Anda di halaman 1dari 10

Inkarus Sunnah dan Pembelaan terhadap Sunnah.

Dosen Pengampu:

Dr. Ahmad Mujahid, M. Ag

Disusun oleh:

Bagas Wiradinata

F031191032

PROGRAM STUDI SASTRA ASIA BARAT

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2022
DAFTAR ISI
Inkarus Sunnah dan Pembelaan terhadap Sunnah...............................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1
C. Tujuan Makalah........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................2
A. Inkarus-Sunnah.........................................................................................................2
B. Sejarah Ingkar Sunnah.............................................................................................2
C. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah.......................................................4
D. Pembelaan Terhadap Sunnah...................................................................................5
BAB III PENUTUP................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................8

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kedudukan nash syar’i –al-Qur’an dan as-Sunnah– didalam Islam sangat


agung dan mulia. Keduanya adalah sumber pengambilan hukum dan pedoman
hidup bagi seorang muslim di dunia ini. Kebahagiaan dan keselamatan yang akan
diraih seorang muslim di dunia dan akhirat adalah sangat tergantung sejauh mana
ia berpegang teguh dengan keduanya.

Pengetahuan kita terhadap hadits yang begitu minim untuk


mengidentifikasinya apakah hadits tersebut adalah hadits Shahih, Hasan, Dhaif,
ataupun maudhu’ (palsu) merupakan kelemahan yang tak perlu kita tutupi. Tapi
melihat fenomena ini setidaknya ada upaya kita untuk mempelajari seluk-beluk
hadits dan bagaimana kualitasnya.

Namun, kekhawatiran ini ternyata direspon lebih ekstrim dari segelintir oknum
yang menamai diri mereka dengan golongan Inkar al-Sunnah. Akibat dari efek
hadits palsu yang begitu merajalela menimbulkan suatu sifat yang tidak percaya
lagi terhadap suatu hadits dan dengan serta-merta menjustifikasi bahwa Hadits
bukanlah suatu hal yang tepat untuk dijadikan sebagai hujjah dan argumentasi-
argumentasi sandaran hukum.

Ironis memang, tapi inilah yang terjadi. Mengingat fenomena yang telah kita
rasakan saat ini, penulis merasa penting untuk menyusun suatu makalah
presentatif yang menyinggung perihal Inkar al-Sunnah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Inkarus Sunnah?
2. Bagaimana awal muncul sejarah Inkarus Sunnah?
3. Faktor apa saja yang melatarbelakangi Inkar al-Sunnah?
4. Faktor ulama hadits merespon pembelaan terhadap Sunnah?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian Inkarus Sunnah
2. Untuk mengetahui awal muncul sejarah Inkarus Sunnah.
3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi Inkar al-Sunnah.
4. Untuk mengetahui faktor ulama hadits respon pembelaan Sunnah.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Inkarus-Sunnah
Disini penulis merumuskan bahwa As-Sunnah menurut para muhaddits adalah
apa yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir
(pengakuan), sifat, atau sirah beliau. 1 Dengan definisi ini maka makna as-Sunnah
adalah sama dengan Hadits.

Olehnya, Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar,
Menurut bahasa, artinya “menolak atau mengingkari”, berasal dari kata kerja,
ankara-yunkiru. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti
diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang
sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-
Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham
keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah
untuk dijadikan sebagai sumber sandaran syari’at Islam. Kata “Ingkar Sunnah”
dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam
masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua hukum
Islam.

B. Sejarah Ingkar Sunnah


Berdasarkan dari beberapa referensi, dapat diketahui bahwa ada dua fase
dalam sejarah pembentukan Ingkar Sunnah tersebut, diantaranya:

1. Ingkar Sunnah pada Periode Modern

Tokoh-tokoh kelompok Ingkar Sunnah Modern (akhir abad ke-19 dan


ke-20) yang terkenal adalah Taufik Sidqi (w. 1920) dari Mesir, Ghulam
Ahmad Parvez dari India, Rasyad Khalifah kelahiran Mesir yang menetap di
Amerika Serikat, dan Kasim Ahmad mantan ketua partai Sosialis Rakyat
Malaysia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang tergolong pengingkar Sunnah
secara keseluruhan. Argumen yang mereka keluarkan pada dasarnya tidak
berbeda dengan kelompok ingkar sunnah pada periode klasik.

Tokoh-tokoh “Ingkar Sunnah“ yang tercatat di Indonesia antara lain


adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang Setio Groho
(karyawan Uniliver), Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim

2
Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis (karyawan kantor Departemen Agama
Padang Panjang).

Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang menggunakan argumen


baik dalil naqli maupun aqli untuk menguatkan pendapat mereka, begitu juga
kelompok ingkar sunnah Indonesia. Diantara ayat-ayat yang dijadikan sebagai
rujukan adalah surat an-Nisa’ ayat 87 :

‫ق ِمنَ هّٰللا ِ َح ِد ْيثًا‬ َ ‫ُ ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل هُ ۗ َو لَيَجْ َم َعنَّ ُك ْم اِ ٰلى يَوْ ِم ْالقِ ٰي َم ِة اَل َري‬
ُ ‫ْب فِ ْي ِه ۗ َو َم ْن اَصْ َد‬ ‫هّٰللَا‬

Artinya: Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan
kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih
benar perkataan(nya) daripada Allah?

Kemudian surat al-Jatsiayh ayat 6:

َ‫ث بَ ْع َد هّٰللا ِ َو ٰا ٰيتِ ٖه يُْؤ ِمنُوْ ن‬


ٍ ۢ ‫ي َح ِد ْي‬
ِّ َ ‫ق فَبِا‬ َ ‫ت هّٰللا ِ نَ ْتلُوْ هَا َعلَ ْي‬
ِّ ۚ ‫ك بِ ْال َح‬ ُ ‫ك ٰا ٰي‬
َ ‫تِ ْل‬

Artinya: Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu dengan


sebenarnya; maka dengan perkataan mana lagi mereka akan beriman setelah
Allah dan ayat-ayat-Nya.

Selain kedua ayat di atas, mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan
Rasul kepada umat manusia hanyalah al-Qur’an dan jika Rasul berani
membuat hadits selain dari ayat-ayat al-Qur’an akan dicabut oleh Allah urat
lehernya sampai putus dan ditarik jamulnya, jamul pendusta dan yang
durhaka. Bagi mereka Nabi Muhammad tidak berhak untuk menerangkan
ayat-ayat al-Qur’an, Nabi Hanya bertugas menyampaikan.

2. Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik

Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat,


ketika Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang
menyela untuk tidak perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan
al-Qur’an saja. Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa
“kita tidak bisa membicarakan ibadah (shalat dan zakat misalnya) dengan
segala syarat-syaratnya kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar

3
penjelasan tersebut, orang itu menyadari kekeliruannya dan berterima kasih
kepada Imran.

Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang


dilengkapi dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad
ke-2 Hijriyah pada awal masa Abbasiyah. Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh
puluhan muncul isu adanya sekelompok muslim yang berpandangan tidak
percaya terhadap Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan tidak menggunakannya
sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada akhir tujuh puluhan, kelompok
tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan pahamnya dengan nama,
misalnya, Jama’ah al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan Ingkar
Sunnah, sama-sama hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam
melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun hal-hal
lainnya. Mereka menolak dan mengingkari sunnah sebagai landasan agama.

C. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah


Tidak hanya itu, diantara argument tersebut dapat dijadikan sebagai dasar
pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :

1. Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai


dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu
landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk menolak sunnah secara
keseluruhan. Menurut al- Syafi’I ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban
tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini
fungsi hadits adalah menerangkan secara teknis tata cara pelaksanaannya.
Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai
salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.
2. Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad
sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni
adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu
berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama
sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat
kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan

4
didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat
dipertanggung jawabkan.

D. Pembelaan Terhadap Sunnah


Dalam hal ini, Mencermati keberadaan kelompok inkar al-sunnah tersebut
serta beberapa argumantasi yang mereka kemukakan, baik naqly maupun aqly,
para tokoh-tokoh hadis terkemuka merasa terpanggil untuk meluruskan kembali
pendirian mereka yang dinilai sudah menyimpang. Di antara tokoh- tokoh hadis
tersebut adalah Ibn Hazm, al-Baihaqi, dan al- Syafi’i.
Dalam hal ini, dapat disebutkan beberapa argumentasi yang telah dikemukakan
oleh para tokoh hadis tersebut yang sifatnya meng-kaunter sekaligus
melemahkan argumentasi-argumentasi kelompok inkar al-sunnah. Di antara
argumentasi itu adalah:
1. Imam al-Syafi’i, sebagaimana ulama lainnya, mengakui bahwa memang hadis-hadis
ahad nilainya adalah zanni. Karena proses periwayatannya bisa saja mengalami
kekeliruan atau kesalahan. Oleh karenanya tidak semua hadis ahad dapat diterima dan
dijadikan hujjah, kecuali kalau hadis ahad tersebut memenuhi persyaratan shahih dan
hasan. Sehubungan dengan itu adalah keliru dan tidak benar pandangan yang
menolak otoritas kehujjahan hadis-hadis secara keseluruhan.
2. Penguasan bahasa Arab dengan baik adalah diperlukan untuk memahami
kandungan al-Qur’an. Namun demikian, bukanlah berarti orang lantas boleh
meninggalkan sunnnah Nabi saw., sebaliknya dengan menguasai bahasa Arab
seseorang justru akan mngetahui bahwa al-Qur’an sendirilah yang menyuruh
umat Islam agar menerima dan mengikuti sunnah Nabi saw., yang
disampaikann oleh periwayat yang dipercaya (al- sadiqun), sebagaimana
mereka telah disuruh menerima dan mengikuti al-Qur’an.
3. Hadis yang dikemukan oleh kelompok inkar al-sunnah
untuk menolak kehujjahan hadis Nabi saw., dinilai al- Syafi’i sebagai
munqathi’ (terputus sanadnya). Jadi hadis yang dimajukan oleh kelompok
inkar al-sunnah adalah hadis yang berkualitas dha’if, dan karenanya tidak
layak dijadikan sebagai argumentasi. Perlu kiranya digarisbawahi di sini
bahwa kelompok inkar al-sunnah, mengingat sikap mereka yang menolak
kehujjahan hadis Nabi saw., ternyata tidak konsisten dalam mengajukan
argumentasi. Ketidak konsistenan itu tampak jelas ketika mereka juga
mengajukan hadis sebagai salah satu argumentasi mereka untuk
5
menolak kehujjahan hadis, dan bahkan hadis yang dimajukan itu berstatus
dha’if.21 Argumentasi-argumentasi yang dimajukan oleh al-syafi’i ternyata
cukup ampuh untuk membuat kelompok inkar al- sunnah abad klasik ini
menyadari kekeliruan mereka, dan kemudian kembali mengakui kehujjahan
hadis Nabi saw. Tidak hanya itu, al-Syafi’i bahkan berhasil membendung
gerakan kelompok inkar al-sunnah ini selama hampir sebelas abad. Atas jasa-
jasanya itulah para ulama hadis belakangan memberinya gelar kehormatan
sebagai nashir al-sunnah (penolong sunnah) atau multazim al-sunnah (pembela
sunnah).
4. Kata “tibyan” (penjelas) yang termuat dalam al-Qur’an, surat al-Nahl (16): 89,
mencakup beberapa pengertian yakni:
(1) ayat-ayat al-Qur’an secara tegas menjelaskan adanya berbagai kewajiban,
larangan dan teknik dalam pelaksanaan ibadah tertentu,
(2) ayat-ayat al-Qur’an menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya
global
(3) Nabi saw. menetapkan suatu ketentuan yang tidak dikemukakan secara
tegas dalam al-Qur’an.
Berdasarkan al-Qur’an, surat al-Nahl (16): 89, tersebut hadis Nabi saw.
merupakan sumber penjelasan ketentuan agama Islam. Ayat dimaksud sama
sekali tidak menolak keberadaan hadis Nabi saw., bahkan memberikan
kedudukan yang sangat penting yaitu sebagai sumber ajaran Islam yang kedua
setelah al-Qur’an.

6
BAB III PENUTUP
Berdasarkan hasil kajian di atas, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1)Inkar al-Sunnah merupakan golongan yang tidak percaya dengan Sunnah nabawiyah
lantaran maraknya hadits palsu. Anggapan mereka bahwa otoritas sumber ajaran
agama Islam hanya berdasarkan pada Al-Quran belaka. Hal ini berdasarkan dengan
argument-argumen mereka terhadap Al-Quran itu sendiri.

2) Inkar al-Sunnah adalah hal yang begitu meresahkan kita, terlebih menyangkut
tentang kehidupan beragama Islam. Tentunya tindakan kita adalah lebih selektif
dalam menemukan suatu hadits, secara rasional dapat dipahami keadaan matannya.

Namun, tidak hanya sepihak mengandalkan rasio tentunya, direkomendasikan untuk


mentakhrijnya sehingga mengatahui status hadits tersebut yang sebenarnya.
Berkenaan dengan inkar al-Sunnah tentunya kelemahan pemikiran mereka ini bukan
menjadi virus tersendiri bagi kita bahwa Al-Quran dan Al-hadits adalah pokok
sumber rujukan umat muslim yang sebenarnya.

3) Semua argumentasi yang dikemukakan oleh kelompok ingkar sunnah sangat


lemah, sehingga dengan mudah argumen mereka terhadap pengingkaran sunnah
dengan mudah dipatahkan oleh para ulama.

7
DAFTAR PUSTAKA
Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Ma’had ad-Dirasati al-
Islamiyah, 1986.

Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya, Jakarta:
Gema Insani Press.

Ali Mustofa Ya’qub, Kritik Hadis, Cet. I.,Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995

Muhammad Abu Zahrah, Asy-Syafi’i Hayatuhu wa ‘Ashruh: Ara’uh wa Fiqhuh,


Mathba’ah Al-Mahadi, Cairo, 1996.

Anda mungkin juga menyukai