Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Disusun oleh :
Kelompok 2 IAT 4C
FAKULTAS USHULUDIN
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban Islam dengan judul
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
program studi Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. Kami menulis makalah ini untuk membantu mahasiswa supaya lebih memahami
mata kuliah khususnya mengenai Islam dimasa rasulullah.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dr. Andi Nurlaela, M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dan juga teman-teman yang telah berpartisipasi dalam
mencari bahan-bahan untuk menyusun tugas ini sehingga memungkinkan terselesaikan
makalah ini, meskipun terdapat beberapa kekurangan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................6
A. Arab Pra Islam............................................................................................................................6
B. Sistetem Politik dan Kemasyarakatan, Kepercayaan dan Kebudayaan......................................7
BAB III..................................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................................12
A. Simpulan..................................................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem politik bangsa Arab pra Islam?
2. Bagaimana kemasyarakatan bangsa Arab pra Islam?
3. Apa sistem kepercayaan bangsa Arab pra Islam?
4. Bagaimana sistem kebudayaan bangsa Arab pra Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem politik bangsa Arab pra Islam
2. Untuk mengetahui kemasyakatan bangsa Arab pra Islam
3. Untuk mengetahui sistem kepercayaan bangsa Arab pra Islam
4. Untuk mengetahui sistem kebudayaan bangsa Arab pra Islam
BAB II
PEMBAHASAN
Bangsa Arab sebelum islam tidak mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada
pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah
pertalian darah. Rasa asyabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka,
sehingga bila mana terjadi salah seorang di antara mereka teraniaya maka seluruh
anggota-anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka “Tolong
saudaramu, baik dia menganiaya atau dianiaya “. Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini
mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya masing-masing. Kabilah
adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya adalah kesatuan
fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang
musuh dari luar kabilah.
Sistem hidup mereka yang terdiri atas kabilah-kabilah tidak menafikan adanya
pemerintahan pusat. Bentuk pemerintahan yang ada kala itu adalah oligarki atau
pemerintahan oleh suatu kelompok atau beberapa orang yang membagi-bagi
1
Yuangga Kurnia Yahya, Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan
Geopolitik, Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo Madiun Jawa Timur Jurnal al-Tsaqafa Volume 16, No. 01,
Juni 2019. Hal 45-46
kekuasaan dalam bidang-bidang tertentu. Ada kabilah yang menangani masalah
peribadatan, ada yang bertugas menangani pertahanan juga perekonomian. Pusat
pemerintahan kala itu adalah Dar al-Nadwa yang bertugas sebagai Majlis Syura dan
berkedudukan di Kota Suci Mekkah, dimana didalamnya terdapat Ka’bah, bangunan
suci bangsa Arab (Karim, 2015: 54)2
Bangsa Arab juga dikenal hidup dalam kabilah-kabilah atau klan-klan. Mereka
hidup berdampingan antar kabilah dengan perjanjian damai yang disebut al Ahlaf.
Kecintaan mereka terhadap keluarga, garis keturunan (nasab) dan kabilah
mengalahkan kecintaan mereka terhadap hal lainnya. Ibn Khaldun menyebutnya
dengan istilah al-‘Ashabiyah (Hitti, 1970: 27). Fanatisme kabilah ini seringkali
menimbulkan percekcokan dengan kabilah lain yang berujung pada peperangan
bahkan dalam hal sepele sekalipun, seperti kalah dalam pacuan kuda, persengketaan
hewan ternak, mata air atau padang rumput. Faktor geografis Arab yang dipengaruhi
oleh gurun-gurun pasir yang luas dan tandus mempengaruhi sifat dan perilaku rata-
rata orang Arab yang terkesan keras.
Kepala kabilah Arab, selain tegas dan keras, terkenal juga dengan
bertanggungjawab, murah hati, menjamu tamu dan ringan tangan dalam menolong
mereka yang membutuhkan bantuannya (Nicholson, 1907: 92; Hitti, 1970: 95;
Palmer, 2005: 157; Karim, 2015: 50, 52-54). Meskipun demikian, bangsa Arab
2
Ibid, hal. 48
3
A Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hal 20-21
4
ibid. hal. 23
terkenal kurang baik dalam pengorganisasian kekuatan dan penyatuan aksi karena
tidak adanya hukum reguler dan universal dan lebih mementingkan kekuatan pribadi
dan pendapat suku atas lainnya (Supriyadi, 2016: 55). Mungkin inilah penyebab sulit
bersatunya suku-suku dan kabilah di Arab.5
Agama kedua yang dianut oleh bangsa arab adalah agama monoteisme, agama
hanif yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Pengikut agama ini sangat sedikit, bahkan
ketika islam sudah ada merekat tidak segera mengimaninya. Selain itu ada agama
Masehi (kristen) yang dianut oleh Waraqah Ibn Naufal yang mengetahui banyak
tentang injil. Namun ketika datangnya islam, Usman Ibn Hawairis dan Abdullah Ibn
Jashy ragu terhadap kebenaran islam dan lebih memilih untuk kembali memantapkan
dalam menganut agama Masehi. Agama ketiga yang dipercayai oleh bangsa arab
adalah agama Shabiah yang menyembah binatang, matahari, bintang. Selain itu ada
juga yang menyembah binatang dan mempercayai malaikat sebagai anak perempuan
Tuhan serta menyembah jin.7
Dalam hal ini menurut teori Ibnu Kalbi: Bangsa Arab senang memuliakan
batu-batu yang ada di sekeliling Ka’bah/Mekkah kemana mereka pergi selalu
membawa batu tersebut, untuk kemudian thawaf mengelilingi batu yang dibawanya
itu, sehingga di mana-mana dibentuk patung. Patung-patung dan berhala itu mereka
kumpulkan di sekitar Ka’bah untuk disembah. Di sisi lain, mereka menyembah
berhala adalah hanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah):
Artinya : Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
5
Yuangga Kurnia Yahya, Op.Cit, Hal. 47-48
6
Taufiqqurahman, Sejarah Sosial Politik, hal. 6-7
7
Ibid., 7-8
tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.8
Waktu terus bergulir sekian lama, hingga banyak diantara mereka yang
melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu masih
ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr Bin
Luhay, (Pemimpin Bani Khuza’ah). Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal baik,
mengeluarkan shadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua
orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai ulama besar
dan wali yang disegani. Kemudian Amr Bin Luhay mengadakan perjalanan ke
Syam.Disana dia melihat penduduk Syam menyembah berhala. Ia menganggap hal itu
sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para
Rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa Hubal dan meletakkannya di
Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk membuat persekutuan
terhadap Allah. Orang orang Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Mekkah,
karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci. Pada
saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka ditempat-tempat
tertentu, seperti:
8
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: Duta Ilmu, 2005), 658.
4. Sistem Kebudayaan Bangsa Arab Pra Islam
Bangsa Arab diketahui telah memiliki peradaban jauh sebelum Islam muncul
disana. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa aspek peradaban Arab meliputi agama,
politik, ekonomi dan seni budaya. Sejarawan muslim membagi penduduk Arab
menjadi tiga kategori, yaitu: 1) al-‘Arab al-Ba’idah: Arab Kuno; 2)‘Arab al-Arabiyah:
Arab Pribumi; dan 3) al’Arab al-Musta’ribah: Arab pendatang (Supriyadi, 2016: 50;
Karim, 2015: 50).
Eksistensi Arab Kuno tidak dapat terdeteksi oleh sejarah kecuali beberapa
kaum yang dikisahkan dalam al-Quran dan kitab-kitab pendahulunya. Adapun Arab
pribumi adalah dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun dan ‘Adnaniyun yang berasal
dari Yaman dan merupakan keturunan Nabi Isma’il AS yang berdiam di Hijaz,
Tahama, Nejad, Palmerah dan sekitarnya (Supriyadi, 2016: 50; Karim, 2015: 50).
Dari segi tempat tinggal mereka dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu Ahl al-
Hadharah (penduduk kota) dan Ahl al-Badiyah (penduduka gurun pasir). Kedua
kelompok ini banyak perbedaan dalam pranata sosial, tata cara, ekonomi, dan politik
yang dipengaruhi kondisi geografi dan kondisi alam dimana mereka tinggal (Karim,
2015: 50).
Peradaban Arab pra Islam sering pula dikenal dengan nama Era Jahiliyyah
(kebodohan). Penamaan ini tidak murni dikarenakan kebodohan mereka dalam
berbagai segi dan tidak berperadaban, namun karena ketiadaan pengetahuan mereka
akan agama, tata cara kemasyarakatan, politik, dan pengetahuan tentang ke-Esaan
Allah. Adapun dari segi fisik, mereka dinilai lebih sempurna dibanding orang-orang
Eropa dalam berbagai organ tubuh, begitupula dalam sisi pertanian dan perekenomian
yang telah maju. Disamping faktor teologis tersebut, mereka memiliki beberapa
karakteristik khusus yang semakin memperkuat kesan Jahil (bodoh) pada mereka.
Lebih jauh, Ignaz Goldziher, seorang orientalis asal Hongaria bahwa kondisi
masyarakat kala itu bukan hanya jahiliyyah, namun juga barbarisme dan cenderung
primitif (Hitti, 1970: 87; Supriyadi, 2016: 57).
Diantara preseden buruk yang melekat pada Arab pra-Islam adalah kondisi dan
kedudukan wanita yang dipandang sebelah mata, bahkan setengah manusia. Meskipun
ditemukan beberapa kepala suku wanita di Mekkah, Madinah, Yaman dan sebagainya,
namun jumlah mereka amat sedikit sekali. Di mata masyarakat mereka, wanita tidak
ada harganya dan tidak lebih berharga dari barang dagangan di pasar. Beberapa
pendapat bahkan lebih vulgar menyebutkan bahwa mereka tidak lebih dari binatang,
wanita dianggap barang dan hewan ternak yang tidak memiliki hak (Supriyadi, 2016:
55; Palmer, 2005: 157).
Mereka tidak dapat menjadi pewaris suami atau orang tua. Para lelaki juga
bebas menikah dengan wanita mana saja berapapun jumlahnya, sedangkan tidak
demikian bagi wanita. Seorang istri yang ditinggal suaminya meninggal juga dapat
diwarisi oleh anak tertuanya atau salah satu kerabat mendiang suaminya. Sungguh
jauh berbeda dengan posisi suami setelah menikah yang berkedudukan layaknya raja
dan penguasa (Karim, 2015: 51).
Alasan lainnya adalah faktor kependudukan. Salah satu peristiwa besar yang
berpengaruh adalah hancurnya bendungan Ma’arib, Yaman, rakyat berbondong-
bondong melakukan urbanisasi besar-besaran ke Utara, termasuk Mekkah, Yatsrib
dan Damaskus (Wilkinson, 2004: 245; Hitti, 1970: 64-65). Perpindahan ini
menyebabkan terbatasnya bahan pangan dan menyebabkan kesulitan ekonomi dan
kemiskinan banyak keluarga. Membunuh bayi yang baru lahir disinyalir sebagai usaha
untuk mengurangi pengeluaran keluarga. Di beberapa suku lainnya, mereka tidak
sedikit yang menyayangi anak-anak mereka, baik perempuan maupun laki-laki.
Namun, memiliki anak laki-laki tetap menjadi kebanggaan tersendiri bagi suku-suku
di Arab kala itu (Karim, 2015: 51-52).9
9
Yuangga Kurnia Yahya, Op.Cit,. Hal. 46-47
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Jazilah arab atau pulau arab adalah satu semenanjung yang terletak di sebelah
barat daya asia. Bangsa arab terbagi atas dua kelombok besar, yaitu:
a. Arab Baidah (mereka sudah tidak ada lagi)
b. Arab Baqiah (mereka ini masih ada)
Sistem politik nya bangsa Arab sebelum islam, hidup bersuku-suku (kabilah-
kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri. Satu sama lain kadang-kadang saling
bermusuhan. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi
politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk
menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Sistem kemasyarakatan nya bangsa Arab yang hidup di daerah padang pasir
yang tandus, sedikit banyaknya turut membuat corak kehi-
dupan mereka berjalan agak keras, penuh persaingan, perebutan kekuasaan antara
satu kabilah dengan kabilah lainnya. Siapa yang kuat, gagah perkasa itulah yang
memimpin
Sistem kepercayaannya. Sementara jika ditinjau dari sisi keagamaan,
masyarakat Arab pra Islam memeluk berbagai macam agama, di antaranya
Paganisme, Yahudi, Kristen yang merupakan agama warisan dari pendahu-
pendahulunya. Keadaan tersebut masing terus berlangsung sampai datangnya Islam
sebagai agama yang hak, serta penyempurna dari agama-agama samawi sebelumnya.
Sistem kebudayaan orang-orang Arab sebelum Islam tidaklah bodoh
melainkan cerdas. Dalam kehidupan seni dan budaya orang-orang arab sebelum islam
sangat maju. Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Syair-syair berjumlah banyak.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritikan
dan masukan bermanfaat dari para pembaca sekalian. Semoga makalah yang
sederhana ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA