Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH DAN DOKTRIN ASWAJA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah ASWAJA


Dosen pengampu:
M. Faiz Arrafi, S.E.,M.E.

Disusun oleh:
NOVITA WULANDARI (20.21209)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA


KEBUMEN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat, taufik dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ) dengan tepat waktu. Kami juga berterimakasih
kepada Bapak Abdul Waid, S.H.I., M.S.I. selaku Dosen mata kuliah ASPEK HUKUM
DALAM BISNIS yang telah memberikan tugas ini.
Kami beharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai penundaan kewajiban pembayaran utang. Kami
menyadari bahwa makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap ada usulan, saran dan kritik demi perbaikan makalah ini
maupun pembuatan makalah di masa mendatang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya. Kami
mohon maaf atas kata-kata yang kurang berkenan dan memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini di waktu mendatang.

Kebumen, 15 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan PKPU.................................................................... 1


B. Jenis dan Syarat PKPU ............................................................................. 5
C. Pihak-Pihak yang Berhak Mengajukan PKPU.......................................... 11
D. Alasan Pengajuan PKPU........................................................................... 14
E. Berakhirnya PKPU ................................................................................... 14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan............................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aswaja?
2. Bagaimana historis atau sejarah kemunculan aswaja?
3. Apa saja doktrin-doktrin aswaja?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian dan tujuan PKPU
2. Mengetahui jenis-jenis PKPU
3. Mengetahui pihak yang ada dalam PKPU
4. Mengetahui alasan di adakannya PKPU
5. Mengetahui berakhirnya PKPU

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI ASWAJA

Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan gabungan dari kata ahl as-Sunnah dan ahl
al-jama’ah. Dalam bahasa Arab, kata ahl (‫)اهل‬berarti “pemeluk aliran/ mazhab” (ashab
al-mazhabi), jika kata tersebut dikaitkan dengan aliran/ madzhab. Kata al-Sunah(‫)السنة‬
sendiri disamping mempunyai arti al-hadits, juga berarti “perilaku”, baik terpuji maupun
tercela. Kata ini berasal dari kata sannan yang artinya “jalan”.1

Selanjutnya mengenai definisi al-Sunnah, secara umum dapat dikatakan bahwa


al-Sunnah adalah sebuah istilah yang menunjuk kepada jalan Nabi SAW dan para
shahabatnya, baik ilmu, amal, akhlak, serta segala yang meliputi berbagai segi
kehidupan. Maka, berdasarkan keterangan di atas, ahl al-Sunnah dapat diartikan dengan
orang-orang yang mengikuti sunah dan berpegang teguh padanya dalam segala perkara
yang Rasulullah SAW dan para shahabatnya berada di atasnya (Ma ana ‘alaihi wa
ashabi), dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari Qiamat. Seseorang
dikatakan mengikuti al-Sunah, jika ia beramal menurut apa yang diamalkan oleh Nabi
SAW berdasarkan dalil syar’i, baik hal itu terdapat dalam alQur‟an, dari Nabi SAW,
ataupun merupakan ijtihad para shahabat.

Adapun al-Jama’ah, berasal dari kata jama’a dengan derivasi yajma’u Jama’atan
yang berarti “menyetujui” atau “bersepakat”. Dalam hal ini, al jama’ah juga berarti
berpegang teguh pada tali Allah SWT secara berjama‟ah, tidak berpecah dan berselisih.
Pernyataan ini sesuai dengan riwayat Ali bin Abi Thalib yang mengatakan:
“Tetapkanlah oleh kamu sekalian sebagaimana yang kamu tetapkan, sesungguhnya aku
benci perselisihan hingga manusia menjadi berjamaa‟ah”.

Satu hal yang perlu dijelaskan adalah walaupun kata al-jama’ah telah menjadi
nama dari kaum yang bersatu, akan tetapi jika kata al-jama’ah tersebut di sandingkan
dengan kata al-sunnah, yaitu Ahl al-Sunah wa alJama’ah, maka yang dimaksud dengan

1
Munawir, Kajian Hadits Dua Mazhab, Cet. 1, (Purwokerto: Stain Press, 2013), hlm. 1

2
golongan ini adalah mereka, para pendahulu umat ini yang terdiri dari para shahabat dan
tabi‟in yang bersatu dalam mengikuti kebenaran yang jelas dari Kitab Allah dan Sunnah
RasulNya.5

Istilah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sendiri, sebenarnya baru dikenal setelah


adanya sabda Nabi SAW, yakni seperti pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan Abu Dawud. Hadits tersebut yakni, hadits riwayat Ibnu Majah:

‫ قَا َل‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫ك‬ ِ ِ‫َس ب ِْن َما ل‬ ِ ‫ ع َْن َٔان‬،ُ‫ َح َّدثَنا َ قَتَا َدة‬،‫ َح َّدثَنا َ َٔا بُوْ َع ْم ٍر‬،‫ َح َّدثَنَا ْال َولِ ْي ُد بْنُ ُم ْسلِ ٍم‬،‫ـار‬ ٍ ‫َح َّدثَنا َ ِه َشا ٌم بْنُ َع َّم‬
‫ق َعلَى ثُ ْنتَي ُـْن‬ ُ ‫ َوِٕا َّن ُٔا َّمتِى َستَ ْفت َِر‬،ً‫ت َعلَى احْ دَى َسب ِْع ْينَ فِرْ قَة‬ ْ َ‫ ِٕا َّن بَنِى ِٕا ْس َرا ِٕى ْي َل ا ْقتَ َرق‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫َرسُوْ ُل هَّللا‬
ُ‫ ْال َجما َ َعة‬: ‫ ِٕااَّل َو ِح َدةً َو ِه َي‬،‫ ُكلُّهَا فِي النَّار‬،ً‫َو َس ْب ِع ْينَ فِرْ قَة‬

Artinya :

Dari Anas ibn Malik berkata Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Bani
Israil akan berkelompok menjadi 71 golongan dan sesungguhnya umatku akan
berkelompok menjadi 72 golongan, semua adalah di neraka kecuali satu golongan, yaitu
al-jama’ah”.

B. HISTORIS KEMUNCULAN ASWAJA

Sejarah kemunculan istilah Aswaja sebagai sebuah nama firqoh (sekte) Islam,
sebenarnya dipengaruhi dari perpecahan dalam Islam titik sejak peristiwa pembunuhan
khalifah Islam ketiga, Utsman bin Affan, Sejak saat itulah episode perpecahan dalam
tubuh Islam dimulai titik dari peristiwa ini muncul serangkaian perang antara para
sahabat Saidina Ali Bin Abi Thalib yang menjadi khalifah saat itu harus berhadapan
perang melawan Sayyidah Aisyah, mertuanya sendiri, yang menuntut is house darah
Utsman bin Affan S dalam perang yang dikenal sebagai perang Jamal ini, puluhan
sahabat besar dan hafal Alquran gugur terbunuh oleh sesama muslim akibat provokasi
dari konspirasi kaum munafik Yahudi Abdullah Ibnu Saba dan kawan-kawan.
Berikutnya, pecah perang shiffin antara pasukan Ali berhadapan dengan pasukan
muawiyah yang kemudian memunculkan peristiwa tahkim arbitrase. Ide tahkim dari
kubu muawiyah menjelang kekalahan pasukannya yang disetujui hal ini kemudian ada
perpecahan di antara pasukan Ali, yang dari sini selanjutnya melahirkan sekte Islam
Syiah yang mendukung kebijakan Ali dan sekte khawarij yang menolak kebijakannya.

3
Sejak kematian Ali bin Abi Tholib pada tahun 40 Hijriyah. Atau 661 masehi; umat
Islam telah telah terpecah setidaknya menjadi 4 kelompok titik pertama, Syiah yang
fanet fanatik kepada Ali dan keluarganya serta membenci mu'awiyah Ibnu Abi Sufyan.
Kedua, waris yang memenuhi bahkan mengakhirkan Ali Bin Abi Thalib dan muawiyah.
Ketiga kelompok yang mengakui kekhalifahan muawiyah. Dan keempat, sejumlah
sahabat antara Ali Ibnu Umar Ibnu Abbas Ibnu Mas'ud dan lain-lain, yang
menghindarkan diri dari konflik dan menekuni bidang keilmuan keagamaan titik dari
aktivitas mereka inilah selanjutnya lahir sekelompok ilmuwan sahabat, yang
mewariskan tradisi keilmuan kepada generasi berikutnya; sehingga melahirkan tokoh-
tokoh mutakallimin, muhaddisin,, mufassirin, dan mutasi titik kelompok ini berusaha
mengakomodir semua kekuatan dan model pemikiran yang sederhana sehingga mudah
diterima oleh mayoritas umat Islam.2

C. DOKTRIN ASWAJA
a. Pengertian Doktrin

Doktrin adalah sebuah ajaran pada suatu aliran politik dan keagamaan serta pendirian
segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, ketatanegaraan secara bersistem,
khususnya dalam penyusunan kebijakan negara. Secara singkat, doktrin ialah ajaran
yang bersifat mendorong sesuatu seperti memobilisasinya.3

b. Doktrin Aswaja

Islam, iman dan ihsan adalah Trilogi agama (addin) yang membentuk tiga dimensi
keagamaan meliputi Syariah sebagai realitas hukum, thoriqoh sebagai jembatan menuju
haqiqoh yang merupakan puncak kebenaran esensial. 4 Tiga dimensi agama ini (islam,
iman dan ihsan), masing-masing saling melengkapi satu sama lain. Keislaman seseorang
tidak akan sempurna tanpa mengintegrasikan keimanan dan keihsanan. Ketiganya harus
berjalan seimbang dalam perilaku dan penghayatan keagamaan umat, seperti yang
ditegaskan dalam firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam secara keseluruhannya. (QS. Albaqarah: 208)

1. Doktrin Keimanan
2

4
Iman adalah pembenaran (tashdiq) terhadap Allah, Rasul dan segala risalah yang
dibawanya dari Allah. Dalam doktrin keimanan, yang selanjutnya termanifestasi
ke dalam bidang tauhid (teologi/kalam) ini, Aswaja berpedoman pada aqidah
Islamiyah (Ushuluddin) yang dirumuskan oleh Abu Al Hasan Al Asy'ari (260
H./874 M. – 324 H./936 M) dan Abu Mansur Al maturidi (w.333 H.)5
Kedua tokoh Aswaja Ini nyaris sepakat dalam masalah aqidah Islamiyah,
meliputi sifat-sifat wajib mustahil dan jaiz bagi Allah, Rasul dan Malaikat nya,
Kendati keduanya berbeda dalam cara dan proses penalaran. Kedua tokoh ini
hanya berbeda dalam tiga masalah yang tidak berakibat fatal. Yaitu dalam
masalah Istishna, Taqwin, dan iman dengan taklid.6
Konsep tauhid Aswaja mengenai af'al atau perbuatan Allah, berada di tengah
antara paham Jabariyah dan di satu pihak dan qodariyah dan mu'tazilah di pihak
lain. Ketik aja baru yang menyatakan paham peniadaan kebebasan dan kuasa
manusia atas segala kehendak dan perbuatannya secara mutlak, sementara
qadariyah dan mu'tazilah menyatakan makhluk memiliki kebebasan dan kuasa
mutlak atas kehendak dan perbuatannya, maka lahirnya Aswaja sebagai sekte
modern di antara dua paham Extreme tersebut. Aswaja meyakini bahwa
makhluk yang memiliki kebebasan kehendak atau ikhtiar namun tidak memiliki
kuasa ataupun perbuatan selain sebatas kasar atau upaya. Dalam keyakinan
Aswaja secara dhohir manusia adalah kuasa atau memiliki kode Rohmah namun
secara batin, manusia adalah majemuk atau tidak memiliki qudroh apapun
2. Doktrin keislaman
Dokter keislaman, yang selanjutnya termanifestasi ke dalam bidang fiqih yang
meliputi hukum hukum legal-formal (ubudiyah, Muamalah, munakahah,
jinayah, siyasah, dan lain-lain), Aswaja berpedoman pada salah satu dari empat
mazhab fiqih : hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hambali.7
Ada alasan mendasar mengenai pembatasan Aswaja hanya kepada madzhab ini
titik di samping alasan otentisitas shopee yang terpercaya melalui konsep konsep
mazhab yang terkodifikasi secara rapi dan sistematis, metodologi pola pikir dari
empat mazhab ini relatif tawazun dalam kurung berimbang tutup kurung dalam

5
menyinergikan antara dalil akal dalam kurung rasio-logis tutup kurung dan Dalil
Naqli dalam kurung teks-teks keagamaan tutup kurung. 4 macam ini yang dinilai
paling moderat dibanding Mas Abu Daud dari yang cenderung tekstualis dan
mazhab mutazilah yang cenderung rasionalistik Jalan Tengah tawassuth yang
ditempuh Aswaja di antara dua kutub ekstrem, yaitu antara rasionalisme dengan
tekstualis ini, karena jalan tengah atau Madura diyakini sebagai jalan paling
selamat di antara yang Selamat jalan terbaik diantara yang baik sebagaimana
yang ditegaskan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya titik2 sebaik-
baiknya perkara adalah tengahnya. Dengan prinsip inilah Aswaja mengakui
bahwa empat mazhab yang mengadukan dalil Alquran Hadis ijma' dan qiyas
dalam kurung analogi tutup kurung, di diakuinya mengandung kemungkinan
lebih besar berada di jalur kebenaran dan keselamatan ada 4 dalil Alquran Hadis
ijma' dan qiyas ini dirumuskan dari ayat titik2 Hai orang-orang yang beriman
taatilah Allah dan taatilah rasulnya dan ulil amri diantara kamu. Kemudian Jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah
Alquran dan rasul sunnahnya dalam kurung Quran surat an-nisa: 59 dalam)
kurung. Disamping itu, Aswaja juga melegalkan taqlid bahkan mewajibkan nya
bagi umat yang tidak memiliki kapasitas dan kualifikasi keilmuan yang
memungkinkan melakukan ijtihad taqlid hanya haram bagi umat yang benar-
benar memiliki kapasitas dan peranti ijtihad sebagaimana yang dikaji dalam
kitab Ushul fiqih. Pintu ijtihad selamanya terbuka Hanya saja umat Islam yang
agaknya dewasa ini enggan memasukinya. Mewajibkan ijtihad kepada umat
yang tidak memiliki kapasitas ijtihad, sama saja memaksakan sesuatu itu diluar
batas kemampuannya. Maka kepada umat seperti inilah tablet dipahami sebagai
kewajiban oleh Aswaja berdasarkan firman Allah. 2 maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan Jika kamu tidak mengetahui titik dalam
kurung S.-nahl. 243 tutup kurung
3. Doktrin keihsanan
4. Tasawuf adalah sebuah manhaj spiritual yang bisa dilewati ekan melalui teori-
teori ilmiah semata melainkan dengan meng- integrasikan antara ilmu dan amal,
dengan jalan melepaskan (takhalli) baju kenistaan (aklhlaq madzmûmah) dan
mengenakan (tahalli) jubah keagungan (akhlag mahmûdah), sehingga Allah

6
hadir (tajalli) dalam setiap gerak-gerik dan perilakunya, dan inilah manifestasi
konkret dari ihsan dalam sabda Rasulullah saw: Ihsan adalah engkau
menyembah Allah seolah engkau melihatNya, dan jika engkau tidak
melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu. Doktrin keihsanan, yang selanjutnya
termanifestasi ke dalam bidang tasawuf atau akhlak ini, ASWAJA berpedoman
pada konsep tasawuf akhlaqi atau amali, yang dirumuskan oleh Imam Aljunaid
Al- Baghdadi dan Al-Ghazali. Limitasi (pembatasan) hanya kepada kedua tokoh
ini, tidak berarti menafikan tokoh-tokoh tasawuf falsafi dari kelompok
ASWAJA, seperti Ibn Al-‘Arabi, Al-Hallaj dan tokoh- tokoh sufi ‘kontroversial’
lainnya.

7
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang (PKPU) merupakan moratorium atau kesempatan bagi debitor agar
dapat menyelesaikan sengketa utangnya dengan melakukan langkah perdamaian dan
musyawarah. Dengan harapan tidak langsung dipailitkan, tetapi memberikan
kesempatan untuk memperbaiki ekonomi agar dapat melunasi utangnya sehingga tidak
merugikan para kreditornya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Aria Suyudi, Eryanto nugroho, Herni Sri Nurbayanti, Analisis Hukum Kepailitan , Cet.
2, Dimensi, Jakarta, 2004,

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan Edisi revisi Berdasarkan UU No.37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang, Percetakan
Universitas Muhammadiyah, Malang, 2008

Robinton Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan, Tinjauan
Yuridis Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan Pemegang Saham Terhadap
Perusahaan Pailit, Pusat Study Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas
Pelita Harapan, Karawaci, 2000.

Siti Soemarti Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, seri
hukum dagang, Seksi Hukum dagang, Fakultas Hukum, Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta, 1981.

Anda mungkin juga menyukai