Anda di halaman 1dari 27

SEJARAH PUISI DAN PERKEMBANGANNYA ( Tarikhu Al-

Syi’ri Wa Nasy-atuhu )
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Puisi
Dosen pengampu : Dr. Fadlil Yani Ainusyamsi, M.A.

Disusun Oleh :
Irwansyah 1205
Marwan Abdul Hafizh 1205
Muhammad Albar Ramadhan 1205
Muhammad Faizin Algifari 1205

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin,
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah dengan judul “Sejarah dan Permulaan Puisi ” ini disusun dengan tujuan
untuk melengkapi tugas terstruktur mata kuliah Puisi. Melalui makalah ini, kami
berharap agar kami dan pembaca mampu mengenal lebih jauh sejarah puisi serta
permulaannya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam proses penyusunan makalah ini khususnya kepada dosen mata kuliah Puisi,
yaitu Bapak Fadlil Yani Ainusyamsi yang bersedia membimbing dan
mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.
Demikian, makalah ini kami hadirkan dengan segala kelebihan dan kekurangan.
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini,
sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan bagi para pembaca umumnya dan khususnya bagi kami.

Bandung, 12 Maret 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Jahili.................................................3
2.2. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Permulaan Islam...........................10
2.3. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Umayyah........................................17
2.4. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Abbasiyah......................................17
2.5. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Modern...........................................22
BAB III..................................................................................................................23
PENUTUP.............................................................................................................23
3.1. Kesimpulan............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Arabia sangat terkenal dengan kemahirannya dalam bidang
bahasa dan sastra, terutama syi’ir. Bahasa mereka sangat kaya sebanding dengan
bahasa bangsa Eropa sekarang ini. Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa
dan sastra merupakan kontribusi mereka yang cukup penting terhadap
perkembangan dan penyebaran Islam. Kemajuan kebudayaan mereka dalam
bidang bahasa dan sastra tidak diwarnai dengan semangat kebangsaan Arab,
melainkan diwarnai oleh semangat kesukuan Arab. Pujangga-pujangga syair
zaman jahiliyah membanggakan suku, kemenangan dalam suatu pertempuran,
membesarkan nama tokoh-tokoh dan pahlawan, serta leluhur mereka. Mereka juga
memuja wanita dan orang-orang yang mereka cintai dalam syi’ir-syi’ir mereka.
Namun seiring berkembangnya zaman ketertarikan untuk mempelajari sya’ir-
sya’ir semakin menurun. Padahal jika ditinjau lebih dalam, sya’ir sangatlah
berguna khususnya bagi umat muslim untuk mengetahui tentang sejarah
kebudayaan dan peradaban Islam, dimana hal tersebut dapat dipelajari salah
satunya dari sejarah sastra Arab khususnya sya’ir Arab zaman jahiliyah hingga
sya’ir Arab zaman modern. Untuk itu, makalah ini disusun guna memberikan
wawasan kepada pembaca tentang syi’ir Arab agar eksistensi dan ketertarikan
generasi muda terhadap Bahasa dan Sastra Arab tetap terjaga.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini dapat dijabarkan dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana sejarah dan perkembangan puisi pada zaman jahili ?
1.2.2. Bagaimana sejarah dan perkembangan puisi pada zaman permulaan islam ?
1.2.3. Bagaimana sejarah dan perkembangan puisi pada zaman umayyah ?
1.2.4. Bagaimana sejarah dan perkembangan puisi pada zaman abbasiyah ?
1.2.5. Bagaimana sejarah dan perkembangan puisi pada zaman modern ?

1
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.3.1. Mengetahui sejarah dan perkembangan puisi pada zaman jahili.
1.3.2. Mengetahui sejarah dan perkembangan puisi pada zaman permulaan islam.
1.3.3. Mengetahui sejarah dan perkembangan puisi pada zaman umayyah.
1.3.4. Mengetahui sejarah dan perkembangan puisi pada zaman abbasiyah.
1.3.5. Mengetahui sejarah dan perkembangan puisi pada zaman modern.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Jahili
Terdapat beberapa pendapat tentang awal permulaan datangnya syair pada
zaman Jahili. Syair Jahiliyah lahir dari atas punggung unta dan kuda, di bawah
bayang-bayang oase pohon kurma, di atas debu gurun pasir, di bawah naungan
langit yang kering, serta irama alam padang sahara lainnya. 1 Menurut penulis
buku al-Mufashshal fi Târikh al-Adab al-Arabi, secara historis sangat sulit
menentukan kapan syair Arab Jahiliyah mulai muncul dalam tradisi masyarakat
Arab, sebab biasanya setiap ilmu atau suatu kreatifitas seni, muncul pertama
kalinya dalam ketidaksempurnaan dan banyak kekurangan yang kemudian secara
perlahan-lahan berproses menuju kesempurnaan, sedangkan syair Jahiliyah
sampai ke tangan kita dengan performa dan gaya bahasa yang matang dan
sempurna, baik dari aspek wazan (matra), lafaz, maupun maknanya.
Tradisi bersyair di kalangan masyarakat Arab ini, diduga telah ada jauh
sebelum agama Islam lahir, sekitar dua abad sebelum Hijriyah, yang saat ini lebih
dikenal dengan istilah syair Jahiliyah. Menurut penulis al-Mufashshal, syair
pertama yang sampai ke tangan kita adalah syair Ayyâm Harb al-Basûs atau kisah
perang Basus. Dari data tersebut, syair Jahiliyah diperkirakan lahir sekitar 130
tahun sebelum Hijrah sebelum munculnya syair tersebut. Para penyair Arab
Jahiliyah biasanya menggubah syair untuk mengungkapkan peristiwa yang terjadi,
atau perasaan yang mereka alami yang kemudian mereka dendangkan. Menurut
sebagian riwayat, penyair pertama Arab Jahiliyah yang melakukan hal itu adalah
al-Muhalhil ibn Rabî’ah paman Umru al-Qais dan Umru al-Qais sendiri pada
akhir abad ke-5 Masehi.2 Pada saat itu, ia dalam duka untuk menangisi dan
meratapi saudanya yang terbunuh dalam sebuah peperangan, saudaranya ini
bernama Kulaib. Dan setelah itu tiba·tiba beruntun munculah penyair dan bahkan
beberapa orang penyair dari tiap-tiap kabilah, untuk mengungkapkan perasaan
atau intuisinya sesuai dengan inderanya. Karena hasil karyanya mendapat

1
Lajnah, Al-Mūjaz Fi al-Adab al-‘Arabi Wa Tārikhihi; al-Adab al-Jâhili, 56.
2
al-Iskandari, Al-Mufashal Fi al-Adab al-‘Arabi, 41.

3
sambutan baik, maka mereka terus berkarya. Menurut pendapat lain, syair
Jahiliyah awal menggunakan bahr Rajaz yang dianggap sebagai performa syair
yang paling sederhana, yaitu menggunakan wazan mustaf’ilun-mustaf’ilun-
mustaf’ilun, lalu setelah itu para penyair bereksplorasi dengan bahr-bahr lainnya.
Setelah diterangkan di atas, bahwa Muhalhil adalah pencetus atau perintis
puisi yang pertama dalam hasil karya sastra Arab Jahili, namun hal ini bukan
berarti bahwa permulaan timbulnya puisi Arab itu dimulai pada masa Muhalhil.
Bahkan telah lama sebelum Muhalhil puisi Arab telah ada, hanya saja hasil puisi
Arab Kuno itu. telah lenyap ditelan masa. Dan pendapat ini didukung oleh
beberapa bukti bait penyair Jahili sendiri yang mengatakannya bahwa sebelum
Muhalhil sudah ada hasil puisi di kalangan bangsa Arab.
‫خزامى‬ ‫ابن‬ ‫نبكى الديار كما بكى‬ ‫أجاء على الطلل المحيط‬
Mari kita kembali pada puing yang telah runtuh, karena kami akan dapat
mengenang dan menangisi kembali kekasih yang telah tiada, sebagaimana yang
dilakukan oleh Jbnu Khuzama. ( Umru 'ul Qais )
‫مكرورا‬ ‫أومعادا من لفظنا‬ ‫ما أرانا نقول إال معارا‬
Kata puisi yang diucapkan pada saat sekarang ini tidak lain hanyalah kata
puisi tiruan ( imitasi ) atau merupakan ulangan saja daripada puisi masa lampau.
( Zuhair )
Keistimewaan Penyair Pada Zaman Jahili
Syair bagi bangsa Arab memiliki pengaruh yang sangat kuat, untuk itu
keberadaan penyair merupakan sebuah keharusan bagi setiap kabilah. Fungsinya
adalah untuk menginformasikan segala hal yang berhubungan dengan kabilah.
Selain itu syair juga biasa digunakan untuk membalas intrik-intrik yang dilakukan
musuh, menjadi penyemangat dalam peperangan, dan juga untuk misi
perdamaian. Kedudukan syair pada masa Jahiliyah tidak ubahnya dengan media
propaganda yang biasa digunakan saat ini oleh partai-partai dalam rangka
membentuk opini publik. Setiap media menjelaskan pandangan partai masing-
masing, mempertahankan pendapatnya, dan juga membantah serangan lawan. 3
Syair dalam budaya Arab Jahiliyah ibarat musik heroik yang mampu

3
al-Iskandari, Al-Mufashal Fi al-Adab al-‘Arabi, 42.

4
membangkitkan semangat juang seorang prajurit, oleh karena itu, syair memberi
effek yang luar biasa, sebab ia mampu mengendalikan fikiran para prajurit untuk
senantiasa maju berperang, membunuh musuh-musuh lalu kembali dengan
membawa kemenangan. Untuk itu setiap kabilah pasti mengharapkan lahir
darinya seorang penyair yang kelak akan melindungi dan membela kabilahnya.
Ibnu Rasyîq dalam kitab al-Umdahnya menyatakan bahwa bila lahir seorang
penyair dari suatu kabilah, maka kabilah-kabilah lainnya akan berdatangan untuk
merayakannya dan memberinya selamat, lalu disedikan berbagai makanan untuk
berpesta. Para gadis memainkan rebana (semacam alat tabuh), seperti biasa
mereka lakukan dalam pesta perkawinan. Kaum laki-laki dan anak-anak lakilaki
mereka bersuka ria dan bergembira dengan lahirnya seorang penyair yang akan
membela kabilahnya, melindungi keturunannya, mengabadikan segala yang
mereka miliki, serta menebar pujian untuk kabilahnya.163 Untuk itu, masyarakat
Arab Jahili berlomba-lomba untuk menghormati dan memuliakan para
penyairnya. Selain itu, para penyair juga dianggap sebagai manusia yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata dan juga memiliki sensitivitas yang tinggi, karena
dipercaya mampu mengetahui realitas kehidupan, dan merasakan apa yang
mereka rasakan. Para penyair pada masa itu, bagaikan filsuf dan cendekiawan
pada masa modern yang dapat membuka mata seseorang untuk mengetahui
kebenaran dan realitas kehidupan di sekitarnya.164 Hal lain yang tidak kalah
urgen yang membuat seorang penyair Jahiliyah amat dihormati dan dihargai
adalah karena ia dianggap sebagai orang yang memiliki kekuatan supernatural
yang mereka yakini berasal dari Jin. Untuk itu mereka yakin bahwa setiap penyair
telah dibekali dengan kekuatan magis yang ia peroleh dari para Jin dan melalui
kemampuan seninya tersebut ia diberi tanggung jawab untuk menyampaikan
pesannya bagi manusia. Jika yang menguasainya merupakan Jin yang baik, maka
sang penyair akan mampu menggubah syair yang bagus dan menakjubkan, namun
sebaliknya bila yang menguasainya adalah jin yang jahat, maka yang
dihasilkannya pun syair-syair yang tidak bermutu dan buruk. Berdasarkan
keyakinan inilah yang kemudian menjadikan para penyair memiliki kedudukan
yang sangat tinggi dalam tradisi masyarakat Jahili, yang bahkan saking tingginya

5
kedudukannya terkadang melebihi pemimpin kabilah itu sendiri. Penyair adalah
tempat bertanya tentang segala hal, baik persoalan publik maupun individu.
Peran Sûq ‘Ukâzh dan al-Mu’allaqât Dalam Perkembangan Puisi Jahili
Sebagai media apresiasi dan ekspresi terhadap syair, pada masa tersebut
dibuka sebuah pasar sebagai ajang pentas syair. Pasar dalam tradisi masyarakat
Arab Jahili memiliki peranan sosial yang sangat besar. Selain dijadikan sebagai
tempat transaksi, pasar juga dijadikan sebagai tempat untuk unjuk kebolehan,
seperti untuk berorasi, berdebat, bermusyawarah, dan yang paling penting adalah
unjuk kebolehan dalam mendeklamasikan syair, sehingga mirip dengan pasar seni
dan budaya. Sûq (pasar) ‘Ukâzh adalah satu tempat pertemuan terpenting yang
selenggarakan oleh bangsa Arab untuk berbagai kepentingan. Diselenggarakan
setiap awal bulan Dzul Qa’dah hingga hari kedua puluh. Pasar ini didirikan
setelah tahun Gajah, mampu bertahan hingga lima belas tahun lamanya, hingga
datangnya Islam, meskipun kemudian fungsinya tidak seperti semula lagi.
Biasanya di Pasar ini berkumpul para pembesar Arab, baik untuk berniaga,
menebus tawanan, menyelesaikan pertikaian, mendeklamasikan dan memamerkan
syair, orasi tentang harta, keturunan, kehormatan, kefasihan, kecantikan dan
keberanian. Hal itu baru akan berhenti bila sudah ada pemenangnya. Juri syair
(muhâkim) yang paling terkenal saat itu adalah al-Nâbighah al-Dzubyâni,
sedangkan orator paling handal adalah Qissa bin Sâ’adah al-Iyâdi.
Pasar ‘Ukazh sangat terkait erat dengan istilah al-Mu’allaqât yakni syair-syair
pemenang festifal yang biasa diadakan setiap tahun di pasar tersebut pada bulan
Haram. Syair-syair yang menang ditulis dengan tinta emas lalu digantungkan di
dinding Ka’bah. Syair-syair karya ketujuh orang penyair yang menjadi juara,
dikenal dengan al-sab’ al-mu’allaqât atau tujuh syair yang digantung. Al-Sab’ al-
Mu’allaqât adalah syair-syair karya emas dari tujuh penyair Arab Jahili, dan
menjadi simbol kebesaran syair pada masa itu. Adapun penyair-penyair tersebut
adalah; Umru’ al-Qais, Tharfah ibn al-Abd, Zuhair ibn Abi Sulma, Labîd ibn
Rabî’ah, Amr ibn Kaltsûm, ‘Antarah ibn Syaddâd, dan al-Harits ibn Halzah.
Karakteristik, dan Keistimewaan Puisi Jahili

6
Syair Arab Jahili memiliki karakteristik tersendiri, seperti bersifat natural dan
tidak terkesan dipaksakan. Hal ini merupakan cermin kehidupan masyarakat
badawi yang biasa hidup bebas tanpa ada aturan yang mengikatnya, karenanya
kebanyakan mereka bersandarkan pada daya khayal yang ada, ditambah dengan
pengalaman mereka sehari-hari di sahara. Karena itu, jika kita akan menilai
keadaan suatu syair/puisi, maka kita tidak bisa terlepas dari keadaan penyair itu
sendiri. Misalnya ada seorang penyair yang kurang pengalaman dalam dunia puisi
maka kekurangan itu akan tampak, demikian pula ada seorang penyair yang serba
pengalaman, maka dalam karya puisinyapun akan tampak pula. Penyair Arab
Jahili cenderung memilih kata-kata yang simpel, singkat, dan padat (ijâz). Untuk
menggambarkan suatu objek, biasanya mereka mengambil kata yang terdekat
maknanya sehingga tidak terasa asing di telinga.
Pada musik puisi, biasanya penyair jahili mengubah puisi dalam musik
standard yang panjang tafa 'ulnya, dengan tidak melupakan wazan-wazan halus
dan ringan terutama dalam poin yang menyentuh perasaan mengarah pada
ratapan, kebanggaan, semangat tinggi, rayuan yang pasti menggunakan musik
puisi kadang-kadang bisa diganti antara irama mafaa 'ilun sebagai ganti mafa 'ilun
dalam hahar thawil, dan lain-lain.
Pada puisi jahili juga terdapat nilai sejarah yang agung yaitu merupakan
dokumen yang sangat penting bagi sejarah masa itu. Dcngan terkoleksinya
pengetahuan-pengalaman yang disebut: Diwan al 'Arab, dengan menelaah diwan
tersebut kita bisa membuka bahkan mendalami situasi dan kondisi jazirah Arab.
Secara geografis, bisa terinci di manakah tempat-tempat penting yang bersejarah
dan gejala-gejala alam apakah yang menyebabkan tempat itu punya nilai sejarah.
Hal itu mengajarkan kita tentang sosiologi Arab dan sekaligus kecerdasan
bangsanya, menjabarkan tentang etikanya, adat kebiasaannya, silsilah
keturunannya, peniggalannya dan hari- hari yang diperingati, kegemaran
berpindah-pindah dan bertempat tinggal di kemah-kemah, jenis sandang-
pangannya, keyakinan atau agamanya, pengetahuan dan pengalamannya, dan lain-
ain.

7
Penulis buku Buhuts fi al-Adab al-Jahili secara singkat menyebutkan
karakteristik bahasa yang terdapat pada syair Jahili sebagai berikut, pertama
menggunakan bahasa yang simpel terutama pada syair-syair hamasah
(patriotisme), fakhr (membanggakan diri) dan tawa’ud (ancaman). Kedua, konten
pembicaraan didominasi tentang kehidupan badawi, seperti, binatang buruan,
kijang, binatang buas, gunung, di samping itu hal-hal yang berkaitan dengan
kedermawanan, perlindungan, bepergian, dan lain sebagainya. Ketiga, dari segi
gaya bahasa, banyak digunakan kosakata-kosakata asing jika dibandingkan
dengan bahasa saat ini. Keempat daya imajinasi mereka yang masih sangat minim,
menjadikan makna yang mereka gunakan mudah untuk dipahami. Selain hal
tersebut, syair Jahili adalah syair yang natural tidak banyak yang dipaksakan
seperti pada syair-syair setelahnya. Hal ini mencerminkan kehidupan mereka yang
bebas alamiah.
Para Penyair Pada Zaman Jahili
a. Imru’ul Qais
Penyair ini berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku yang pernah
berkuasa penuh di Yaman, karena itu Umru'ul Qais (500-540 M) lebih dikenal
sebagai penyair Yaman dan Hadrarnaut. Nama lengkapnya adalah Umru al-
Qais ibn Hujr ibn al- Harits ibn ‘Amr ibn Hujr Âkil al- Murâr ibn Mu’awiyah
ibn al- Harits al-Akbar (yang agung) ibn Ya’rab ibn Tsaur ibn Murti’ ibn
Mu’awiyah ibn Kindah. Sebagian mengatakan bahwa namanya adalah Hunduj
ibn Hujr, namun nama Umru al-Qais lebih dikenal di masyarakat baik dulu
maupun sekarang. Ia dijuluki dengan al-Malik al-Dlillîl atau raja yang banyak
melakukan kasalahan. Selain itu ia juga dijuluki dengan Abu Wahab, Abu
Zaid, Abu Harits, dan Dzu al-Qurûh.
Dalam dunia sastra, Umru al-Qais memiliki sejumlah syair yang
terangkum dalam Dîwan Umru al-Qais. Syair-syair Umru al-Qais sendiri
banyak yang dijadikan sebagai syair al-mu’allaqat. Dalam syairnya Umru al-
Qais memiliki karakteristik tersendiri seperti, banyak menggunakan tasybîh,
isti’ârah, dan kinâyah.

8
Contoh puisi Umru"ul Qais yang sudah diabadikan yang disebut Mu
‘allaqat, yaitu dia mengungkap kegelapan malam dan keindahan kudanya:

‫اع ْالهُ ُموْ ِم لَيَ ْبتَلِ ْي‬ِ ‫َعلَ ّي بَِأ ْن َو‬ # ُ‫ج ْالبَحْ ِر َأرْ َخى ُس ُدوْ لَه‬ ِ ْ‫َولَ ْي ٍل َك َمو‬
‫َوَأرْ دَفَ َأ ْع َجا ًزا ِونَا َء بِ َك ْل َك ِل‬ # ‫ت لَهُ لَ َما تَ َمطَّى بِ َجوْ ِز ِه‬ ُ ‫فَقُ ْل‬
‫َأ‬
‫ك بِ ْمثَ ِل‬ َ ‫ْح َو َما اِإل صْ بَا ُح ِم ْن‬ٍ ‫صب‬
ُ ِ‫ب‬ # ‫َأالَ َأيُّهَا اللَّ ْي ُل الطَّ ِو ْي ُل َأالَ ا ْن َج ِل‬
‫ت بِيَ ْذبُ ِل‬ ْ ‫َار ْالفَ ْت ِل ُش َّد‬
ِ ‫ بِ ُكلِّ ُمغ‬# ُ‫فَيَالَكَ ِم ْن لَي ٍْل َكَأ َّن نُجُوْ َمه‬
Malam ini, bagai ombak laut, tirai gelombangnya menyelimutiku, dengan
kegundahan ia menimpaku,
Aku berkata padanya kala ia menggeliat merentang tulang punggungnya,
seperti siap melompat menerkam mangsanya
Wahai malam yang panjang mengapa kau tak jua berangkat pergi,
bergantilah pagi, tiada pagi seindah dirimu,
Oh malam yang bintangnya bagai terjerat ikan kuat.
b. Zuhair bin Abi Sulma
Zuhair adafafi salah seorang dari riga serangkai penyair jahili, yaitu
Umru'ul Qais, Zuhair dan Nabighah Zubyani. Zuhair terkenal karena kata-kata
puisinya yang sangat etis. ldenya banyak mengandung hikmah dan pikiran
dewasa yang telah matang. Sehingga banyak orang mengambil pelajaran dari
puisinya sebagai kata-kata bijak. Penyair ini berasal dari Bani Ghathfan dan
tennasuk keluarga penyair. Pamannya bernama Basyamah bin Shadir dan Aus
bin Hujr, penyair terkenal sejak Zuhair masih kecil. Selain berbakat penyair,
juga dikenal berperangai sopan dan ramah terhadap sesamanya. Dengan itu.,
tiada seorangpun yang ingin menolak pendapatnya.
Zuhair terkenal sebagai pribadi yang kaya raya dan dermawan. Ia juga
meyakini akan adanya hari kebangkitan dan juga hisab. Hal ini tampak dalam
syair-syairnya yang fenomenal. Berikut gambaran syair hikmah Zuhair ibn
Abi Sulma:
‫يخفى ومهما يكتم هللا يعلم‬ ّ
‫تكتمن هللا مافي نفوسكم‬ ‫فال‬
‫فينقم‬ ‫أويعجّل‬ ‫ليوم الحساب‬ ‫يؤ ّخر فيوضع كتاب في ّدخر‬

9
Tidaklah kamu dapat menyembunyikan apa yang ada pada dirimu agar
tersembunyi dari Allah, ketahuilah bahwa segala sesuatu itu walaupun
disembunyikan, maka akan diketahui juga oleh Allah.
Baik di akhirnya untuk disimpan dalam kitab, kemudian diberikan balasannya
di hari pembalasan, ataupun disegerakan pembalasannya di dunia ini.
c. Nabighab Zubyani
Nama yang sebenarnya.adalah Umamah Ziyad bin Muawiyah, namun dia
lebih dikenal Ciengan panggilan Nabighah sebab scjak remaja sudah pandai
bersyair. Kata Nabighah berarti orang yang pandai bersyair, dan dia bisa
mengungguli penyair-penyair yang lain karena ilmunya yang istimewa. Oleh
karenanya dia diumpamakan air bah melimpah. Dia selalu berusaha
mendekatkan dirinya pada para pembesar dan raja-raja yang menjadikan
puisinya sebagai alat ampuh untuk memperoleh kedudukan dan kekayaan
(komersial dan material). Oleh karenanya, maka dia sering dihasut kawannya
dan difitnah.
Syair-syair al-Nabighah terkenal sangat elegan dan indah, bahasa yang
padat berisi, dan tidak banyak takalluf (dipaksakan). Syair-syairnya
merupakan cermin dari perjalanan hidupnya. Di kalangan para penyair, syair
i’tidzâr al-Nâbighah sangat terkenal dan dianggap tidak ada yang
menyamainya. Selain itu ia juga terkenal dengan syair washfnya.
ّ
‫كوكب‬ ‫منهن‬ ‫إذا طلعت لم يبد‬ ‫فإنك شمس والملوك كواكب‬
Kamu adalah matahari sedang raja yang lain adalah bintang
Apabila matahari terbit maka bintang-bintang yang lain tidak mampu
menunjukkan diri
2.2. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Permulaan Islam
Zaman awal islam adalah zaman kedua dalam pembagian ketetapan yang
dibuat oleh para pengkaji sejarah kesusasteraan Arab. Zaman itu bermula daripada
kebangkitan Rasulullah SAW sebagai rasul dan pengembangan dakwah di Mekah
pada tahun 610 M. Selepas itu islam mulai berkembang dan tersebar luas hingga
terbentuknya kerajaan Islam yang pertama di Madinah. Zaman ini telah berakhir
dengan tamatnya pemerintahan Khulafa’ ar-Rasyidin yang menandakan

10
bermulanya kerajaan Bani Umayyah. Zaman ini merupakan zaman yang paling
penting dalam sejarah peradaban dan kesusasteraan Arab, karena pada zaman ini
segala aspek dalam kesusasteraan Arab telah mengalami perubahan yang banyak
daripada zaman Jahiliyah. Perubahan tersebut dipengaruhi dan disebabkan oleh
kedatangan agama Islam dan al-Quran al-Karim.
Sebagian pengkaji sejarah terdahulu dan modern berpendapat bahwa
perkembangan syair telah mengalami kemerosotan dan tidak berkembang
dibandingkan dengan zaman Jahiliyah, diantara faktor penyebabnya adalah syair
dikatakan tidak diterima oleh islam dan masyarakat islam ketika itu karena orang-
orang Arab pada zaman awal islam telah memberikan komitmen mereka kepada
perjuangan dalam menyebarkan agama Allah swt. Mereka senantiasa berjihad
menentang musuh-musuh islam dalam menegakkan agama islam dan berdakwah
untuk menyebarkan lagi agama islam. Diantara tokoh yang memberi pandangan
demikian adalah Ibn Sallam dan Ibn Khaldun dalam bukunya al-Muqaddimat.
Sebaliknya, ada pengkaji juga yang berpendapat bahwa pandangan pengkaji
sejarah yang menyatakan kemunduran syair tidaklah tepat. Karena syair pada
zaman awal islam terus berkembang pesat seiring dengan perkembangan islam.
Bahkan banyak lagi syair yang bermunculan pada zaman awal islam yang
mempunyai kualitas lebih tinggi daripada syair pada zaman Jahiliyyah.
Kedudukan syair pada zaman awal islam hakikatnya tidaklah pudar, justru
kedudukannya hidup subur dan berkembang selaras dengan perkembangan
suasana dan zaman munculnya islam pada saat itu. Islam tidak menerima syair
secara total dan juga tidak menolaknya secara total. Sebaliknya ia menerima syair
yang seiring dengan ajaran dan nilai-nilai murni yang diajarkannya dan menolak
syair yang menyeru kepada kebatilan, hawa nafsu dan kehidupan pada masa
Jahiliyah. Hal tersebut dapat dipahami daripada firman Allah SWT (al-Syu’ara :
224-227):
‫ اِاَّل‬٢٢٦ ۙ َ‫ َواَنَّهُ ْم يَقُوْ لُ وْ نَ َم ا اَل يَ ْف َعلُ وْ ن‬٢٢٥ ۙ َ‫ اَلَ ْم تَ َر اَنَّهُ ْم فِ ْي ُك ِّل َوا ٍد يَّ ِه ْي ُم وْ ن‬٢٢٤ ۗ َ‫َاون‬ ٗ ‫َوال ُّش َع َر ۤا ُء يَتَّبِ ُعهُ ُم ْالغ‬
َّ َ‫صرُوْ ا ِم ۢ ْن بَ ْع ِد َم ا ظُلِ ُم وْ ا ۗ َو َس يَ ْعلَ ُم الَّ ِذ ْينَ ظَلَ ُم ْٓوا ا‬
ٍ َ‫ي ُم ْنقَل‬ ‫هّٰللا‬ ّ ٰ ‫الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َو َع ِملُوا ال‬
‫ب‬ َ َ‫ت َو َذ َكرُوا َ َكثِ ْيرًا وَّا ْنت‬
ِ ‫صلِ ٰح‬
٢٢٧ ࣖ َ‫يَّ ْنقَلِبُوْ ن‬

11
Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah
engkau melihat bahwa mereka mengembara di setiap lembah, dan bahwa mereka
mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?. Kecuali orang-
orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak
mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi (karena menjawab
puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke
tempat mana mereka akan kembali.
Dari penjelasan ayat di atas, dapat dilihat bahwa islam telah membagi penyair
menjadi dua kategori. Yang pertama ialah para penyair yang melalui syair mereka
membawa kesesatan kepada masyarakat yaitu yang mengandung unsur-unsur
negatif, menggalakkan kepada maksiat dan munkar serta bertentangan dengan
etika islam. Kedua, penyair yang diterima oleh islam yaitu penyair-penyair yang
beriman yang menggunakan media syair mereka untuk mencetuskan kesadaran
dan perhatian masyarakat kepada aspek-aspek iman, takwa dan amal saleh
disamping mengingatkan masyarakat terhadap keagungan dan kebesaran Allah
serta memantapkan keimanan mereka.
Nabi Muhammad SAW sendiri justru pernah mengungkapkan kekagumannya
pada syair. Beliau mengandalkan Hassan ibn Tsabit, sang penyair Nabi, untuk
menggubah syair yang berisi hikmah-hikmah. Selain itu, beliau juga pernah
merasa tersanjung dengan syair Ka’ab ibn Zuhair yang datang meminta maaf
kepada beliau kemudian menggubah qasidah yang terkenal: Banat Su’ad. Karena
merasa senang, Nabi SAW menghadiahi Zuhair dengan selembar selimut
(Burdah). Di kemudian hari, nama selimut itu menjadi nama syair-syair Arab
yang berisi pujian-pujian pada Nabi Muhammad SAW. Para sahabat, sebagaimana
lazimnya orang Arab, juga sangat menyukai syair. Umar ibn Khattab bahkan
sering menanyai suatu kabilah tentang syair-syair terkenal dari kalangan mereka.
Umar pernah mengirim surat kepada Abu Musa al-Asy’ari, gubernur Basrah kala
itu: “Perintahlah orang-orang yang ada di bawahmu untuk belajar syair, karena
menunjukkan ketinggian etika, ketajaman nalar, dan pengetahuan nasab”.
Duo penyair Nabi, Ka’ab ibn Zuhair dan Hassan ibn Tsabit, beberapa kali terlibat
perang mulut yang melawan para penyair Quraisy. Tak jarang, keduanya

12
membalas hinaan musyrikin Quraisy dengan hinaan (Hija’) yang sama. Perang
syair inipun tidak hanya terjadi di Mekkah. Di Madinah, penyair Yahudi, Ka’ab
ibn al-Asyraf sering mengejek istri-istri Nabi dengan syairnya. Saking
kelewatannya dalam menghina, dikemudian hari, Ka’ab ibn al-Asyraf tewas di
tangan Muhammad ibn Maslamah karena tidak tahan dengan hinaannya terhadap
keluarga Nabi.
Pengaruh Al-Qur’an Terhadap Perkembangan Puisi Pada Zaman
Permulaan Islam
Pengaruh Al-Quran terhadap puisi yaitu pada waktu Nabi datang, puisi
merupakan diwan al-Arab sumber kemuliaan dan kemegahan mereka, alat untuk
memamerkan kefasihan dan kecerdasan mereka, serta merupakan kesenangan jiwa
mereka. Kemudian datang Al-Quran yang mengajak kepada tauhid dan berpegang
pada keutamaan. Kejadian ini sangat mengejutkan mereka, maka merekapun
mulai memperhatikan, merasakan dan meneliti kata-kata, gaya bahasa dan arti-arti
Al-Quran. Sehingga di antara mereka ada yang menentang, mencari-cari cara
untuk melukainya dan ada yang percaya mengambil petunjuk-petunjuknya,
kemudian orang-orang yang sesat menentangnya. Peristiwa itu menjadikan
mereka meninggalkan kesibukan-kesibukan dalam berpuisi, baik dalam
bersenang-senang atau berbangga-bangga dalam puisi. Sedang orang-orang
mukmin berubah jalan pikirannya dalam berpuisi, seperti tujuan-tujuannya yang
menyeleweng dari ajaran Islam, seperti puisi al-tansyib dan puisi cinta
(mughazalah), pujian-pujian pada yang batil dan hijak. Seni-seni semacam ini
menjadi kebencian mereka karena Al-Quran telah merendahkannya dengan
ayatnya dalam surat Al-Syu’ara’: 224-227.
Dengan munculnya ayat diatas, banyak di antara penyair yang meninggalkan
puisi dan beralih hanya untuk beribadah pada Allah SWT., disisi lain ada penyair
yang tetap eksis berpuisi, akan tetapi mereka menjauhi tujuan-tujuan dan tema-
tema puisi yang dilarang oleh Islam. Jadi jelas sekali bahwa Allah dan Rasulullah
tidak mengharamkan umatnya berpuisi, akan tetapi Islam menganjurkan agar
menjauhi bentuk-bentuk puisi-puisi yang merendahkan Islam. Hal ini terlihat dari
sikap khalifah Umar bin Khattab yang pernah memenjarakan penyair al-Huthayah

13
karena penyair ini selalu berlebih-lebihan dalam mencela (hajak), kemudian juga
khalifah Utsman bin Affan pernah memenjarakan Dhobik bin al-Harits, karena dia
selalu mabuk ketika berpuisi serta bernyanyi dengan khamr.
Menurut Juzif Al-Hasyim (1968: 235-236), bahwa pada masa permulaan
Islam muncul empat tingkatan kelompok para penyair, yaitu:
 Kelompok yang meninggalkan puisi dan langsung beribadah hanya kepada
Allah, seperti Labid bin Rabi’ah al-‘Amiry.
 Kelompok penyair yang melakukan penindasan pada Nabi dan mengejek
Nabi, seperti: Abu Sufyan al-Harits bin Abdul Muthollib, Ka’ab bin Asyraf.
 Kelompok yang terdiri dari penolong-penolong Nabi dan para sahabatnya.
Para penyair ini telah menentang orang-orang musyrik lewat puisi-puisinya,
seperti: Hasan bin Tsabit al-Anshary, Ka’ab bin Malik, ‘Abdullah bin
Rawahah, dan Ka’ab bin Zuhair.
 Kelompok penyair yang tetap berpuisi dalam Islam sebagaimana mereka tetap
berpuisi pada masa jahiliyah dulu. Akan tetapi mereka menjauhi apa yang
dilarang oleh agama Islam. Penyair jenis ini banyak sekali, seperti: Abu
Dahbal al Jahiy, Al-Nabighah al-Ja’diy, Mu’an bin Aus, ‘Amru bin Mu’ad
Yakrab, Mutammim bin Nawirah, Abu Mahjan al-Tsaqofiy, Al-Hathiyah, dan
lainnya.
Tujuan dan Keistimewaan Puisi Pada Zaman Permulaan Islam
Puisi pada masa Islam ditinjau dari segi maksud dan seninya, arti dan
intisarinya, lafadz dan gaya bahasanya, wazan dan qafiyahnya adalah sebagai
berikut:
 Menyebarkan akidah agama serta penetapan hukumhukumnya, dan
menganjurkan kaum muslimin untuk mengikutinya terutama sekali pada masa
Nabi dan khulafa al rasyidin.
 Dorongan untuk perang dan untuk mendapatkan persaksian di sisi Allah
karena menegakkan kalimatullah yaitu pada masa krisis dalam perang dalam
menaklukkan kota-kota di sekitar jazirah Arab.
 Al-Hijak, yaitu mula-mula untuk membela agama Islam, menyerang orang-
orang Arab musyrik dimana caci maki tersebut tidak melanggar batas-batas

14
keperwiraan dan telah mendapat izin dari Nabi, yaitu seperti puisi-puisi yang
diucapkan oleh Hasan bin Tsabit dalam serangannya terhadap orang-orang
Quraisy dan sanak keluarga Nabi dari Bani Manaf.
 Penggambaran peperangan dan penguasan terhadap kota-kota serta bagaimana
cara pengepungannya dan sebagainya.
 Pujian. Pada prinsip dasar agama Islam sedikit sekali adanya puji-pujian.
Tetapi setelah khulafa al-rasyidin mulai dikembangkan, pujian adalah suatu
hal yang penting sebagai tiang negara dan untuk memperkokoh kedudukan
khalifah.
 Penggunaan kata pengantar cinta (al-nasib) dan cumburayu halus tidak
sebagaimana masa jahiliyah.
Menurut Ahmad al-Iskandari, keistimewaan puisi pada masa awal Islam
adalah sebagai berikut:
 Para penyair pada masa ini tidak menunjukkan prestasi yang lebih tinggi
dalam segi khayal serta imajinasi dibandingkan masa jahiliyah, walaupun
lebih tinggi cara menyusun pikiran dan pendekatan pengertian terhadap rasio
dan otak sebagai pengerahan jiwa mereka terhadap kesadaran keagamaan,
melunakkan tabiat mereka dalam menerima pelajaran dari Al-Quran dan Hadis
Rasulullah. Hal ini terjadi karena mereka selalu sibuk dalam peperangan,
perluasan daerah Islam dan membentuk kemajuan serta pembangunan.
 Seperti halnya arti dan imajinasi, pada masa ini lafadz dan gaya bahasa tidak
mencapai martabat yang lebih tinggi seperti pada masa jahiliyah. Hal ini juga
disebabkan dengan kesibukan mereka dalam mempelajari Al-Quran dan Hadis
bahkan menghafalkannya.
 Pada masa ini telah merata puisi Arab yang berbentuk bahar rajaz dan bahar
thawil yang dipergunakan mulai dari masalah cinta, dan diakhiri dengan
pujian, celaan, dan sebagainya.
Para Penyair Pada Zaman Permulaan Islam
a. Ka’ab Bin Malik al-Anshari
Nama lengkapnya adalah Amru bin al-Taqin bin Ka’ab bin Suwad bin
Ghanam bin Ka’ab bin Salamah al-Anshari. Dia dijuluki Abu Abdullah, Abu

15
Abdurrahman, Abu Muhammad dan Abu Basyir. Pada masa jahiliyah Ka’ab
sering disebut dengan Abu Basyir, dan ketika masuk Islam Rasulullah
menjulukinya dengan Abu Abdullah. Dia termasuk di antara golongan para
sahabat Anshar yang pertama kali masuk Islam, juga termasuk para sahabat
yang menyaksikan baiat Aqabah dan banyak mengikuti berbagai peperangan
dalam Islam seperti perang Badr, Uhud, Khandaq, Fathu Makkah, Khaibar,
Mu’tah, Thaif dan Tabuk.
Puisi Ka’ab termasuk puisi yang bagus, kasidah-kasidahnya banyak
menceritakan tentang suasana perang. Berikut ini adalah puisi Ka’ab ketika ia
menyaksikan kejadian di Bi’ru Ma’unah:
‫َمخَافَةً َحرْ بَهُ ْم َعجْ ًزا َوهَوْ نًا‬ ‫تَ َر ْكتُ ْم َجا َر ُك ْم لِبَنِي َسلِيْم‬
‫ل ُم َّد ب َح ْبلِها َحبْال َمتينا‬ ‫فَلَوْ َح ْبالً تَنَا َو َل ِم ْن عَقيل‬
‫تَفُوْ نَا‬ ‫ال‬ ‫َوقَ َد ًما ما ُوفُوا ِإ ْذ‬ ‫أو ْالقَرْ طَاء ما ِإ ْن َأ ْسلَ ُموا‬
Kamu meninggalkan tetanggamu Bani Salim, karena takut akan perang yang
melemahkan dan menghinakan.
Walau tali melilit pada para pemimpin, untuk mengulurkan tali yang kuat.
Atau Qirtho’ bila ia tidak masuk Islam, dan mengajukan suatu kelengkapan
apabila tidak datang
b. Abdullah Bin Rawahah
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah bin
Imru’ul Qays bin ‘Amru Ibnu Imruul Qays alQibasi al-Akbar bin Malik al-
Aghra bin Tsa’labah bin Ka’ab bin Khazraj bin al-Harits bin Khazraj al-
Anshari al-Khazraji. Abdullah bin Rawahah dijuluki Abu Muhammad, Abu
Rawahah, dan Abu ‘Amru. Dia masuk Islam sebelum Bai’at Aqabah bersama
kaumnya. Jikalau para penyair pada masa Rasulullah hanya membela Islam
dan memerangi kaum musyrikin serta mencelanya tanpa datang ke medan
perang, berbeda dengan Abdullah bin Rawahah dia adalah orang yang sangat
memperhatikan untuk bergabung dalam jihad dan berangan-angan agar Allah
SWT.mengizinkan untuk syahid. Abdullah bin Rawahah adalah penyair pada
masa jahiliyah dan Islam dan selalu mengikuti berbagai peperangan pada masa
itu. Perang Mu’tah adalah perang terakhir yang diikutinya.

16
‫زَع تَ ْق ِذفُ الزبدا‬
ِ َ‫ضرْ بَةٌ ذاتَ ف‬
َ ‫َو‬ ٌ‫لَكنَّنِي َأ ْسَأ َل الرَّحْ َمنَ َم ْغفِ َرة‬
ْ ‫ب َحرْ بَ ِة تُنَفِّذ اَألحْ َشا َء‬
‫وال َكبدًا‬ ‫أوْ طَ ْعنَةَ بِي ِدي َح َرانَ ُم َجهَّ َزة‬
ْ ‫َحتَّى يَقُوْ لُوْ ا ِإ َذا َمرُّ وا على ج ّد‬
‫ َر َشدًا‬ ‫ َوقَ ْد‬ ‫ت ياأرْ ُش ُد هللاِ َم ْن فَا َز‬
Akan tetapi aku memohon ampunan pada Dzat Yang Maha Pengasih, untuk
melenyapkan rasa ketakutan yang berlebih bagaikan buih.
Atau tikaman dengan tanganku yang ingin menembus isi perut dan hati.
Hingga jika ada yang melewati makamku.
Mereka akan berkata: wahai orang yang mencari petunjuk barangsiapa yang
menang maka ia benar-benar telah mendapat petunjuk
c. Hasan Bin Tsabit
Nama lengkapnya adalah Abu Walid Hasan bin Tsabit al Anshary, penyair
Rasulullah, pujangga muhadramin dan termasuk Bani Najjar penduduk
Madinah. Dia termasuk sahabat yang mempunyai kemampuan dalam berpuisi.
Karena berasal dari kaum yang dikenal sebagai kaum yang punya cita rasa
puisi yang bagus. Maka tidak mengherankan jika kemudian Hasan bin Tsabit
mempunyai bakat itu, karena dia hidup pada dua masa, yaitu jahiliyah dan
Islam.
ِ َّ‫قَ ْد بَيَّنُوا سننا للن‬
‫اس تُتبع‬ ‫إخ َوتهُ ْم‬ ْ ‫إن ْال َذ َوائب‬
ْ ‫من فهر َو‬ َّ
‫تَ ْق َوى اإلله وباألمر الذي َش َرعُوا‬ ‫ضى بهَا ُك ِّل َم ْن َكانَت َسرِّي َرتُه‬
َ ْ‫يَر‬
‫نَفَعُوا‬ ‫َأوْ َحا َولُوا النَّ ْف َع في َأ ْشيَاعهم‬ ‫قوم إذا َحا َربُوا ضروا َع ُدوَّهم‬
Sesungguhnya penghulu itu hanya dari suku Fihr dan saudara-saudaranya.
Yang telah menerangkan kepada manusia suatu agama agar untuk diikutinya.
Yaitu agama yang disenangi oleh setiap orang yang hatinya bertakwa kepada
Tuhan dan mengikuti syariatnya. Kaum itu jika berperang akan
membinasakan musuh-musuh atau berusaha memanfaatkan keikutsertaannya
tanpa dijelaskan.
2.3. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Umayyah

2.4. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Abbasiyah


Di masa Jahiliyah, sastra berkembang begitu pesat karena penduduk Jahiliy
selalu menggunakan satra sebagai bahasa sehari-hari. Bahkan ketika peperangan

17
antar kabilah pun mereka berperang dengan sastra, sehingga tak heran jika sastra
berkembang pesat di masa itu. Sedangkan di masa shodrulIslam, sastra tetap
dikembangkan. Namun perkembangan di masa ini tidak sepesat perkembangan di
masa Jahiliyah. Masa ini adalah masa diturunkannya Al-Qur`an, sehingga banyak
syi’ir-syi’ir masa jahiliyah yang ditinggalkan karena tidak sesuai dengan syariat
Islam. Dan kali ini, akan dijelaskan perkembangan sastra Arab di masa dinasti
Abbasiyah. Masa dinasti Abbasiyah dianggap sebagai masa keemasan dalam
hampir semua bidang kehidupan. Bidang politik, agama, ekonomi, sosial, budaya,
ilmu pengetahuan/intelektual, dan banyak bidang lainnya. Masa keemasan dinasti
Abbasiyah pada berbagai bidang tersebut membawa kemajuan pesat dalam bidang
sastra. Bermunculanlah para sastrawan yang ahli di bidang seni bahasa ini baik
syi’ir (puisi) maupun natsar (prosa).Faktor politik, sosial dan arus intelektualisme
yang tumbuh dan berkembang pesat mempengaruhi aspek-aspek penting dalam
kehidupan sastra masa itu. Khususnya dalam syi’ir, dalam literatur sastra
Abasiyah dikenal bermacam-macam Aghrad (tujuan) syi’ir, seperti al Madah
(pujian), al Hija’ (ejekan), al Fakhr (pengagungan), ar Rasa’ (ratapan), al Ghazal
(cinta), al Wasfy (pensifatan), az Zuhd (zuhud), al ‘Itab wa al ‘Itizar (teguran dan
pembelaan), as Syi’ry at Ta’limy (sya’ir pengajaran), as Syi’ry al Fakahy
(syi’irhumor).Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perkembangan
sastra pada masa dinasti Abbasiyah, yakni 1) stabilitas politik, 2) kemajuan sektor
ekonomi (kesejahteraan sosial masyarakat), 3) berkembangnya sistem pendidikan
dan meningkatnya semangat pengembangan ilmu pengetahuan, serta 4) apresiasi
masyarakat dan pemerintah yang tinggi terhadap karya sastra.Terdapat beberapa
perbedaan yang mendasar antara masa Abbasiyah dengan masa-masa sebelumnya,
di antaranya adalah:
a. Gharad/tujuan pengungkapan syi’ir mengalami perluasan, di mana gharad
syi’ir masa sebelumnya ada al madah, al hija’, al fakhr, al wasfy, dan al
ghazal, dan gharad baru: zuhud, syi’r ta’limy, syi’r fakahy, angan-angan
tentang hidup dan mati, khamriyyat (minuman keras), thardiyyat (perburuan),
kisah-kisah beradab, deskripsi tantang makanan, pemandangan, taman-taman
bunga, dan lain-lain.

18
b. Lafadz dan Uslub
 Kata-kata dan bentuk syi’ir terpengaruh oleh peradaban baru, membuat
bahasa yang digunakan ringan, halus,baik dan jelas.
 Banyak digunakan gambaran-gambaran dan perumpamaan yang indah.
 Para Penyair menggunakan muhassinat lafdziyyah.
 Para penyair tidak berbicara tentang hal-hal yang lesuh dan berbicara
tentang istana dan musim semi.
 Menggunakan sharih dan isti’arah.
 Menjaga kesesuaian antar bait kasidah dan tertib susunan strukturnya.
c. Perluasan wilayah kajian sastra yang tidak hanya pada wilayah syi’ir tetapi
juga natsar sehingga memunculkan karya-karya novel, buku-buku sastra,
riwayat dan hikayat, serta munculnya genre baru dan bahkan muncul musik.
d. Makna
 Makna baik, baru dan fantasinya luas.
 Ide dan gagasannya tertata rapi dan teratur.
 Daya imajinasinya melampaui batas-batas rasionalitas dan melahirkan
penggambaran yang indah`
 Kaidah-kaidah filsafat, idiom-idiom agama, dan kata-kata hikmah
digunakan untuk penguatan pesan dan gagasan.
 Mendapat pengaruh dari ilmu-ilmu yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab atas syi’r.
Perkembangan Syi’ir Arab Di Masa Bani Abbasiyah
Keadaan syi’ir di masa permulaan pemerintahan Islam di Jazirah Arabia
timbul dari Jazirah Arabia itu sendiri. Di masa pusat pemerintahan Islam berada.
Ketika umat Islam dapat mendirikan pemerintahan Islam di daerah Irak dan
Spanyol, maka secara otomatis sekali kedua ibu kota dan kerajan Islam ini yaitu
Bagdad dan Cordova dijadikan sebagai pusat timbulnya kesenian Arab dan
kebudayaannya. Kedua ibu kota ini dijadikan tempat tujuan para penyair dan
kaum cendekiawan untuk mencari penghidupan dan kedudukan di sisi raja dan
para pembesar negeri.Khususnya para penyair, mereka saling berlomba untuk

19
kesenangan dari raja dengan jalan memuji dan mengagungkan mereka dan
pembesarnya. Segala puisi yang dihasilkan banyak yang ditujukan para penguasa
karena kegemaran para penguasa terhadap syi’ir amat besar sekali. Di samping itu
dengan adanya pujian syi’ir terhadap diri seorang penguasa maka syi’ir itu
menjadikan nama tersebut lebih terkenal di kalangan masyarakat. Karena itulah
para penguasa juga saling berlomba dalam memberikan hadiah dan imbalan
kepada setiap penyair yang menghadiahkan syi’irnya kepada penguasa tersebut.
Dengan ini, perkembangan syi’ir di masa pemeritahan Bani Abbasiyah juga
makin berkembangan dengan pesat. Bahkan dengan ditambah luasnya
pengetahuan kaum muslimin di masa itu maka daya khayal mereka makin
berkembang. Sehingga hal ini akan memperluas pendalaman arti sastra Arab itu
sendiri. Bila di masa Jahiliyah di zaman Islam alam pemikiran kaum muslimin
dapat dikatakan tidak seluas di masa kerajaan Abbasiyah. Secara otomatis sekali
alam pemikiran dan daya khayal mereka tidak akan seluas penyair di masa Daulat
Abbasiyah. Jadi keadaan syi’ir Arab di masa pemerintahan Daulat Abbasiyah jauh
lebih luas alam pemikirannya, ditambah lagi dengan pemikiran filsafat dan
kemewahan hidup dikalangan keluarga istana. Semua unsur ini menambah
luasnya bahasa dan menambah luasnya daya khayal penyair Arab yang lahir di
masa itu.
Puisi dimasa Dinasti Abbasiyah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Penggunaan kata uslub (seni) dan ibarat baru.
 Pengutaraan sajak merupakan pelukisan yang hidup.
 Penyusupan ibarat-ibarat filsafat.
 Munculnya banyak kritikus sastra pada masa ini.
Para Penyair Pada Masa Dinasti Abbasiyah
a. Abu Nawas (145-198 H) nama aslinya Hasan bin Hani. Syair beliau yang
terkenal ialah I’tiraf yang biasa disenandungkan di mushalla dan masjid antara
adzan dan iqamah.
‫ َواَل اَ ْق َوى َعلَى النَّاِر ْال َج ِح ِيم‬# ‫س اَ ْهاًل‬ ِ ْ‫ْت لِ ْلفِرْ دَو‬
ُ ‫اِلَ ِهى لَس‬
ِ ْ‫ك غَافِ ُر ال ُذنُو‬
‫ب ال َع ِظي ِْم‬ َ َّ‫ فَِإن‬# ‫فَهَبْ لِى تَوْ بَةً َوا ْغفِرْ ُذنُوْ بِي‬
‫ فَهَبْ لِي تَوْ بَةً يَا َذا ْال َجاَل ِل‬# ‫ُذنُوْ بِى ِم ْث ُل اَ ْعدَا ِد ال ِّر َما ِل‬

20
‫ فَهَبْ لِي تَوْ بَةً يَا َذا ْال َجاَل ِل‬# ‫ُذنُوْ بِى ِم ْث ُل اَ ْعدَا ِد ال ِّر َما ِل‬
‫الى‬ ْ َ‫ َو َذ ْنبِي َزاِئ ٌد َك ْيف‬# ‫َو ُع ْم ِرى نَاقِصٌ فِي ُكلِّ يَوْ ٍم‬
ِ ‫اختِ َم‬
َ ‫ب َوقَ ْد َدعَا‬
‫ك‬ َ ‫اصي َأتَا‬
ُّ ِ‫ ُمقِ ًّرا ب‬# ‫ك‬
ِ ْ‫الذنُو‬ َ ‫ِإلَ ِهى َع ْب ُد‬
ِ ‫ك ال َع‬
Wahai Tuhanku, hamba tak pantas menjadi penghuni syurga.Namun, hamba
pun tak sanggup menjadi penghuni neraka.
Terimalah tobat-tobat hamba dan ampunilah dosa-dosa hamba.Sesungguhnya
Engkaulah Maha Pengampun atas segala dosa yang hamba perbuat.
Terimalah tobat-tobat hamba dan ampunilah dosa-dosa hamba.Sesungguhnya
Engkaulah Maha Pengampun atas segala dosa yang hamba perbuat.
Dosa-dosa hamba bagaikan tumpukan pasir.
Terimalah tobat hamba, wahai yang Maha Mulia.
Sementara umur hamba kian hari kian berkurang.
Dan dosa hamba kian bertambah, bagaimana mungkin hamba mampu
memikulnya.
Wahai tuhanku, hamba-Mu yang penuh dengan dosa ini, kini menghadap-Mu
memohon ampunan.
b. Abu Tamam yang nama lengkapnya adalah Habib bin Awwas Ath-Thaba’I
(wafat 232 H)
Syair Abu Tamam
ِ ‫ فََأ ْنتَ َو َم ْن تُ َج‬# ‫ق َدنِ ْيًئا‬
‫ار ْي ِه َس َوا ُء‬ ٍ ُ‫في ُخل‬ِ َ‫ِإ َذا َجا َريْت‬
‫ لَهَا ِم ْن بَ ْع ِد ِش َّدتِهَا َر َخا ُء‬# ‫َو َما ِم ْن ِش َّد ٍة ِإاَّل َسيَْأتِ ْي‬
‫ َويَ ْبقَى ْالعُوْ ُد َما بَقِ َي اللِّ َحا ُء‬# ‫يَ ِعيْشُ ْال َمرْ ُأ َما ا ْستَحْ يَا بِ َخي ٍْر‬
‫هّٰللا‬
‫َب ال َحيَا ُء‬ ِ ‫فَاَل َو ِ َما فِي ْال َعي‬
َ ‫ َواَل ال ُّد ْنيَا ِإ َذا َذه‬# ‫ْش خَ ْي ٌر‬
ِ ‫ َولَ ْم تَ ْست‬# ‫ش عَاقِبَةَ اللَّيَالِي‬
‫َح فَاصْ نَ ْع َما تَ َشا ُء‬ َ ‫ِإ َذا لَ ْم ت َْخ‬
Artinya:
Jika kau berteman dengan orang yang berperangai buruk. Maka kau dan
temanmu itu sama saja.
Tidak ada kesulitan kecuali akan datang sesudah kesulitan itu kemudahan.
Seseorang itu hidup dengan baik, selama masih memiliki rasa malu. Dan
batang pohon tetap akan segar, selama masih ada kulitnya.

21
Maka demi Alah, tiada lagi kebaikan dalam hidup, tidak pula di dunia ini, bila
malu telah tiada.
Jika kau tidak takut dengan azab perbuatan dosa dan tidak pula punya rasa
malu, maka lakukanlah apapun sesukamu.
c. Al-Mu’arry yang bernama lengkap Abu Aa’la Al-Mua’rry (363-449 H).
Syair Al mu'arry
‫و الناس تغلق دونه أبوابَها‬... ُ‫يمشي الفقي ُر و كلُّ شي ٍء ض ّده‬
‫ و يرى العداوةَ ال يرى أسبابها‬... ‫ب‬
ٍ ‫وتراه مبغوضًا و ليس بمذن‬
‫خضعت لديه و حركت أذنابها‬... ‫حتى الكالب إذا رأت ذا ثروة‬
‫ نبحت عليه و كشرت أنيابه‬... ‫وإذا رأت يو ًما فقيرًا عاب ًرا‬

Si fakir,
Yang berjalan seorang diri
Semua yang ada memusuhuinya
Tak seorang pun
Sudi membuka pintu baginya
Ia dibenci,
Tanpa ia tahu apa dosanya?
Ia didimusuhi,
Tanpa ia tahu apa sebabnya?
Hatta, seekor anjing pun
Ketika ia melihat si kaya
Ia menundukkan kepala
Seraya menggoyangkan ekornya
Tapi ketika ia melihat si fakir
berlalu di hadapannya
Ia pun menggonggong memakinya
Seraya menghayunkan cakarnya

e. Sejarah Puisi Arab Pada Zaman Modern

22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

23
DAFTAR PUSTAKA
Wildana W, Laily F. 2018. Sastra Arab. Malang: UIN-MALIKI PRESS.
Lajnah. 1962. Al-Mūjaz Fi al-Adab al-‘Arabi Wa Tārikhihi; al-Adab al-Jâhili.
Libanon: Dâr al-Ma’ârif.
Dahlan Juwairiyah. 2011. Sejarah Sastra Arab Masa Jahili. Surabaya: Jauhar.
Buana Cahya. 2021. Sastra Arab Klasik Seri Jahiliyah. Malang: Literasi
Nusantara.
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/rihlah/article/view/3186/3049
https://www.gurusiana.id/read/saifulrokib/article/kemajuan-bidang-sastra-dimasa-
dinasti-abbasiyah-tagur-ke-97-4094440
https://jogja.tribunnews.com/2020/11/26/syair-doa-abu-nawas-al-itiraf-lengkap-
dengan-terjemahannya
https://www.akarsari.com/khazanah/pr-2055420791/mahfudzot-dari-syair-abu-
tamam-tentang-arti-seorang-teman-lengkap-dengan-terjemahannya
https://www.akarsari.com/khazanah/pr-2055417106/mahfudzot-dari-syair-al-
mutanabbi-tentang-kekurangan-yang-dimiliki-oleh-seseorang?page=1

24

Anda mungkin juga menyukai