Disusun Oleh :
Muflich Jaka
(1900028110)
YOGYAKARTA
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Al-Adab Al-Umawy Wal-
Abbasy dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tidak lupa selalu tercurahkan kepada
baginda besar Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Al-Qur’an, yang telah
mengeluarkan kita semua dari kegelapan menuju cahaya.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Adab Al-
Umawy Wal-Abbasy. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah dan memperkaya
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada dosen kami yaitu Bapak Abdul
Mukhlis, M.Ag selaku dosen pengampu dari mata kuliah ini yang telah memberikan kami ilmu
dan wawasan terkait pengajaran di bidang Bahasa dan Sastra Arab. Kami juga berterima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam menyusun makalah ini dengan
memberikan pengetahuannya sehingga makalah ini bisa diselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari masih banyaknya kekurangan dari pembuatan makalah ini sehingga
kritik dan saran dari para pembaca sangat diperlukan bagi perkembangan makalah ini. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan menjadi referensi wawasan bagi pembaca maupun penulis.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa Bani Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai
bidang. Ini terjadi karena perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan. Khalifah Al-Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan
mendirikan baitul hikmah yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kemudian muncul para ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama
dan sains. Seperti Al-Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe,
Imam Bukhari dan Imam Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan
umat islam hingga saat ini.
3
khalifah pun terlihat jelas. Para khalifah yang memimpin turut mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan dengan kebijakan-kebijakannya. Alhasil, penduduk
berduyun-duyun mendatangi tempat-tempat menuntut ilmu, sementara para ilmuwan
memiliki kedudukan penting dan derajat yang tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
a. Sejarah BSA pada masa Abbasiyah
b. Prosa pada masa Abbasiyah
c. Puisi pada masa Abbasiyah
d. 2 Tokoh Bahasa dan Sastra Arab pada masa Abbasiyah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :
a. Menjelaskan tentang Sejarah BSA pada masa Abbasiyah
b. Menjelaskan tentang Prosa pada masa Abbasiyah
c. Menjelaskan tentang Puisi pada masa Abbasiyah
d. Menyebutkan 2 Tokoh Bahasa dan Sastra Arab pada masa Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
4
A. Sejarah BSA pada masa Abbasiyah
Pada zaman Abbasiyah Apa yang disebut sebagai sastra Arab sebenarnya tidak lagi
dimaknai secara sempit karena para sastrawan tidak lagi didominasi oleh orang Arab,
melainkan oleh sastrawan-sastrawan non-Arab, seperti Persia, Andalusia (Spanyol), dan
Turki. Hanya bahasa yang memberi identitas tetap sebagai Sastra Arab.
Jenis dan tema karya sastra pun menjadi lebih beragam, tidak terbatas pada tema-tema
klasik, pesan moral spiritual, politik, atau pujian dan ejekan saja, melainkan menyangkut
segi kehidupan nyata seperti, karya-karya untuk tujuan hiburan, humor, dan bahkan karya
yang mengandung nilai-nilai filosofis. Muncul karya yang bertema Asabiyah, dari
sastrawan Mawali (keturunan campuran Arab Persia) yang membanggakan nenek
moyangnya dan melecehkan keturunan Arab. Karya seperti ini terlihat dalam penya’ir
Basysyar Ibn Bur dan Ibn Muqaffa. Muncul pula karya-karya yang bergaya humor,
seperti dalam al-Hayawan dan al-Bakhir karya al-Jahiz. Adapula karya yang
mendeskripsikan cinta sesama jenis seperti puisi-puisi Husaein al-Dahhak. Selain itu
muncul karya-karya yang dipengaruhi oleh filsafat seperti dalam puisi Abu Tammam dan
al-Mutannabi. Warna filsafat terlihat pula dalam kisah Hayy bin Yaqzan yang ditulis oleh
5
Ibn Tufayl, seorang sastrawan dari Andalusia. Ada pula cerita yang menampilkan
masalah eskatologi yang menggambarkan dalam akhirat seperti terlihat dalam Risalah al-
Gufran karya al-Ma-‘arri, seorang sastrawan asal Suriah.
Pada zaman Abbasiyah, banyak sekali sastrawan terkenal bahkan sampai sekarang
karya-karyanya pun banyak dilantunkan. Salah satunya karya Abu Nuwas yang menulis
puisinya di kala usia tua. Puisinya mengandung tema tobat, meminta ampunan kepada
Tuhan atas dosa-dosanya yang telah dilakukan sepanjang hidupnya. Dalam puisi itu ia
tidak mengharapkan surga, tidak pula sanggup untuk masuk neraka. Yang ia minta adalah
ampunan dari Tuhan.
Ada juga penya’ir bernama Rabi’ah Al-Adawiyah. Siapa yang tak kenal sosok wanita
yang zuhud dan terkenal akan kesufianya. Bahkan di usia tuanya, ia menghindari
kemewahan dunia, tidak menikah, dan mencurahkan seluruh umurnya untuk beribadah
mendekatkan diri kepada Allah. Hari-harinya digunakan untuk berpuasa dan malam-
malamnya ia gunakan untuk salat. Ia menyatakan curahan cintanya hanya kepada Tuhan.
Akhir dari masa Abbasiyah ini bermula, Setelah kota Baghdad dihancurkan oleh
pasukan Hulagu Khan pada tahun 1258 M, kekhalifahan Abbasiyah tidak lagi dapat
dipertahankan. Sejak itu kepemimpinan Islam terpecah-pecah menjadi penguasa-
penguasa lokal sesuai dengan wilayahnya. Sejak itu pula eksistensi kesustraan Arab tidak
lagi dapat dikatakan sebagai kesusastraan Abbasiyah, melainkan lebih bersifat
kewilayahan atau kenegaraan.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa ada kaitan yang sangat erat antara sastra, sastrawan,
dan masyarakatnya. Sastra dan masyarakat saling berpengaruh satu sama lain. Ketiga hal
ini didukung pula oleh peran para pemimpin yang berkuasa pada kedua zamanya.
6
Pada zaman Bani Abbasiyah, surat menyurat menjadi semakin penting dalam rangka
penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semakin kompleks. Dalam genre prosa,
muncul prosa pembaruan ( )النثر التجديديyang ditokohi oleh Abdullah ibn Muqaffa dan
juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari
masa ini ialah Kisah Seribu Satu Malam ()ألف ليلة و ليلة.
Masa Bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Sastra Arab.
Karena Islam juga eksis di Andalusia (Spanyol), maka tidak ayal lagi kesusastraan Arab
juga berkembang disana. Pada zaman Harun Al-Rasyid, berdiri Biro Penerjemahan Darul
Hikmah. Namun hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa pada masa ini banyak terjadi
kekeliruan berbahasa di tengah masyarakat akibat pergumulan yang kuat bangsa Arab
dengan bangsa ajam (non Arab).
Gaya pertengahan tidak ketinggalan zaman secara tiba-tiba. Sejumlah penulis besar
tetap mengikuti gaya pertengahan ini meskipun gaya saj’ baru sudah mendapat dasar di
sekitar mereka. Saj’ terdiri dari prosa yang frase-frasenya berirama dalam kelompok dari
dua atau lebih bagian. Syarat-syaratnya antara lain adalah kata-katnya harus indah dan
merdu, tiap frase beriramanya mengandung makna yang berbeda, frase beriramanya
memenuhi persyaratan tawazun, frase sesudahnya harus selalu lebih pendek dari pada
frase sebelumnya. Badi’ di lain pihak, yang mengandung saj’ dan lain-lain, dapat menjadi
banyak bentuk. Sebagaian ahli sastra menyebutkan 14 ragam badi’dan sebagian lagi
menyebutkan dua kali lipat dari itu atau lebih. Badi’ terdiri dari penciptaan frase yang
identik dalam struktur suku kata, terkadang dalam bentuk huruf tanpa tanda dikritikalnya,
tetapi berbeda dalam makna.
Tidak lama sebelum pertengahan abad ke-10, draf pertama dari sebuah karya yang
kemudian dikenal dengan Alf Laylah wa Laylah (Seribu Satu Malam) disusun di Irak. Ini
adalah karya Persia klasik, berisi beberapa kisah dari India. Karakteristiknya yang
beragam telah mengilhami lahirnya ungkapan konyol para kritikus sastra modern yang
memandang kisah “Seribu Satu Malam” sebagai kisah-kisah Persia yang dituturkan
dengan cara Buddha oleh ratu Esther kepada Haroun Alraschid di Kairo selama abad ke-
14 Masehi. Kisah ini menjadi begitu populer di kalangan masyarakat Barat, karena telah
diterjemahkan dalam berbagai bahasa di belahan bumi Eropa serta pencetakan berulang-
7
ulang. Selain prosa-prosa tersebut, juga terdapat beberapa puisi klasik, contohnya Abu
Nawas yang mampu menyusun lagu terbaik tentang cinta dan arak.
Siapa yang tidak kenal dengan cerita Aladin dan Lampu Wasiat, Ali Baba dengan
Empat Puluh Penyamun, dan Sindbad si Pelaut. Apalagi sejak ditayangkan secara visual
di layar kaca ataupun layar perak produksi Holywood. Semuanya pasti setuju bahwa
kisah itu diambil dari Kisah Seribu Satu Malam. Kisah yang amat terkenal dari abad-abad
lampau hingga saat ini. Tapi kisah itu adalah terjemahan saja dan bukan buatan
sastrawan-sastrawan ternama pada puncak kejayaan Baghdad.
Saat itu Kekhalifahan Abbasiyah berada pada puncak tangga tamadun. Politik, agama,
ekonomi, sosial, budaya, dan di segala bidang lainnya mengalami kemajuan pesat
daripada masa-masa sebelumnya. Salah satunya adalah di bidang sastra. Berbeda dengan
pada masa Bani Umayyah yang hanya mengenal dunia syair sebagai titik puncak dari
berkesenian—ini dikarenakan pula Bani Umayyah adalah bani yang sangat resisten
terhadap pengaruh selain Arab, maka pada zaman Bani Abbasiyah inilah prosa
berkembang subur. Mulai dari novel, buku-buku sastra, riwayat, hikayat, dan drama.
Bermunculanlah para sastrawan yang ahli di bidang seni bahasa ini baik pusi maupun
prosa. Dari yang ahli sebagai penyair (seperti Abu Nuwas), pembuat novel dan riwayat
(asli maupun terjemahan), hingga pemain drama.
8
lama dan wazan asing atau buhur lama. Di masa ini, terdapat tema-tema puisi baru,
seperti tema pemujaan arak, ghazal lelaki, zuhud, syu’ubiyyah, dan tema
zandaqah.
Pria yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di Irak ini dikenal karena bakatnya,
serta kecintaannya yang kuat pada anggur. Sampai-sampai julukan “penyair
anggur,” diberikan untuk penyair yang juga dianggap paling terkenal di era
Abbasiyah ini. Puisinya menawarkan pembaruan dan keragaman subyek. Banyak
yang menggambarkan alkohol, serta mencerminkan kehidupan, keyakinan, dan
kecintaannya. Dia meninggal selama perang saudara sebelum al-Ma'mun maju
dari Khur?s?n baik pada 814-816 M.
2. Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang sufi wanita yang nama dan ajaran-ajarannya
telah memberi inspirasi bagi para pecinta Ilahi. Rabi’ah adalah seorang sufi
legendaries. Sejarah hidupnya banyak diungkap oleh berbagai kalangan, baik di
dunia sufi maupun akademisi. Rabi’ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan
ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang
dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi).
9
ayahnya berdoa agar ia dikaruniai seorang anak laki-laki. Keinginan untuk
memperoleh anak laki-laki ini disebabkan karena keluarga Rabi’ah bukanlah
termasuk keluarga yang kaya raya, tapi sebaliknya hidup serba kekurangan dan
penuh penderitaan. Setiap hari ayahnya kerap memeras keringat untuk
menghidupi keluarganya, sementara anak-anaknya saat itu masih terbilang kecil-
kecil. Apalagi dengan kehadiran Rabi’ah, beban penderitaan ayahnya pun
dirasakan semakin bertambah berat, sehingga bila kelak dikaruniai anak laki-laki,
diharapkan beban penderitaan itu akan berkurang karena anak laki-laki bisa
melindungi seluruh keluarganya. Atau paling tidak bisa membantu ayahnya untuk
mencari penghidupan.
BAB III
PENUTUP
Kami selaku penulis dari makalah ini sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna sehingga kami sangat membutuhkan saran atau kritik yang membangun dari
sudut pandang pembaca khususnya dosen pengampu kami, agar kedepannya kami dapat
memperbaiki untuk lebih baik lagi.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/24/161617779/perkembangan-ilmu-
pengetahuan-pada-masa-dinasti-abbasiyah
https://bsa.uinsgd.ac.id/blog/2020/07/27/sastra-arab-masa-umayyah-abasiyyah/
http://noraiman88.blogspot.com/2011/06/prosa-pada-masa-bani-umayah-dan-bani.html?m=1
http://www.lib.ui.ac.id/abstrakpdf?id=20434538&lokasi=lokal
https://amp.kompas.com/internasional/read/2021/05/07/233332870/abu-nawas-penyair-
tersohor-arab-yang-kontroversial
https://bio.or.id/biografi-rabiah-al-adawiyah/
11