Anda di halaman 1dari 24

ARAB PRA ISLAM

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kuliah

“Sejarah Peradapan Islam”

Dosen Pengampu :

Dwi Putra Syahrul Muharom, M.Ag.

Disusun Oleh :

1. Evi Nadia Meliana (21401081)


2. Vionada Pratiwi Ning Tiyas (21401082)
3. Alvira Rama Dayanti (21401083)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentu penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta Nabi
Muhammad SAW yang dinanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Arab Pra
Islam” untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradapan Islam. Tak lupa
penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dwi Putra Syahrul Muharom, M.Ag.
selaku dosen pembimbing serta semua pihak yang ikut serta dalam pembuatan
makalah ini.

Penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan, maka
kritik dan saran sangat penulis butuhkan guna memperbaiki karya-karya penulis di
lain waktu. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kediri, 16 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3
A. Keadaan Politik pada Masa Arab Pra Islam .................................... 3
B. Keadaan Sosial pada Masa Arab Pra Islam ..................................... 8
C. Kepercayaan pada Masa Arab Pra Islam ....................................... 11
D. Kebudayaan pada Masa Arab Pra Islam ........................................ 12
BAB III PENUTUP .................................................................................. 20
Kesimpulan ................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa
jahiliyyah.Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral
masyarakat Arabkhususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu
dengan padang pasir dan areatanah yang gersang. Mereka pada umumnya
hidup berkabilah. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan.
Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohantersebut,
mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai
kemanusiaan,membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan
kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan
harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung
hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.Namun demikian, bukan berarti
masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali tidakmemiliki peradaban.
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yangsudah
memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu itu merupakan
kotadagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang
sangat strategiskarena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur
perdagangan dan jaringan bisnisdari Yaman ke Syiria.Dilihat dari silsilah
keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Bangsa
Arab menjadi tiga bagian, yaitu:1.Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab
terdahulu yang sejarahnya tidak bisadilacak secara rinci dan komplit, seperti
Ad, Tsamud, Thasn, Judais, Amlaqdan lain-lainnya.2.Arab Aribah, yaitu
kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub binYasyjub bin Qahthan,
atau disebut pula Arab Qahthaniyah.3.Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum
Arab yang berasal dari keturunanIsma’il, yang disebut pula Arab
Adnaniyah.
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan
hal yangsangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun

1
peristiwa di duniayang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-
peristiwa sebelumnya. Artinya,antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya
terdapat hubungan yang erat dalamberbagai aspek kehidupan, termasuk
hubungan Islam dengan situasi dan kondisi Arab pra-Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan politik pada masa Arab Pra Islam ?
2. Bagaimana keadaan sosial pada masa Arab Pra Islam ?
3. Bagaimana kepercayaan pada masa Arab Pra Islam ?
4. Bagaimana kebudayaan pada masa Arab Pra Islam ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui politik pada masa Arab Pra Islam.
2. Mengetahui keadaan sosial pada masa Arab Pra Islam.
3. Mengetahui kepercayaan pada masa Arab Pra Islam.
4. Mengetahui kebudayaan pada masa Arab Pra Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keadaan Politik pada Masa Arab Pra Islam


Masyarakat Arab terbagi ke dalam kaum-kaum. Para sejarawan
menggolongkan kaum Arab berdasarkan tiga garis keturunan besar, yakni
Ba‘idah, `Aribah, dan Musta‘ribah. Arab Ba‘idah adalah kaum Arab kuno yang
terdiri dari kaum `Ad, Tsamud, Thasm, Judais, dan Imlaq. Data detail
mengenai kaum-kaum tersebut sudah sangat sulit ditemukan, bisa dikatakan
punah. Kemudian ada Arab Aribah yang berasal dari jalur Ya‘rib bin Yasyjub
bin Qahthan atau dikenal dengan suku Qahthaniyyah. Terakhir kaum
Musta‘ribah yang merupakan garis keturunan dari Nabi Isma‘il AS (Al-
Mubarakfuri 2012). Dari ketiga kaum tersebut, hanya Arab Aribah dan
Musta‘ribah saja yang masih eksis sampai sekarang.
Arab ̳Aribah tumbuh dan berkembang di wilayah Yaman. Ada dua
kabilah besar dari kaum Qathan (Arab Aribah) yang disebutkan dalam sejarah.
Dua kabilah tersebut adalah Kahlan dan Himyar. Dari jalur Kahlan lahir
beberapa suku; Zaid al-Jumhur, Qudha‘ah, dan Sakasik. Sedang dari jalur
Himyar kurang lebih lahir dua belas suku terkemuka Hamdan, Anmar, Thayyi‘,
Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Azad, Aus, Khazraj, dan anak turun
Jafnah, yang nantinya dari mereka banyak menjadi raja Syam (Al-Mubarakfuri
2014).
Menurut fakta sejarah, antara kabilah Kahlan dan Himyar terjadi
sebuah perselisihan yang mengakibatkan keluarnya kabilah Kahlan dari
Yaman. Setelah ditendang dari tanah lahirnya oleh kabilah Himyar, marga-
marga Kahlan menyebar ke penjuru Jazirah Arab. Marga Azd melancong
mengikuti instruksi sesepuh mereka, Imran bin Amr Muzaiqiya. Tsa‘labah
bin ̳Amr dari Azd menetap di Hijaz, mendapatkan tempat tinggal di antara Dzi
Qar dan Tsa‘labiyyah. Aus dan Khazraj termasuk keturunan Tsa‘labah.

3
Di antara marga-marga yang kompleks itu ada yang berpindah ke
Hijaz. Di antaranya adalah Harits bin Amr (Khuza‘ah) yang kemudian
melakukan penyerangan pada penduduk asli, suku-suku Jurhum (Al-
Mubarakfuri 2012). Sementara itu, Arab Musta‘ribah merupakan garis
keturunan Ismail bin Ibrahim. Ibrahim adalah moyang tertua dari Arab
Musta‘ribah. Nabi Ibrahim berasal dari kota Ur, ibu kota Babilonia (Iraq).
Setelah dari Iraq Ibrahim melanjutkan perjalanannya dari Haran menuju
Palestina (markas dakwah Ibrahim) dan sempat pergi ke Mesir bersama dengan
istrinya Sarah.
Dikatakan dalam sejarah bahwa pada saat itu, Fir‘aun (Ramses)
menghadiahkan kepada Sarah anak putrinya, yaitu Hajar. Mereka kembali
bersama-sama ke Palestina. Karena lama tidak mempunyai keturunan saat
bersama Sarah, kemudian dinikahkanlah Hajar dengan Ibrahim yang tak lama
dianugerahi seorang anak sholeh yang nantinya juga akan menjadi nabi yaitu
Isma‘il (Isma‘il 2015). Setelah beranjak dewasa, Nabi Isma‘il menikah dengan
salah seorang dari suku Jurhum. Akan tetepi pernikahan mereka akhirnya
kandas. Ibu Ism‘ail sudah meninggal dunia setelah pernikahan anaknya dengan
suku Jurhum. Lalu Isma‘il menikah lagi dengan putri dari seorang kepala dan
pemuka suku Jurhum, Madhdhadh bin Amr.
Disebut dalam sejarah nama istri Isma‘il adalah Halah binti Harits al-
Jurhumi. Dengannya Isma‘il dikarunia dua belas anak kesemuanya laki-laki;
Nabit, Qaidar, Adbhail, Mibsyam, Misyma‘, Duma, Misya, Hidad, Yutma,
Yathur, Nafis dan Qidaman. Dari kedua belas anak ini yang keturunannya
masih bertahan adalah Nabit dan Qaidar (Al-Mubarakfuri 2012). Qaidar
melahirkan Adnan, dan dari sinilah nama Adnaniyyah muncul. Keterjagaan
nasab Rasulullah sampai Adnan tidak disangsikan lagi (An-Nadwi 2001).
Adnan adalah kakek ke dua puluh satu dari Nabi Muhammad. Sedang antara
Ibrahim dan Adnan terbentang empat puluh generasi.
Dalam bidang politik, muncul dua pemerintahan besar yang
menghegemoni bangsa Arab, yaitu pemerintahan Yaman dan Hirah. Di daerah
Yaman terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Saba‘. Kerajaan

4
Saba‘ dibangun oleh rajanya yang pertama yang bernama Saba‘ Abdu Syams
bin Yasyjub bin Ya‘rub bin Qathan pada tahun 950 SM.. Kerajaan Saba‘
menjadi terkenal disebabkan oleh dua hal, pertama karena adanya Ratu Bilqis.
Sebagaimana yang diketahui bahwa Ratu Bilqis merupakan seorang Ratu dari
kerajaan Saba‘. Ia merupakan keturunan dari Raja Saba‘. Dalam al-Qur‘an
surah an-Naml ayat 20-24 telah di ceritakan tentang Ratu Bilqis. Kedua karena
adanya Bendungan Ma‘rib yang besar.
Tujuan dibuatnya bendungan Ma‘rib adalah untuk mencukupi
kebutuhan air bagi rakyatnya, dikarenakan pada saat itu Yaman belum
memiliki sumber air yang mencukupi. Oleh karena itu Raja Saba‘ mengerahkan
arsitek-arsitek Yaman yang ahli dalam ilmu bangunan untuk membangun
sebuah bendungan yang dikenal dengan Bendungan Ma‘rib (M. Yahya 1985).
Setelah bendungan di bangun, Yaman menjadi sebuah negeri yang subur.
Petani dapat bertanam dua sampai tiga kali dalam setahun, yang sebelumnya
hanya dapat bercocok tanam setahun sekali.
Setelah sekian lama kerajaan Saba‘ berdiri, pada akhirnya kerajaan
Saba‘ runtuh. Keruntuhan kerajaan Saba‘ ditandai dengan turunnya azab dari
Allah swt. atas perlakuan mereka yang berpaling dari seruan para Rasul utusan.
Allah mendatangkan hujan yang sangat besar dan lebat, sehingga bendungan
Ma‘rib yang besar itu menjadi penuh, airnya melimpah-limpah, dan pada
akhirnya bendungan tersebut hancur karena tidak bisa menahan air yang
meluap. Selanjutnya kekuasaan pemerintahan Yaman berpindah tangan ke
suku Himyar yang mendirikan kerajaan Himyariyah beberapa tahun sesudah
runtuhnya Kerajaan Sabaiyah (M. Yahya 1985).
Kerajaan Himyariyah didirikan oleh suku Himyar. Ibu kota dari
Kerajaan Himyar ialah kota Zhafari, sebuah kota yang terletak di pedalaman
negeri Yaman. Orang-orang Himyar ini sangat berbeda dengan orang-orang
Sabaiyah. Jika orang-orang Saba‘ tidak suka berperang, tidak menyukai
kerusuhan, senang hidup damai, serta tidak mau menyerang.
Negara-negara tetangganya, namun sebaliknya kerajaan Himyariyah
suka berperang dan menyerang serta menaklukkan negara-negara tetangganya.

5
Puncak kekuasaan kerajaan Himyariyah, ketika Raja Syammar Yar‘asy
berkuasa. Menurut sejarawan dikalangan bangsa Arab, bahwa Raja Yar‘asy
pernah menyerang dan menaklukkan Irak, Persia, dan Kurasan. Ia juga
menghancurkan kota Shugud yang terletak di seberang sungai Jaihun.
Kemudian di kota ini ia bangun sebuah kota yang dinamai dengan namanya
sendiri, yang kemudian pada saat sekarang ini dikenal dengan nama
Samarkhand.
Kekuasaan kerajaan Himyariyah berakhir ketika raja Jusuf Zu Nuas
berkuasa. Kehancuran kerajaan Himyariyah dilatarbelakangi oleh konflik
agama yang terjadi antara penganut agama Yahudi dengan agama Masehi. Raja
Jusuf Zu Nuas yang beragama Yahudi memaksa rakyat yang beragama Masehi
untuk berpindah agama. Namun hal tersebut mendapatkan penolakan, hingga
pada akhirnya sekitar 12.000 penganut agama Masehi di bakar hidup-hidup
oleh raja Jusuf Zu Nuas.
Kabar tentang kejadian tersebut nampaknya sampai kepada kaisar
Romawi bernama Justin I. Raja Romawi kemudian memerintahkan kepada
Negus (Raja Habasyah) yang juga beragama Masehi untuk menyerang Yaman.
Dalam pertempuran tersebut, pasukan Jusuf Nu Zuas kalah. Pada akhirnya
kekuasaan Himyariyah berpindah tangan kepada kekuasaan Habasyah.
Sementara, raja Jusuf Nu Zuas sendiri bunuh diri dengan terjun ke laut bersama
dengan kudanya (M. Yahya 1985).
Ketika Yaman berada dalam kekuasaan Habasyah, muncul seorang
Gubernur yang bernama Abrahah. Dalam surah Al-Fil diceritakan bahwa
Abrahah dan pasukan bergajahnya ingin menyerang Ka‘bah. Namun berkat
pertolongan Allah swt. hal tersebut digagalkan dengan mengirimkan
segerombolan burung yang membawa batu dari neraka untuk menghancurkan
Abrahah dan pasukannya.
Pemerintahan lain yang tidak kalah besar dari pemerintahan Yaman
waktu iru adalah pemerintahan Hirah. Hirah merupakan sebuah kerajaan yang
terletak di sebelah Utara Jazirah Arab (bagian selatan Irak) yang didirikan oleh
Banu Lakhmin pada tahun 182 M. Dinamai dengan kerajaan Hirah karena

6
kerajaan ini berpusat di kota Hirah. Kerajaan Hirah bukanlah kerajaan yang
merdeka, melainkan kerajaan dibawah pengawasan imperium Persia. Kerajaan
Hirah dijadikan sebagai benteng pertahanannya dalam mengansitipasi
gangguan serta serangan dari Kabilah Arab.
Raja yang paling terkenal dari kerajaan Hirah ialah Amr bin Adi,
Mundzir bin Ma‘a al-sama‘, dan Nu‘man Ibnu Mundzir. Setelah sekian lama
bersekutu, akhirnya terjadi ketegangan antara kerajaan Hirah dengan kerajaan
Persia. Ketegangan tersebut disebabkan oleh penolakan Raja Nu‘man Ibnu
Mundzir untuk menikahkan putrinya dengan Raja Kisra Eparwis dari Persia.
Penolakan tersebut alasannya karena Raja Nu‘man menganggap bahwa
pernikahan bangsa Arab dengan bangsa lain yaitu Persia adalah sebuah aib
(tercela).
Mendengar penolakan dari Raja Nu‘man, lantas membuat Raja Persia
Marah dan memanggil Raja Nu‘man untuk menghadap padanya. Maka
pergilah Raja Nu‘man ke kerajaan Persia. Pada akhirnya ia di penjara hingga
meninggal dunia. Setelah itu, Raja Kisra mengangkat Iyas bin Qabishah untuk
menggantikan Nu‘man. Ketika dalam kekuasaan Raja Iyas, terjadi
pemberontakan besar-besaran dari bangsa Arab terhadap kerajaan Persia, yang
merupakan buntut dari permasalahan antara Raja Nu‘man dengan Raja Kisra.
Tidak lama kemudian terjadilah peperangan yang disebut dengan perang Zi
Qaar, yaitu peperangan antara Bangsa Arab dengan Persia. Pada saat itu
Bangsa Arab bersatu semuanya untuk menghadapi Persia, dan peperangan pun
dimenangkan oleh Bangsa Arab.
Kerajaan Persia merupakan kerajaan yang memegang prinsip
kebebasan, individualisme terhadap wilayah kekuasaannya. Ia membiarkan
negara jajahannya untuk mengembangkan karakter, sifat dan budayanya
sendiri. Secara politik Persia memiliki kekuasaan sentral atau terpusat. Untuk
mengatur wilayahnya, Persia membagi ke dalam beberapa provinsi dengan
dipimpin oleh seorang Satraps. Satraps memiliki peran penting dalam
mengawasi wilayah dan mobilitas penduduk. Ia bertanggung jawab atas
pengumpulan pajak, peperangan dan sebagainya. Satraps diberikan kekuasaan

7
penuh oleh pusat, ia berkenan untuk melakukan kebijakannya sendiri. Namun
hal tersebut menyebabkan Satraps bertindak kejam dalam menangani
permasalahan di wilayahnya. Ia bertindak semaunya tanpa memerhatikan
kondisi yang terjadi.
Kondisi kerajaan Persia semakin memburuk setelah banyak terjadi
peperangan yang dilakukan oleh para Kaisar, baik dengan kerajaan Romawi
maupun dengan yang lain, seperti bangsa Arab. Perang tersebut memakan
biaya yang besar, sehingga kondisi ekonomi kerajaan semakin memburuk.
Kekalahan kerajaan Persia atas orang Arab menjadi awal bangkitnya bangsa
Arab dan dimulainya kekuasaan bangsa Arab atas dunia.1

B. Keadaan Sosial pada Masa Arab Pra Islam


Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka
termasuk ras atau rumput bangsa Kaukasoid, dalam subras Medditerranean
yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara,
Armenia, Arabia, dan Irania. Bangsa Arab hidupnya berpindah-pindah, nomad,
karena tanahnya terdiri dari gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun
hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lain mengikuti
tumbuhan stepa atau padang rumput yang tumbuh secara sporadis di tanah
Arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan.
Mereka mendiami wilayah Jazirah Arabia yang dahulu merupakan
sambungan wilayah gurun membentang dari barat Sahara di Afika hingga ke
timur melintasi Asia, Iran Tengah, dan Gurun Gobi di Cina. Wilayah ini sangat
kering dan panas karena uap air laut disekitarnya. Sekalipun begitu, wilayah
ini kaya dengan penghasilan bahan minyak terbesar di dunia.
Peradaban Arab pra Islam sering pula dikenal dengan nama Era
Jahiliyyah (kebodohan). Penamaan ini tidak murni dikarenakan kebodohan
mereka dalam berbagai segi dan tidak berperadaban, namun karena ketiadaan
pengetahuan mereka akan agama, tata cara kemasyarakatan, politik, dan

1
Jurnal Peradaban Dan Pemikiran Islam, https://www.google.comjournal.iain-palangkaraya.ac.id
Diakses pada tanggal 16 September 2021, pukul 15.00.

8
pengetahuan tentang ke-Esaan Allah. Adapun dari segi fisik, mereka dinilai
lebih sempurna dibanding orang-orang Eropa dalam berbagai organ tubuh,
begitupula dalam sisi pertanian dan perekenomian yang telah maju. Disamping
faktor teologis tersebut, mereka memiliki beberapa karakteristik khusus yang
semakin memperkuat kesan Jahil (bodoh) pada mereka. Lebih jauh, Ignaz
Goldziher, seorang orientalis asal Hongaria bahwa kondisi masyarakat kala itu
bukan hanya jahiliyyah, namun juga barbarisme dan cenderung primitif.
Diantara preseden buruk yang melekat pada Arab pra-Islam adalah
kondisi dan kedudukan wanita yang dipandang sebelah mata, bahkan setengah
manusia. Meskipun ditemukan beberapa kepala suku wanita di Mekkah,
Madinah, Yaman dan sebagainya, namun jumlah mereka amat sedikit sekali.
Di mata masyarakat mereka, wanita tidak ada harganya dan tidak lebih
berharga dari barang dagangan di pasar. Para lelaki juga bebas menikah
dengan wanita mana saja berapapun jumlahnya, sedangkan tidak demikian bagi
wanita.
Mereka juga terkenal dengan tradisi penguburan anak hidup-hidup.
Namun, perlu dipahami bahwa tradisi tersebut tidak terjadi di seluruh suku
Arab. Hanya beberapa suku dan kabilah saja yang menerapkan tradisi tersebut.
Tradisi tersebut dilakukan dengan dasar bahwa anak (kebanyakan perempuan)
adalah penyebab kemiskinan dan aib bagi keluarga. Faktor
geografis Arab yang dipengaruhi oleh gurun-gurun pasir yang luas dan tandus
mempengaruhi sifat dan perilaku rata-rata orang Arab yang terkesan keras.
Bangsa Arab pra-Islam memiliki kemajuan di bidang perekonomian,
khususnya dalam aspek pertanian dan perdagangan.
1. Masyarakat Arab telah mengenal dan menggunakan peralatan pertanian
semi-modern seperti alat bajak, cangkul, garu dan tongkat kayu untuk
menanam. Penggunaan hewan ternak sebagai pembawa air dan penarik
bajak juga telah dikenal kala itu. Mereka juga mampu membangun sistem
irigasi yang baik, meskipun bendungan Ma’arib yang mereka bangun
akhirnya rusak dan tidak berfungsi. Untuk menyuburkan tanah dan
memperbanyak hasil produksi, mereka juga telah menggunakan berbagai

9
macam pupuk alami, seperti pupuk kandang dan juga penyilangan pohon
tertentu untuk mendapat bibit unggul. Sistem pengelolaan ladang dan
sawah mereka juga telah menggunakan sistem sewa tanah, bagi hasil atau
bekerjasama dengan penggarap.
2. Perdagangan yang dilakukan juga tidak terbatas sesama Arab, namun juga
dengan non-Arab. Kemajuan mereka dilihat dari kegiatan ekspor dan
impor yang telah dilakukan para pedagang Arab Selatan dan Yaman sejak
200 tahun sebelum lahirnya Islam. Mereka melakukan ekspor barang-
barang seperti dupa, kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang,buah
kismis dan lainnya dan mengimpor bahan bangunan, bulu burung unta,
logam mulia, batu mulia, sutra, gading, rempah-rempah, intan dan
sebagainya dari Afrika, Persia, Asia Selatan dan Cina.
3. Dalam bidang ilmu pengetahuan, bangsa Arab telah terkenal dengan karya
sastranya. Pasar-pasar tahunan seperti Ukaz, Dzul Majaz dan Mihnah
mengadakan perlombaan rutin dalam syair-syair dan puisi-puisi Arab.
Pemenang perlombaan tersebut mendapat kehormatan dengan ditulisnya
sya’irnya dengan tinta emas dan digantungkan di Ka’bah atau Mu’allaqat.
4. Dari segi teologis, bangsa Arab juga telah mengenal berbagai macam
agama seperti paganisme, Kristen, Yahudi, Majusi dan agama Tauhid.
Konsep agama Tauhid juga cukup terasa dalam budaya Arab kala itu
dengan penyebutan Allah sebagai Tuhan dan pengkultusan Ka’bah
sebagai Bait Allah dan adanya ritual haji tiap tahunnya. Namun budaya
paganisme terasa lebih kental dalam bangsa Arab pra-Islam dengan
banyaknya patung-patung yang disembah dan diletakkan disekitar Ka’bah
sebagai manifestasi tuhan-tuhan sembahan mereka. Sedikitnya terdapat
360 buah patung disekeliling Ka’bah yang mewakili tiap-tiap kabilah dan
suku tertentu.2

2
Pengaruh Penyebaran Islam Di Timur Tengah Dan Afrika Utara Studi Geobudaya Dan
Geopolitik, hlm. 45 – 50.
https://www.researchgate.net/publication/333975124_Pengaruh_Penyebaran_Islam_di_Timur_Te
ngah_dan_Afrika_Utara_Studi_Geobudaya_dan_Geopolitik Diakses pada tanggal 15 September
2021, pukul 14.30.

10
C. Kepercayaan pada Masa Arab Pra Islam
Arabia pra-Islam merujuk pada keadaan jazirah Arabia sebelum
tersebarnya Islam pada tahun 630-an. Jazirah ini dihuni oleh bangsa Arab, salah
satu dari rumpun bangsa Semit. Sebagian bangsa Arab masa itu telah hidup
menetap, sementara sebagian lagi hidup sebagai badui yang nomaden.
Informasi perihal peradaban mereka tidak terlalu banyak, terbatas pada bukti-
bukti arkeologis, berbagai catatan bangsa lain tentang Arabia, kisah dalam
kitab-kitab suci agama Samawi, serta syair-syair Arab klasik yang dicatat oleh
para sejarawan Muslim pada masa sesudahnya.3
Mayoritas bangsa Arab adalah penganut agama Watsani (penyembah
berhala). Dikisahkan bahwa penyebar agama watsani pertama di tengah-tengah
masyarakat Arab adalah ‘Amr bin Luhayy Al Khuza’i. Dialah orang yang
pertama membawa patung dari Syam ke Ka’bah. 4
Sebelum kelahiran Nabi
Muhammad SAW, sebagian bangsa Arab di Hijaz (Makkah, Yatsrib, Thaif,
dan sekitarnya) sudah memiliki kepercayaan, tradisi, dan pengaruh 3 agama
besar saat itu; Yahudi (pembawa agamanya dinisbahkan kepada Nabi Musa),
Kristen (pembawa agamanya dinisbahkan kepada Nabi Isa Al-Masih/Yesus
Kristus), Zoroaster/Majusi (pembawa agamanya dinisbahkan kepada
Zaratustra).5 Selain ituan ada pula sekelompok kecil yang menjalankan
monoteisme Ibrahim (Din al-Hanafiyah).6
Selain itu ada beberapa kepercayaan yang sudah mengakar di
masyarakat Arab seperti :
1) Fetitisme /dinamisme: percaya bahwa benda tertentu dihuni roh, dan
punya kekuatan. Hal ini dijelaskan dalam surah Asy- Syu’aro ayat 41-44:
“Maka tatkala ahli-ahli sihir datang, merekapun bertanya kepada Fir`aun:
Apakah kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami

3
Arabia Pra Islam, https://id.wikipedia.org/wiki/Arabia_pra-Islam Diakses pada tanggal 16
September 2021, pukul 22.06.
4
M. Yakub, dkk. SEJARAH PERADABAN ISLAM Pendekatan Periodesasi. (Medan : Perdana
Publishing, 2015), hlm. 2.
5
Iwan Falahudin, Bangsa Arab Pra Islam, (Balai Diklat Keagamaan Jakarta,
http://bdkjakarta.kemenag.go.id : tahun 2015)
6
Taufik Adnan Amal (2005), Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an, Pustaka Alvabet, hlm. 28-29.

11
adalah orang-orang yang menang? Fir`aun menjawab: Ya, kalau demikian,
Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi orang yang
didekatkan (kepadaku). Berkatalah Musa kepada mereka: Lemparkanlah
apa yang hendak kamu lemparkan. Lalu mereka melemparkan tali-temali
dan tongkat-tongkat mereka dan berkata: Demi kekuasaan Fir`aun,
Sesungguhnya kami benar-benar akan menang”.
2) Totemisme: Pengultusan terhadap hewan/tumbuhan tertentu. Sehingga
banyak yang menggunakan namanya dengan nama binatang tertentu
seperti; Asad/singa, Tsa’lab/musang, Hiroh/kucing, dan lain-lain. Bangsa
Indonesia juga banyak mengadopsi budaya ini, sehingga banyak orang-
orang terkenal masa lalu menggunakan nama binatang untuk kebesarannya
seperti; Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan lainlain.
3) Animisme : Percaya pada roh baik/jahat yang berpengaruh dalam
kehidupan manusia. Diantaranya ada yang berpendapat bahwa roh itu
berupa darah, udara, dan burung hantu.
4) Kepercayaan terhadap kekuatan jin, sehingga mereka akan meminta
bantuan/ perlindungan/perizinan dan lain-lain pada jin tertentu.
5) Kepercayaan pada benda-benda langit yang memiliki kekuatan,
seperti; matahari, bulan, dan bintang. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam
QS. An-Naml ayat 24: “Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah
matahari, selain Allah; dan syaitan Telah menjadikan mereka memandang
indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan
(Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk.”.7

D. Kebudayaan pada Masa Arab Pra Islam


Bangsa Arab pra-Islam biasanya disebut Arab jahilyah. Bangsa yang
belum berperadaban, bodoh dan tidak mengenal aksara. Namun,bukan berarti
tidak seorang pun dari penduduk masyarakat Arab yang tidak mampu
membaca dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi diketahui

7
Syafiq A. Mughni, Masyarakat Arab Pra Islam, dalam Akar dan Awal, pada Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam, Jilid 1, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, th. 2005)

12
sudah mampu membaca dan menulis sebelum mereka masuk Islam. Ibnu Saad
mengatakan, “Bangsa Arab jahiliyah dan permulaan Islam menilai bahwa
orang yang sempurna adalah yang dapat menulis, berenang, dan melempar
panah”. 8
Secara asal-muasalnya masyarakat keturunan Arab terbagi menjadi
dua golongan besar. Pertama, berasal dari keturunan Qathan yaitu golongan
Qathaniyun yang berada bewilayah di bagian Selatan. Kedua, dari keturunan
Ismail bin Ibrahim yaitu golongan Adnaniyun yang berada di wilayah
bagian Utara. Tetapi, dalam perjalanannya, kedua golongan ini saling
berbaur akibat dari perpindahan penduduk Jauh sebelum kedatangan
Islam, jazirah Arab bagian Utara telah ditemukan tradisi baca tulis. Tradisi
tulis menulis dijazirah Arab terus berlanjut sampai datangnya Islam.
Orang-orang Arab sebelum Islam memang telah mengenal tradisi
yang menyerupai bentuk sejarah lisan. Itulah yang disebut dengan hari-
hari penting (al-Ayyam) dan silsilah (al-Ansab) pada masyarakata Arab pra-
Islam.
1) Al-ayyam adalah peristiwa peperangan antar kabilah Arab.
Dilingkungan kabilah Arab jahiliyah sering terjadi perang antar kabilah
atau suku baik disebabkan perselisihan untuk memilih pemimpin,
perebutan sumber air dan perebutan padang rumput untuk pengembalaan
binatang ternak. Karen Amstrong dalam (Liputo, 2014) menyebutnya
dengan istilah ghazu “serangan” yang merupakan jalan pintas untuk
mendistribusikan sumber daya guna memenuhi seluruh kebutuhan pada
saat itu. Pihak penyerang akan menyerbu rombongan dari suku lawan
dan membawa pergi barang jarahan mereka. Dalam penyerangan tersebut,
mereka sangat berhati hati agar tidak ada korban jiwa karena hal itu akan
memancing kemarahan dan aksi balas dendam. Ayyamal-Arab sendiri
secara etimologi memiliki arti hari-hari penting bangsa Arab. Disebut

8
Azami. (1994). Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. Hal.
234

13
demikian karena peperangan tersebut hanya tejadi di siang hari. Sementara
pada malam harinya mereka berhenti berperang, beristirahat untuk
menunggu hari esok dan melanjutkan perang kembali.9
2) Al-Anshab adalah bentuk tradisi pra-Islam yang mengandung banyak
sejarah yang artinya silsilah. Al-Anshab adalah kata jamak dari kata
“nasab” yang berarti silsilah (genealogi). Sejak masa jahiliyah orang-
orang Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan tentang
nasab. Ketika itu pengetahuan tentang nasab merupakan salah satu
cabang yang dianggap penting. Setiap kabilah menghafal silsilahnya,
semua anggota keluargnya mengahafalnya agar tetap murni dan silsilah itu
dibanggakan terhadap kabilah lain.
Meskipun di dalam al-Ansab ada petunjuk sejarah, namun tidak
bisa dikatan bahwa ini adalah ekspresi kesadaran bangsa Arab terhadap
sejarah, karena pertama, padamasa-pra Islam perhatian terhadap silsalah
belum mengambil tradisi tulis baru sebatas hafalan.10
Seperti halnya dalam belahan dunia yang lain, perkawinan juga
merupakan hal yang esensial dalam realitas masyarakat Arab pra islam.
Persoalan sesksualitas dalam masyarakat Arab pra Islam merupakan hal
yang dominan dalam kehidupan mereka. Selain itu sangat berbeda dengan
masyarakat Mesir Kuno yang lebih disibukkan dengan aktifitas
keagamaan.
Realitas yang berbeda terjadi di masyarakat Arab pra Islam.
Aktifitas-aktifitas budaya atau seni yang dapat memperkaya atau
mempertajam emosi –selain kesastraan, perpuisian yang sempit dan
terbatas, relatif sedikit. Hal ini menjadikan perhatian mereka lebih banyak
ditujukan pada pemenuhan kebutuhan seksual. Realitas ini bisa dilihat

9
Yatim, Badri. (1997). Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hlm. 78
10
As-Sirjani, Raghib. (2015). Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2015. Hal. 145

14
dari banyaknya istilah-istilah kebahasaan yang berkaitan dengan
hubungan seksual.11
Sebagaimana adanya sistem paternalistik yang dianut
suku-suku nomaden, masyarakat Arab juga menerapkan sistem ini
yang meniscayakan komposisi rumah tangga patriarki terdiri atas laki-
laki sebagai poros, lalu sejumlah istri merdeka, ditambah budak-budak
sariyyah yang boleh disetubuhi secara bebas tanpa ikatan perkawinan.
Kemungkinan lain, pembunuhan dilakukan untuk ide
pengorbanan yang diserukan oleh kepercayaan agama. kasus
penyembelihan putra Ibrahim pernah difahami secar keliru oleh
kalangan pengikutnya, yang menganggap setiap keluarga harus
mnyembelih salah satu putranya.
Kemungkinan lainnya, yaitu mereka yang membunuh anak
perempuan karena khawatir nantinya akan kawin dengan orang asing
atau orang yang berkedudukan sosial lebih rendah misalnya budak atau
mawali. Di samping itu, khawatir jika anggota sukunya kalah dalam
peperangan akan berakibat anggota kelaurganya yang perempuan akan
menjadi harem-harem atau gundik para musuh. Sebuah prinsip
dikalangan Arab dituangkan dalam sebuah syair sebagaimana dikutip
Reuben Levy,”kuburan adalah mempelai laki-laki paling baik dan
penguburan perempuan adalah tuntutan kehormatan” (the grave is the best
bridgegroom and the burial of daughters is demanded by honour).12
Dari tiga penulis sejarah terkenal tersebut, dapat ditarik kesimpulan
secara garis besar bahwa masyarakat Arab pra-Islam itu mempunyai dua
sifat sekaligus: positif dan negatif. Sudah pasti hal itu sangat dipengaruhi,
dikondisikan, dan dibentuk oleh keadaan alam Jazirah Arab yang tandus,
gersang, kerontang, dan keras.
1) Sifat-Sifat Negatif

11
Khalil Abdul Karim, Relasi Gender Pada Masa Muhammad & Khulafaurrasyidin Terj.
Khairon Nahdiyyin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),hlm. 14 - 15
12
Nasaruddin Umar, Argumen kesetaraan...., hal. 138

15
Kehidupan getir di gurun pasir dan kepahitan hidup di padang
gersang, kering, dan kerontang sudah pasti mempengaruhi pem
bentukan mental, watak, kepribadian, adat istiadat, dan tingkah laku
bangsa Arab. Kondisi gurun pasir yang gersang dan keras membuat
mereka bersikap kasar, bersifat agresif, berwatak keras kepala,
bertingkah laku yang keji, serta suka berperang dan merampas.
Kehancuran dan keruntuhan nilai-nilai insaniah menyeruak dalam
limbah polusi kehidupan mereka yang bejat dan bobrok. Perbuatan keji,
amoral, dan tidak manusiawi yang secara luas terjadi dalam adat
Istiadat masyarakat Arab pra Islam antara lain dapat disebutkan sebagai
berikut :
a) Membunuh Bayi Perempuan yang Baru Lahir dan
Memandang Rendah Martabat Wanita
Orang-orang Arab Jahiliah merasa takut miskin bila
mempunyai anak perempuan. Oleh karena itu, mereka mengubur
bayi perempuan yang baru lahir itu. Menurut mereka, anak
perempuan itu kelak tidak akan mampu membiayai hidupnya
karena kehidupan di padang pasir yang sangat sulit. Adat
penguburan bayi perempuan ini sudah pasti tidak dapat dibenarkan
secara moral. Tetapi tingkat berpikir primitif masyarakat Arab pra-
Islam itu tidak mampu menemukan pemecahan yang tepat dan
baik, maka diambillah cara praktis dan solusi pragmatis yang
paling mudah (yaitu mengubur bayi perempuan), walaupun hal itu
berlawanan dengan rasa iba kemanusiaan dan suara terdalam hati
nurani mereka sendiri. Dalam hal ini, jelas segi-segi negatif watak
masyarakat Arab itu mengalahkan segi-segi positifnya. Kabilah
Arab yang suka membunuh bayi perempuan ini antara lain adalah
Bani Tamim dan Bani Asad.
Motif mereka membunuh bayi perempuan yang baru lahir
ini, selain takut miskin, karena mereka takut anak perempuan itu
kelak dirampas oleh kabilah lain yang menjadi musuhnya. Jika ini

16
terjadi, anak perempuan tersebut akan menjadi budak, dan setelah
budak ini beranak pinak, mereka akan menjadi budak secara turun-
temurun. Anak perempuan dianggap tidak cakap berperang, ia akan
dijadikan barang rampasan atau sebagai budak bagi kabilah yang
menang perang. Menurut cara berpikir mereka, anak perempuan
dapat menurunkan martabat kabilah mereka. Sifat-sifat primitif
mereka sebagai suku pengembara terlampau berlebihan dalam
mendewa-dewakan harga diri, kehormatan, dan nama baik
keluarga dan kabilah mereka. Orang-orang Arab di masa Jahiliah
memandang rendah martabat perempuan. Wanita diperdagangkan
dan dijadikan budak.
Perbudakan sudah merajalela dalam masyarakat Arab pra
Islam. Para hartawan yang memiliki banyak hamba sahaya
menjadikan hamba-hamba sahaya mereka sebagai cara mencari
mata pencarian (uang) dengan cara menjual kehormatan mereka
kepada kaum laki-laki. Kaum wanita tidak mempunyai hak untuk
menentukan nasib mereka sendiri. Belum lagi bayangan ketakutan
akan beratnya beban ekonomi yang harus mereka tanggung karena
kaum wanita pada masa itu dipandang tidak mampu menghadapi
perjuangan hidup di gurun pasir yang serbakeras dan berat. Anak
lelaki yang berwatak pengecut dinilai sama dengan anak
perempuan. Mereka dipandang tidak akan sanggup dan berani
membela kehormatan dan harga diri mereka sendiri serta membela
nama baik keluarga dan kabilah mereka. Demikianlah cara berpikir
orang-orang Arab pada zaman pra-Islam.
b) Mengonsumsi Minuman yang Memabukkan
Minuman keras yang mereka sukai adalah khamar dan
nabidz. Khamar terbuat dari perasan anggur, sedangkan nabidz
adalah minuman keras yang terbuat dari perasan selain anggur.
Kebiasaan ini mereka lakukan di tempat-tempat maksiat, seperti

17
tempat perjudian dan pelacuran. Apabila seseorang menang dalam
berjudi, ia lalu minum sepuas-puasnya sampai mabuk.
c) Suka Berjudi
Bangsa Arab sebelum Islam suka berjudi. Jenis-jenis
perjudian yang biasa mereka lakukan ialah lotre, tebakan, dan lain-
lain. Sedangkan jenis taruhannya berupa unta, kuda, kambing, dan
kurma. Perjudian sudah menjadi pemandangan dan kebiasaan
sehari-hari, dan merajalela dalam kehidupan orang-orang Arab
pada masa pra-Islam. Perjudian dengan cara spekulasi mengadu
untung seperti ini membuat moral dan akhlak masyarakat Arab pra-
Islam semakin bejat dan bobrok.
d) Suka Mencuri dan Merampok
Kehidupan sulit di padang pasir dan kekerasan hidup di
gurun telah menciptakan agresivitas, brutalitas, dan kriminalitas di
kalangan masyarakat Arab sebelum Islam. Tindakan serbaanarkis
dan tujuan menghalalkan cara telah terbiasa mereka lakukan dalam
kehidupan mereka. Mencuri dan merampok untuk mem peroleh
barang dengan cara yang gampang dan mudah tanpa per timbangan
halal dan haram telah biasa mereka praktikkan, baik secara
perseorangan ataupun berkomplot. Sebelum Islam datang mereka
merampok kafilah-kafilah dagang yang lalu di padang pasir.
e) Suka Berseteru, Berkelahi, dan Berperang
Perselisihan antarpribadi yang berasal dari perkara kecil
sering menimbulkan pertengkaran, perkelahian, atau bahkan
peperangan bebuyutan antarkabilah di kalangan bangsa Arab.
Tragisnya, jika peperangan itu harus terjadi, ia akan berlangsung
lama dan memakan waktu puluhan tahun. Perang Dahis, misal nya,
yang berlangsung selama 40 tahun, semula berawal dari
perselisihan antara dua orang yang tuduh menuduh berlaku curang
dalam pacuan kuda. Demikian pula Perang Basus, pada mulanya
ditimbulkan oleh perselisihan mengenai seekor unta yang bernama

18
Basus. Unta itu dilukai oleh seseorang dari suku Kulaib bin Wail.
Setelah pemilik unta mengetahui bahwa untanya dilukai oleh orang
tersebut, ia pun melakukan pembalasan. Akhirnya, terjadilah
perkelahian dan pecahlah perang berdarah antara suku Kulaib bin
Wali dengan suku pemilik unta Basus itu.
2) Sifat-Sifat Positif
Akan tetapi, bagaimanapun, manusia tidak hanya ditentukan segala-
galanya oleh keadaan dan lingkungan alam sekitarnya. Manusia,
menurut fitrah kodratnya sendiri, diciptakan oleh Allah Swt lengkap
dengan unsur-unsur kemanusiaannya. Betapapun negatifnya sifat sifat
masyarakat Arab pra-Islam itu, mereka sebagai manusia tentu memiliki
juga unsur-unsur dan sifat-sifat positif, baik, dan terpuji. Di antara adat
kebiasaan Arab pra-Islam yang baik yang diteruskan dan dilestarikan
oleh Islam ialah memotong tangan pencuri, mengafani mayat sebelum
dimakamkan, berpuasa selama beberapa hari pada hari-hari tertentu
(misalnya hari Asyura).
Selain itu, ada pula karakter, watak, dan tabiat mereka yang lain
yang positif, yaitu membela marwah, harga diri, martabat, ke hormatan,
kemerdekaan dan kebebasan mereka apabila diganggu atau dirampas
oleh orang lain; menghormati dan menghargai tamu; berani berkorban
untuk membela sesuatu yang mereka yakini benar; serta menjunjung
tinggi prinsip-prinsip persamaan dan demokrasi. Sifat-sifat seperti ini
merupakan sifat-sifat positif orang-orang Arab pada masa pra-Islam.13

13
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII – XIII M). (Yogyakarta :
IRCiSoD, 2017), Hlm. 50 - 56

19
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sejarah sosial-politik Arab telah membawa pada sebuah kesimpulan bahwa
Bangsa Arab sejatinya adalah bangsa yang kuat dan memiliki peradaban yang
hebat. Kejahiliyahan yang terjadi pada bangsa Arab sejatinya bukan sebuah
kehinaan, tapi ketidaktahuan mereka terhadap ilmu pengetahuan. Hadirnya
Romawi dan Persia yang menghegemoni bangsa Arab membuka mata dan pikiran
mereka untuk senantiasa berpikir dan bertindak. Peradaban Bangsa Arab yang
dikenal barbar dan primitif dapat berangsur membaik dengan datangnya agama
Islam. Islam dan berbagai ajarannya dapat mengentaskan Bangsa Arab dari jurang
keterpurukan akhlak dan kubangan budaya tidak manusiawi.
Kepercayaan masyarakat Arab pra Islam pada saat itu adalah percaya dan
menyembah para berhala-berhala. Adapun kepercayaan lainnya seperti animisme,
dinamisme, tetomisme, kepercayaan terhadap kekuatan jin, dan kepercayaan
terhadap benda-benda langit.
Selain keadaan politik, sosial, dan kepercayaan. Bangsa Arab pra Islam juga
memiliki kebudayaan yang khas. Namun, dapat dikatakan kebudayaan saat itu
sangatlah kejam, seperti membunuh bayi perempuan, memperbudak kaum
perempuan, merampok, suka mabuk-mabukan, dan suka berseteru, berkelahi serta
perang. Akan tetapi, mereka juga memiliki sikap positif, diantaranya membela
marwah, harga diri, martabat, ke hormatan, kemerdekaan dan kebebasan mereka
apabila diganggu atau dirampas oleh orang lain; menghormati dan menghargai
tamu; berani berkorban untuk membela sesuatu yang mereka yakini benar; serta
menjunjung tinggi prinsip-prinsip persamaan dan demokrasi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufik Adnan. (2005), Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an, Pustaka Alvabet.


Arabia Pra Islam, https://id.wikipedia.org/wiki/Arabia_pra-Islam Diakses pada
tanggal 16 September 2021, pukul 22.06.
As-Sirjani, Raghib. (2015). Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2015.
Azami. (1994). Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya. Jakarta: PT. Pustaka
Firdaus.
Falahudin, Iwan. Bangsa Arab Pra Islam, (Balai Diklat Keagamaan Jakarta,
http://bdkjakarta.kemenag.go.id : tahun 2015)
Ismail, Faisal. (2017). Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII –
XIII M). Yogyakarta : IRCiSoD.
Jurnal Peradaban Dan Pemikiran Islam, https://www.google.comjournal.iain-
palangkaraya.ac.id Diakses pada tanggal 16 September 2021, pukul 15.00.
Khalil Abdul Karim, (2007) Relasi Gender Pada Masa Muhammad &
Khulafaurrasyidin Terj. Khairon Nahdiyyin, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasaruddin Umar, Argumen kesetaraan....,
Pengaruh Penyebaran Islam Di Timur Tengah Dan Afrika Utara Studi
Geobudaya Dan Geopolitik,
https://www.researchgate.net/publication/333975124_Pengaruh_Penyebar
an_Islam_di_Timur_Tengah_dan_Afrika_Utara_Studi_Geobudaya_dan_G
eopolitik Diakses pada tanggal 15 September 2021, pukul 14.30.
Syafiq A. Mughni, Masyarakat Arab Pra Islam, dalam Akar dan Awal, pada
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jilid 1, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van
Hoeve, th. 2005)
Yakub, M, dkk. (2015). SEJARAH PERADABAN ISLAM Pendekatan Periodesasi.
Medan : Perdana Publishing.
Yatim, Badri. (1997). Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hlm. 78

21

Anda mungkin juga menyukai