagi pendukung Ali waktu itu.
Fakta kelabu ini ternyata menjadi tragedi besar dalam sejarah umat Islam yaitu
dengan dibunuhnya Kholifah Ustman oleh putra Abu Bakar yang bernama Muhammad
bin Abu Bakar. Peristiwa ini yang menjadi latar belakang terjadinya perang Jamal
antara Siti Aisyah dan Sayidina Ali.
Dan berikut keadaan semakin kacau balau dan situasi politik semakin tidak
menentu, sehingga dikalangan internal umat Islam mulai terpecah menjadi firqoh-
firqoh seperti Qodariyah, Jabbariyah Mu’tazilah dan kemudian lahirlah Ahlussunnah.
Melihat rentetan latar belakang yang mengiringi berdirinya ahlussunnah wal jama’ah,
dapat ditarik garis kesimpulan bahwa lahirnya Aswaja tidak bisa terlepas dari latar
belakang politik
2. Imam-imam dalam fiqh, baik dari ahl ar-ra‘y maupun dari ahl al-hadis, yang
menganut madzhab shifatiyyah dalam persoalan pokok agama, mengenai zat Tuhan
dan sifat-sifat-Nya yang azali, menjauhkan diri dari paham Qadariyyah dan Mu’tazilah
3. Mengikuti ajaran dari khulafaur rosyidin; Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Serta mengikuti salah satu ajaran pokok di antara empat
imam madzhab dan menghargai jika ada perbedaan pendapat di antara empat imam
madzhab; Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi‘i dan Ahmad ibn Hanbal.
4. Orang-orang yang mengetahui dan memahami sanad dan jalur periwayatan hadis,
serta atsar-atsar yang datang dari Rasulullah SAW.
5. orang-orang yang mengetahui berbagai macam qiraat al-Qur‘an dan tafsir ayat-
ayatnya serta pena‘wilannya yang sesuai dengan aliran Ahlussunnah wal Jama’ah.
6. Ahli zuhud dan golongan tasawuf yang giat beramal dengan tidak banyak bicara,
menepati ketauhidan dan meniadakan tasybih, serta menyerahkan diri kepada Tuhan.
7. orang-orang yang bertempat di pos-pos pertahanan kaum muslimin untuk menjaga
keamanan negeri Islam dan mempertahankannya serta menyebarkan madzhab
Ahlussunnah wa al-Jama’ah.
A. Angkatan Pertama
Angkatan yang semasa dengan al-Imâm Abu al-Hasan sendiri, yaitu mereka yang belajar
kepadanya dan mengambil pendapat-pendapatnya, di antaranya: Abu al-Hasan al-Bahili,
Abu Sahl ash-Shu’luki (w 369 H), Abu Ishaq al-Isfirayini (w 418 H), Abu Bakar al-Qaffal asy-
Syasyi (w 365 H), Abu Zaid al-Marwazi (w 371 H), Abu Abdillah ibn Khafif asy-Syirazi;
seorang sufi terkemuka (w 371 H), Zahir ibn Ahmad as-Sarakhsi (w 389 H), Abu Bakr al-
Jurjani al-Isma’ili (w 371 H), Abu Bakar al-Audani (w 385 H), Abu al-Hasan Abd al-Aziz ibn
Muhammad yang dikenal dengan sebutan ad-Dumal, Abu Ja’far as-Sulami an-Naqqasy (w
379 H), Abu Abdillah al-Ashbahani (w 381 H), Abu Muhammad al-Qurasyi az-Zuhri (w 382
H), Abu Manshur ibn Hamsyad (w 388 H), Abu al-Husain ibn Sam’un salah seorang sufi
ternama (w 387 H), Abu Abd ar-Rahman asy-Syuruthi al-Jurjani (w 389 H), Abu Abdillah
Muhammad ibn Ahmad; Ibn Mujahid ath-Tha’i, Bundar ibn al-Husain ibn Muhammad al-
Muhallab yang lebih dikenal Abu al-Husain ash-Shufi (w 353 H), dan Abu al-Hasan Ali ibn
Mahdi ath-Thabari.
B. Angkatan Ke Dua
Diantara Tokoh-Tokoh Ahlussunnah Wal Jama'ah angkatan ke dua pasca generasi al-Imâm
Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah; Abu Sa’ad ibn Abi Bakr al-Isma’ili al-Jurjani (w 396 H), Abu
Nashr ibn Abu Bakr Ahmad ibn Ibrahim al-Isma’ili (w 405 H), Abu ath-Thayyib ibn Abi Sahl
ash-Shu’luki, Abu al-Hasan ibn Dawud al-Muqri ad-Darani, al-Qâdlî Abu Bakar Muhammad
al-Baqillani (w 403 H), Abu Bakar Ibn Furak (w 406 H), Abu Ali ad-Daqqaq; seorang sufi
terkemuka (w 405 H), Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi; penulis kitab al-Mustadrak ‘Alâ
ash-Shahîhain, Abu Sa’ad al-Kharqusyi, Abu Umar al-Basthami, Abu al-Qasim al-Bajali, Abu
al-Hasan ibn Masyadzah, Abu Thalib al-Muhtadi, Abu Ma’mar ibn Sa’ad al-Isma’ili, Abu
Hazim al-Abdawi al-A’raj, Abu Ali ibn Syadzan, al-Hâfizh Abu Nu’aim al-Ashbahani penulis
kitab Hilyah al-Auliyâ’ Fî Thabaqât al-Ashfiyâ’ (w 430 H), Abu Hamid ibn Dilluyah, Abu al-
Hasan al-Balyan al-Maliki, Abu al-Fadl al-Mumsi al-Maliki, Abu al-Qasim Abdurrahman ibn
Abd al-Mu’min al-Makki al-Maliki, Abu Bakar al-Abhari, Abu Muhammad ibn Abi Yazid,
Abu Muhammad ibn at-Tabban, Abu Ishaq Ibrahim ibn Abdillah al-Qalanisi.
C. Angkatan Ke Tiga
Diantaranya; Abu al-Hasan as-Sukari, Abu Manshur al-Ayyubi an-Naisaburi, Abd al-
Wahhab al-Maliki, Abu al-Hasan an-Nu’aimi, Abu Thahir ibn Khurasyah, Abu Manshur Abd
al-Qahir ibn Thahir al-Baghadadi (w 429 H) penulis kitab al-Farq Bayn al-Firaq, Abu Dzarr
al-Harawi, Abu Bakar ibn al-Jarmi, Abu Muhammad Abdulah ibn Yusuf al-Juwaini; ayah
Imam al-Haramain (w 434 H), Abu al-Qasim ibn Abi Utsman al-Hamadzani al-Baghdadi,
Abu Ja’far as-Simnani al-Hanafi, Abu Hatim al-Qazwini, Rasya’ ibn Nazhif al-Muqri, Abu
Muhammad al-Ashbahani yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Labban, Sulaim ar-Razi, Abu
Abdillah al-Khabbazi, Abu al-Fadl ibn Amrus al-Maliki, Abu al-Qasim Abd al-Jabbar ibn Ali
al-Isfirayini, al-Hâfizh Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Bayhaqi; penulis Sunan al-Bayhaqi
(w 458 H), dan Abu Iran al-Fasi.
D. Angkatan Ke Empat
E. Angkatan Ke Lima
F. Angkatan Ke Enam
G. Angkatan Ke Tujuh
Diantaranya Tokoh-Tokoh Ahlussunnah Wal Jama'ah; al-Hâfizh Abu Zur’ah Ahmad ibn
Abd ar-Rahim al-Iraqi (w 826 H), Taqiyyuddin Abu Bakr al-Hishni ibn Muhammad; penulis
Kifâyah al-Akhyâr (w 829 H), Amîr al-Mu’minîn Fî al-Hadîts al-Hâfizh Ahmad ibn Hajar al-
Asqalani; penulis kitab Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri (w 852 H), Muhammad ibn
Muhammad al-Hanafi yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Amir al-Hajj (w 879 H),
Badruddin Mahmud ibn Ahmad al-Aini; penulis ‘Umdah al-Qâri’ Bi Syarh Shahîh al-Bukhâri
(w 855 H), Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad al-Mahalli (w 864 H), Burhanuddin Ibrahim
ibn Umar al-Biqa’i; penulis kitab tafsirNazhm ad-Durar (w 885 H), Abu Abdillah
Muhammad ibn Yusuf as-Sanusi; penulis al-‘Aqîdah as-Sanûsiyyah (w 895 H).
H. Angkatan ke Delapan
Nama-nama ulama terkemuka ini hanya mereka yang hidup sampai sekitar abad 12
hijriyyah, dan itupun hanya sebagiannya saja. Bila hendak kita sebutkan satu persatu,
termasuk yang berada di bawah tingkatan mereka dalam keilmuannya, maka sangat
banyak sekali, tidak terhitung jumlahnya, siapa pula yang sanggup menghitung jumlah
bintang di langit, membilang butiran pasir di pantai? kita akan membutuhkan lembaran
kertas yang sangat panjang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini kita dapat mengetahui latar belakang , tokoh tokoh dan
pemikiran akidah ahlu sunnah waljamaah juga beserta penjelasan setail mengenai
ahlu sunnah waljamaah semoga makalah ini menjadi refrensi mahasiswa untuk proses
pembelajaran mata kuliah ilmu kalam.
Saran dari kami agar pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai pengetahuan
dasar untuk mencari pengetahuan yang lebih jauh tentang Akidah Ahlu Sunnah
Waljamaah.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.pecihitam.org/latar-belakang-berdirinya-ahlussunnah-wal-jamaah/
https://sarwana09.blogspot.com/2012/11/latar-belakang-lahirnya-ahlus-sunnah.html
Sumber Artikel : Ahlussunnah wal Jama’ah: Sejarah dan Pemikiran Akidah
https://ibtimes.id/?p=56950
https://www.imanmuslim.com/2021/05/tokoh-tokoh-ahlussunnah-wal-jamaah-dari.html
src: https://sites.google.com/site/pustakapejaten/ahlus-sunnah-wal-jama-ah/tokoh-tokoh-
ahlussunnah-wal-jama-ah-dari-masa-ke-masa
https://www.imanmuslim.com/2021/05/tokoh-tokoh-ahlussunnah-wal-jamaah-dari.html