Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM TENTANG SEJARAH


PERADABAN ISLAM PERIODE NABI MUHAMMAD
SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

DISUSUN OLEH:
Arya Bayu Ardana : (22262011011)
Baros Rimbawando : (22262011013)
Choirul Anang : (22262011014)
Eric Apriliawan Putra : (22262011018)

DOSEN PEMBIMBING:
AMALIA MA’RIFATUL, S.Si.,MT

PRODI TEKNIK INDUSTRI


PASCASARJANA UNIVERSITAS BOJONEGORO
2022/2023
DAFTAR ISI

1. BAB 1 (PENDAHULUAN)
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………..3
      B.  RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH…………………………………3
2. BAB 2 (PEMBAHASAN)
SEJARAH PERADABAN ISLAM PERIODE NABI MUHAMMAD SAW.
       A. ARAB PRA-ISLAM………………………………………………………….4
       B. PERIODE MEKKAH………………………………………………………..8
       C. PERIODE MADINAH……………………………………………………..16
3.BAB 3 (PENUTUP)
        A. KESIMPULAN…………………………………………………………….20
        B. KRITIK DAN SARAN…………………………………………………….20
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan Islam periode Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
terbagi menjadi dua periode, yakni periode Mekkah dan periode Madinah. Periode
Mekkah dimulai dengan diangkatnya beliau menjadi Nabi dan Rasul. Sedangkan
periode Madinah dimulai sejak Hijrahnya Rasulullah dan kaum muslimin ke
Madinah setelah lebih kurang 13 tahun berdakwah di Mekkah.

Periode Mekkah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdakwah


menegakkan tauhid dan dasar-dasar Islam. Karena kentalnya masyarakat Mekkah
dengan agama nenek moyang mereka dan keengganan mereka meninggalkan
sesembahan mereka. Sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam banyak
mendapatkan kecaman dan siksaan selama berdakwah di Mekkah. Setelah
perjuangan panjang lebih kurang 13 tahun, kemudian beliau memutuskan untuk
hijrah ke Madinah. Pada periode Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam berhasil membangun dan membina masyarakat Islam yang kuat. Hal ini
disebabkan karena antusiasnya masyarakat Madinah dalam memahami Islam yang
diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang telah lebih dahulu masuk Islam.

Penulis dalam hal ini, Insya Allah akan membahas secara ringkas dan
terbatas mengenai Sejarah Kebudayaan Islam periode Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam.

B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan merumuskan
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yakni:

1. Arab Pra-Islam
2. Periode Mekkah
3. Periode Madinah
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERADABAN ISLAM PERIODE NABI MUHAMMAD SAW.

A. ARAB PRA-ISLAM
1. Asal Usul Bangsa Arab
Para sejarawan membagi kaum-kaum Arab berdasarkan garis
keturunan asal mereka menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah punah dan
tidak mungkin melacak rincian yang cukup tentang sejarah mereka,
seperti ‘Ad, Tsamud, Thasm, Judais, Imlaq (bangsa Raksasa) dan
lainlainnya.

b. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan
Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
c. Arab Musta’rabah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis
keturunan Ismail, yang disebut pula Arab Adnaniyah.

2. Politik dan Pemerintahan


Bangsa Arab sebelum Islam tidak pernah dijajah oleh bangsa asing,
bahkan tidak pernah tercipta kesatuan politik di seluruh Jazirah Arab.
Kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Jazirah Arab bagian selatan
umumnya berdaulat atas wilayah mereka yang sempit dan sebatas
masyarakatnya. Mereka lebih suka hidup berkabilah-kabilah dan setiap
kabilah atau suku diperintah oleh seorang syaikh, yaitu seorang yang
dianggap tertua dan berani di antara anggota kabilah tersebut. Oleh karena
itu, tidak ada rasa solidaritas sosial yang menyeluruh bagi semua suku
Arab, bahkan hubungan kerjasama antar suku hanya didasari atas
kepentingan bersama.

Para penguasa di jazirah Arab bisa dibagi menjadi dua kelompok:


a. Raja-raja bermahkota, tetapi pada hakikatnya mereka tidak memiliki
independensi.

1
b. Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki
kekuasaan dan hak-hak istimewa sama seperti kekuasaan para raja,
mayoritas mereka memiliki independensi penuh. Namun boleh jadi
sebagian mereka bersubordinasi dengan raja bermahkota.

3. Sosial Kemasyarakatan
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam
budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas social berakar pada
keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok
beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah
membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syaikh. Mereka sangat
menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas
kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka
suka berperang. Karena itu, peperangan antarsuku sering sekali terjadi.
Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri
orang Arab. Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita
menjadi sangat rendah. Bahkan apabila mereka melahirkan anak
perempuan, mereka merasa sangat malu dan hina atau mereka kubur
hidup-hidup. Sebagaimana yang terdapat dalam Firman Allah swt yang
mempunyai arti;

Artinya;

“Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran)


anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat
marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan
(menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah
(hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka
tetapkan itu. “

2
Kalaupun anak perempuan itu dibiarkan hidup, maka akan
dibiarkan dalam keadaan hina, tidak diberi warisan juga tidak diperhatikan,
dan lebih cenderung mengutamakan anak laki-laki daripada anak
perempuan.

4. Ekonomi dan perdagangan


Terikat oleh keadaan geografis alam yang tandus, kering, dan
gersang, maka pada umumnya kehidupan orang Arab sebelum Islam
bersumber dari kegiatan perdagangan dan peternakan. Maka terkenallah
beberapa kota di Hijaz sebagai pusat perdagangan, seperti Makkah,
Madinah, Yaman, dan lain-lain.

5. Moral dan agama


Kondisi akhlak dan moral masyarakat saat itu sangat merosot dan
jauh dari norma-norma. Seringnya terjadi penindasan dan kekerasan, yang
kuat menindas yang lemah, yang kaya menghisap yang miskin, yang
pandai memeras yang bodoh, dan berkembangnya perbudakan.

Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, antara


lain yang terkenal adalah penyembahan terhadap berhala atau paganisme.
Menurut Syalabi penyembahan berhala itu pada mulanya ialah ketika
orang-orang Arab itu pergi keluar kota Makkah, mereka selalu membawa
batu yang diambil dari sekitar Ka’bah. Mereka mensucikan batu dan
menyembahnya di mana mereka berada. Lama-lama dibuatlah patung yang
disembah dan mereka berkeliling mengitarinya (tawaf), dan di saat-saat
tertentu mereka masih mengunjungi Ka’bah. Kemudian mereka
memindahkan patung-patung mereka di sekitar Ka’bah yang jumlahnya
mencapai 360 buah. Di samping itu ada patung-patung besar yang ada di
luar Makkah, yang terkenal ialah Manah/Manata di dekat Yasrib atau
Madinah, al-Latta di Thaif, dan al-Uzza di Hijaz. Hubal ialah patung yang
terbesar yang terbuat dari batu akik yang berbentuk manusia yang
diletakkan dalam Ka’bah. Mereka percaya bahwa menyembah
berhalaberhala itu bukan menyembah kepada wujud berhala itu tetapi hal

3
tersebut dimaksudkan sebagai perantara untuk menyembah Tuhan.
Sebagaimana diterangkan di dalam al-Qur’an yang mempunyai arti;

Artinya: “…Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar


mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekatdekatnya…”

Qatadah, as-Suddi, Malik Dari Zaid bin Aslam dan Ibnu Zaid
berkata: “Melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya’, yaitu agar mereka memberikan syafa’at kepada
kami dan mendekatkan kedudukan kami kepada-Nya.” Untuk itu dulu pada
masa jahiliyah mereka mengucapkan talbiyah mereka di waktu haji:

“Aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang
Engkau miliki, Engkau memilikinya sedang ia tidak memiliki. Syubhat
inilah yang dipegang teguh oleh kaum musyrikin sejak masa lalu dan masa
berikutnya.

6. Kesenian
Sekitar kota Mekkah banyak terdapat pasar-pasar kesenian.
Pasarpasar tersebut dijadikan pusat keramaian bagi penyair-penyair Arab.
Di antaranya yang terkenal yaitu ‘Ukaz dan Zul Majaz. Di sini
penyairpenyair membacakan syair-syairnya dan biasanya dipertandingkan
di antara mereka. Bagi yang terbaik mendapat mu’alaqat sebagai tanda
penghargaan. Mu’alaqat semacam piagam berisikan syair sang juara yang
ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di dinding Ka’bah.

7. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Di kalangan bangsa Arab sebelum Islam berkembang ilmu nujum,
ilmu falaq dan sebagainya. Ilmu falaq amat berguna bagi mereka untuk
menentukan cuaca. Ilmu arsitek/bangunan hanya berguna/berkembang
pada umumnya di Yaman.

B. PERIODE MEKKAH

4
1. Masa kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Sayyidul Mursalin dilahirkan di tengah kabilah bani Hasyim di
Mekkah pada hari Senin 9 Rabi’ul Awal saat tragedi pasukan bergajah,
bertepatan pada tanggal 20 atau 22 April 571 M. Menurut Caussin De

Parceval dalam essai sur l’ Histoire des Arabes menyatakan bahwa


Muhammad dilahirkan pada bulan Agustus 570 M. Tetapi pada umumnya
mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal.

Abdul Muthallib, kakek Nabi Muhammad ketika mendengar kabar


kelahiran cucunya, beliau langsung mendatanginya dan menggendongnya
mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, dan ia berkata: “Wahai cucuku
yang diberkati Allah, aku akan menamaimu Muhammad. Kelahiran ini
diiringi dengan kesucian dan kemenangan bagi Rumah Suci, semoga
berkah selalu baginya!”

Beliau lahir dalam keadaan yatim, karena ayahnya Abdullah


meninggal dunia ketika Muhammad masih dalam kandungan ibunya

Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh Halimah


Sa’diyah, yang sebelumnya disusui oleh budak perempuan Abu Jahal yaitu
Tsuwaibah. Selama itu beliau saw. banyak membawa keberkahan terhadap
keluarga Halimah as-Sa’diyah. Lebih kurang empat sampai lima tahun
beliau tinggal di perkampungan kabilah Bani Sa’ad, hingga terjadinya
peristiwa dibelahnya dada beliau. Dalam peristiwa tersebut Jibril
membelah jantungnya dan mengeluarkan segumpal darah yang
merupakan bagian setan, sehingga bila tetap ada niscaya ia dapat
memperdayai Muhammad. Kemudian jantubg tersebut dicuci denga air
zamzam dan dikembalikan ke tempatnya semula. Setelah itu, kurang lebih
dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam
tahun, dia menjadi yatim piatu.

Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib megambil alih


tanggung jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul
Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya
beralih kepada pamannya, Abu Thalib.

5
Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai pengembala kambing
keluarganya dan keluarga penduduk Mekkah. Melalui kegiatan
pengembalaan ini dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung.

Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke


Syria (Syam) dalam usia baru 12 tahun. Kafilah itu dipimpin oleh Abu
Thalib. Dalam perjalanan ini, di Bushra, sebelah selatan Syria, ia bertemu
dengan seorang pendeta Kristen bernama Buhairah. Pendeta ini melihat
tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk ceritacerita
Kristen. Sebagian sumber menceritakan bahwa pendeta itu menasehati
Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah Syria, sebab
dikhawatirkan orang-orang Yahudi mengetahui tanda-tanda itu akan
berbuat jahat terhadapnya.

Pada usia yang kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syria


membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama
menjanda, Khadijah yang kemudian menjadi istrinya. Ketika itu
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.

Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad


terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak
berat. Ketika terjadi perselisihan mengangkat dan meletakkan hajar aswad
di tempatnya semula, karena setiap suku merasa berhak malakukannya.
Kemudian para pemimpin Qurays sepakat bahwa orang yang pertama
masuk ke Ka’bah melalui pintu Shafa, akan dijadikan hakim untuk
memutuskan perkara ini. Ternyata Muhammad yang pertama kali masuk
dan yang dipercaya menjadi hakim. Ia membentangkan kain dan
meletakkan hajar aswad di tengah-tengah, lalu meminta seluruh kepala
suku memegang tepi kain itu dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah
sampai pada ketinggian tertentu Muhammad meletakkan batu itu pada
tempatnya semula.

2. Masa Kenabian dan Kerasulan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam


Tatkala usia beliau mendekati 40 tahun, beliau mulai suka
mengasingkan diri. Ketika pengasingan diri (uzlah) di gua Hira’ memasuki

6
tahun ketiga tepatnya di bulan Ramadhan Allah mengangkatnya sebagai
nabi dengan mengutus Jibril kepadanya yang membawa beberapa ayat al-

Qur’an, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5. Itulah wahyu pertama. Malam
terjadinya peristiwa itu kemudian dikenal sebagai “Malam penuh
keagungan” (Lailah al-Qadr), dan menurut riwayat terjadi menjelang akhir
bulan Ramadhan (610). Kemudian, Allah memuliakan beliau dengan
mengangkat menjadi rasul dengan diturunkannya al-Qur’an surat
alMudatsir ayat 1-5, sebelumnya wahyu tidak diturunkan (vakum)
beberapa hari setelah wahyu pertama.

Perjuangan Dakwah Secara umum, pada periode Mekkah,


kebijakan dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad adalah dengan
menonjolkan kepemimpinannya, bukan kenabiannya. Implikasinya,
dakwah dengan strategi politik yang memunculkan aspek-aspek
keteladanannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial
(egalitarisme) lebih tepat dibandingkan dengan aspek kenabiannya dengan
melaksanakan tabligh.

Permulaan dakwah Rasulullah disampaikan kepada kerabat dekat


dan para tokoh masyarakat Quraisy seperti Abu Bakar as-Siddiq sebagai
sahabat beliau yang paling tulus. Orang yang pertama kali masuk Islam
adalah Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar as-
Siddiq, Utsman bin ‘Affan, az-Zubair bin al-‘Awwam,

Sa’ad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin
‘Ubaidillah. Kemudian diikuti oleh para tokoh Quraisy seperti

‘Ubaidah bin al-Jarrah, al-Arqam bin Abu al-Arqam, dan lain-lain.


Perjuangan dakwah ini dilakukan secara rahasia yang berpusat di rumah
al-Arqam bin Abu al-Arqam. Dakwah yang bersifat individu ini berjalan
selama lebih kurang tiga tahun, kemudian turunlah perintah kepada Nabi
saw., untuk menyampaikan dakwah kepada kaumnya secara terang-
terangan, dan menentang kebatilan mereka serta menyerang berhala-
berhala mereka.

7
Tatkala turun perintah dakwah dari Allah subhanahu wa ta’ala
secara terang-terangan dan melawan kemusyrikan, sebagaimana yang
terdapat dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 94-95:

Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa


yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-
orang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu
daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok
(kamu). (Q.S. al-Hijr: 94-95)

dan tatkala turun ayat:

419
Artinya: Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.
(Q.S. asy-Syu’ara’: 214)
Rasulullah naik ke atas bukit Shafa, lalu menyeru kepada
kabilah-kabilah Quraisy. Kemudian tak berapa lama mereka pun
berkumpul. Lalu Beliau berkata, “Bagaimana menurut pendapat kalian
kalau aku beritahukan bahwa ada segerombolan pasukan kuda di
lembah sana yang ingin menyerang kalian, apakah kalian akan
mempercayaiku?” Mereka menjawab, “Ya, kamu tidak pernah tahu
dari dirimu selain kejujuran.” Beliau berkata, “Sesungguhnya aku
adalah pemberi peringatan kepada kalian akan azab yang amat pedih.”
Abu Lahab menanggapi, “Celakalah engkau sepanjang hari! Apakah
hanya untuk ini engkau kumpulkan kami?”

Maka ketika itu turun ayat:


“Celakalah kedua tangan Abu Lahab” (Q.S. Al-Lahab: 1). Yakni
benar-benar merugi lagi gagal, amal perbuatan dan usahanya pun
tersesat.1

Rasulullah melakukan dakwah Islam secara terang-terangan di


tempat-tempat berkumpul dan bertemunya kaum musyrikin. Beliau

1 Abdullah bin Muhammad al-Sheikh, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Bogor:
Pustaka Imam Syafi’I, 2003), hal. 568

8
membacakan Kitabullah dan menyampaikan ajakan yang selalu
disampaikan oleh para rasul terdahulu kepada kaum mereka, “Wahai
kaumku! Sembalah Allah. Kalian tidak memiliki Tuhan selainNya”.
Dan beliau juga memamerkan praktik ibadahnya kepada Allah,
melakukannya di halaman Ka’bah pada siang hari dan disaksikan oleh
khalayak ramai. Dakwah yang beliau lakukan tersebut mendapat
sambutan baik dari mereka sehingga banyak di antara mereka yang
masuk ke dalam agama Islam.

Manakala musim haji telah datang yang dilakukan Rasulullah


adalah membututi jama’ah-jama’ah yang datang hingga sampai ke
tempat-tempat mereka, di pasar ‘Ukazh, Majinnah, dan Dzul Majaz.
Beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah, sedangkan Abu
Lahab selalu membututi dan memotong setiap ajakan beliau dengan
berbalik mengatakan kepada mereka “Jangan kalian patuhi dia karena
dia adalah seorang pembawa agama baru lagi pendusta”. Dan
kenyataannya, justru dari musim itulah perihal Rasulullah menjadi
pusat perhatian delegasi Arab dan namanya menjadi buah bibir orang
di seantero negeri Arab.

Seiring banyaknya orang yang membenarkan ajakan Beliau,


seiring dengan itu kebencian para pembesar Quraisy yang enggan
menerima dakwah Rasul juga semakin membara. Sehingga begitu
banyak celaan, cobaan, dan siksaan yang diterima oleh Nabi dan orang
Islam saat itu. Di antaranya Ammar bin Yasir dan kedua orang tuanya
pernah diseret oleh orang-orang Quraisy ke al-Abthah untuk disiksa.
Bahkan kedua orang tuanya ditikam oleh Abu Jahal dengan lembih
hingga menjadi syahid. Di antara kaum muslimin yang sangat berat
siksaannya adalah Bilal, dia adalah seorang budak Habsyi yang
digambarkan oleh Rasulullah sebagai buah pertama dari kaum Habsyi.
Selain itu, yang juga menerima siksaan yang berat ialah Khabbab bin
al-Arut. Siksa yang menimpa kaum muslimin ketika itu tidak hanya
dirasakan oleh kaum laki-laki, juga kaum perempuan. Alkisah

Labinah, seorang budak perempuan kepunyaan Bani Mu’min yaitu

9
Hay Bani ‘Addi bin Ka’b) masuk Islam, kemudian Labinah dibeli oleh
Abu Bakar as-Shiddiq dan memerdekakannya. 2
b. Dakwah di luar kota Makkah
1) Kaum muslimin Hijrah ke Habsyi
Pada awal tahun 615 M3 kaum muslimin hijrah ke Habsyi.
Penganiayaan dan intimidasi orang-orang Quraisy merupakan ujian
yang hebat bagi Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Salah
satu langkah antisipatif penyelamatan, Nabi Muhammad telah
memerintahkan untuk berhijrah ke Habasyah4 (Habsyi) yang waktu
itu dipimpin oleh Najasyi, seorang yang beragama Nasrani.5
Rombongan ini terdiri dari 12 orang laki-laki dan empat orang
wanita, dikepalai oleh Utsman bin Affan.6

Pada tahun yang sama, tepatnya di bulan Syawwal


rombongan ini kembali ke Makkah, karena berita dusta tentang
peristiwa Gharaniq, bahwa orang-orang Quraisy telah masuk
Islam. Ternyata berita tersebut berbanding terbalik, sehingga
setelah di Mekkah kaum Quraisy semakin menjadi-jadi melakukan
penyiksaan terhadap kaum muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah
kembali memerintahkan kaum muslimin untuk kembali ke

Habasyah (Habsyi). Rombongan yang kedua ini terdiri dari 83


lakilaki dan 18 atau 19 perempuan.7

2) Hijrah ke Tha’if
Pada bulan Syawwal tahun ke-10 kenabian atau tepatnya
pada penghujung bulan Mei atau awal Juni tahun 619 M Rasulullah
2 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009)
Cet. III, hal. 137
3 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, bagian kesatu & dua, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 36
4 Ketika itu Rasulullah menyaksikan para sahabatnya menderita karena siksaan
orangorang musyrik Makkah, berkatalah beliau kepada mereka: “Kalian lebih baik hijrah ke tanah
Habsyi, karena di sana rajanya terkenal adil dan bijaksana, tidak seorang pun ada yang teraniaya.
Negeri Habsyi adalah negeri yang aman. Berangkatlah ke sana sampai Allah member jalan keluar
dari penderitaan yang menimpa kalian selama ini. (Hasan Ibrahim Hasan: hal 162)
5 Ajid Thohir, Op. Cit. hal. 14
6 Shafiyurrahman, Op. Cit. hal. 122
7 Op. Cit., hal. 125

10
pergi menuju kota Thaif yang letaknya sekitar 60 mil dari kota
Makkah.8 Dengan harapan semoga Allah memberikan petunjuk
kepada penduduknya untuk memeluk agama Islam. Pada
kenyataannya penduduk Tha’if justru menolak beliau dengan
penolakan yang lebih buruk. Mereka menuntut beberapa mukjizat
tertentu darinya seperti mereka meminta agar beliau dapat
membelah bulan menjadi dua, lalu beliau memohonkan kepada
Allah agar memperlihatkan kepada mereka. Namun, mereka tetap
pada kekafirannya.

c. Isra’ Mi’raj
Isra’ yaitu Rasulullah diperjalankan dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsho yaitu Baitul Maqdis setelah menyebarkan Islam di
Mekkah kepada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilahnya.9 Mi’raj
yaitu perjalanan Rasulullah dari Baitul Maqdis naik ke langit ke
tujuh.10

Malam itu Beliau dimi’rajkan dari Baitul Maqdis menuju langit


dunia. Di sana beliau melihat Adam, bapak manusia. Kemudian beliau
dimi’rajkan ke langit kedua, di sana beliau melihat Nabi Yahya
alaihissalam dan Isa alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke
langit ketiga, di sana beliau melihat nabi Yusuf alaihissalam.
Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit keempat, di sana beliau melihat
Nabi Idris alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit
kelima, di sana beliau melihat Nabi Harun alaihissalam. Kemudian
beliau dimi’rajkan ke langit keenam, di sana beliau melihat Nabi Musa
alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit ketujuh, di sana
beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim alaihissalam. Kemudian beliau
naik ke Sidratul Muntaha, lalu al-Bait al-Ma’mur dinaikkan untuknya.
Kemudian beliau dimi’rajkan lagi menuju Allah yang Maha Agung
lagi Mahaperkasa. Kemudian Dia mewahyukan kepada hamba-Nya

8 Op. Cit., hal. 178


9 Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, al-Juz’ ats-Tsanyi, (Beirut: Dar al-Kitab al
Araby, 1990) Cet. III, hal. 47
10 Philip K. Hitti, Op. Cit., hal. 143

11
mewajibkan 50 waktu shalat. Kemudian Beliau kembali hingga
melewati Nabi Musa alaihissalam. Musa lalu bertanya kepada beliau,

‘Apa yang diperintahkan kepadamu?’ Beliau menjawab, ’50 waktu


shalat’. Dia berkata, ‘Umatmu pasti tidak sanggup melakukan itu,
kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu.’
Lalu Jibril membawa beliau kembali naik ke hadapan Allah. Lalu

Allah menguranginya menjadi 10 waktu shalat. Kemudian ketika


melewati Nabi Musa, dan beliau memberitahukan hal tersebut
kepadanya. Dia berkata, ‘Kembalilah lagi kepada Rabbmu dan
mintalah keringanan!’ Beliau terus mondar-mandir antara Nabi Musa
dan Allah hingga akhirnya Allah menjadikannya 5 waktu shalat.11

d. Bai’at al-‘Aqabah
Pada musim haji sesudah perang Bu’ats, berangkatlah
serombongan orang-orang Khazraj menuju Makkah untuk berhaji.

Sesampainya di Makkah mereka ditemui Rasulullah di ‘Aqabah dan


pada saat itu pula mereka mendengar dakwah beliau lalu
menerimanya. Ketika tiba musim haji tahun berikutnya, datanglah ke
Makkah dua belas orang penduduk Yatsrib untuk menemui Rasulullah
di ‘Aqabah. Kemudian pada malam harinya mereka melakukan bai’at
tanda setia kepada beliau yang disebut dengan Bai’at an-Nisa’ atau

Bai’at al-Aqabah al-Ula.12


Pada tahun 622 M terjadi sumpah setia kedua (Bai’at
al‘Aqabah al-Tsaniyah) yang berisikan pernyataan bahwa mereka
tidak hanya menerima Muhammad sebagai nabi dan menjauhi
perbuatan dosa, akan tetapi juga sanggup berperang membela Tuhan
dan rasulNya.13 Selain itu, mereka mengharapkan Nabi Muhammad
hijrah ke Yatsrib, karena mereka sangat membutuhkan seseorang yang
akan menjadi pemimpin mereka dan menyelesaikan sengketa antara
suku Aus dan suku Khazraj yang telah terjadi bertahun-tahun.
11 Shafiyurrahman, Op. Cit., hal. 197-198
12 Hasan Ibrahim Hasan, Op. Cit., hal. 175-176
13 Maidir Harun dan Firdaus, Op. Cit., hal. 28

12
C. PERIODE MADINAH
1. Hijrah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Melihat pesatnya dakwah Islam di Yatsrib dan masuknya suku Aus
dan Khazraj, maka Nabi saw. memerintahkan umatnya untuk berhijrah ke
kota itu secara perorangan atau kelompok kecil agar tidak diketahui oleh
orang-orang Quraisy.14 Sedangkan Nabi sendiri menyusul dan sampai di
sana pada 24 September 622,15 yang ditemani oleh Abu Bakar as-Shiddiq.

2. Membangun masyarakat Islam


Selama 13 tahun Nabi saw. telah menegakkan tauhid di Mekkah
dengan penuh tantangan dan siksaan dari kaum kafir Quraisy. Selama itu
belum terbentuk komunitas Islam karena jumlah yang sedikit dan penuh
tekanan musuh. Maka ketika Nabi hijrah ke Madinah, barulah terbentuk
masyarakat Islam.

Usaha Nabi saw. dalam membangun masyarakat Islam di Madinah


yaitu:

a. Membentuk pemerintahan
Nabi Muhammad saw. di samping sebagai rasul, beliau
diangkat oleh suku Auz dan Khazraj sebagai pemimpin. Usaha yang
dilakukan Nabi untuk mengatur umat Islam di Madinah membentuk
konstitusi yang disebut dengan Piagam Madinah, yang berisi 47 pasal
diantaranya 5 poin yang terpenting yaitu:

1) Bahwa komunitas ini mempunyai kepentingan agama dan politik


2) Kemerdekaan beragama terjamin bagi semua komunitas
3) Seluruh penduduk Madinah memiliki toleransi moril dan materil
serta menangkal agresi yang ditujukan kepada Madinah

4) Rasulullah adalah pemimpin tertinggi penduduk Madinah


5) Penetapan dasar politik, ekonomi, dan sosial bagi setiap komunitas.
b. Pembentukan sistem sosial kemasyarakatan

14 Ali Mufrodi, Op. Cit., hal. 23


15 Philip K. Hitti, Op. Cit., hal. 145

13
Rasulullah mempersaudarakan di antara kaum muslimin.
Mereka kemudian membagikan rumah yang mereka miliki, bahkan
juga istri-istri dan harta mereka. Rasulullah telah menciptakan sebuah
kesatuan yang berdasarkan agama sebagai pengganti dari persatuan
yang berdasarkan kabilah.16

c. Dakwah
Rasulullah mendirikan mesjid sebagai tempat penyelenggaraan
ibadah dan pendidikan agama, juga menjadi pusat pertemuan umat
Islam untuk bermusyawarah.

d. Militer
Nabi Muhammad saw. membentuk pasukan perang yang terdiri
dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar, karena sering terjadi
peperangan.

e. Ekonomi dan Sumber Keuangan Negara


Rasulullah saw. memperhatikan dan mengatur perdagangan dan
transaksi sesuai dengan norma-norma yang dianjurkan. Seperti
bersikap adil, kesaksian yang jujur, dan tidak melakukan praktik riba.
Tentang pengolahan pertanian beliau menyerahkan kepada masyarakat
Madinah, karena mereka lebih ahli daripada orang-orang Mekkah.

3. Masa Peperangan
a. Perang Badar al-Kubra
Perang ini terjadi di Badar, 144,5 km sebelah barat daya
Madinah pada bulan Ramadhan.17 Besar kekuatan umat Islam sebanyak
313 orang laki-laki, sementara dari kaum kafir Quraisy berjumlah
sekitar 1000 orang. Berkat pertolongan Allah kemudian dengan
perjuangan umat Islam yang dipimpin oleh Nabi saw., umat Islam
mampu memukul mundur pasukan kafir Quraisy.

b. Perang Uhud

16 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hal. 63
17 Philip K. Hitti, Op. Cit., hal. 146

14
Perang ini terjadi tahun 625 M18 pada pertengahan bulan
Sya’ban pada tahun kedua Hijriyah. Perang ini disebabkan oleh
perasaan dendam kaum kafir Quraisy yang meluap karna kekalahannya
pada perang Badar. Dalam perang ini kaum muslimin mengalami
kekalahan dan tidak luput Rasulullah pun terluka dan gigi serinya
tanggal.

c. Perang Ahzab (Khandaq)


Perang ini terjadi pada tahun kelima Hijriyah, disebabkan oleh
rasa dendam orang-orang kafir Quraisy masih tersisa dan mereka
mengira bahwa Nabi Muhammad telah kalah dan tersingkir karena
perang Uhud. Perang ini dinamakan khandaq karena usulan dari
Salman al-Farisi untuk menggali parit. Sebelumnya, kaum muslimin
dibaikot sehingga mengalami kelaparan. Saking laparnya Rasulullah
dan kaum muslimin sampai mereka meletakkan batu pada perut.

d. Perang Khaibar
Terjadi pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriyah, yang
disebabkan oleh orang-orang Khaibar yang menjadi sarang makar,
pusat konspirasi, tempat memprovokasi, sumber keonaran, dan pemicu
api peperangan. Mereka menghasut bani Quraizhah melakukan
pengkhianatan dan bersekutu dengan kaum Zindiq.

e. Fathul Mekkah
Perang ini terjadi pada tahun kedelapan Hijriyah yang
disebabkan karena pelanggaran kaum kafir Quraisy terhadap perjanjian
Hudaibiyah. Rasulullah saw. mengingatkan para sahabat bahwa Abu
Sufyan akan datang ke Madinah untuk memperkuat perdamaian dan
memperpanjang masanya.19 Dalam peristiwa ini terjadi penaklukan
besar-besaran yang dengannya Allah memuliakan agama, Rasul,
tentara, dan kelompoknya yang terpercaya. Dengannya
terselamatkanlah tanah suci dan rumah-Nya yang dia jadikan sebagai

18 Ira M. Lapidus, Op. Cit. Hal. 47


19 Ibnu Hazam al-Andalusy, Jawami’as-Sirah an-Nabawiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al
Ilmiah), hal. 177

15
petunjukbagi alam semesta dari cengkeraman orang-orang kafir dan
musyrik.20

4. Wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam


Pada tanggal 28 atau 29 bulan Safar tahun 11 Hijriyah Rasulullah
saw. menghadiri penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi’. Ketika
kembali, di tengah perjalanan beliau merasakan pusing dan panas mulai
merambat disekujur tubuh. Nabi shalat bersama para sahabat dalam
keadaan sakit selama 11 hari, sedangkan jumlah hari sakit beliau adalah 13
atau 14 hari.21 Rasulullah saw. wafat pada saat waktu Dhuha sedang panas-
panasnya, yaitu pada hari senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriyah, umur
beliau saat itu telah mencapai 63 tahun lebih empat hari.

Rasulullah saw. hidup tiga tahun lamanya setelah memakan


kambing yang telah diracuni di Khaibar sampai beliau jatuh sakit yang
mengantarkan kepada kematian. 22 Dari Aisyah r.a., dia berkata: Nabi saw
bersabda pada saat sakitnya yang mengantarkan beliau pada kematian,
“Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakitnya makanan yang telah aaku
makan di Khaibar. Maka inilah saatnya aku merasakan aortaku mulai
berhenti disebabkan racun tersebut”.” (H.R. Bukhari)

20 Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad, (Mesir: al-Mathba’ah al-Misriyyah, 1927),


hal. 160
21 Shafiyurrahman, Op. Cit., hal. 693
22 Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Pesan-pesan Rasulullah Menjelang Wafat,
(Jakarta: Darul Haq, 2013), hal. 131

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari uraian di atas, yaitu:
1. Keadaan masyarakat Mekkah sebelum munculnya cahaya Islam sangat
jauh dari kemanusiawian. Misalnya, membunuh bayi perempuan,
merendahkan kaum perempuan, maraknya perjudian, bermain perempuan,
khamar, dan lain sebagainya.

2. Masa kecil sampai masa remaja Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam


merupakan teladan yang baik bagi manusi. Kehidupan yang penuh
kemandirian dan ketekunan sudah selayaknya jadi figur bagi
pemudapemuda Islam.

3. Dakwah Islam periode Mekkah berlangsung lebih kurang 13 tahun dengan


menegakkan tauhid dan dasar-dasar Islam.

4. Dakwah Islam periode Madinah menyempurnakan perintah-perintah


ibadah dan muamalah serta berperang membela agama Allah dan
RasulNya

5. Rasulullah wafat tidaklah mewariskan uang Dinar dan Dirham, tetapi


beliau mewariskan Ilmu. Maka siapa yang mengambil warisan Rasulullah,
maka ia telah mengambil bagian yang sangat banyak.

B. KRITIK DAN SARAN


Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka
penulis sangat mengharapkan kritikan yang dapat mendukung untuk lebih
baiknya di masa yang akan datang. Penulis juga menyarankan kepada
pembaca, agar membaca buku-buku yang berkaitan dengan Sejarah Peradaban
Islam terutama periode Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan bukubuku
sirah Nabawiyyah yang telah banyak ditulis oleh para ulama dan peneliti
sejarah. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan perlindungan,
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Armstrong, Karen, Muhammad Prophet for Our Time, (Bandung: Mizan, 2007)
Cet. I
Al-Andalusy, Ibnu Hazm, Jawami’ as-Sirah an-Nabawiyah, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmia)
Al-Ismail, Tahia, Tarikh Muhammad Teladan Perilaku Ummat, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada 1996) Cet. I
al-Jauziyah, Ibnu Qoyyim, Zad al-Ma’ad, (Mesir: al-Mathba’ah al-Misriyyah,
1927) al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman, Perjalanan Hidup Rasul
yang Agung Muhammad saw. dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir,
(Jakarta: Darul Haq, 2012), Cet. XIV
___________, ar-Rahiq al-Makhtum, (Beirut: Dar al-Fikr, 2008)
Al-Qahthani, Sa’id bin Ali bin Wahf, Pesan-pesan Rasulullah saw. Menjelang
Wafat, (Jakarta: Darul Haq, 2013) Cet. V
al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5,
(Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2003)
___________, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, (Bogor: Pustaka Imam
Syafi’I, 2003)
___________, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Bogor: Pustaka Imam
Syafi’I, 2003)
Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera
AntarNusa, 1993) Cet. XVI
Harun, Maidir, dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press,
2001)
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009)
Cet. III
Hitti, Philip K., History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present,
(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), Cet. II
Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, al-Juz’ ats-Tsanyi, (Beirut: Dar al-Kitab
al-Araby, 1990) Cet. III
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam (Bagian kesatu & Dua), (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1999) Cet. I
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997) Cet. I
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Melacak
Akarakar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam), (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2004) Cet. I
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2006)

Anda mungkin juga menyukai