Anda di halaman 1dari 6

Nama: Veron

NIM: 191200008
Tugas: 3

Perkembangan Seni Budaya Islam di Indonesia

Kesenian Islam Indonesia sebenarnya sangat minim bila dibandingkan dengan kesenian Islam
di Negara lain. Hal ini disebabkan Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai sehingga
seni Islam harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan lama, dan Nusantara adalah negeri
yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih
mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian. Walaupun demikian, Islam datang
ke nusantara membawa tamaddun (kemajuan) dan kecerdasan.
Kesenian-kesenian Islam yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut;

1. Batu Nisan
Kebudayaan Islam dalam bidang seni mula-mula masuk ke Indonesia dalam bentuk batu
nisan. Di Pasai masih dijumpai batu nisan makam Sultan Malik al-Saleh yang wafat tahun
1292. Hal yang dapat dicermati pada batu nisan ini dan merupakan indikator Persia yakni
aksara yang dipahatkan pada batu nisan merupakan aksara shulus yang cirinya berbentuk
segitiga pada bagian ujung. Gaya aksara jenis ini berkembang di Persia sebagai suatu
karyaseni kaligrafi. Batu nisan Sultan Malik as-Saleh terdiri dari pualam putih yang di ukir
dengan tulisan Arab yang sangat indah berisikan ayat al-Qur`an dan keterangan tentang orang
yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya. Makam-makam yang serupa dijumpai pula
di Jawa, seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
Indikator Persia lain ditemukan pada batu nisan Na‘ina Husam al-Din berupa kutipan syair
yang ditulis penyair kenamaan Persia, Syaikh Muslih al-din Sa‘di (1193-1292 Masehi).
Ditulis dalam bahasa Persia dengan aksara Arab. Batu nisan ini bentuknya indah dengan
hiasan pohon yang distilir (disamarkan) dan hiasan-hiasan kaligrafi yang berisikan kutipan
syair Persia dan kutipan al‘Quran II: 256 ayat Kursi. Terkadang nisan-nisan ini juga dipahat-
kan di atasnya kalimat-kalimat bernafaskan sufi, misalnya “Sesungguhnya dunia ini fana,
dunia ini tidaklah kekal, sesungguhnya dunia ini ibarat sarang laba-laba”, dan lain
sebagainya.
Meskipun pada umumnya nisan yang kebanyakan dipesan dari gujarat ini bercorak persia,
namun bentuk-bentuk nisan kemudian hari tidak selalu demikian. Pengaruh kebudayaan
setempat sering mempengaruhi, sehingga ada yang bentuknya teratai, keris, atau bentuk
gunungan seperti gunungan pewayangan. Namun, kebudayaan nisan ini tidak berkembang
lebih lanjut.

2. Perkembangan Aksara dan Seni Sastra (Kesusastraan)


Masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia sangat berpengaruh terhadap
perkembangan seni aksara dan seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam pada
awal perkembangannya banyak dijumpai di wilayah sekitar selat Malaka dan Pulau Jawa,
walaupun jumlah karya sastra dan bentuknya sangat terbatas.

a. Aksara masa awal Islam


Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau
tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak
digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Penulis aksara-aksara (huruf-huruf) Arab di Indonesia, biasanya dipadukan dengan seni jawa
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Huruf-huruf Arab yang tertulis dengan sangat indah itu
disebut dengan seni kaligrafi (seni Khat). Seperti juga jenis karya seni rupa Islam lainnya,
perkembangan seni kaligrafi Arab di Indonesia kurang begitu pesat, apalagi dibandingkan
dengan negara-negara lain. Pernah pada awal kedatangannya digunakan untuk mengukir
nama dan menulis ayat al-Qur’an di makam-makam terkenal, seperti makam wali Maulana
Malik Ibrahim di Gresik dan makam Raja Pasai. Di makam itu ditulis dengan huruf Arab
yang Indah, seperti nama, hari, dan tahun wafat serta ayat-ayat al-Qur’an. Namun, kelanjutan
seni kaligrafi tidak terlalu berkembang karena penerapan kaligrafi Arab sebagai hiasan sangat
terbatas. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebab berikut :
· Penggunaan seni kaligrafi Arab sebagai hiasan di Indonesia masih sangat terbatas.
· Bangunan-bangunan kuno pada permulaan berdirinya Kerajaan Islam kurang memberi
peluang bagi penerapan seni kaligrafi.
· Bangunan masjid-masjid kuno seperti masjid Banten, Cirebon, Demak dan Kudus
kurang memperhatikan penggunaan Seni Kaligrafi Arab.
Seni Kaligrafi hadir dengan kondisi yang kurang menguntungkan, tetapi dapat dikatakan
tetap ada perkembangan, ini bisa dilihat dari kitab-kitab bacaan yang agak berkembang di
Aceh dan kerajaan-kerajaan Islam lain yang ulamanya banyak menulis kitab-kitab agama. Ini
bersamaan dengan berkembangnya seni sastra Islam berupa sya’ir-sya’ir dan penulisan kitab-
kitab keagamaan. Selain itu juga karena seni kaligrafi tetap diperlukan untuk berbagai macam
keperluan seperti :
· Untuk hiasan pada bangunan-bangunan masjid.
· Untuk motif hiasan batik.
· Untuk hiasan pada keramik.
· Untuk hiasan pada keris.
· Untuk hiasan pada batu nisan dan,
· Untuk hiasan pada dinding rumah
Sampai saat sekarang seni kaligrafi berkembang di Indonesia, terutama dalam seni ukir. Seni
ukir kaligrafi ini dikembangkan oleh masyarakat dari Jepara.
b. Seni sastra awal masa Islam
Sebagaimana halnya Hindu-Buddha, Islam pun memberi pengaruh terhadap seni sastra
nusantara. Sastra yang dipengaruhi Islam ini terutama berkembang di daerah sekitar Selat
Malaka (daerah melayu) dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru,
sementara di Jawa merupakan kembangan dari sastra Hindu-Buddha.
Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari
perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh
Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/
aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi
ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
Seni sastra zaman Islam yang berkembang di Indonesia yang mendapat pengaruh dari Persia,
seperti cerita-cerita tentang Amir Hamzah, Kalilah dan Dimnah, Bayan Budiman, Kisah 1001
malam (alf lailah wa lailah), dan Abu Nawas. Hampir semua cerita salinan itu dinamakan
hikayat dan dimulai dengan nama Allah dan shalawat nabi. Kebanyakan hikayat ini tidak
diketahui penyalinnya. Sementara seni sastra yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan
Hindu-Budha seperti Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama. Selain itu, kesusastraan
Islam Indonesia adalah syair, di antara yang terkenal adalah syair sufi yang dikarang oleh
Hamzah Fansuri, seperti syair perahu. Syair lain sama saja, tidak diketahui pengarangnya.
Karya-karya sastra bentuk prosa dari Persia sampai pengaruhnya kepada kesusasteraan
Indonesia misalnya kitab Menak yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa yang semula
ceritera dari Persia. Dalam bahasa Melayu menjadi Hikayat Amir Hamzah. Kitab Menak
pada dasarnya serupa dengan kitab Panji, perbedaannya terletak pada tokoh-tokoh
pemerannya. Ceritera-ceritera Menak dalam arti Hikayat Amir Hamzah, biasanya
ditampilkan pula dalam pertunjukan wayang golek yang konon diciptakan oleh Sunan Kudus,
wayang kulit diciptakan oleh Sunan Kalijaga, dan wayang gedog diciptakan oleh Sunan Giri.
Ceritera Menak jumlahnya tidak sedikit, misalnya kitab Rengganis yang banyak digemari
oleh masyarakat Sasak di Lombok dan Palembang.
Hasil kesusastraan lain yang mendapat pengaruh Syi‘ah adalah Kisah Muhammad Hanafiah,
mengisahkan pertempuran Hassan dan Husein, anak-anak Khalifah Ali, di medan perang
Karbala. Ditulis dan diterjemahkan dalam bahasa Melayu pada sekitar abad ke-15 Masehi.
Hikayat Amir Hamzah, merupakan kisah roman melegenda berdasarkan tokoh Hamzah ibn
Abd. Al-Mutalib, paman Nabi Muhammad S.A.W. Kisah roman ini ditulis oleh Hamzah
Fansuri, seorang ulama Melayu penganut tasawwuf.Mir‘at al-Mu‘minin (Cerminan jiwa
insan setia) yang ditulis oleh Shamsuddin as-Sumatrani, seorang penasehat spiritual Sultan
Iskandar Muda, murid dan penerus Hamzah Fansuri.
Para sastrawan Islam melakukan penggubahan-penggubahan baru terhadap Mahabarata,
Ramayana, dan Pancatantra. Hasil gubahan ini misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat
Perang Pandawa Jaya, Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayat
Panjatanderan, Hikayat Panji Kuda Sumirang, Hikayat Cekel Waning pati, Hikayat Panji
Wila kusuma, Cerita wayang kinudang, Sya’ir Panji Sumirang. Saduran-saduran tadi
sebagian tertulis dalam tembang atau dalam gancaran. Di Jawa, muncul sastra-sastra lama
yang dipengaruhi Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, Arjuna Sasrabahu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:[17]
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
Sering berisi keajaiban atau peristiwa yang tidak masuk akal. Terkadang juga berisi tokoh
sejarah atau berkisar kepada suatu peristiwa yang sungguh terjadi. Hikayat ditulis dalam
bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat
1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Abu Nawas, Hikayat
Hang Tuah, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Sri Rama, Hikayat Jauhar Manikam, Hikayat
si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bakhtiar,
b. Babad yakni kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarahdi
melayu sering disebut salasilah dan tambo. Contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno),
Babad Giyanti, Sejarah Hasanudin, Salasilah perak, Sejarah Banten Rante-rante, Babad
Cirebon dan lain-lain.
c. Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran tasawuf yang bersifat panteisme.Beberapa
contoh dari kitab suluk seperti Suluk Sukarsa, dan Suluk Malang Sumirang.
d. Primbon yaitu kitab bercorak kegaiban dan berisi ramalan-ramalan, penentuan-penentuan
hari baik dan buruk, serta pemberian-pemberian makna kepada suatu kejadian.
e. Bentuk kesusastraan disebut kitab karena isinya ajaran-ajaran moral dan tuntunan hidup
sesuai dengan syari’at dan adat, misalnya kitab manik maya, Kitab Anbiya, Kitab Taj al-
Salatin, Bustan al-Salatin.
Dibandingkan seni sastra zaman Hindu, hasil-hasil seni sastra zaman Islam tidak terlalu
banyak yang sampai kepada kita. Hal ini disebabkan seni sastra daerah belum mampu sebagai
tempat menyimpan, mengabadikan, melangsungkan dan meneruskan hasil-hasil karya
karangan sastra zaman Islam kepada kita.
3. Seni Bagunan (Arsitektur)
Seni bangunan yang bercorak Islami jarang sekali dijumpai di Indonesia. Hampir tidak ada
bangunan Islam di Indonesia yang menunjukkan keagungan Islam yang setaraf dengan
bangunan bersejarah yang ada di negara Islam lainnya. Disamping itu, Indonesia tidak
memiliki satu corak tersendiri seperti Ottoman Style, India style dan Syiro Egypt style,
meskipun Islam telah lima abad ada di Indonesia.[18]
Model bangunan Islam pada saat itu masih sangat kental dengan aplikasi, bahkan peniruan
model bangunan Hindu Budha. Hal ini dapat dilihat pada model-model masjid dan beberapa
perlengkapannya, seperti: menara masjid, atap tumpang dan beduk raksasa yang semuanya
adalah mengaplikasi bentuk budaya Hindu dan Budha.
Pasca kemerdekaan, Indonesia dapat berhubungan dengan bangsa yang lain, maka sedikit
demi sedikit unsur-unsur lama dapat dihilangkan. Atap tumpang yang sangat identik dengan
bangunan hindu Budha dimodifikasi dengan kubah dari masjid timur tengah atau India,
misalnya Masjid Kutaraja yang didirikan oleh Belanda tahun 1878. Selain itu, masjid-masjid
di Indonesia dalam perkembangannya banyak meniru model-model masjid Negara Islam
lainnya. Seperti Masjid Syuhada yang ada di yogyakarta yang menyerupai Taj Mahal India,
masjid Istiqlal yang menyerupai ottoman style yang ada di Byzantium dan masjid Al-Tien (di
TMII) yang meniru model bangunan India.
4. Seni Ukir
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Dalam sebuah riwayat
disebutkan, Berkata Said ibn Hasan: “Ketika saya bersama dengan Ibn Abbas datang seorang
laki-laki, ia berkata: “Hai Ibn Abbas, aku hidup dari kerajinan tanganku, membuat arca
seperti ini.” Lalu Ibn Abbas menjawab, “Tidak aku katakan kepadamu kecuali apa yang telah
ku dengar dari Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Siapa yang telah melukis sebuah gambar
maka dia akan disiksa Tuhan sampai dia dapat memberinya nyawa, tetapi selamnya dia tidak
akan mungkin memberinya nyawa.” Hadits di atas secara eksplisit melarang melukis apapun
yang menyerupai makhluk yang hidup, apalagi manusia.
Pada masa-masa awal Islam di Indonesia, ternyata larangan ini diikuti, meskipun di Persi dan
India hal itu tidak dihiraukan. Oleh sebab itu, ketika Islam baru datang ke Indonesia, terutama
ke Jawa, ada kehati-hatian para penyiar agama. Banyak candi-candi besar, -termasuk candi
Borobudur- ditimbun dengan tanah (baru kemudian pada zaman Belanda ditemukan dan di
gali kembali) supaya tidak mengganggu para muallaf.
Kesenian ukir harus disamarkan, sehingga seni ukir dan seni patung menjadi terbatas kepada
seni ukir hias saja. Untuk seni ukir hias, orang mengambil pola-polaberupa daun-daun,
bunga-bunga, bukit-bukit, pemandangan, garis-garis geometri, dan huruf Arab. Pola ini kerap
digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup (biasanya binatang), bahkan juga
untuk gambar manusia. Menghias masjid pun ada larangan, cukup tulisan-tulisan yang
mengingatkan manusia kepada Allah dan Nabi serta firman-firman-Nya. Salah satu masjid
yang dihiasi dengan ukiran-ukiran adalah Masjid Mantingan dekat Jepara berupa pigura-
pigura yang tidak diketahui dari mana asalnya (pigura-pigura itu kini dipasangkan pada
tembok-tembok masjid).
Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau
pada pintu dan tiang. Gapura-gapura banyak dihiasi dengan pahatan-pahatan indah, seperti
gapura di Tembayat (Klaten) yang dibuat oleh Sultan Agung Mataram (1633), sedangkan
hiasan yang mewah terdapat pada gapura di Sendang duwur yang polanya terutama berupa
gunung-gunung karang, didukung oleh sayap-sayap yang melebar melingkupi seluruh pintu
gerbangnya, dibawah sayap sebelah kanan tampak ada sebuah pola yang mengandung makna
berupa sebuah pintu bersayap.

Anda mungkin juga menyukai