Anda di halaman 1dari 16

Tugas Makalah Telaah Puisi Arab 2

Telaah Syair Wasf al-Qalbi oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah

Disusun Oleh :

Bagas Wiradinata; F031191032; 2019

MAKASSAR

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU BUDAYA

2021
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyang.
Segala puji kita panjatkan atas kehadirat-Nya yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyelasaikan makalah ini yang berjudul TELAAH SYAIR
WASF AL-QALB Oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah ini dengan seyogyahnya.

Tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan dalam penafsiran syair,


oleh karenanya kami masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun guna
untuk meningkatkan kualitas kerja kami dalam menelaah puisi atau syair.

Makassar, 13 – Maret – 2021

Makassar

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.4 Tujuan dan Manfaat.................................................................................................4
BAB 2. PEMBAHASAN..................................................................................................5
2.1 Tema Besar dan Kecil..............................................................................................6
2.2 Athifa atau rasa........................................................................................................6
2.3 Khayal atau Imajinasi :.............................................................................................7
2.4 Fikrah atau Pikaran :................................................................................................7
2.5 Titik Keakuratan :....................................................................................................8
2.6 Gaya Bahasa (al-Ushlub) :.......................................................................................8
2.7 Pertanyaan Hasil Diskusi Kelompok 1.....................................................................9
BAB 3. PENUTUP..........................................................................................................11
3.1 Kesimpulan............................................................................................................11
3.2 Saran......................................................................................................................12

iii
1

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara teori, semua karya sastra mengandung produk pemikiran yang
bernilai estetis. Syair adalah karya sastra yang paling tinggi, karena ia lebih tinggi
kadar imajinasinya disbanding yang lainnya.

Syair-syair gubahan Ibn Qayyim bisa dilihat dari dua kitabnya yaitu
Majmu’ah al Qasidah al-Nuniyah yang berjumlah 6.000 bait dan Majmu’ah al-
Qasidah al-Mimiyah yang berjumlah 279 bait, dan syair-syair lainnya yang
tersebar dalam berbagai karyanya. Hasil karya sastra seperti ini penulis tidak
temukan pada enyair lainnya. Di Antara jenis syair wasf karya Ibn Qayyim antar
lain wasf al-dunya, wasf al-Qalbi, wasf al-Nisa, wasf al-Janna, dan lain-lain.
Kandungan Majmu’ah itu antara lain mengungkap faham mazhab Hambali dan
kritik social dari situasi dan kondisi pada masa itu. Tulisan ini difokuskan pada
wasf al-Qalb (deskripsi hati), karena hati merupakan bagian dari diri manusia
yang menjadi penentu kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Di
samping itu hati sangat erat kaitannya dengan perilaku, iman, dan amal salih
manusia di dunia yang diharpkan akan membuahkan kebahagiaan di akhirat, yakni
surga.

Sebelum itu, untuk memahami kandungan pemikiran Ibn Qayyim dalam


konteks syair wasf, terutama tentang hati diperlukan pengetahuan apa yang
melatarbelakangi kemunculan syair tersebut pada saat itu. Ibn Qayyim adalah
seorang tokoh besar yang Namanya sangat terkenal di dunia Islam. Ia adalah
seorang faqih, muhaddis, teolog, psikolog, linguis dan sebagainya. Ia lahir dan
hidup pada masa Islam dalam zaman kegelapan atau the age of decadence (zaman
kemunduran), tepatnya pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk (648 – 793
H/1250 - 1390 M), yaitu pada masa pemerintahan Sultan Asyrag Khalil (689 –
693 H/1347 – 1351 M) sampai masa pemerintahan Nasiruddin Hasan (748 – 752
H/1347 – 1351 M), terpaut 35 tahun setelah peristiwa jatuhnya Baghdad ke tangan
tentara Mongol. Pada saat itu kota Baghdad dikuasai bangsa Mongol yang
dipimpin Hulaghu Khan. Sedangkan Mesir bisa dipertahankan oleh penguasa
2

Dinasti Mamluk yang menang dalam pertempuran di Ain Jalut (Syira) yang
dipimpin Baybars 1260 – 1277 M.

Kehidupan Ibn Qayyim diwarnai dengan berkembangnya aliran-aliran


teologi antara lain mazhab Rafidah dan Syi’ah di Khurasan dan Irak, mazhab
Zaidiyah di Yaman dan mazhab Asy’ariyah yang dianut oleh mayoritas umat
Muslim saat itu. Aliran teologi yang sangat ditentang dan dikritik oleh Ibn
Qayyim dan gurunya Ibn Taimiyah adalah aliran Mu’tazilah dan Jahmiyah. Dalam
hal ini Ibn Qayyim menulis karya yang berjudul al-Sawaiq al-Mursalah ‘ala al-
Jahmiyah wa al-Mu’tazilah, untuk mengonter paham-paham aliran itu. Dalam
buku ini penulis temukan beberapa pemikiran Ibn Qayyim yang tertuang dalam
bentuk bait-bait syair yang indah dalam upaya membantah pemikiran-pemikiran
yang dianggap menyimpang dari syariah Islam. Ibn Qayyim juga menulis buku
yang berjudul Syifa al-Alil yang di dalamnya banyak mengkritik pemikiran aliran
Jabariyah dan Qadariyah. Selain berkembangnya aliran-aliran mazhab teologi,
juga diwarnai dengan semaraknya perkembangan filsafat dengan munculnya Ibn
Sina dan al-Farabi, di samping berkembang pula aliran-aliran tasawuf, antara lain
tasawuf falsafinya Muhyiddin Ibn Arabi.

1.2 Identifikasi Masalah


Dalam kajian sastra Arab disebutkan bahwa sebuah ungkapan dapat
dikategorikan sebagai karya sastra, baik genre syair maupun genre prosa, apabila
memenuhi empat unsur, yaitu 1.) Rasa (athifah), 2) imajinasi (al-Khoyal), 3)
gagasan (al-fikroh), 4) Bentuk (Shurah). Ada yang menyebut al-fikrah dengan
istilah tema (al-ma’na) dan surah dengan gaya bahasa (al-uslub). Namun, pada
telaah puisi arab kali ini, penulis hanya akan membahas beberapa poin saja, yaitu:

1. Rasa (athifah)

Ada dua istilah yang oleh para satrawan sering kali disamakan dengan
rasa, yaitu feeling ad emosi. Feeling adalah sikap sang penyair terhadap pokok
permasalahan atau objeknya (Henry Guntur Tarigan;1993:11). Sedangkan emosi
adalah keadaan bathin yang kuat, yang memperlihatkan kegembiraan, kesedihan,
keharuan, atau keberanian yang bersifat subyektif (Syamsir Arifin: 1991; 40).
3

Menurut A.Syayib pengertian emosi inilah yang memiliki kesamaan dengan


pengertian rasa sastra.

2. Imajinasi (al-Khoyal)

Imajinasi adalah kemampuan menciptakan citra dalam angan-angan atau


pikran tentang sesuatu yang tidak diserap oleh panca indra atau yang belum
pernah dialami dalam kenyataan (Panuti Sudjiman; 1990: 36). Dalam karya satra
imajinasi merupakan unsur yang sangat penting. Ia dapatr membantu sastrawan
merekam peristiwa yang telah berlalu dan yang akan datang. Andaikata tidak ada
imajinasi, niscaya kehidupan manusia menjadi miskin (M. Abd Al-Mun’im
Khafaji: 1995; 52). Imajinasi tidaklah sama dengan realitas sesungguhnya,
walaupun ia tetap berpangkal pada kenyataan dan pengalaman. Oleh karena itu,
sastra tidak terikat oleh kenyataan, kebenaran dan kedustaan. Maksudnya, bukan
berarti sastra tidak dapat merealisasikan kenyataan, karena hal itu memang bukan
tujuan sastra. Jadi, sastra merupakan perasaan yang tidak mengungkapkan
kenyataan, kebatilan, kebenaran, dan kedustaan. Inilah yang membedakan karya
sastra dengan ilmu pengetahuan lainnya (Syauqi Dhaif: t.t:11).

3. Gagasan/Pemikiran (al-Fikroh)

Pada umumnya, gagasan dalam karya sastra banyak dipengaruhi faktor-


faktor yang ada di luar, misalnya keadaan sosial, perkembangan politik, budaya,
dan juga diwarnai oleh faktor Psikologi pengarang. Dengan demikian, terdapat
hubungan timbal balik antara peristiwa sejarah dengan gagasan yang dituangkan.
Yang dimaksud dengan hubiungan timbal balik di sini adalah sastrawan yang
mengangkat kehidupan sosial masyarakat sebagai bahan penciptaan, dan karya
sastra yang diciptakan mampu menggambarkan kembali kehidupan sosial
masyarakat kepada masyarakat pembaca, serta memberikan sikap atau penilaian
terhadapnya (Aminudin; 2000: 197).

4. Titik keakuratan

Yaitu kelihaian seorang penyair bagaimana ia dapat membawa imajinasi


pembaca ataupun pendengar kearah tujuan yang diinginkan sebagaimana isi dan
pesan yang ada didalam syair tersebut. Pada umunya, dalam sebuah kalimat/bait
4

syair, tidak semua dapat dikatakan sebagai titik keakuratan. Hanya beberapa
kategori kata saja yang dapat dikatakan sebagai titik keakuratan, diantaranya;
nama (benda, tempat, dll), penyebutan nama itu sendiri, penyebutan warna dan
pergerakan.

5. Tema Besar dan Tema Kecil

Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal,
salah satunya dalam membuat suatu tulisan. Pada setiap tulisan pastilah
mempunyai sebuah tema, karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus
memikirkan tema apa yang akan dibuat. Pada karya sastra tema adalah gagasan
(makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur
semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat
motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit. Tema bisa berupa persoalan
moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan
masalah kehidupan. Tema juga bisa berupa pandangan pengarang, ide, atau
keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

6. Gaya Bahasa (al-Ushlub)

Dalam hal ini, kami hanya menjelaskan beberapa gaya bahasa yang telah
dijelaskan dipertemuan kelas telaah puisi arab, yakni Kinayah, Tasybih, dan
Isti’arah, dengan pembagiannya masing-masing.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa tema besar dan kecil dari syair Ibn Qayyim al-Jauziyyah?

2. Bagaimana Athifa, Pemikiran, Titik Keakuratan, serta Gaya Bahasa dari syair
Ibn Qayyim al-Jauziyyah?

1.4 Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui tema besar dan kecil dari syair wasf al-Qalbi yang ditulis
oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah

2. Untuk mendeskripsikan kajian sastra arab dari syair wasf al-Qalbi milik Ibn
Qayyim al-Jauziyyah.
5
6

BAB 2. PEMBAHASAN
Syair Wasfh al-Qalbi karya Ibn Qayyim Al-Jauziyyah

ِ ِ
‫ض ِر ُم‬
ْ َ‫ك ي‬
َ ‫اها َبنْي َ َجْنَبْي‬ َ ‫َويَا ُم ْوق ًدا نَ ًارا لغَرْيِ َك‬
َ َ‫ض ْو ُؤ َها َو َحٌّر لَظ‬

‫ت َتْر ُج ْوهُ يُطْعِ ُم‬ ‫ن‬


ْ ‫ك‬
ُ ‫د‬
ْ ‫ق‬
َ ‫ي‬ ِ َّ‫أَه َذا ج العِْل ِم الَّ ِذي قَ ْد َغرسته وه َذا ال‬
‫ذ‬
َ ْ َ َ َُْ َ ْ ‫َ َىَن‬

‫َّاريْ ِن َجاهٌ َو ِد ْر َه ُم‬ ِ ِ ُّ ‫وه َذا هو احل‬


َ ‫ظ الَّذ ْي قَ ْد َر ِضْيتَهُ لَن ْف ِس‬
َ ‫ك يَفْ الد‬ َ َُ َ َ

ِ ِ ِّ ‫وه َذا هو‬


ْ ‫الربْ ُح الَّذ ْي قَ ْد َكسْبتَهُ لَ َع ْمُر َك اَل ِربْ ٌح َواَل األ‬
‫َص ُل يَ ْسلَ ُم‬ َُ َ َ
Wahai orang yang menyalakan api untuk menerangi orang lain,
sementara dirinya terbakar dengan panasnya api itu.

Inikah ilmu yang kau petik dari yang kau tanam, dan inikah buah yang
kau harapkan untuk dimakan.

Inikah jalan yang kau sukai untuk dirimu di dunia dan akhirat yakni
kedudukan dan uang.

Inilah keuntungan yang engkau telah usahakan, demi umurmu tidak


ada keuntungan dan tidak ada asal (pokok) yang bisa
menyelamatkanmu.
7

2.1 Tema Besar dan Kecil


Melihat dari syair Ibn Qayyim Al-Jauzziyyah tersebut, kami memutuskan untuk
mengambil tema besar yakni Kerugian yang Menyesatkan karena Kesesatan,
alasan kenapa kami memutuskan untuk tema tersebut yakni merupakan perspektif
pribadi dari pembaca.

Adapun tema kecil akan kami uraikan sebagai berikut :

1. Bait pertama bertemakan Kejahilan, yakni kami melihat dari segi sastra bahwa
orang yang menjadi objek dari syair tersebut itu tidak mengetahui kebenaran akan
perbuatannya yang di syair tersebut di tulis dengan kata “Wahai orang yang
menyalakan api,,,,”, hal tersebut menandakan kebodohan objek yang dibicarakan
dalam melakukan sesuatu.

2. Bait kedua dan ketiga bertemakan Kemalangan, kami memutuskan untuk


membuat tema dari kedua bait ini sama dikarenakan mempunyai aspek yang sama
walaupun sebenarnya memberikan makna yang berbeda. Kemalangan disini
dijelaskan oleh Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dengan memberikan pernyataan Inikah
Ilmu pada bait pertama dan Inikah Jalan yang menandakan bahwa objek yang
dibicarakan sangatlah berada pada kesesatan yang dimana ia lebih memilih
sesuatu yang bersifat materil dan fana.

3. Bait ke-empat bertemakan Nasihat, hal tersebut sangat tergambarkan ketika Ibn
Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan “,,,tidak ada keuntungan dan tidak ada asal
(pokok) yang bisa menyelamatkanmu.”, yang dimana penulis memberikan sebuah
nasihat kepada objek syair bahwasanya apa yang ia telah lakukan tidaklah
bermanfaat dan tidak pula tertolongkan.

2.2 Athifa atau rasa


kami memberdakan antara segi penyair dan pembaca, yakni:

a. Sudut Pandang Penyait:

1. Menegur

2. Pada Bait kedua dan ketiga sama yakni Prihatin

3. Ketidaksenangan
8

b. Sudut Pandang Pembaca :

1. Sedih

2. Pada bait kedua dan ketiga sama yakni Kasihan

3. Iba atau Simpati

2.3 Khayal atau Imajinasi :


Penyair :

1. Seorang yang berbohong dalam berdakwah

2. Sorang yang buta akan apa yang dia dapat dari hasil kerjanya

3. Seorang yang buta akan agama

4. Hasil yang tidak akan terselamatkan

Pembaca :

1. Seorang yang tersesat akan petunjuk

2. Buah yang tidak bernilai

3. Kedudukan dunia yang fana

4. Kegelapan yang tidak terselematkan

2.4 Fikrah atau Pikaran :


1. Penyair menegur seseorang yang di mana ia menyebarkan kebohongan yang
berkedok kebenaran sedangkan ia sendiri tersesat akan petunjuk. Bait ini juga
menjelaskan kepada kita bahwa janganlah kita memberikan informasi palsu guna
untuk meyakinkan seseorang, karena hal tersebut bukan hanya menyesatkan orang
lain tetapi juga menyesatkan diri sendiri.

2. Pada bait menjelaskan bahwa apakah buah atau hasil itu yang dapat
memuaskanmu sedangkan hal itu tidaklah bernilai sama sekali (Jelaskan dengan
cara rasional). Hal tersebut juga memberikan kita pemahaman bahwa ketika kita
ingin mendapatkan hasil yang baik dari usaha kita, maka haruslah kita
9

melakukannya dengan baik dan tidak mencampurkan didalamnya sebuah


kebohongan atau keburukan.

3. Koheren dengan bait sebelumnya yang menekankan bahwa apakah hanya itu
yang ingin engkau dapatkan padahal itu tidaklah abadi dan bernilai jika
dibandingkan dengan akhirat. Bait ini menjelaskan kepada kita bahwa hal yang
kita usahakan jika hanya untuk mendapatkan materil atau yang bersifat duniawi
maka hal tersebut tidaklah mendapat keberkahan didalamnya, selayaknya kita
tidak terlalu menggantungkan diri terhadap dunia melainkan akhirat yang abadi.

4. Pada bait ke-empat menjelaskan bahwa sesuatu yang didapatkan dengan


keburukan maka tidak ada sesuatu yang dapat menolong keburukan tersebut
melainkan akan selamanya berada pada kegelapan.

2.5 Titik Keakuratan :


1. Api, disini penyair menggunakan kata tersebut untuk memberikan permisalan
terhadap keburukan atau kebohongan yang objek telah lakukan.

2. Buah, kata ini menggambarkan hasil atau harapan dari objek yang ingin
dapatkan

3. Kedudukan dan Uang, kata tersebut menggambarkan hasil duniawi yang objek
inginkan

4. Umur, dalam hal ini penyair mengisyaratkan bahwa selama proses atau usaha
yang objek telah lakukan itu tidak mempunyai keuntungan dan tidak dapat
tertolongkan.

2.6 Gaya Bahasa (al-Ushlub) :


Kinayah :

a. Kinayah ‘An Mausuf

1. Wahai orang yang menyalakan api, kata tersebut mempunyai Kinayah


yang berarti bahwa orang atau objek yang dibicarakan itu adalah seorang yang
menyebarkan api atau kebohongan.

Isti’arah :
10

a. Tashrihiyyah :

1. Wahai orang yang menyalakan api untuk menerangi orang lain,


menyalakan api dalam bait ini adalah orang yang menyebarkan atau memberikan
keburukan dan menerangi disini berarti memberi dengan sesuatu yang tertutup
dalam artian secara dzohir hal tersebut merupakan dakwah tetapi secara sastra hal
itu hanyalah kebohongan belaka.

2. Inikah ilmu yang kau petik dari yang kau tanam, kata petik disini
berartikan semua ilmu yang telah ia dapat dan tanam disini berartikan usaha yang
telah ia lakukan. Hal tersebut menjelaskan bahwa objek hanya berusaha untuk
melakukan atau menyebarkan keburukan walaupun ia telah bersusah payah untuk
mendapatkan ilmu yang ingin dia sebarkan tersebut.

b. Makniyyah

1. sementara dirinya terbakar dengan panasnya api itu, panasnya api


disini penyair mengisyaratkan hal itu adalah hasil keburukan yang objek lakukan
akan kembali kepadanya. Dengan arti lain, bahwa semua keburukan yang kita
lakukan terhadap orang lain, hal itu akan kembali kepada kita.

2. dan inikah buah yang kau harapkan untuk dimakan, kaya buah tersebut
menandakan hasil yang objek harapkan untuk didapat.

2.7 Pertanyaan Hasil Diskusi Kelompok 1


1. Jelaskan asal muasal kenapa syair ini dikeluarkan. (Mildayanti)

= Pertama, kita harus melihat dari konteks syair ini dikeluarkan. Kehidupan
Ibn Qayyim diwarnai dengan berkembangnya aliran-aliran teologi pada masa
kemunduran Islam antara lain mazhab Rafidah dan Syi’ah di Khurasan dan Irak,
mazhab Zaidiyah di Yaman dan mazhab Asy’ariyah yang dianut oleh mayoritas
umat Muslim saat itu. Aliran teologi yang sangat ditentang dan dikritik oleh Ibn
Qayyim dan gurunya Ibn Taimiyah adalah aliran Mu’tazilah dan Jahmiyah. Dalam
hal ini, kita dapat melihat bahwa syair ini dikeluarkan oleh Ibn Qayyim Al-
Jauziyyah untuk mengkritik beberapa ustadz atau da’i pada zaman tersebut.
11

2. Pada bait pertama, kenapa penyair menggunakan kata menyalakan api dan
kepada siapa itu ditujukan (Gita Sabrilah).

= Pertanyaan ini hampir mirip dengan yang pertama, yakni menyalakan api
disini berartikan bahwa orang yang sering menyebarkan kebohongan dan
keburukan kepada orang lain. Dan jika ditanyakan mengenai kepada siapa syair
ini ditujukan, untuk konteks pada zaman penyair, maka hal ini ditujukan kepada
beberapa da’i yang berada pada zaman itu. Jika dilihat secara sastra, maka hal ini
berlaku untuk semua orang yang menyebut dirinya seorang da’i yang
menyebarkan kebenaran padahal hal itu hanyalah sebuah kebohongan.
12

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertama, gambaran hati menurut perspektif Ibn Qayyim adalah ibarat raja.
Kedudukan raja adalah pemimpinan di suatu negara, tidak ada pengatur yang
lebih berkuasa di suatu negara kecuali seorang raja. Dialah yang menggerakkan
seluruh anggota badan manusia. Hati menggerakkan seluruh anggota badan untuk
meakukan pekerjaan yang baik atau buruk.

Kedua, ketika berbicara tentang hati yang sehat, Ibn Qayyim


menggambarkannya laksana “Baitullah” (ka’abh). Ia adalah tempat segala
kebaikan, kecintaan, dan keikhlasan. Jika hati merupakan tempat segala kebaikan,
hendanya hati diposisikan manusia untuk senantiasa beramal salih dalam setiap
perilakunya. Tidak ada sedikitpun manusia untuk berbuat jahat karena
dikendalikan hati yang menjadi sumber semua kebaikan.

Ketiga, hati diumpamakan seperti “lembah”. Hati lapang mampu


menampung ilmu yang banyak, sedangkan hati yang sempit hanya sebatas
ukurannya saja. Allah memberi dua perumpamaan dalam wahyu kepada
hambaNya dengan air dan api. Dia memberikan contoh dengan air karena
mengandung kehidupan dan dengan api karena mengandung penerangan. Allah
menggambarkan bahwa air itu mengalir ke lembah-lembah menurut ukurannya.

Keempat, Ibn Qayyim mendeskripsikan hati laksana “mayyit”. Hati yang


mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai
perintah-Nya dan tidak melakukan yang disenangi dan diridai-Nya. Hati yang
selalu memperturutkan hawa nafsu dan kesenangan pasti mendatangkan amarah
dan murka Tuhannya.

Kelima, ia menggambarkan hati laksana “racun” dalam tubuh. Hati yang


demikian itu adalah hati yang hidup tetapi sakit. Hati seperti ini mempunyai dua
materi utama, yang terkadang lebih dominan dari yang lain. Dalam hati seperti ini
juga mahabbatullah (mencintai Allah), mempercayai, ikhlas mengabdi, dan sikap
tawakkal kepada-Nya.
13

Secara garis besar, Ibn Qayyim mengatakan di saat hati disifati dengan
kehidupan dan kematian, maka hati terbagi dalam 3 kondisi: yakni pertama, wasf
al-qalb (gambaran hati) yang sehat, kedua, wasf al-Qalbi (gambaran hati) yang
mati, dan ketiga, wasf al-Qalb (gambaran hati) yang sakit.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan.
Perspektif atau pandangan penulis makalah yang kurang dalam memahami
kondisi real dari penyair membuat deskripsi dari syair Ibn Qayyim al-Jauziyyah
ini sedikit kurang tepat. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkajian lebih dalam
terkait ilmu Sastra Arab atau Sya’ir Arab itu sendiri agar translitrasi makna dari
puisi atau syair dapat lebih dipahami secara komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai