SYI’R
(Al-Adab al-‘Araby)
Disusun Oleh :
Nurul Musfirah 2211010046
Risya Sabrina Indira. 2211010062
Dosen Pengampu :
Najmah Sayuti, S.Ag., M.A
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada
waktunya.Adapun pembahasan kami didalam makalah ini ialah tentang “kondisi masyarakat
Arab sebelum Islam”.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................3
I. Kondisi Mayarakat Arab Sebelum Islam....................................................................................4
a. Kondisi Politik................................................................................................................................4
b. Kondisi Ekonomi............................................................................................................................4
c. Kondisi Kebudayaan.......................................................................................................................5
d. Agama.............................................................................................................................................5
II. Perbedaan al-syi’ir dan al-natsr................................................................................................6
a. Definisi Al-Natsr.............................................................................................................................6
b. Macam-Macam Pola Al-Natsr........................................................................................................6
c. Definisi Al-Syi'ir.............................................................................................................................7
d. Macam-Macam Al-Syi'ir.................................................................................................................7
III. Genre/jenis-jenis al-syi’ir berdasarkan tujuan (aghradh)-nya.............................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................9
3
A. Kondisi Mayarakat Arab Sebelum Islam
Kondisi kehidupan Arab sebelum datangnya Islam, dikenal sebagai zaman Jahiliyah.
1. Kondisi Politik
Selama periode Jahiliyah seluruh wilayah Arabia senantiasa dalam kemerdekaannya, kecuali
sebagian kecil wilayah bagian utara yang dikuasai dan diperebutkan oleh Imperium Persia
dan Romawi secara bergantian. Masyarakat Arab terpecah menjadi sejumlah suku yang
masing-masing memiliki seorang kepala suku yang disebut "Syaikh". Mereka terikat
persaudaraan dengan sesama warga suku. Hubungan mereka yang berlainan suku bagaikan
musuh. Mereka tidak segan-segan turun ke medan pertempuran untuk membela kehormatan
sukunya, sekalipun harus mengorbankan jiwa. Mereka tidak mengenal sistem pemerintahan
pusat, karenanya jika terjadi permusuhan antara suku-suku tersebut tidak ada pihak yang
menjadi penengahnya, sehingga permusuhan ini dapat mengakibatkan peperangan yang dapat
berlangsung beberapa tahun. Misalnya, perang Basus, yakni peperangan antara Bani Bakar
melawan Bani Taghlib yang berlangsung selama 40 tahun lebih. Perang Dahis dan Perang
Ghabra (keduanya adalah nama keledai), yakni peperangan antara suku Abes dengan suku
Dhubyan berlangsung selama beberap kali peperangan. Peperangan dan penyerbuan antar
suku bagaikan kesibukan mereka setiap hari. Sebagian besar kehidupan mereka belum
mengenal sistem hukum. Adapun hukum yang berlaku bagaikan hukum Rimba, "yang kuat
menindas yang lemah". Dalam situasi politik seperi ini tampaklah bahwa politik masyarakat
Arabia terpecah-pecah, retak menjadi kepingan-kepingan disebabkan permusuhan antar suku.
2. Kondisi Ekonomi
Arab merupakan wilayah gersang yang tidak menumbuhkan hasil pertanian. Keadaan
demikian ini menyebabkan kondisi perekonomian mereka pada umumnya payah. Mata
pencaharian sebagian mereka adalah berternak. Kelompok bangsawan biasanya menguasai
hubungan perdagangan domestik bahkan hubungan perdagangan luar negeri. Di antara
kalangan bangsawan ini adalah keluarga Usman dan keluarga Abu Bakar. Perekonomian
mereka lebih baik, namun mereka jumlahnya tidak banyak, sedangkan masyarakat umum
perekonomiannya miskin dan menderita. Praktis pinjam meminjam didasarkan sistem renten
4
(riba), sebagaimana hal ini berlaku di masyarakat Yahudi yang memperlakukan pihak yang
berutang secara kejam
3. Kondisi Kebudayaan
Masyarakat Arabia sangat terkenal dengan kemahirannya dalam bidang sastra: bahasa dan
syair. Bahasa mereka sangat kaya sebanding dengan bahasa bangsa Eropa sekarang ini.
Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa merupakan kontribusi mereka yang cukup
penting terhadap perkembangan dan penyebaran Islam. Keberhasilan penyebaran Islam
diantaranya didukung oleh kekuasaan bahasa Arab, khususnya bahasa Arab al-Quran.
Kemajuan kebudayaan mereka dalam bidang syair tidak diwarnai dengan semangat
kebangsaan Arab, melainkan diwarnai oleh semangat kesukuan Arab. Pujangga-pujangga
syair zaman jahiliyah membanggakan suku, kemenangan dalam suatu pertempuran,
membesarkan nama tokoh-tokoh dan pahlawan, serta leluhur mereka. Mereka juga memuja
wanita dan orang-orang yang mereka cintai, dalam syair-syainya. Pada saat itu, puisi atau
syair bukanlah merupakan kebiasaan elit tertentu, melainkan syair hanyalah merupakan
media ekspresi sastra. Ghalan ibn Salamah dari suku Tsaqif dalam satu minggu mampu
menciptakan sekumpulan syair, lalu ia membacakannya diadakan pembahasan dan kritik
sastra. Syair bangsa Arab pra Islam merupakan salah satu obyek penelitian sejarah. Syair-
syair mereka menggambarkan seluruh aspek kehidupan masyarakat Arab pra-Islam. Syair
Arab ini salah satu bentuk sastra yang sangat dihargai dan dihormati dalam masyarakat Arab
pra-Islam karena syair ini digunakan untuk menyampaikan pesan,mengungkapkan
perasaaan,dan merekam sejarah.
4. Agama
Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai
Tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun-temurun sejak Nabi Ibrahim dan Ismail. Al-
Quran menyebutkan agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui Ke-Esaan
Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi
rizki dan sebagainya. Kepercayaan kepada Allah tersebut tetap diyakini oleh bangsa Arab
sampai kerasulan Nabi Muhammad SAW. Hanya saja keyakinan itu dicampurbaurkan dengan
tahayul dan kemusyrikan, mempersekutukan Tuhan dengan sesuatu dalam menyembah
kepada-Nya, seperti jin, roh, hantu, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan, berhala dan
sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agama Hanif itu disebut agama Watsaniyah.
5
Watsaniyah, yaitu agama yang memperserikatkan Allah dengan mengadakan penyembahan
kepada: Aushab (batu yang belum memiliki bentuk), Autsan (patung yang dibuat dari batu)
dan Ashaam (patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang
tidak terbuat dari batu) Penyimpangan itu terjadi perlahan-lahan. Mereka menyatakan
berhala-berhala itu sebagai perantara terhadap Allah. Allah tetap diyakini sebagai Yang Maha
Agung. Tetapi antara Tuhan dengan makhlukNya dirasakan ada jarak yang mengantarinya.
Berhala-berhala berlambang malaikat, putra- putra Tuhan. Berhala adalah kiblat atau penentu
arah dalam menyembah dan peribadatan. Berhala itu tempat bersemayamnya roh moyang
mereka yang harus dihormati dan dipuja. Demikian juga di antara mereka ada yang
mempertuhankan binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai anasir yang memberi
pengaruh terhadap alam semesta dan kehidupan manusia.
Secara bahasa, al-natsr berarti prosa, kata yang merupakan kebalikan dari syi’ir (puisi).
Umum nya buku-buku sastra arab yang terbit belakangan ini mendefinisikan al-natsr sebagai
bahasa tulis biasa, bukan berbentuk dan terikat oleh kaidah syi’ir (puisi) yang memiliki
wazan (prosodi gaya lama) dan qafiyah (kesesuaian akhir baris/satar) sebagaimana definisi
prosa dalam kamus bahasa Indonesia. (kamil, 1 januari 2006)
1. Definisi al-natsr
Para ahli sastra Arab dalam mendefinisikan natsr (prosa) selalu mengoposisikannya dengan
syi'r (puisi). Dalam al- Mu'jam al-Mufassal fi al-Lughah wa al-Adab, natsr didefinisikan
dengan الكالم المرسل الذي ال يقيده وزن وال قافيةyaitu sebuah karya sastra yang bebas dari wazan dan
qafiyah Untuk memahami kata mursal kita bisa merujuk pada kamus yang mengartikan natsr
mursal dengan آداب خالي من الس]جعyakni karya sastra yang bebas dari sajak. (DR. CAHYA
BUANA, AGUSTUS 2021)
Matsal (peribahasa) dan hikmah (pepatah) Matsal adalah bentuk tunggal (mufrad) dari
amtsäl. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah peribahasa. Abu Ali mengumpulkan
beberapa pengertian kata matsal secara etimologi dari berbagai kamus, baik klasik maupun
modern, di antaranya: التس]]وية والمماثل]]ةpersamaan dan penyerupaan الش]]به والنظ]]يرmirip dan
sebanding الحديثungkapan العبرةpelajaran الصفةsifat اآليةtanda dan lainnya.
6
Contoh peribahasa " "الصيف ضيعت اللبنyang artinya menyia-nyiakan susu di musim panas,
Peribahasa ini sama saja dengan " "أهملت وقت االمكان أمركyang artinya engkau menyia-nyiakan
urusan di saat semuanya memungkinkan.
Adapun hikmah yaitu kata-kata yang baik yang mengandung makna kebijaksanaan dan
kebenaran. Amtsal dan hikmah bisa saja dalam bentuk prosa. Beberapa contoh hikmah
Jahiliyah dalam bentuk prosa dalam kitab al-Wasit:
b. Pidato (khitabah)
Jahiliyah adalah khithabah atau orasi. Prosa ini basisnya adalah kata-kata yang fasih (jelas)
serta kalimat atau ungkapan yang balig. Istilah fasih dan balig memiliki kriteria tersendiri dan
banyak dibahas dalam ilmu balagah. Dalam ilmu balagah fasohah yaitu kata-katanya jelas,
Tidak diragukan lagi jika seni ini berkembang cukup pesat pada masa Jahiliyah. Hal ini tentu
saja terkait dengan budaya bangsa Arab yang di antaranya adalah peperangan. Budaya ini
tentu memerlukan kemampuan orator untuk mengobarkan peperangan ataupun menyerukan
perdamaian. Namun demikian, sebagaimana disampaikan oleh Syauqi Dhaif, bahwasanya
tidak ada dokumentasi terkait teks-teks khithabah seperti halnya syair.
Pada masa Jahiliyah terdapat golongan yang diyakini mengetahui hal-hal yang besifat gaib
serta mampu meramal masa depan melalui informasi yang diperoleh dari jin yang menjadi
para pengikutnya. Kelompok ini disebut dengan kahin (peramal/dukun). Adapun pengikutnya
yang biasa dijadikan sebagai media komunikasi disebut dengan al-ra'i. Mereka pada
umumnya membuka praktik di rumah-rumah berhala, sehingga secara ideologi memiliki
tempat istimewa di kalangan masyarakat Jahiliyah dan dianggap suci. Masyarakat Arab
jahiliyah banyak bergantung pada para kuhhan dalam banyak urusan. Mereka diposisikan
sebagai penengah atau konsultan dalam konflik-konflik sosial, keluarga, peperangan dan
lainnya layaknya penasehat spiritual.
7
Banyaknya kuhhan yang menggunakan mantra dalam bentuk syair bukan berarti mantra
dalam bentuk prosa tidak digunakan. Tercatat dalam sejarah sastra Arab Jahiliyah mantra
dalam bentuk saja tetap berkembang, sebagai contoh mantra Azza Salimah:
لقد نقر المجد بني العشراء للمجد والسناء، والعقاب والصقعاء واقعة ببيقاء.واألرض والسماء
Demi bumi dan langit,demi rajawali dan matahari,terjadi di Baiqa,kemenangan akan datang
pada Bani'Usyara,demi kemuliaan.
3. Definisi Al-Syi’ir
Syi’ir, seringkali kita mendengar istilah tersebut dalam buku-buku sejarah kebudayaan
bangsa arab terutama pra islam. Istilah tersebut secara etimologis diambil dari asal kata شعر
يشعر شعرا وشعوراyang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi atau mengubah
sebuah syair. Sedangkan menurut Jurji Zaidah, syair berarti nyanyian (Al-Ghina), lantunan
(Insyadz), atau melagukan (Tartil). Asal kata ini telah hilang dari bahasa arab, namun masih
ada dalam bahasa lain seperti syuur dalam bahasa ibrani yang berarti suara, nyanyian,
melantunkan lagu. Diantara sumber kata syi’ir adalah syir’ir yang berarti kasidah atau
nyanyian-nyanyian, yang terdapat dalam kitab taurat juga menggunakan nama ini.
4. Macam-Macam Syi’ir :
Apabila ditinjau dari segi bentuknya, syi’ir atau puisi arab terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Syi'ir Multazam adalah syi'ir yang terikat dengan aturanwazan dan qâfiyah. Puisi Arab lama
(masa Jahiliyah dansebelum masa modern) masih mengikuti secara ketat aturanwazan dan
qâfiyah ini.
Syi'ir Mursal/Muthlaq adalah syi'ir yang hanya terikat dengan satuan irama atau taf'ilah tapi
tidak terikat oleh aturan wazan dan qâfiyah.
8
C). Syi'ir Mantsur/Bebas
Syi'ir Mantsur/Bebas adalah syi'ir yang sama sekali tidak terikatoleh aturan wazan dan
qâfiyah. Syi'ir Mursal/Muthlaq dan Syi'ir Mantsur/Bebas banyak dijumpai pada
puisi Arab modern. (malihatusholihah, 2023)
" أنَت الَقَم ُر، أنَت الَّن هاُر، أنَت الَّش مُس
أنَت الَب حُر، أنَت اَألرُض،أنَت الَّسَم اُء
أنَت الِّسُّر، أنَت الَع شُق،أنَت الَح ياُة
أنَت الَح ُّق، أنَت الَو جوُد،"أنَت الُك ُّل
Terjemahan:
"Engkau adalah matahari, engkau adalah siang, engkau adalah bulan
Engkau adalah langit, engkau adalah bumi, engkau adalah laut
Engkau adalah kehidupan, engkau adalah cinta, engkau adalah rahasia
Engkau adalah segalanya, engkau adalah keberadaan, engkau adalah kebenaran"
2. Syi’ir Qasidah: jenis syi’ir yang panjang dan terstruktur,syi’ir ini terdiri dari beberapa
bait yang terhubung satu sama lain dengan tema yang sama. Syi’ir Qasidah sering
digunakan untuk memuji atau merayakan tokoh terkenal,kejadian penting,atau
sebagai bentuk pujian.
Contohnya :
9
3. Syi’ir Muwashshah:jenis syi’ir yang berasal dari Andalusia,Spanyol Islam,yang
memiliki pola irama dan rima yang khas. Syi’ir ini sering kali berisi ungkapan
cinta,keindahan alam,atau pujian terhadap keindahan.
Contohnya : "Zarani Al-Mahboub" oleh Al-Andalus:
َز َر ِنَي الَم حُبوُب َو َح َلَو الَّلَقاُء
َفَت َلَّقت َن فِس ي ِبالَّش وِق َو الَج َد اُء
َو َح َلَلت َقلِبي ِبالَهَو ى َو الَهَو اُء
َو َأصَبَح ت َس َك نى َو الَّد اُر َو الَو َط اُء
Terjemahan:
Kekasihku datang dan pertemuan sangatlah manis
Jiwaku menerima dengan kerinduan dan kegembiraan
Hati ini terhiasi dengan cinta dan semangat
Tempat tinggalku menjadi tempat kediaman dan keindahan
4. Syi'ir Nabati: jenis syi'ir yang berasal dari masyarakat Arab Bedouin. Syi'ir ini memiliki
gaya yang sederhana, menggunakan bahasa sehari-hari, dan sering kali berisi kisah-
kisah kehidupan nomaden. Syi'ir nabati sering kali diiringi dengan musik dan tarian
tradisional.
Contohnya:
يا َلْي َلَة اْلَفَن اِء،يا مراعي األنس
يا َن ِس يَم الَّسَم اِء، يا طولَة الَّسَه ِر
َي ا ُقْر َب َة اْلَهَو اِء، يا أْر َض اْلَج َم اِل
َأْل
َي ا َغ ْي َم َة ا َم اِن، يا َب ْس َم َة الَّصَب اِح
5. Syi'ir Madih jenis syi'ir yang digunakan untuk memuji atau merayakan Nabi
Muhammad SAW atau tokoh-tokoh agama lainnya. Syi'ir madih sering kali berisi
pujian terhadap keutamaan, kebijaksanaan, atau keagungan Nabi atau tokoh agama.
10
Contohnya:
jenis syiir yang digunakan untuk memuji Nabi Muhammad SAW:
"يا رسول هللا يا حبيب هللا
نورك يضيء الدروب واألماكن
يا شفيع األمة يا رحمة هللا
"صلى هللا عليك يا سيد األنبياء
Wahai Rasulullah, wahai kekasih Allah
Cahayamu menerangi jalan dan tempat-tempat
Wahai pemberi syafaat umat, wahai rahmat Allah
Semoga Allah melimpahkan shalawat kepadamu, wahai pemimpin para nabi
6. Syi'ir Hija'i: Dalam kamus Lisan al-Arab kata hija berarti mencaci dengan syair. Genre
ini dibuat secara sengaja oleh seorang penyair untuk membangkitkan permusuhan,
kemarahan, kebencian, kedengkian, perselisihan, perpecahan, fanatisme kesukuan,
membela seseorang. Contohnya :
ما ِز لُت أرمي الَك لَب َح َّت ى َت َر ْك ُتُه * َك ِس يَر َج ناح ما تقوم جبايره
Aku melemparkan seekor anjing dan meninggalkannya dalam keadaan patah lengan
serta remuk tulang belulangnya
DAFTAR PUSTAKA
kamil, s. (1 januari 2006). al-nasr al-adabi (prosa sastra arab). jakarta: pustaka firdaus.
pratiwi, a. t., khairani, b. n., ardiansyah, & hadiatulmunawarah. (2023). Perkembangan Sastra Arab
Pada Masa Permulaan Islam. 20-22.
sutiasumarga, m. (2001). kesusastraan arab asal mula dan perkembangannya. jakarta: zikrul hakim.
wargadinata, w., & fitriani, l. (2018). sastra arab masa jahiliyah dan islam. malang: UIN-MALIKI
PRESS.
11