Penulis Asriyah
Diterbitkan Jurnal Rihlah
pendahuluan Sastra Arab adalah hasil kebudayaan bangsa Asia Barat yang telah berumur
ribuan tahun, dari dulu hingga sekarang bahasa Arab terus mengalami
perkembangan yang cukup signifikan bahkan keberadaannya sekarang bisa
menyaingi sastra-sastra yang ada di dunia. Pada abad ke-6 Masehi datanglah
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan kitab suci Al-Qur`an
yang memiliki nilai sastra yang sangat tinggi. Kedatangan Nabi Muhammad
SAW membawa perubahan yang sangat besar terhadap kebudayaan Arab
tidak terkecuali sastra yang menjadi hobi bagi masyarakat Arab. Islam telah
menggoreskan sejarah perubahan yang menyeluruh pada sistem kehidupan
manusia, baik dari segi spiritual, sosial, politik maupun sastra dan budaya,
perubahan tersebut tidak hanya terbatas bagi bangsa Arab saja, namun
mencakup seluruh bangsa yang tersentuh oleh dakwah Islam, sehingga
bangsa tersebut tersinari oleh cahaya dan keutamaan iman.
1. Masa Jahiliyah
prosa pada masa ini memiliki tigkat bahasa tinggi, ringkas, padat
dan berisi. Emosi dan rasa bahasa serta nilai sastranya “Wahai sekalian
kaum Bakr, orang yang kalah secara terhormat lebih baik dari orang
yang selamat karena lari dari medan juang. Sesungguhnya ketakutan
tidak akan melepaskan kalian dari ketentuan Tuhan, dan sesungguhnya
kesabaran adalah jalan kemenangan. Raihlah kematian secara mulia,
jangan kalian memilih kehidupan yang hina ini. Menghadapi kematian
lebih baik daripada lari darinya. Tusukan tombak di leher-leher depan
lebih mulia dibanding tikaman dipunggung kalian. Wahai kaum Bakr…..
Berperanglah!!!! Karena kematian adalah suatu kepastian..“
Dalam contoh khutbah di atas terdapat ciri-ciri seperti telah disebutkan
sebelumnya, yaitu:
(1) Kalimatnya ringkas dan lafadznya jelas.
(2) Makna yang mendalam
2. Masa Islam
Pada era Islam, bentuk prosa tidak berbeda jauh dengan prosa
pada masa Jahiliyah, diantara karakteristiknya adalah tidak
menggunakan ungkapan-ungkapan yang sukar, jauh dari lafadz asing,
gaya bahasa yang mudah, maknanya dekat dan mengandung pesan
untuk umat. Adapun jenis-jenis prosa pada masa ini adalah Kitabah,
Rosail, Qososh, dan Tauqi’at. Sampai dengan sempurnanya wahyu Al-
Qur’an, Rosulullah mempunyai 40 penulis wahyu(risalah), di antaranya
adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘Ash, danAbdullah
bin Harits bin Hisyam.
3. Masa Umayyah
Macam-macam prosa yang berkembang pada masa ini adalah
khitabah, rasail, dan kitabah. Kitabah berkembang pesat pada masa ini,
yaitu ketika islam tersebar padamasa ini telah terjadi percampuran
antara orang-orang arab dengan orang-orang asing yang menyebabkan
lisan al Arab tidak lagi murni seperti masa-masa awal islam. Sehingga
pada masa ini, dibukukan kitab nahwu yang ditulis oleh Abu al-Aswad
al-Duali.
Pada masa Umayyah, perkembangankarya sastra sangat terlihat
pada karyakarya yang telah berbentuk tulisan dengan bahasa yang
lebih teratur, didukung oleh karya Abu Aswad Ad-Duali yang telah
dibukukan tentang kaidah bahasa arab (ilmu nahwu). Penulisan prosa
pada masa ini memiliki gaya baru yang disebut tawazun (simetri sastra).
4. Masa Abbbasyiah
Pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi
perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa. Hal itu
disebabkan antara lain karena dukungan para penguasa dan
kemampuan personal yang dimiliki masing-masing sastrawan Banyak
buku sastra dan kumpulan nasihat serta uraian-uraian sastra yang
dikarang atau disalin dari bahasa asing. Pada masa ini juga telah
muncul cerita yang berjudul alfu lailin wa lailah, hal ini yang
mempengaruhi munculnya novel di daerahPrancis (inspiring novel
modern). Selain itu, masa ini memiliki perkembangan kritik sastra,
salah satu buktinya ialah terbitnya buku yang berjudul An-Naqd Al-
Adab Asy-Syi’r karya Ibnu Qudamah.
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa masa
‘Abasiyyah memiliki pembaharuan dalam penulisan prosa. Prosa tidak
lagi disajikan hanya dengan sesuatu yang bersifat nyata dengan bentuk
pemberitahuan seperti halnya khitobah, kitabah, risalah dan lain
sebagainya.
5. Masa Modern
Ciri-ciri prosa pada masa ini adalah lebih memperhatikan pemikiran
daripada unsur gayanya, tidak banyak menggunakan kata- kata retoris
seperti saja’, tibaq, seperti pada masa sebelumnya. Pemikirannya
runtun dan sistematis, penulis tidak keluar dari satu gagasan ke gagasan
yang lain, kecuali gagasan yang satu telah selesai, pendahuluannya
tidak terlalu panjang, temanyacenderung Pada tema yang sedang
terjadi pada masyarakat, seperti masalah politik, sosial, dan agama.
Perkembangan bahasa pun mengalami perubahan dari gaya
tradisional, kalimat yang panjang-panjang, dan penggunaan kosakata
klasik berganti dengan gaya yang sejalan dengan zaman,serba singkat,
dan serba cepat.
b. Jenis Prosa Sastra Arab (Modern)
Pada umumnya, An-Natsr Al-Adaby terbagi menjadi dua kategori
besar, yaitu Prosa sastra non imajinatif dan imajinatif. Prosa sastra non
imajinatif adalah prosa yang membahas tentang sastra, tetapi bukan
hasildari imajinasi pikiran manusia. Dalam tradisi sastra arab,prosa
tersebut disebut dengan al-adab al washfiy, yang bermakna sastra
deskriptif. Al-adab al-washfiy terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Sejarah Sastra (Tarikh Adab)
2. Kritik Sastra (Naqd Adab)
3. Teori Sastra
3. Novelet (uqushiyah)
Dideskripsikan sebagai cerita berbentuk prosa yang penjangnya
berkisar antara novel dan cerita pendek, yaitu 60-100halaman,
sebagian ahli menyebut novelet dengan cerita pendek yang panjang.
Cerita dalam novelet tidak mencakup seluruh kehidupan para tokoh
di dalamnya, melainkan hanya menceritakan satu kejadian atau satu
keadaan emosional tertentu.
4. Drama (mashrahiyah)
Adapun yang dimaksud dengan drama adalah karya sastra yang
mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Sebuah
jenis sastra dapat dikatakan sebagai drama jika memenuhi tiga hal,
yaitu:
a. Adanya dialog antar tokoh
b. Tidak dinikmati melalui pembacaan, melainkan pementasan
c. Merupakan kejadian di atas pentas atau rekontruksi sebuah
peristiwa.
c. Unsur Pokok Prosa
di dalamnya harus terdapat lima unsur pokok (intrinsik) agar dapat
menjadi prosa yang sempurna, unsur-unsur tersebut adalah:
1. Tokoh dan karakternya (As-Syakhsiyyat)
2. Plot (alur/ al-habakah)
3. Latar (setting/ al-bi’ah)
4. Pikiran atau tema (al-fikrah, at-tausiyah, al-maudhu’)
5. Gaya Bahasa (Uslub)
kesimpulan Prosa sastra arab merupakan karangan bebas yang tidak terikat dengan
wazan dan qafiyah seperti bentuk puisi. Bentuk prosa telah melalui
perkembangan yang sangat pesat dimulai dari zaman Jahiliyyah hingga
zaman modern dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pada masa
Jahiliyyah, gaya bahasa yang digunakan dalam prosa masih kaya akan
konotasi atau keambiguitasan, layaknya syi’r. Sebagian besar berisi tentang
seruan untuk mengobarkan semangat.Kemudian pada masa Islam, termasuk
masa Umayyah dan ‘Abbasiyah, gaya bahasa yang digunakan semakin
teratur, dan mudah dimengerti, salah satu faktornya adalah mukjizat Al-
Quran memiliki tuturan bahasa indah. Sedangkan di masa kini atau masa
modern, yang paling banyak tersebar adalah novel dengan berbagai macam
jenis. Prosa pada masa modern dapat dikategorikan menjadi dua kubu, yaitu
prosa imajinatif dan prosa non imajinatif. Prosa non imajinatif terdiri dari
sejarah sastra, kritik sastra, dan teori sastra, sedangkan prosa imajinatif
adalah karya yang berbentuk seperti novel, cerpen, novelet, dan drama, tiak
harus dengan suatu hal yang nyata. Di dalam prosa imajinatif terdapat lima
unsur yang harus diperhatikan, yaitu tokoh, karakter, plot atau alur, tema,
dan gaya bahasa.
Judul artikel Pengaruh Sastra Arab Dan Islam Terhadap Nasyid Dan Perkembangan Sastra
Musik Di Indonesia
Penulis Anis Uyun Nurlidya, Husniyatul Badriyah Yaumi, Hisyam Awliya’ El Rahman
Diterbitkan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
pendahuluan Kedatangan Islam dengan Al-Qur’an sebagai fondasi utamanya mampu
memberikan pengaruh terhadap perkembangan sastra Arab, karena penyair
muslim berasal dari bangsa Arab yang karyanya terpengaruh oleh sastra dan
keindahan Al-Qur’an. Wacana sastra Al-Qur’an akan mendekatkan agama
dengan seni, seperti syair berisi sanjungan dan pujian kepada nabi
Muhammad SAW yang diiringi lantunan musik rebana oleh kaum Anshar
dalam peristiwa penyambutan kedatangan Nabi.
Di Indonesia sendiri, perkembangan sastra musik Arab ditandai dengan
munculnya para penyanyi atau grup yang membawakan irama lagu
bernafaskan islam seperti nasyid, shalawat, qasidah dan lain sebagainya Adat
istiadat di Indonesia yang dipengaruhi oleh budaya Arab, seperti lantunan
nasyid dalam peringatan maulid nabi, khitanan, dan even-even keagamaan
sebagai bukti adanya akulturasi sastra musik Arab di Indonesia. Dewasa ini
nasyid di Indonesia mengalami perubahan elemen-elemen musikalnya, baik
dari bentuk penyajiaanya maupun aspek komposisi musik (segi lirik lagu,
irama atau bahkan keduanya secara bersamaan). Perihal tersebut dapat
diketahui dari penambahan peralatan musik barat dalam musik rebana
berupa gitar elektrik, keyboard, drum set dan alat musik kontemporer
lainnya. Disamping memodernisasi alat musik, musik di Indonesia juga
melakukan inovasi pada irama nasyid, tidak semua iramanya bernuansa
timur tengah melainkan ada nasyid yang bercampur dangdut dan nasyid pop
namun tetap berisi syair qasidah.
pembahasan A. Faktor-faktor yang mendorong perkembangan sastra Arab.
Juzif al-Hasyim (1968: 23) berpendapat mengenai faktor faktor yang
mendorong perkembangan sastra Arab, sebagaimana berikut :
1. iklim tabiat alam
2. ciri khas etnik
3. Peperangan
4. Kemakmuran dan kemajuan
5. Agama
6. Ilmu pengetahuan
7. Politik
8. Interaksi dengan berbagai bahasa dan budaya
Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan sastra pada zaman
itu yaitu pasar yang dijadikan arena berkumpulnya orang-orang Arab
dan melakukan aktivitas jual beli. Masyarakat Arab tidak mungkin
menekuni pertanian dengan kondisi alam yang tidak mendukung. Untuk
keperluan berdagang ini bangsa Arab memiliki pasar-pasar dekat Mekah
seperti Ukaz, Majanna, Dzul Majaz
C. Nasyid
Di Indonesia, nasyid muncul diawal era 80-an, ketika mahasiswa dan
mahasiswi melantunkan syair dengan menggunakan bahasa Arab
sebagai sebuah wujud solidaritas kepada saudara-saudara mereka yang
ada di Palestina. Dan pada akhir tahun 90-an, grup-grup nasyid yang ada
di tanah air tumbuh bak cendawan dimusim hujan. Inilah yang
menandakan kerinduan masyarakat tanah air terhadap adanya sebuah
seni Islam.
Secara etimologi seni nasyid adalah seni suara, lagu dan musik. Kata
nasyid diambil dari bahasa Arab yaitu (anasyid) yang berarti nyanyian
atau syair. Adapun secara terminologi seni nasyid adalah lagu-lagu dan
irama-irama dengan tema-tema religius.
Seni Nasyid adalah sebuah seni suara atau seni musik yang tidak
hanya menyentuh hati akan tetapi merasuk ke dalam jiwa bagi
pendengarnya sebab dalam hal itu terdapat pesan-pesan atau syair-
syair yang bermuatan islami serta mempunyai pengaruh terhadap
realisasi penyempurnaan kehidupan spiritual manusia.
Yusuf Qordawi (1998) mengemukakan pendapatnya mengenai jenis
–jenis nasyid :
1. Nasyid islami, yaitu lagu yang dibolehkan oleh syariat yang syair-
syairnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam : Aqidah, syariah
dan akhlak seperti puji-pujian kepada Allah, Rasulullah, kisah-
kisah dan lain-lain.
2. Nasyid jahili, yaitu lagu yang diharamkan oleh syariat karena
syairnyabertentangan dengan syariat Islam. Seperti lagu yang
pernahdilantunkan oleh Abu Nawas.
“Tinggalkan celaanmu padaku, sebab celaan itu adalah pujian
Obatilah aku dengan si cantik sang penawar.”
Kemudian tema yang kebanyakan dibahas dalam nasyid adalah
sebagai berikut:
1. Syair yang bersenandung shalawat nabi.
2. Syair yang bersenandung ketauhidan.
3. Syair yang bersenandung dengan tema Ilahi, akhlak aqidah dan
moral.
4. Syair-syair yang bercerita tentang kehidupan manusia, baik
kehidupan dalam dunia maupun akhirat.
E. Musik di Indonesia
Semua aspek yang memiliki keterkaitan dengan arab,mulai dari
kebudayaan hingga bahasa yang sudah melegenda, menjadikan
masyarakat Indonesia berasumsi bahwa hal-hal tersebut memiliki
sebuah hubungan yang sangat erat dengan keagamaan, khususnya
dengan agama islam.
keberadaan semua jenis musik islam yang tersebar diberbagai
negara termasuk Indonesia, tidak akan terlepas dari keberadaan musik-
musik di dunia Islam pada umumnya. Namun demikian, keberadaannya
pun tidak bisa dilepaskan begitu saja dari budaya Arab sehingga
pengupasan sejarah musik Islam tidak akan lengkap tanpa melihat juga
budaya musik praIslam.
Dalam perkembangan musik di negara Indonesia banyak musisi yang
mengaransemen lagu-lagu Arab yang syairnya dirubah menjadi
Indonesia. Begitu pun dengan nasyid di Indonesia, ada yang religius
maupun non religius. Seperti grup gambus Sabyan, kita dapat melihat
bahwa lagu-lagu yang dilantunkan berbasis religius karena syair-syair
yang digunakan berbahasa Arab walaupun hanya beberapa lagunya
saja.
Kemudian selain lagu Deen Assalam ada juga lagu lain yang
dibawakan grup gambus ini yaitu Yaa Maulana. Tidak seperti lagu Deen
Assalam yang seluruh liriknya berbahasa arab, lagu Yaa Maulana ini
mengandung dua bahasa dalam lirik lagunya, yaitu bahasa Arab dan
juga bahasa Indonesia.
kesimpulan Sastra adalah seluruh hasil seni dan kreasi manusia yang memiliki
struktur kebahasaan yang indah serta menggambarkan peristiwa kehidupan
masyarakat yang dapat memberikan pengaruh bagi orang yang
membacanya. Dalam perkembangannya, sastra arab mendapat berbagai
macam faktor pendukung seperti iklim tabiat alam, ciri khas etnis,
peperangan, kemakmuran agama, ilmu pengetahuan, politik serta interaksi
dengan berbagai macam bangsa dan budaya.
Salah satu contoh bagian dari sastra arab yang terkenal pada era ini
adalah nasyid. Secara etimologi seni nasyid adalah seni suara, lagu dan
musik. Kata nasyid diambil dari bahasa Arab yaitu (anasyid) yang berarti
nyanyian atau syair. Adapun secara terminologi seni nasyid adalah lagu-lagu
dan irama-irama dengan tema-tema religius. Nasyid berfungsi untuk
menenangkan pikiran manusia dari beban kemanusiaan (basyariyyah) dan
memperbaiki tabiat manusia. Dan ia merupakan stimulan untuk melihat
rahasia ketuhanan (asrar rabbani) sementara bagi orang musik merupakan
suatu godaan karena ketidaksempurnaan mereka.
Nasyid sendiri sangat diterima oleh masyarakat Indonesia yang hampir
seluruh penduduknya beragama islam. Di zaman modern ini nasyid di
Indonesia mengalami perubahan elemen-elemen musikalnya, baik dari
bentuk penyajiannya maupun aspek komposisi musik seiring dengan
perkembangan teknologi musik. Perihal tersebut dapat diketahui mulai dari
sudut lirik lagu yang pada awalnya syair-syair asli dalam bahasa Arab, namun
pada akhirnya berkembang dengan adanya nasyid dalam bahasa Indonesia.
Judul artikel Medan Makna Metafora Pembentukan Prosa Arab
Penulis Ahmad Khoironi Arianto
Diterbitkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
pendahuluan Syair Arab merupakan salah satu jenis karya sastra yang banyak
mengandung metafora. Metafora dalam bahasa Arab disebut isti’arah, yaitu
peralihan makna dari kata yang dalam bahasa keseharian berupa makna
dasar atau makna asli, karena alasan tertentu lalu beralih ke makna lain,
bahkan terkadang melampaui batas makna leksikalnya.
Orang Arab menggunakan kiasan untuk mem- perkuat makna dan untuk
mengantisipasi kekurangan manusia dalam membahasakan sesuatu.
Diwan Imâm Syafi‘iy merupakan salah satu buku syair Arab. Buku itu
ditulis oleh Imam Syafi’iy, seorang ahli hukum Islam yang perjalanan
keilmuannya diawali dengan belajar sastra. Buku tersebut memuat 130 syair
yang sebagian besar memotret masalah moral, nasihat, dan refleksi
masyarakat pada saat itu. Bahasa kiasan banyak digunakan di dalamnya,
salah satunya metafora
Gaya bahasa metafora banyak diteliti karena memiliki keindahan bentuk
majas. Selain itu, kemampuan menyerupakan sesuatu dapat menambah
perbendaharaan peribahasa.
pembahasan A. Definisi Metafora
Metafora, dalam arti sempit menurut Noth (1995: 128), dipahami
sebagai salah satu bagian dari majas perbandingan, tetapi tanpa
menggunakan kata seperti, sebagaimana, umpama, laksana, dan serupa
di antara dua hal yang dibandingkan.
metafora kebahasaan (linguistic) memandang sebuah perumpamaan
terdiri atas tiga elemen.
1. Pebanding (tenor atau target domain) adalah objek yang
dideskripsikan, dibicarakan, dikiaskan, dilambangkan, dan
dibandingkan.
2. Pembanding (vehicle atau source domain) adalah kata-kata kias itu
sendiri.
3. Persamaan antara pebanding dan pembanding (ground and sense)
adalah relasi persamaan antara tenor dan vehicle.
Semantik adalah cabang sistemik bahasa yang menyelidiki makna atau
arti (Veerhar, 1978: 9). Menurut Haley (1980: 139), dalam penciptaan
metafora, bahasa yang digunakan bergantung pada lingkungan sosial dan
budaya. Hal tersebut terjadi karena persepsi manusia dalam merangkai
kata tidak lepas dari pengaruh sosial dan budaya lingkungannya.
fokus pembahasan ini adalah metafora dalam buku syair Diwan Imam
Syafi’iy.
B. Medan Makna Metafora
Berdasar- kan medan semantik pembandingnya, peta kategori medan
semantik itu terdiri atas sembilan jenis.
1. Metafora keadaan (being) yaitu metafora yang meliputi hal-hal
abstrak, seperti kebenaran dan kasih.
2. Metafora kosmos (cosmos), yaitu metafora yang meliputi benda-
benda kosmos, misalnya bulan dan matahari.
3. Metafora tenaga (energy), yaitu metafora dengan medan makna
semantik yang memiliki kekuatan, seperti air, angin, cahaya, api, dan
lainnya.
4. Metafora subtansi (subtance), yaitu metafora yang meliputi macam-
macam gas dengan prediksinya dapat memberi kelembaban, bau,
tekanan, dan sebagainya
5. Metafora permukaan bumi (terrestrial), yaitu metafora yang meliputi
hal-hal yang berada di permukaan bumi, misalnya sungai, hutan,
gunung, laut, dan sebagainya. Selain itu, juga meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan gerak jatuh karena gravitasi bumi.
6. Metafora benda mati (object), yaitu metafora yang meliputi benda-
benda tidak bernyawa, misalnya meja, buku, kursi, gelas, dan
sebagainya yang dapat hancur dan pecah.
7. Metafora tumbuhan (living), yaitu metafora yang berhubungan
dengan seluruh jenis tumbuh-tumbuhan, seperti daun, sagu, padi.
8. Metafora binatang (animate), yaitu metafora yang berhubungan
dengan makhluk organisme yang dapat berjalan, berlari, terbang dan
seba- gainya, seperti kuda, burung, kucing, harimau.
9. Metafora manusia (human), yaitu metafora yang berhubungan dengan
makhluk berakal dan berpikir.
kesimpulan Berdasarkan pembahasan terhadap syair dalam buku Diwan Imam
Syafi`iy, dapat disimpulkan bahwa jenis metafora objek mendominasi jenis
pembanding yang digunakan di dalam syair. Terdapat tujuh pembanding
berjenis metafora yang tidak bergerak. Kata sarung pedang, salju, panah,
emas, ludah, air liur, dan perahu termasuk metafora objek. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan objek benda mati banyak menghiasi
perumpamaan di buku Diwan Imam Syafi`iy. Kata-kata tersebut merupakan
cerminan budaya Arab yang penuh dengan perang dan pengembaraan.