SASTRA ARAB
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Dosen pengampu :
Shinta Fitria Utami, S.S., M.A
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
SASTRA ARAB
A. Pengertian Sastra Arab 2
B. Awal mula Sastra Arab 3
C. Periodesasi Sastra Arab 4
D. Faktor penyebab berkembangnya Sastra Arab 6
BAB III PENUTUP 8
A. Kesimpulan 8
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra arab sebagai sastra yang mampu bertahan hidup secara
berkesinambungan sepanjang 15 abad lebih,telah berhasil menjalin komunikasi
interaktif dengan berbagai sastra nasional diberbagai penjuru dunia. Sepanjang
sejarahnya sastra Arab juga mampu menorehkan pengaruhnya pada sastra-
sastra lain.
Sastra Arab yang semula memiliki keterbatasan ruang lingkup, gendre,
tema, dan sarana-sarana sastra ,setelah bersentuhan dengan aspek-aspek
kebudayaan lain, menjadi berkembang lebih matang dan kaya dengan variasi-
variasi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Sastra Arab
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasa Arab, sastra dikenal dengan istilah adab. Adab merupakan
kata yang artinya berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan
bangsa Arab dari fase Jahiliyyah menuju fase yang bertamadun
(berperadaban). Terkadang kata "Adab " digunakan juga untuk menyebutkan
segala pembahasan ilmiah dan cabang-cabang seni sastra yang dihasilkan
oleh setiap bahasa. Sehingga kata "Adab " dapat mencakup segala sesuatu
yang dihasilkan oleh akal pikiran para ilmuan, penulis, dan penyair atau
sastrawan.
Sastra Arab adalah hasil kebudayaan bangsa Asia Barat yang telah berumur
ribuan tahun, dari dulu hingga sekarang bahasa Arab terus mengalami
perkembangan yang cukup signifikan bahkan keberadaannya sekarang bisa
menyaingi sastra-sastra yang ada di dunia. Sastra Arab mempunyai peranan
penting dalam perkembangan kebudayaan khususnya di kawasan timur tengah.
Pada zaman Arab klasik, sastra merupakan alat kebanggan bagi setiap warga
Arab. Orang merasa bangga ketika bisa menghasilkan sebuah karya sastra
yang diikutlombakan, dan barangsiapa yang karyanya bagus nantinya akan
digantung di dinding ka’bah dengan tinta emas. Sudah menjadi kebiasaan
orang datang ke pasar-pasar untuk mendengarkan dongen-dongen atau syair-
syair yang dibacakan di pasar-pasar.
2
1) Bersifat sakral, tidak dilantunkan sembarangan.
2) Bernuansa mistis, diyakini memiliki kekuatan magis ( sihir).
3) Mengandung nilai-nilai yang ingin ditanamkan si pelantun kepada
pendengarnya.
Dalam perkembangannya, era jahiliyah muncul sebagai kelanjutan era primitif,
karena pada era ini budaya tulis menulis sudah mulai dikenal dalam budaya Arab
secara keseluruhan. Dalam sejarah kesusastraan Arab tercatat bahwa yang
dimaksud era Jahiliyah adalah sejak satu abad menjelang kedatangan islam
hingga tahun pertama hijriyah. Penetapan ini disetujui oleh mayoritas sejarawan
sastra atau para penulis buku Sejarah Sastra Arab. Hanna al- Fakhuri, seorang
sastrawati sekaligus kritikus sastra Libanon, menambahkan bahwa sastra Arab
jahiliyah muncul pada awal abad ke-5 M dan mencapai puncaknya pada paruh
awal abad ke-6 M.
Pada masa pra islam sudah ada dan terdapat tradisi keilmuaan yang tinggi
yakni bersyair dan penyair yang terkenal pada masa itu disebut dengan penyair
mualaqat. Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu semunya
dianggap hasil karya syair yang terbaik dari karya syair yang pernah dihasilkan
oleh bangsa Arab. Hasil syair karya mereka terkenal dengan sebutan Muallaqat.
Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena indahnya puisi-puisi tersebut
menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita. Sedangkan secara
umum muallaqat mempunyai arti yang tergantung, sebab hasil karya syair yang
paling indah dimasa itu, pasti digantungkan di sisi Ka’bah sebagai penghormatan
bagi penyair atas hasil karyanya. Dan dari dinding Ka’bah inilah nantinya
masyarakat umum akan mengetahuinya secara meluas, hingga nama penyair itu
akan dikenal oleh segenap bangsa Arab secara kaffah dan turun temurun.
Karena bangsa Arab sangat gemar dan menaruh perhatian besar terhadap syair,
terutama yang paling terkenal pada masa itu. Seluruh hasil karya syair
digantungkan pada dinding Ka’bah selain dikenal dengan sebutan Muallaqat juga
disebut Muzahabah yaitu syair ditulis dengan tinta emas. Sebab setiap syair yang
baik sebelum digantungkan pada dinding Ka’bah ditulis dengan tinta emas
terlebih dahulu sebagai penghormatan terhadap penyair.
Kendati pada masa ini disebut masa pra islam, tetapi mereka mempunyai
kebudayaan tinggi. Bersyair merupakan sebuah karya yang sangat orisinil bangsa
Arab pada masa itu menjadi sumber hukum yang pertama. Baru setelah
datangnya masa Islam semua itu berobah total. Islam sebagai rahmatan lil alamin
dengan quran dan hadis sebagai sumber hukumnya, menyeru kepada kebaikan,
menghormati amper jenis, saling mencintai dan saling mengenal, yang bertitik
beratkan kepada aspek moral yakni makarimal akhlak. Dari masa Rasuluah,
Khufahurasidin, sampai keruntuhan Abasiah akibat ekspedisi Hulagukhan dengan
berimbas berdirinya kerajaan mamluk di Turki (Konstantinopel) sastra Arab masih
tetap bertahan kendati mengalami pasang surut pada dinasti keruntuhan Abasiah
dan mamluk.
Setelah masa pra islam lima abad berada dalam masa surut bahkan
3
keterpurukan di berbagai bidang, maka pada akhir abad ke-18 M bangsa Arab
mulai memasuki fase sejarah “kesadaran dan kebangkitan.” Kesadaran ini
semakin mendapat energinya setelah mereka bersentuhan dengan kebudayaan
Barat melalui ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir pada tahun 1798.
Kesadaran dan tambahan energi itu lantas diimplementasikan di masa
Muhammad Ali dengan cara mengirimkan banyak sarjana ke Barat. Banyak
percetakan dan penerbitan majalah atau surat kabar muncul. Dalam kondisi
penuh semangat pembaharuan ini, kesusastraan Arab merangkak bangkit. Era
baru kesusastraan modern pun dimulai.Baru pada masa modern ini sastra Arab
mulai berkembang karena girah dan kesadaran akan pentingnya khazanah
peradaban yang di pelopori oleh Al-Barudi, Khalil Mutaran Ahmad Syauki dkk.
Pada masa ini sudah terjadi transformasi intelektual dengan berpuncak pada
revolusi Mesir.
C. PERIODESASI SASTRA ARAB
Pada umumnya, periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan
perubahan politik. Sastra dianggap sangat tergantung pada politik suatu negara
dan permasalahan menentukan periode diberikan pada sejarawan politik , dan
pembagian sejarah yang ditentukan oleh mereka itu biasanya diterima begitu
saja tanpa dipertanyakan lagi (Wellek, 1989:354). Penentuan mulainya atau
berakhirnya masa setiap periodesasi hanyalah perkiraan, tidak dapat ditentukan
dengan pasti, dan biasanya untuk mengetahui perubahan dalam sastra itu
biasanya akibat perubahan politik (Jami’at, 1993:18). Di bawah ini akan
dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para ahli
kesusastraan Arab, antara lain:
4
b) Muhammad Sa’id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi
kesusastraan Arab ke dalam enam periode sebagai berikut:
1. Periode Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam
dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2. Periode permulaan Islam (shadrul Islam) dimulai sejak kedatangan Islam dan
berakhir sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3. Periode Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H
dan berakhir sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara
bagian pada tahun 334 H.
4. Periode Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam
pemerintahan Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan
bangsa Tartar atau Mongol pada tahun 656 H.
5. Periode Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan
berakhir dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.
6. Periode Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai
sekarang.
5
2. Mengacu pada karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal
tersebut.
3. Mengacu pada motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang
zaman.
4. Mengacu pada asal-usul karya sastra.
1. Kondisi Politik
Secara historis, bangsa Arab memiliki kecenderungan fanatisme kesukuan,
yang hal ini muncul kembali di dalam kekhilafahan Islam pasca
khulafaurrasyidin. Terbunuhnya Usman dan Ali menjadi awal mula terjadinya
perpecahan, kemudian melahirkan kepemimpinan berlandasakan
pertimbangan nasab dan suku, seperti lahirnya dinasti Umayah yang dipelopori
oleh Mu’awiyah, dinasti Abbasiyyah yang diawali oleh keturunan paman Nabi
saw yang bernama Abbas. Seiring perpecahan politik, lahir pula perpecahan
sekte.
Dalam kondisi politik yang penuh dengan fanatisme, perkembangan
sastra Arab di era Umayyah diperkuat oleh beberapa hal, yaitu: pertama,
perhatian dan minat para khalifah dinasti Umayyah terhadap sastra sangat
tinggi dan apresiatif, sehingga hal ini memotivasi para sastrawan untuk
berlomba-lomba menggubah karya-karya sastra. Kedua, sastra dianggap
sebagai “senjata” yang ampuh untuk membangkitkan semangat dan fanatisme
kesukuan yang pada masa itu sangat dibanggakan. Ketiga, fanatisme suku
menyebabkan perkembangan sastra sebagai komoditi yang sama-sama
memberikan manfaat bagi penyair dan penguasa. Karya sastra dalam hal ini
sering dijadikan sebagai alat propaganda politik. Adapun Corak atau tema
sastra yang berkembang pada masa dinasti Umayyah yang paling menonjol
6
adalah: tema syair politik (al-syi’r al-siyasiy ), tema syair madah (pujian), tema
syair naqaidh (polemik), dan tema syair ghazal atau cinta, Keempat,
periwayatan syi’ir dan pembukuannya.
Dalam tema syair al-siyasiy (politik), peran para penyair adalah menjadi
penyambung lidah bagi kelompoknya. Melalui karya-karya syair itu mereka
akan memakai berbagai argumentasi termasuk membawa simbol-simbol
agama untuk mengunggulkan kelompoknya dan mengkritik kelompok lain
yang berseberangan. Sastra jenis ini biasanya memiliki gaya penyampaian
yang lugas dan tajam. Para penyair yang dikenal aktif dalam menggubah syair-
syair politik pada masa ini di antaranya al-Farazdaq, Jarir, al-Akhtal (ketiganya
sering disebut sebagai penyair pendukung dinasti Umayyah), dan al-Kumait
bin Zaid al-Asadiy dari kelompokpendukung Ahlul Bait. Sedangkan tema syair
naqâidh (polemik) merupakan penggabungan antara syairfakhr (kebanggaan),
syair madah (pujian), dan satire atau ejekan. Tema sastra jenis ini biasanya
dipakai untuk memuji dan membangga-banggakan suatu kelompok melalui
syair madah dan syair fakhr, dan di saat yang bersamaan mengejek kelompok
yang lain.
2. Kondisi sosial
Pasca wafatnya Rasulullah saw, Islam berkembang dan tidak terpusat di
jazirah Arab, diikuti penaklukan-penaklukan di berbagai daerah seperti Irak.
Masyarakat Irak terdiri dari suku Rubi’ah, Mudhar dan sebagian orang Persia.
Ketika pemerintahan Umar, penduduk bangsa Arab tumbuh kembang di dua
kota yakni kufah dan Bashrah. Beberapa wilayah lain juga ditaklukkan oleh
Islam, seperti Mesir, Syam, Romawi. Ketika dinasti Umayah berkuasa, terjadi
akulturasi tradisi dan peradaban masyarakat Islam. Hal ini menyebabkan sastra
Arab dikenal oleh berbagai bangsa yang ditaklukkan sehingga berkembang
pesat di era Umayyah.
3. Kondisi Budaya
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
Faktor penyebab berkembangnya Sastra Arab yaitu : kondisi politik,
kondisi sosial, dan kondisi budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Iwan, Ratu Bilqis.2006. “Dinamika Sastra Arab era Dinasti umawi faktor penyebab
perkembangan dan karakteristiknya” dalam journal.umc.ac.id (hal 77-79).
Rosa Bustam, Betty Mauli. 2015. Sejarah Sastra Arab Dari Berbagai Perspektif.
Yogyakarta. hal.1-3.
Yunus al-Muhdar, Ali & H. Bey Arifin. 1995.Sejarah kesusasteraan Arab. Surabaya : PT.
9
Bumi Ilmu. hal.53.
10