Dwi Susanto, M. A.
Oleh :
(A02212092)
(A72212124)
(A52212121)
(A42212117)
A; Pendahuluan
Kesenian Islam sebagai salah satu cabang dari kebudayaan Islam telah banyak
mewujudkan hasil-hasil seni di antaranya Seni Rupa, Seni Sastra, Seni Musik, Seni Suara,
dan Seni Tari. Dalam bidang sastra lahir berupa bentuk-betuk syair dan bentuk puisi, dan
bidang seni ini telah lama dikenal sebelum Islam dan malah sering dijadikan sebagai suatu
bentuk perlombaan di antara para penyair-penyair Arab di masa jahiliyah. Bentuk seni
sastra ini terus dikembangkan oleh para penyair-penyair Islam (khususnya di tanah Arab),
yang disesuaikan dengan cita rasa Islam. Penyair-penyair seperti Hasan bin Tsabit, Kaab
bin Zuhair yang hidup pada zaman pemerintahan penguasa muslim Dinasti Umayyah dan
Dinasti Abbasiyyah, banyak menciptakan syair-syair Islam bernapaskan kepahlawanan.1
Demikian bidang seni musik, mendapat perhatian yang besar dari kalangan
penguasa Islam. Kita kenal musisi Islam seperti Ibrahim al-Maushilli dari Baghdad dan
Ziryab dari Cordova (Spanyol) pada zaman Abbasiyyah.2
Seni budaya pada masa Kekhalifahan Abbasiyyah telah ada semenjak Dinasti ini
berdiri sebagai lanjutan dari kekuasaan Bani Umayyah kemudian seni budaya dimasa ini
terus mengalami perkembangan begitu pesat pada periode pertama Bani Abbasiyyah 750847 kala itu dipengaruhi budaya Arab dan Persia ditandai dengan berkembangnya ilmu
filsafat. Seni budaya masa Bani Abbasiyyah dimasa Khalifah Abu Ja'far al Ma'mun terus
mengalami kemajuan pesat setelah pusat pemerintahan di Damaskus, Suriah pindah oleh
al-Manshur ke Baghdad, Irak. Meski dimasa transisi dari Bani Umayyah ke Bani
Abbasiyyah Ia mampu melewati semua rintangan dengan gemilang dan semenjak ibukota
Khalifah Bani Abbasiyyah dipindah ke kota Baghdad, Irak ketika itu kota Baghdad
bergelar Madinatu as Salam atau kota Keselamatan ternyata berpengaruh besar terhadap
kemajuan ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Puncak perkembangan seni budaya masa
Kekhalifahan Bani Abbasiyyah terjadi masa pemerintahan khalifah Harun Ar Rasyid dan
Khalifah Al-Ma'mun menariknya dimasa ini kebudayaan cepat berkembang hingga
melahirkan para ilmuwan diberbagai bidang dengan temuan-temuan baru yang menjadi
sumbangan besar bagi sejarah peradaban dunia.3
1 Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Bandung: ANGKASA, 1993),
hlm. 5.
2 Ibid, hlm. 5.
3 http://nantly.mywapblog.com/potret-seni-budaya-pada-masa-dinasti-abb.xhtml,diakses 15 April 2014.
telah menjadi bentuk sastra paling sempurna dan karya tulis bernuansa drama dalam
bahasa Arab.7
Sebelum maqamah muncul, sastra Arab menyaksikan kemunculan sejarawan sastra
terbesar, Abu al-Faraj al-Ishbahani, atau al-Ishfahani. Abu al-Faraj tinggal di Aleppo,
tempat ia menyelesaikan karyanya, Kitab al-Aghani (buku nyayian), yang merupakan
sebuah warisan puisi dan sastra yang berharga dan sumber utama untuk mengkaji
peradaban Islam.
Pada masa ini, tidak lama sebelum pertengahan abad ke-10, draf pertama dari
sebuah karya yang kemudian dikenal dengan Alf Laylah wa Laylah (Seribu Satu Malam)
disusun di Irak.8 An Nasyasi merupakan penulis buku Alfu lailah wa lailah (the Arabian
Night) adalah buku cerita seribu satu malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan
kedalam hampir keseluruh dunia.9
Dukungan yang diberikan oleh para khalifah, wazir dan gubernur Dinasti
Abbasiyah kepada para penyair yang mereka pekerjakan untuk menulis dan membaca
pujian, tidak saja membuat ungkapan pujian menjadi genre sastra yang paling disenangi,
tapi telah mendorong para penyair melakukan pelacuran sastra, dan pada akhirnya
memunculkan nuansa kemegahan palsu, dan kebohongan kosong yang sering dikatakan
sebagai unsur yang melekat dalam puisi Arab. Penulisan puisi pada masa Dinasti
Abbasiyah dan penulisan sastra pada masa-masa lainnya, pada dasarnya bersifat subjektif
dan teritorial, sarat dengan warna lokal, namun tidak mampu menembus batasan tempat
dan waktu sehingga tidak memperoleh tempat di tengah-tengah generasi penyair dari
setiap zaman dan tempat.10
2; Kesenian Arsitektur
di Damaskus dan Kubbah Agung di Yerussalem yang berasal dari periode awal
kekhalifahan Umayyah. Bahkan istana khalifah, yang disebut Gerbang Emas atau kubah
hijau, dibangun oleh pendiri kota Baghdad, sebagaimana Istana Rusafah, untuk putra
mahkotanya, al-Mahdi, istana-istana penguasa Barmaki di Syammasiyah; istana Pleades
yang untuk membangunnya al-Mutadhid yang membangun baghdad sebagai ibukota
setelah Samarra menghabiskan 400.000 dinar. Dan istana peristirahatannya, yang
berdampingan dengan istana Pleiades dan dibangun mengikuti model mahkota (al-Taj),
disempurnakan oleh anaknya al-Muktafi; rumah peristirahatan al-Muqtadir yang unik dan
dilengkapi dengan Ruang Pohon. Disebut demikian karena di dalamnya terdapat pohon
emas dan perak yang didirikan diatas kolam. Pembangunan rumah Buwaihi, yang dikenal
dengan sebutan al-Muizziyah, menghabiskan tak kurang dari 1000.000 dinar. Saat ini, tak
tersisa sedikit pun jejak dari semua bangunan itu, dan bangunan-bangunan serupa lainnya,
yang bisa mengabarkan keagungan para pemiliknya. Seiring perjalanan waktu, bangunanbangunan itu mengalami kerusakan, yang semakin parah ketika terjadi perang sipil antara
al-Amin dan al-Mamun. Akhirnya semua bangunan itu hancur total ketika Hulaghu Khan
menyerang Baghdad pada 1258. Saat ini, akbat bencana alam, situs-situs istana itu tak lagi
bisa dikenali.12
Sisa-sisa peradaban Abbasiyah, seperti yang terdapat di Raqqah, abad kedelapan,
dan di Samarra, menunjukkan adanya pengaruh tradisi arsitektur Asia, khususnya Persia,
berbeda dengan struktur bangunan Bani Umayyah yang lebih dipengaruhi oleh tradisi
Bizantium-Suriah. Di bawah Dinasti Sassaniyah, arsitektur bergaya khas Persia mulai
dikembangkan, dengan ciri utama kubah melengkung atau lonjong, lorong-lorong
berbentuk setengah lingkaran, menara spiral, langit-langit utama yang melengkung,
keramik dinding berglazur, dan atap berlapis logam. Model tersebut merupakan salah satu
ciri paling kuat dalam perkembangan arsitektur periode Abbasiyyah.13
http://isma-ismi.com/sejarah-kebudayaan-islam.html
ruangan dengan lukisan manusia kuda; khalifah yang lain, yaitu al-Amin senang
menghiasi istananya di Tigris dengan gambar-gambar seperti singa, elang, dan lumbalumba; di dalam istananya, khalifah al-Muqtadir juga mempunyai pohon perak dan emas
dengan delapan belas cabang melekat pada batang utama. Di sisi lain batang pohon itu
berdiri patung manusia kuda sebanyak lima belas buah, berpakaian brokrat dan
bersenjatakan tombak, tampak seakan terus bergerak layaknya dalam peperangan.14
Sejak zaman dahulu, bangsa Persia telah membuktikan dirinya sebagai ahli dalam
seni rancang warna dan dekorasi. Melalui upaya dan perjuangan mereka, industri kesenian
Islam mencapai kejayaannya. Industri karpet, yang kemunculannya sama tuanya dengan
karya seni Mesir periode Firaun mendapat perlakuan istimewa. Adegan-adegan perburuan
dan pemandangan taman menghiasi desain-desain permadani. Zat alum digunakan dalam
proses pewarnaan untuk mendapatkan warna-warna cemerlang. Kain-kain sutra berhias,
kain-kain hasil tenunan tangan kaum muslim di Mesir dan Suriah, sangat dihargai di Eropa
sehingga menjadi pilihan utama bagi perwira Perang Salib dan kalangan barat lainnya
dibandingkan dengan produk tekstil lainnya untuk menghiasi relik-relik para santo.15
Sedangkan porselen, satu karya seni lain yang setua karya seni Mesir dan Susa,
yang dihiasi lukisan-lukisan manusia, hewan dan tumbuhan serta bentuk-bentuk geometris
dan epigraf, mencapai tingkat keindahan dekoratif yang tidak ada saingannya dalam karya
seni Islam lainnya. Khususnya di Antioka, Aleppo, Damaskus, dan beberapa kota kuno
Phoenik seperti Tyre, industry pembuatan dan penyepuhan kaca mencapai puncak
kesempurnaannya. Museum Lauvre, British Museum, Arabic Museum di Kairo
menyimpan kepingan-kepingan keramik dan kaca yang sangat indah dan langka produksi
Samarra dan Fusthat, termasuk piring, cangkir, vas, kotak hias, dan lampu untuk dipakai di
rumah dan di masjid. Kepingan-kepingan itu dilukisi gambar-gambar yang cemerlang,
sangat indah dan dihasilkan melalui proses glazur-metalik bertahun-tahun sehingga
menghasilkan warna pelangi yang indah.16
Seni kaligrafi, yang mendapatkan popularitas dan tempatnya tersendiri dalam
kesenian Islam, karena tujuan awalnya untuk memperindah lafal Allah, dan didukung oleh
ayat Alquran (QS. 68: 1 dan 96: 4), muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriah serta
langsung menjadi primadona kesenian Islam. Pada tahap berikutnya, kaligrafi sepenuhnya
menjadi karya seni Islami, dan pengaruhnya terhadap seni lukis diakui oleh banyak
kalangan.17 Laju perkembangan kaligrafi secara dinamis berjalan hingga pertengahan abad
ke-3 Hijriyah, bertepatan dengan abad ke-9 Miladiyah. Walaupun demikian, kaligrafi arab
barulah berjaya dan diperkirakan memasuki fasenya yang paling agung berkat kemunculan
seorang tokoh bernama Ibnu Muqlah.18 Menteri Abbasiyah yang meski tangan kanannya
dipotong oleh khalifah al-Radhi, masih tetap bisa menulis dengan indah menggunakan
tangan kirinya atau dengan mengikat pena pada ujung lengan kanannya. Selain itu ada
juga kaligrafer Ibn al-Bawwab anak seorang pegawai di Majelis Umum di Baghdad adalah
penemu gaya kaligrafi muhaqqaq. Penulis terakhir yang muncul pada penghujung periode
Abbasiyah yang cukup kondang adalah Yaqut al-Mutashimi, ahli kaligrafi terkemuka
yang namanya diabadikan sebagai nama gaya tulisan, yakni Yaquti. Karya-karya mereka
menampilkan nilai keindahan dan keagungan yang lebih tinggi tenimbang karya-karya
terdahulu yang pernah diproduksi sepanjang masa.19
Peninggalan penting dari masa ini adalah Masjid Mutawakkil, Masjid Abu Delif,
dan bekas istana kalifah. Masjid pada zaman ini berciri mirip bangunan kuno
mesopotamia, yaitu menara yang semakin mengecil di bagian ujungnya dan motif hias
abjad Kufa, yaitu motif hias dari kaligrafi berbentuk tajam dan kaku. Selain itu ditemukan
bentuk tiang melengkung.
http://duniafaiz.blogspot.com/2010/09/masjid-agung-samarra-ciri-khas.html
4; Kesenian Musik
Larangan para ahli fikih terhadap musik dan alat musik tidak berlaku efektif di
Baghdad dibandingkan dengan yang terjadi sebelumnya di Damaskus. Salah satu buktinya
bisa dilihat dari ketertarikan seorang penguasa Abbasiyah, al-Mahdi, pada bidang kesenian
ini. Sejumlah riwayat menyatakan bahwa ia sering mengundang dan melindungi Siyath
dari Mekah, yang nyanyiannya lebih banyak memberikan nuansa kehangatan ketimbang
mandi air panas, dan muridnya, Ibrahim al-Maushili yang menjadi pengusung kedua
musik klasik setelah gurunya. Pada masa mudanya, Ibrahim, seorang keturunan
bangsawan Persia, pernah diculik di luar Mosul dan selama masa penculikannya ia
mempelajari lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para perampok. Dialah yang pertama kali
mengenalkan cara pengaturan tempo dan ritme dengan sebuah tongkat kecil.20
Istana khalifah di Baghdad, dibanding dengan di Damaskus, melahirkan sejumlah
pemain lute, penyanyi, dan komposer terkenal. Musisi sekaligus penyanyi paling kondang
dari periode Abbasiyah adalah Ibrahim ibn al-Mahdi, saudara Harun, dan pada 817
menjadi pesaing khalifah al-Mamun. Al-Watsiq (866-869) yang memainkan instrument
lute dan menggunakan seratus melodi adalah musisi pertama yang menjadi khalifah.
Setelahnya, muncul al-Muntashir dan al-Mutazz yang sama-sama menunjukkan bakat
18 Sirojudin, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 86.
19 Philip K. Hitty, History Of The Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013), hlm. 533-534.
20 Ibid, hlm. 534-535.
besar dalam bidang musik dan sastra. Tetapi satu-satunya musisi-khalifah sejati adalah alMutamid (870-872).21
Alfarabi adalah seorang pemain lute yang piawai, sekaligus penulis terbesar dalam
bidang musik sepanjang abad pertengahan. Selain Alfarabi, Ibn Sina juga memasukkan ke
dalam karya besarnya yang berjudul al-Syifa suatu kajian tentang musik. Al-Ghazzali
melalui karya-karyanya yang mendukung al-Sama (lagu dan musik) ikut mendorong
terwujudnya peranan penting musik dalam ritual sejumlah kelompok sufi.22
Sayangnya, sebagian besar kekayaan teknis itu hilang tak tentu rimbanya. Musik
Arab, dengan notasinya dan dua elemen utamanya, yakni nazham (gaya melodis) dan iqa
(gaya ritmis), ditransmisikan secara lisan dari mulut ke mulut, hingga pada akhirnya
hilang ditelan zaman. Saat ini, salah satu ciri musik dan nyanyian Arab adalah ringkas
dalam melodi tetapi kuat dalam ritme, dan tidak ada satu orang modern pun yang bisa
menafsirkan dengan benar sejumlah kecil karya-karya musik klasik yang masih ada, atau
yang bisa memahami dengan baik makna suatu komposisi ritmis dari zaman kuno,
berikut terminology ilmiahnya. Istilah-istilah semaca itu hanya bisa dipahami dengan
menelusuri sumber-sumber asalnya dalam tradisi Persia dan India.23
http://nantly.my
wapblog.com/potret-seni-budaya-pada-masa-dinasti-abb.xhtml
C; Kesimpulan
Seni budaya pada masa Kekhalifahan Abbasiyyah telah ada semenjak Dinasti ini
berdiri sebagai lanjutan dari kekuasaan Bani Umayyah kemudian seni budaya dimasa ini
terus mengalami perkembangan begitu pesat pada periode pertama Bani Abbasiyyah 750847 kala itu dipengaruhi oleh budaya Arab dan Persia. Diantara kesenian yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah antara lain: kesenian sastra, kesenian arsitektur,
kesenian seni rupa, dan kesenian musik, yang kemudian memberi sumbangan besar bagi
sejarah peradaban dunia.
Kesenian Sastra pada masa Dinasti Abbasiyah berkembang sangat pesat. Hal itu
bisa dilihat dari banyaknya tokoh-tokoh terkemuka yang muncul dalam bidang sastra,
diantaranya seperti: Badi al-Zaman al-Hamadzani, al-Tsalibi, dan al-Hariri. Selain itu pada
masa ini juga memunculkan karya-karya spektakuler seperti Maqamah, Kitab al-Aghani,
dan buku Alfu lailah wa lailah (the Arabian Night) adalah buku cerita seribu satu malam
yang sangat terkenal dan diterjemahkan kedalam hampir keseluruh dunia.
Kesenian Arsitektur pada masa dinasti Abbasiyah seperti yang terdapat di Raqqah,
abad kedelapan, dan di Samarra, menunjukkan adanya pengaruh tradisi arsitektur Asia,
khususnya Persia. Di bawah Dinasti Sassaniyah, arsitektur bergaya khas Persia mulai
21 Ibid, hlm. 538.
22 Ibid, hlm. 540.
23 Ibid, hlm. 540.
Daftar Pustaka
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. 2009.
K. Hitti, Philip. Histry Of The Arabs. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. 2013.
Sirojudin. Seni Kaligrafi Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 1992.
Situmorang, Oloan. Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya. Bandung:
ANGKASA. 1993.
http://nantly.mywapblog.com/potret-seni-budaya-pada-masa-dinasti-abb.xhtml,diakses 15
April 2014.