Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEADAAN DUNIA ARAB PRA-ISLAM


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Isalam

Disusun Oleh Kelompok 2


Silvia Putri Handayani 1223005
Fauzan Bima Hafis 1223019
Maysharoh Hasugian 1223024

Dosen Pengampu:
Dr.Nurfitria Dewi,S.Hum,MA

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M.DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hanturkan atas kehadiran Allah SWT.yang mana telah
memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.sholawat serta salam semoga terlimpah dan tercurahkan
kepada baginda Rasulullah SAW kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dosen
Dr.Nurfitria Dewi,S.Hum,MA selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan serta wawasan tentang materi yang dibahas dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.oleh
karena itu keterbatasan waktu dan kemampuan penulis,maka kritik dan saran
yang membangun senantiasa penulis harapan semoga makalah ini dapat berguna
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Penulis Kelompok 2

Bukittinggi,5 November 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………

DAFTAR ISI……………………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………..

B. Rumusan Masalah………………………………………………..

C. Tujuan Masalah………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Bangsa Arab……………………………………………

B. Tradisi dan Kepercayaan Bangsa Arab………………………….

C. Keadaan Sosial Politik Bangsa Arab…………………………….

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………...

B. Saran……………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kondisi Kehidupan Arab sebelum datangnya islam,dikenal sebagai zaman
jahiliyah,yakni pada saat itu sangat jauh dari ajaran nilai islam.salah satu aspek
yang penulis kaji yakni pada kondisi sosial,bagaimana pandangan masyarakat
Arab terhadap kaum perempuan.kaum perempuan pada saat itu sangat tidak
dihargai keberadaannya dan tidak mendapatkan penghormatan sosial,yakni
dimulai adanya penguburan bayi perempuan hidup-hidup dan jika ada yang
membiarkannya hidup,ia akan tumbuh dengan penuh kehinaan dan lain
sebaginya.
Kemudian setelah islam datang,Rasullulah diutus untuk memperbaiki
akhlak Arab pada saat itu.karena,misi utama kerasulan Muhammad SAW.adalaah
untuk menyempurnakan akhlak,tentunya hal ini akan membawa perubahan
kondisin kaum perubahan terhadap keadaan yang lebih baik lagi.keadaan kaum
perempuan mulai dihargai keberadaannya dan terpenuhi juga akhlak mereka
sebagai sesama manusia dan makhluknya.setelah berlalunya masa jahiliyah
dahulu,tentunya sangat diharapkan tidak tejadihnya masa yang didalamnya tidak
jauh berbeda diharapkan tidak terjadih nya masa yang didalamnya tidak jauh
berbeda dengan masa jahiliyah dimasa modern ini.

C.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Bangsa Arab Pra-islam?
2. Bagaimana Tradisi dan Kepercayaan Bangsa Arab Pra-islam?
3. Bagaimana Keadaan Sosial Politik Bangsa Arab Pra-islam?

D.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi bangsa arab pra-islam
2. Untuk mengetahui tradisi dan kepercayaan bangsa arab pra-islam.
3. Untuk mengetahui keadaan sosial polotik bangsa arab pra-islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Biografi Bangsa Arab
Bangsa Arab Pr-Islam biasanya disebut Arab jahiliyah.Bangsa yang belum
berperadaban, bodoh dan tidak mengenal aksara. Namun, bukan berarti tidak
seorang pun dari penduduk masyarakat Arab yang tidak mampu membaca dan
menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi diketahui sudah mampu membaca
dan menulis sebelum mereka masuk islam. ibnu saad mengatakan. ”Bangsa Arab
jahiliyah dan permulaan islam menilai bahwa orang yang sempurna adalah yang
dapat menulis, berenang, dan melempar panah”. 1
Secara asal-muasalnya masyarakat keturunan Arab terbagi menjadi dua
golongan besar. pertama, berasal dari keturunan qathan yaitu golongan
qathaniyun yang berada diwilayah dibagian selatan. kedua, dari keturunan ismail
bin Ibrahim yaitu golongan adnaniyun yang berada di wilayah bagian utara.
Tetapi, dalam perjalanannya, kedua golongan ini saling berbaur akibat dari
perpindahan penduduk jauh sebelum kedatangan islam, jazirah Arab bagian Utara
telah ditemukan tradisi baca tulis. Tradisi tulis menulis di jazirah Srab terus
berlanjut sampai datangnya isalam. Berdasarkan kabar dari menurut Azami
belum lengkap mengingat mekah merupakan kota kosmopolitan, pasar barter, dan
persimpangan jalan yang dilalui para kafilah. Lagi pula, data yang dikemukakan
ternyata belum memasukkan sejumlah nama yang juga dikenal memiliki
kemampuan tulis menulis. meskipun sumbernya benar, Shubhiy al-Shalih
berpendapat bahwa kabar ini pasti bukan berdasarkan hasil penelitian yang
komprehensif, melainkan hanya perkiraan yang masih samar-samar.
Bangsa Arab, terutama Arab bagian Utara,dikenal sebagai orang-
orang yang memiliki kemampuan tinggi dalam menggubah sebuah syair. Syair-
syair itu diperlombakan kemudian yang unggul ditulis dan digantungkan di

1
Asmuni, yusran. (1996). Dirasah Islamiyah II. Jakarta:PT.Raja Grapindo Persada. Hal.55
dinding ka’bah. melalui tradisi sastra tersebut, diketahui bahwa peristiwa-
peristiwa besarvdan penting secara faktual ikut memberipengaruh serta
mengarahkan perjalanan sjarah mereka. Nilai-nilai yang terkandung dalam
peristiwa-peristiwa penting itu, mereka abadikan dengan berbagai cara, seperti
kisah, dongeng, nasab, nyanyian dari syair-syair.2 orang Arab pra-islam dan awal
kebangkitan islam, tidak atau belum menulis sejarah. Peristiwa-peristiwa sejarah
disimpan dalam ingatan mereka. bukan hanya karena mereka buta aksara, tetapi
juga karena mereka beranggapan bahwa kemampuan mereka lebih terhormat.
Semua peristiwa sejarah itu diingat dan diceritakan berulang-ulang secara turun-
temurun. Demikian pula dengan hadis-hadis Nabi.
Dalam tradisi keilmuwan islam, ilmu sejarah dianggap sebagai ilmi-ilmu
keagamaan karena pada awalnya terkait erat dengan ilmu hadis. Seperti pada
masa Pra-Islam dan awal islam Bangsa Arab tidak mencatat sejarah mereka.
mereka menyimpan catatat itu dalam bentuk hafalan,hal ini dikarenakan mereka
tidak mengenal tulisan,tapi tradisi lisan lebih dihargai dan diutamakan
ketimbangan tradisi tulisan. Karena itu sejarah awal Bangsa Arab hanya berupa
ungkapan mengenai berbagai peristiwa dan perperangan yang disimpan dalam
bentuk hafalan dan ditransfer ke pihak lain melalui tradisi lisan. 3 Jika terlihat pada
konteks lain,sosial politik Pra-Islam sangat rendah dan tidak berkembang.
Apalagi dalam konteks ini, Masyarakat Arab Pra-Islam telah terbentuk kabilah.
Kemudian dari beberapa kabilah terbentuknya suku. Jadi, sebetulnya pasa masa
Arab Pra-Islam sudah terbentuk identitas masyarakat Arab itu sendiri. Namun,
karena penekanannya pada hubungan kesukuan yang kuat,kesetian terhadap suku
harus dijaga dan solidaritas yang tinggi,maka sering terjadi kekacauan dan
perperangan diantara suku-suku yang ada.

2
Hitti, Philip K. (2005). History of The Arabs, (R. Cecep L. Yasin dan Dedi S. Riyadi, Penerjemah). Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta. Hal. 211
3
Abdullah,Yusri A., G. (2004) Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hal. 66
Masyrarakat Arab Pra-Islam merupakan kancah peperangan terus-
menerus. Sehingga kebudayaan mereka tidak berkembang. Itulah salah-satu
penyebab bahan-bahan sejarah Arab Pra-Islam sangat langkah untuk ditemukan
didunia Arab dan dalam Bahasa Arab. Pengetahuan tentang Arab Pra-Islam
diperoleh melalui syair-syair yang berbeda dikalangan para perawi syair.
Contohnya, pada masa Pra-Islam selalu diadakan perlombaan syair dipasar Ukaz,
kemudian syair-syair yang dinyatakan menang langsuang digantung di dinding
ka’bah oleh penitianya. Walaupun syair-syair yang melalui tradisi lisan,tetapi
tetap menekankan pada unsur fakta. Terlepas dari kondisi lingkungannya,
sedapat-dapatnya tidak mengalami perubahan dalam proses berfikir manusia.
Jadi, masyarakat Arab Pra-Islam memiliki tradisi atau kebiasaan tersendiri untuk
mengukir semua sejarah yang ada pada zamannya. Mereka tidak menggunakan
tulisan untuk mengabadikan sejarah, melainkan dengan tradisi lisan yang mereka
anggap lebih dihargai dan dihormati.
Untuk melacak juah kebelakang sejarah perjalanan dan warisan turun-
temurun masyarakat masyarakat Arab pada masa jahiliyah. Maka kita harus
mengarahkan pada tradisi lisan yang mereka miliki. Orang-orang Arab sebelum
islam memang telah mengenal tradisi lisan yang menyerupai bentuk sejarah lisan.
Itulah yang disebut dengan hari-hari penting (al-Ayyam) dan sisilah (al-ansab)
pada masyarakat Arab Pra-Islam.
a. Al-Ayyam
Al-Ayyam adalah peristiwa peperangan antar kubilah Arab.
Dilingkungan kabilah Arab jahiliyah sering terjadih perang antar kabilah
atau suku baik disebabkan perselisihan untuk memilih pemimpin,
perebutan sumber air dan perebutan padang rumput untuk pengembalaan
binatang ternak. Karena Amstrong dalam (Liputo,2014) Menyebutnya
dengan istilah ghazu “serangan”yang merupakan jalan pintas untuk
mendistribusikan sumber daya guna memenuhi seluruh kebutuhan pada
saat itu. Pihak penyerang akan menyerbu rombongan dari suku lawan dan
membawa pergi barang jarahan mereka. Dalam penyerangan tersebut,
mereka sangar berhati-hati agar tidak ada korban jiwa karena hal ini akan
memancing kemarahan dan aksi balas dendam. Ayyam al-Arab sendiri
secara etimologi memiliki arti hari-hari penting bangsa Arab. Disebut
demikian karena peperangan tersebut hanya terjadi di siang hari.
Sementara pada malam harinya mereka berhenti berperangan, beristirahat
untuk menunggu hari esok dan melanjutkan perang kembali.
Kemudian, Al-Ayyam juga merupakan kumpulan cerita yang
berbentuk lisan yang merajuk pada soal-soal yang berkaitan dengan
kegiatan masyarakat Arab di zaman jahiliyah. Segala kegiatan dan
tanggung jawabnya adalah takluk sepenuhnya kepada suku-suku yang
terlibat. Adapun isi dari Ayyam Al-Arab ini adalah perang-perang dan
kemenangan-kemenangan, untuk tujuan membanggakan diri terhadap
kabilah-kabilah yang lain. Informasi ini diabadikan dalam bentuk syair
maupun prosaprosa yang diselingi syair-syair. Syair ini lah yang kemudian
melestarikan perpindahan dan mendiseminasikan berita tersebut. Apabila
syair itu terlupakan maka riwayat-riwayat kuno juga terlupakan. Hal inilah
yang memungkinkan sejarawan masa islam mengetahui masa tentang
Arab. Meskipun tidak semuanya menggambarkan kenyataan,berita itu
tentu bertolak dari realitas. Meskipun al-Ayyam merupakan karya sastra
yang mengandung informasi sejarah namun peristiwa-peristiwa yang
direkamnya tidak sistematis,terputus-putus dan setiap informasiyang
disampaikannya berdiri sendiri-sendiri dan tidak memperhatikan waktu
dan kronologisnya serta tidak mempertimbangkan kuasalitas sejarah dan
teori-teori sejarah tertentu.peristiwa-peristiwa perang antar kabilah-
kabilah Arab itu diabadikan dalam gubahan syair atau kisah yang diselang-
seling dengan syair, yang dimaksudkan untuk tujuan membangga-
banggakan kabilah-kabilah lainnya. Syair atau kisah yang diselang selingi
syair itu,pada masa Arab Pra-islam, diwariskan turun-temurunsecara lisan.
syair-syair dan prosa itu, pada masa aal islamdihimpun secara tertulis pada
abad ke 2 H atau 8 M,dalam buku-buku terutama buku yang bernuansa
sastra.
b. Al-Anshab
Al-Anshab adalah bentuk tradisi Pra-Islam yang mengandung
banyak sejarah yang artinya silsilah. Al-Anshab adalah kata jamaka dai
kata “nasab” yang berate silsilah (genealogi). Sejak masa jahiliyah orang-
orang Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuaan tentang
nasab. Ketik ini pengatahuan tentang nasab meruapkan salah satu cabang
yang dianggap penting. Setiap kabilah menghafal silsilahnya,semua
anggota kelurga nya menghafalnya agar tetap murni dan silsilah itu
dibanggakan terhadap kabilah lain. Meskipun di dalam al-Ansab pada
petunjuk sejarah, namun tidak bisa dikatakan bahwa ini adalah ekspresi
kesadaran bangsa Arab terhadap sejarah, karena pertama, pada masa Pra-
Islam perhatian terhadap silsalah belum mengambil tradisi tulis baru
sebatas hafalan. Kedua, pengetahuan tentang silsilah akan lenyap jika tidak
ada yang menghafalnya. Ketiga, hafalan mereka tentang nasab-nasab
bercampur dengan mitos. Keempat, tradisi ini tidak menyebar pada sejarah
“umum” yang meliputi setiap kabilah, karena mereka memang belum
mengenal tanah air. Kitab sejarah yang memaparkan nasab-nasab Arab dan
asal muasal mereka disebut kitab al-Anshab. Orang -orang mempunyai
kelebihan dalam bidang ilmu tersebut. Sebagai rasa kefanatikan terhadap
kabilah yang bersambung sebelim islam. Ada beberapa kitab al-Anshab
yang sangat terkenal dengan nasab ini adalah kitab jamharatun nasab
karangan Muhammad bin saib al-kalabi,kitab nasabun quraisy karangan
mus’ab bin zubairi, dan kitab jamharatu Ansab al-Arab karangan ibnu
Hazm al-Andalusi perhatian orang-orang Arab terhadap nasab semakin
berlanjut, walaupun Rasulullah saw. Telah melarang umatnya untuk
berbangga-bangga dengan kabilah.
B.Tradisi Dan Kepercayaan Bangsa Arab
Bangsa Arab termasuk bangsa yang banyak memeluk agama. Mayoritas
penduduknya memeluk agama Paganisme yaitu penyembahan terhadap berhala,
setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Berhalaberhala tersebut dipusatkan di
Ka’bah, meskipun di tempat lain juga ada. Berhala yang paling istimewa adalah
Hubal, yang dianggap sebagai dewa terbesar dan di letakkan di Ka’bah, Lata,
dewa tertua dan terletak di Thaif, Uzza, bertempat di Hijaz, kedudukannya di
bawah Hubal, dan Manat yang bertempat di Yatsrib. Berhala-berhala itu mereka
jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk mereka.
Agama lain yang dianut oleh kaum minoritas adalah agama Monothisme. Agama
tersebut merupakan agama Hanif yang dibawa oleh Nabi Ibrahim As, kemudian
diteruskan dakwahnya oleh Nabi Ismail. Pada mulanya bangsa Arab mengikuti
dakwah Nabi Ismail yang menyeru kepada agama bapaknya Nabi Ibrahim, yaitu
agama tauhid yang intinya menyembah hanya kepada Allah SWT. Seiring
bergulirnya waktu sekian lama, banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran
tauhid ini. Meskipun begitu, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syi’ar agama
Nabi Ibrahim hingga jauh sebelum masa Rasulullah diutus. Saat itu dikenal
seorang tokoh bernama Amr bin Luhay, pemimpin Bani Khuza’ah. Amr
dibesarkan dalam lingkungan yang baik. Dia banyak bersedekah dan memiliki
perhatian yang baik terhadap agama. Banyak orang menyukai dan mengikutinya
karena disangka ulama besar dan wali Allah. Sayangnya, Amr bin Luhay tidak
ditakdirkan oleh Allah tetap lurus dalam agama tauhid. Ketika Amr bin Luhay
dan beberapa orang pengikutnya pergi ke negeri Syam dan melihat orang di
negeri itu menyembah berhala, dia menilai itu baik (istihsan) dan mengira bahwa
itu adalah benar (haq). Menurutnya semua yang ditemukan di negeri Syam baik,
karena negeri Syam merupakan negeri tempat turunnya para Rasul dan kitab-
kitab Allah SWT. Amr bin Luhay pulang ke Makkah dengan membawa berhala
yang bernama Hubal kemudian berhala itu diletakkan di dalam Ka’bah. Amr bin
Luhay mengajak penduduk Makkah menyekutukan Allah SWT, dan ajakan itu
mendapat sambutan dari para penjaga Ka’bah dan Ahlul Haram. Inilah awal
penduduk Arab menyembah berhala setelah dibersihkan oleh Nabi Ibrahim As.
Adapun bentuk-bentuk peribadatan yang dilakukan kepada berhala-
berhala itu beragam. Yang sering mereka lakukan adalah dengan menyampaikan
sembahyang atau peribadatan di hadapan berhala-berhala tersebut atau
memberikan berbagai macam sesajen dan menyembelih untuknya, atau juga
menyembelih hewan dengan menyebut nama-nama berhala tersebut. Kebanyakan
dari mereka mempunyai berhala-berhala sendiri di dalam rumah masing-masing.
Mereka berthawaf mengelilingi berhalanya itu ketika akan keluar atau sesudah
kembali pulang, dan kadangkala dibawanya pula berhala tersebut bepergian.
Semua berhala-berhala tersebut, baik yang berada di dalam Ka’bah dan
sekelilingnya, yang berada di masing-masing kabilah, maupun yang berada di
rumah-rumah, dianggap sebagai perantara antara penganutnya dengan dewa
besar. Mereka beranggapan penyembahannya itu sebagai bentuk pendekatan
kepada Tuhan.4
Selain kepercayaan paganisme seperti di atas, keyakinan terhadap tahayul
dan khurafat juga menjadi perilaku beragama mayoritas masyarakat Jazirah Arab
sebelum datangnya Islam. Mereka sangat mempercayai perkataan peramal, orang
pintar (arraf), dan ahli nujum, di samping mereka juga melakukan sendiri thiyarah
atau meramal nasib dengan sesuatu. Adakalanya juga mereka mengundi nasib
dengan azlam (anak panah tanpa bulu). Sementara itu, sebelumnya sudah ada
beberapa agama dan keyakinan yang dianut oleh sebagian kecil saja masyarakat
Jazirah Arab, di antaranya yaitu Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi’ah. 19
Agama Shabi’ah adalah agama yang menyembah binatang yang menurut mereka
mempunyai kekuatan. Hubungan mereka dengan orang-orang Arab yang

4
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad,110.
menyembah berhala itu baik-baik saja. melaksanakan upacara keagamaan dan
bahkan membangun kembali tempat peribadatan yang hancur akibat perang.
Itulah agama-agama yang dianut oleh Bangsa Arab sebelum Islam datang.
Sebenarnya jika dianalisa,bahwa nenek moyang bangsa Arab sebelum Islam
datang adalah memeluk agama nabi Ibrahim yang mengajarkan ketauhidan.
Namun lambat laun ajaran ini akhirnya punah. Kepercayaan masyarakat pra Islam
terhadap agama Paganisme, Yahudi dan Majusi sangat kuat, sehingga saat Islam
datang belakangan, maka masrakat arab secara umum menentang dengan keras
kehadiran agama baru yang akan merusak tatanan agama yang sudah lama
diyakini oleh kakek neneknya terdahulu.

C.Keadaan Sosial Dan Politik Bangsa Arab


a. Keadaan Sosial
Bila dilihat dari segi sosiologis dan antropologis bangsa Arab
mempunyai tingkat solidaritas dan budaya yang tinggi. Tingkat solidaritas
yang sangat tinggi itu bisa dilihat dari kehidupan bangsa Arab di padang
pasir yaitu kaum Badui. Mereka mempunyai perasaan kesukuan yang
tinggi. Karena sukuisme itulah yang akan melindungi keluarga dan warga
suatu suku. Hal ini disebabkan terutama karena di padang pasir tidak ada
pemerintahan atau suatu badan resmi yang dapat melindungi rakyat atau
warga negaranya dari penganiayaan dan tindakan sewenang-wenang dari
siapa saja. Kabilah atau suku itulah yang mengikat warganya dengan ikatan
darah (keturunan) atau ikatan kesukuan. Kabilah itulah yang berkewajiban
melindungi warganya, dan melindungi orang-orang yang menggabungkan
diri atau meminta perlindungan kepadanya.
Bila salah seorang dari warganya, atau dari pengikut-pengikutnya
dianiaya atau dilanggar haknya, maka menjadi kewajiban atas kabilah atau
suku itu menuntut bela. Bangsa Arab mempunyai budaya yang tinggi itu
dapat diketahui dari kerajaan-kerajaan yang berdiri di Yaman. Dari Bani
Qathan ini telah berdiri kerajaan-kerajaan yang berkuasa di daerah Yaman,
di antaranya yang terpenting adalah kerajaan Ma’in, Qutban, Saba’ dan
Himyar.
a. Kerajaan Ma’in (Ma’niyah)
Kerajaan Ma’in ini berdiri kira-kira 1200 th SM, di Yaman.
Kerajaan Ma’in ini didirikan oleh suku Ma’in, yaitu suatu suku
yang terbilang besar di antara suku-suku dari Bani Qathan.
Kerajaan ini telah memiliki kekuasaan yang besar dan kekayaan
yang berlimpah. Penghidupan mereka terutama sekali ialah
berniaga. Kekuasaan mereka pun bersumber pada perniagaan.
Mereka telah membangun kotakota yang digunakan sebagai
stasiun perniagaan di sepanjang jalan yang melintasi Tanah Arab
dari selatan ke utara sampai ke Suriah. Stasiun ini berfungsi
menyiapkan perbekalan yang dibutuhkan para khalifah serta
menjaga para khalifah dari serangan perampok atau penyamun.
Bentuk pemerintahan mereka adalah monarki yang demokratis.
Rajanya memerintah secara turun-temurun kepada anak, dan
kadangkadang terdapat pula seorang raja memegang kekuasaan
bersama anaknya. Di samping raja ada majelis umum, sedang di
kota-kota dibentuk pemerintahan setempat.
b. Kerajaan Qutbah
Kerajaan Qutban berdiri di Yaman Selatan kurang lebih 1000
SM. Ibu kotanya Qutban. Kerajaan Qutban ini mempunyai
kedudukan penting dalam sejarah karena penguasaan dan
pengawasan mereka terhadap Selat Bab al-Mandib (gerbang
ratapan). Terletak di antara Arabia (timur laut) dan Afrika (barat
daya) yang menghubungkan Laut Merah. Selat Bab al-Mandib
termasuk salah satu pusat perniagaan di masa itu.
c. Kerajaan Saba’
Kerajaan Saba’ berdiri kira-kira tahun 950 SM. Kerajaan
Saba’ dibangun oleh rajanya yang pertama yang bernama Saba’
Abdu Syam ibn Yasyjub ibn Ya’rub dan Qathan. Yaman adalah
daerah yang kering, karena tidak ada sebuah sungai pun
mengalir, dan hujannya adalah hujan musiman yang hanya turun
pada musim penghujan saja, karena itu, raja Saba’ membangun
sebuah bendungan air di dekat kota Ma’arib, bendungan ini
adalah salah satu keajaiban teknik dunia kuno dan merupakan
pusat dari bangsa Saba dan Kerajaan Himyar yang dikenal dalam
sejarah dengan sebutan “Saddu Ma’arib” (Bendungan Ma’arib).
d. Kerajaan Himyar (Himyariyah)
Himyar berdiri kira-kira tahun 115 SM. Didirikan oleh suku
Himyar, sedang asal-usul suku Himyar itu adalah seorang di
antara saudara-saudara raja Saba’ pendiri kerajaan Saba’iyah.
Kerajaan Himyariyah, raja-rajanya suka berperang dan
menyerang serta menaklukkan negara tetangga. Mereka
mempunyai bala tentara yang panglima-panglimanya suka
memperluas daerah atau kawasan negaranya dengan menyerang
atau menaklukkan negara-negara lain. Mereka pernah
memerangi Persia dan Ethiopia (Habasyah) dan lain-lain.
Di antara raja-raja tersebut adalah Syammar Yar’asy. Raja ini
menurut sejarawan di kalangan bangsa Arab, pernah menyerang
dan menaklukan Irak, Persia dan Khurasan. Kehidupan sosial
bangsa Arab dapat juga kita ketahui, misalnya dengan adanya
syair-syair Arab. Ada dua cara dalam mempelajari syair Arab di
masa jahiliyah. Kedua cara itu amat besar manfaatnya.
1) Mempelajari syair itu sebagai suatu kesenian, yang oleh
bangsa Arab amat dihargai.
2) Mempelajari syair itu dengan maksud supaya kita dapat
mengetahui adat-istiadat dan budi pekerti bangsa Arab.

2. Keadaan Politik
a. Pemilihan Pemimpin
Penduduk jazirah Arab terbagi menjadi dua: penduduk kota dan
penduduk badui. Aturan yang berlaku di sana adalah adat kesukuan.
Bahkan aturan adat kesukuan ini berlaku hingga di lingkungan Kerajaan
yang notabene merupakan lingkungan kota di jazirah Arab. Seperti
kerajaan Yaman di Arab bagian selatan, kerajaan Hairah di Arab bagian
timur laut, dan kerajaan Ghassaniyah di Arab bagian barat laut, nama
Ghassān merujuk kepada kerajaan suku Ghassaniyah, yang merupakan
kerajaan Kristen Arab kuno di Levant. Mereka tidak melebur menjadi
satu golongan, akan tetapi terpecah menjadi beberapa kabilah dan setiap
kabilah fanatik dengan kabilahnya masing-masing. Kabilah Arab terdiri
dari sekelompok orang yang diikat dengan hubungan satu darah, satu
nasab, dan satu golongan. Untuk memayungi kehidupan mereka
dibuatlah undang-undang adat yang mengatur hubungan antar individu
dan jama’ah mereka. Prinsip solidaritas dan kesetiakawanan sangat
dijunjung tinggi oleh mereka dalam menjalankan hak dan
kewajibannya. Dan undang-undang adat inilah yang kemudian mereka
pegang teguh dalam mengatur kehidupan politik dan sosial mereka.
Pemimpin kabilah dipilih dan diangkat oleh kalangan mereka sendiri
dan untuk menjadi pemimpin kabilah harus memiliki beberapa kriteria
tertentu, di antaranya adalah pemberani, berwibawa, karismatik, dan
lain sebagainya. Pemimpin kabilah memiliki hak baik yang bersifat
moral maupun material. Di antara hak moral bagi pemimpin kabilah
adalah mendapatkan penghormatan, penghargaan dan dipatuhi segala
perintahnya, memutuskan, dan menjatuhkan hukuman. Adapun hak
materialnya adalah dia mendapatkan seperempat dari harta rampasan
perang, dan sebelum harta rampasan perang dibagikan dia juga berhak
untuk mengambil sebagiannya atas nama pribadi.
Sebagai konsekuensinya, seorang pemimpin kabilah memiliki
tanggung jawab dan kewajiban, di antaranya adalah pada masa damai
seorang pemimpin kabilah dituntut agar bersikap dermawan dan murah
hati, pada saat perang dia berada di garda terdepan. Dia juga memiliki
tugas untuk memutuskan genjatan senjata dan mengagendakan
perjanjian.
b. Administrasi Negara
Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota Makkah,
kota suci tempat Ka’bah berdiri, didirikanlah suatu pemerintahan yang
pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu Jurhum,
sebagai pemegang kekuasaan politik dan Ismail (keturunan Nabi
Ibrahim as) sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan
politik kemudian berpindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku
Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku terakhir inilah yang
kemudian mengatur urusanurusan politik dan urusan- urusan yang
berhubungan dengan Ka’bah. Semenjak itu suku Quraisy menjadi suku
yang mendominasi masyarakat Arab. Ada sepuluh jabatan tinggi yang
dibagi-bagikan kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy, yaitu
hijabah, penjaga kunci-kunci Ka’bah; siqayah, penjaga mata air Zam-
zam untuk digunakan oleh para peziarah; diyat, kekuasaan hakim sipil
dan kriminal; sifarah, kuasa usaha negara atau duta; liwa’, jabatan
ketentraman; rifadah, pengurus pajak untuk orang miskin; nadwah,
jabatan ketua dewan; khaimmah, pengurus balai musyawarah;
khazimah, jabatan administrasi keuangan; dan azlam, penjaga panah
peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Bangsa Arab pra-Islam biasanya disebut Arab jahilyah. Bangsa yang
belum berperadaban, bodoh dan tidak mengenal aksara. Namun, bukan berarti
tidak seorang pun dari penduduk masyarakat Arab yang tidak mampu membaca
dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi diketahui sudah mampu
membaca dan menulis sebelum mereka masuk Islam.
Adapun tradisi dan kepercayaan islam pada pra islam yaitu bangsa arab
masih menyembah berhala. Berhala yang paling istimewa adalah Hubal, yang
dianggap sebagai dewa terbesar dan di letakkan di Ka’bah, Lata, dewa tertua dan
terletak di Thaif, Uzza, bertempat di Hijaz, kedudukannya di bawah Hubal, dan
Manat yang bertempat di Yatsrib. Berhala-berhala itu mereka jadikan tempat
menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk mereka. Agama lain
yang dianut oleh kaum minoritas adalah agama Monothisme.
Keadaan sosial di arab pada masa pra islam mempunyai tingkat solidaritas
dan budaya yang tinggi. Tingkat solidaritas yang sangat tinggi itu bisa dilihat dari
kehidupan bangsa Arab di padang pasir yaitu kaum Badui. Mereka mempunyai
perasaan kesukuan yang tinggi. Karena sukuisme itulah yang akan melindungi
keluarga dan warga suatu suku.

B.Saran
Dalam menyelesaikan makalah ini kami selaku penulis mengakui bahwa
masih banyak kekurangan yang terdapat pada isi makalah kami ini, maka untuk
itu kami selaku penulis berharap semoga senantiasa untuk memberikan kritik dan
saran atas makalah kami ini. Dan semoga makalah yang kami sampaikan ini dapat
menjadi bermanfaat bagi teman teman semua.
DAFTAR PUSTAKA

Asmuni, yusran. (1996). Dirasah Islamiyah II. Jakarta:PT.Raja Grapindo Persada.


Hal.55
Hitti, Philip K. (2005). History of The Arabs, (R. Cecep L. Yasin dan Dedi S.
Riyadi, Penerjemah). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Hal. 211
Abdullah,Yusri A., G. (2004) Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 66
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad,110.

Anda mungkin juga menyukai