Anda di halaman 1dari 18

Prosiding

KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

Penyebaran Kaligrafi Islam di Nusantara

1
Habib Norrohman*, 2Agus Irfan, dan 3Choeroni
1
Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sultan Agung
2
Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sultan Agung
3
Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sultan Agung

*Corresponding Author:
habibnurrachman@gmail.com

Abstrak
Skripsi ini berjudul penyebaran kaligrafi Islam di Nusantara, berusaha dan
mencoba untuk mendalami dan mengkaji tentang seni Islam yaitu kaligrafi Arab
yang sudah berkembang sejak awal datangnya Islam. Kaligrafi Arab yang
berkembang dari tulisan Mesir Kuno (Hierogliph, tradisi hafalan membuat tradisi
tulisan tidak berkembang di kawasan Arabia. Kehadiran Islam ke Nusantara
sekitar abad ke-7 M telah membawa percikan keagungan kaligrafi yang oleh
Yaqut al-Mu'tashimi disebut sebagai arsitektur Ruhani bagi umat Islam. Melalui
pendekatan kesejarahan dari naskah litarur pustaka penelitian ini akan mengupas
tentang posisi penyebaran kaligrafi Islam di Nusantara dari masa ke masa yang
melalui beberapa tingkatan diantranya pada ranah perintis di mulai sejak abad
ke-13, disusul dengan angkatan pesantren abad ke-14 serta angkatan pasca
kemerdekaan sebagai generasi pendobrak perkembangan dan penyebaran
kaligrafi Islam di Nusantara dengan faktor-faktor pendorong melaui ekspansi
kekuasaan Islam, para pegiat yang didukung oleh kaum sosio elite, serta semangat
litarasi pada pasca wafatnya Rasulullah dalam penulisan naskah-naskah
keagamaan.
Kata Kunci: perkembangan, kaligrafi islam, nusantara.
Abstract
Abstract This essay, entitled the spread of Islamic calligraphy in the archipelago,
tries and tries to explore and study Islamic art, namely Arabic calligraphy that has
developed since the beginning of Islam. Arabic calligraphy that developed from
ancient Egyptian writing (Hierogliph, the memorization tradition made the writing
tradition not develop in the Arabian region. The presence of Islam to the
archipelago around the 7th century AD had brought the splash of calligraphy
which Yaqut al-Mu'tashimi called spiritual architecture for Through the historical
approach of the literary literature, this research will examine the position of the
spread of Islamic calligraphy in the archipelago from time to time through several
levels between them in the pioneering realm starting in the 13th century, followed
by the 14th century pesantren and the post-independence generation as the
groundbreaking generation for the development and spread of Islamic calligraphy
in the archipelago with driving factors through the expansion of Islamic power,
activists supported by the socio-elite, and the spirit of litarasi after the death of the
Prophet in writing religious texts.
Keywords: developments, Islamic calligraphy, archipelago

1
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kaligrafi dalam Islam tersebar dan berkembang mengikuti kekuatan imajinasi
kaligrafer di setiap zaman. Sebagai sumber inspirasi Al Qur'an dijadikan ajang kreasi
tak ada habis-habisnya yang merupakan bagian dari ekpresi jiwa seni melalui
pendokumentasian Wahyu Tuhan. Selain dihafal nabi juga menganjurkan
mendokumentasikan dalam bentuk tulisan. Penulisan Wahyu semakin disadari dari
banyaknya hufadz yang gugur di Medan perang yamamah yang dikhawatirkan akan
lenyapnya Wahyu Al Qur'an.
Ada beberapa pendapat yang mula mula menciptakan kaligrafi yang dapat dijadikan
pegangan bawa pekabar arab mencatat bahwa Nabi Adam sebagai orang yang pertama
kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersbut dating dari allah sendiri melalui wahyu.
Inilah yang dimaksud Al-Quran bahwa Allah mengajarkan kepada Adam tentang semua
nama. Dikishkan Nabi Adam menulis di atas lempengan tanah lalu dibakar dan menjadi
tembikar 300 tahun sbelum wafatnya. Lalu setelah pasca air surut banjir bandang masa
nabi nuh as, setiap bangsa kelompok keturunan mendapat tembikar bertuliskan tersebut.
Dai peristiwa itu kemudian dianggap bahwa setiap bangsa memiliki tulisan sendiri-
sendiri.
Seni kaligrafi Arab adalah wujud seni budaya yang memiliki pengaruh luas bagi
masyarakat dunia yang berkembang dan terus tumbuh sebagai simbol budaya bangsa
Arab smapai ke wilayah taklukan bersamaan penyebaran Islam atau wilayah yang telah
mendapat pengaruh dari kekuasaan Islam. Kalighrafi menjadi bagian terepenting bagi
kehidupan keagamaan dalam ranah budaya, politik, social, ekonomi, yang selalu
menjadi perhatian penting dalam ilmu pengetahuan dikalangan umat Islam. Di berbagai
literatur yang sealu dipahami dengan menulis indah yang sesuai dengan aturan dan
kaidah menulis serta melukis huruf di berbagai media ebagai hiasan tulis. Di Nusantara
tak terbatas pada jenis tulisan terntu tentang kaligrafi dalam perkembangnya dan
penyebaranya yang dibawakan oleh orang-orang Arab bersamaan masuknya ajaran
Islam yang memiliki proses akulturasi dan buday setempat serta memiliki sejarah
tersendiri seperti adanya kaligrafi Jepang, Cina, Arab, Jawa dan sebagainya.
Secara teoritis kaligrafi Arab berupa goresan atau garis kemudian menjadi tulisan
yang dikembangkan diberbagai media seperti batu, kulit, kayu, logam atau benda-benda
lain yang memiliki fungsi administrasi sperti penggunaan surat-menyurat, stempel, atau
naskah perjanjian di dlam system masyarakat dan pemerintahan yang bertujuan untuk
memberikan informasi bagi generasi mendatang hingga perkembangnnya berubah
menjadi seni astetis dan etis yang mengedepankan fungsi kenidahan dalam berbagai
corak dan model tertentu yang menjadi ikon kesenian Arab yang dijumpai pada
bangunan sejarah seperti artefak, masjid kuno, makam, keraton istana, tembok masjid
dan berbagai artefak budaya manusia. Pada periode modern fungsi kaligrafi mengalami
pergeseran dari yang berfungsi sebagai sarana komunikasi menjadi bersifat
komplementer.

2
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

Kaligrafi di masa Rasulullah SAW dapat bertahan kuat perkembangannya di dalamnya


sebagian besar isinya terdapat pesan pesan ajaran agama sesuai dalam Al Qur'an dan
hadits. Sebagai kaligrafi yang wujudnya sangat berpengaruh luas pada masyarakat dunia
sebagai simbul budaya bangsa Arab yang disebarkan sampai ke wilayah-wilayah yang
ditakutkan ketika Islam penyebarannya pada wilayah-wilayah yang terpengaruh pada
kekuasaan Islam. Perkembangan Kaligrafi dilanjutkan oleh para sahabat dan orang-
orang muslim sejak daulat Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan kerjaan di Mughol,
Andalusia sampai ke wilayah-wilayah Asia.
Sebelum kedatangan Isalm tradisi yang disukai dalam hala menghafal, bersyair,
transaksi perjanjian yang disamakan dari mulut ke mulut tanpa dicatat, dan menghafal
nama silsilah keturunan mereka. Keterampilan membaca dan menulis di masa
Rasulullah sangat terbatas, hanya sedikit dari kalangan bangsa Arab yang mampu
menguasainya sampai masa awal Islam zaman Rasulullah dan masa Khulafaur
Rasyidin. Corak Kaligrafi yang dipakai saat itu masih sanagt sederhana dan masih kuno
di mana media yang dipakai masih menggunakan nama yang dinisbatkan pada tempat
seperti Makki ( tulisan Makkah), Madani (tulisan Madinah), Hijazi (tulisan Hijaz),
Ambari (tulisan Ambar), Hirri (Hirrah), Kuffi (Kuffah). Diantara yang paling dominan
yang telah di ajarkan di masa Khulafaur Rasyidin adalah Kuffi yang merupakan tulisan
yang dipakai untuk menulis mushaf (kodifikasi) Al-Qur'an hingga akhir masa
kekuasaan Khulafaur Rasyidin.
Rasullullah pun telah memerintahkan kepada tawanan perang badar untuk
mengajarkan kepada kaum muslimin menulis dari hingga melahirkan sahabat yang
pandai menulis seperti Ali bin Abi Thalib RA serta melahirkan sejumlah penulis di
Mekah saat itu yang berjumlah tujuh elas penulis laki-laki dan tujuh belas penulis
perempuan. Pada perkembangan penulisan kaligrafi dimasa Bani Umayyah mulai
tampak ketidak puasan terhadap khot Kuffi yang memiliki kesulitan untuk digoreskan
dan dianggap kaku. Kemudian mulailah pencarian bentuk yang dikembangkan melalui
tulisan bergaya lembut dan melahirkan karya seperti tummar, tsulusi, tsulustaini, Jalil,
nisf yang cukup populer pada saat itu.
Pada masa Bani Abbasiyah dikembangkan berdasarkan rumus geometri yang
terdiri dari tiga unsur kesatuan baku pada pembuatan huruf yaitu titik, huruf Alif dan
lingkaran. Kemudian pada masa pasca Abbasiyah dikembangkan lebih lanjut pada gaya
penulisan yang ditumbuhkan melalui tahap konsolidasi dan penghalusan untuk
menghasilkan karya masterpiece, hingga lahirlah karya seperti farisi ta'liq, nast'liq,
gubar, diwani, diwani jali, gubar, tughra, dan Zul fi Arsy. Dan penyebaranya smapai di
Spanyol
Kholifah keempat Ali bin Abi Thalib RA mengatakan bahwa tulisan indah yang
dikerjakan sesorang tidak sekedar menambah kreatifitas estetika semata tetapi lebih dari
itu akan membuka pintu-pintu Rizki bagi pelakunya. Pesan tersebut memiliki pengaruh
yang kuat bagi seseorang pemilik jiwa seni dan pengalaman yang bernafaskan
keruhanian selain itu juga sebagai bukti sejarah yang trus dikenang sepanjang masa
dimana nilai yang terkandung didalamnya seperti perhiasan yang tak ternilai harganya
yang merupakan wujud keindahan yang di tampakkan pada alat alat jasmaninya yang
bersumber dari kepandaian hati seseorang. Ada beberapa penulis dari kalangan sahabat
yang telah ditunjuk oleh Rasul sebagai tim penulis wayuh yang diterima rasul. Wahyu
tersebut ditulis dari berbagai media seperti pelepah kurma, kulit binatang, batu batu

3
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

tulang dan lain sebagainya. Setelah penulisan Wahyu selesai terdapat masa masa
perbedaan terhadap bacaan Al-Qur'an yang mendorong sahabat Utsman bin Affan untuk
melakukan kodifikasi Al Qur'an dan membuat mushaf dari sumber yang terpercaya.
Pada proses kodifikasi muncul disiplin ilmu yang berupa ilmu Rasm mushaf sebagai
warisan yang ditinggalkan Kholifah Ustman bin Affan di mana kaligrafi pada masa itu
yang digunakan untuk menulis mushaf Al Qur'an meskipun masih dalam bentuk yang
sangat sederhana.
Sejarah seni rupa yang cukup dominan di Nusantara selain itu berpeduduk
mayoritas Islam terbanyak didunia. Salah satunya adalah seni kaligrafi. Indonesia
memiliki seniman-seniman besar yang berkontribusi mewarnai kekayaan seni rupa
Islam melalui seni lukisan kaligrafi. Pada dasarnya karya seni yang dapat ditelaah
memiliki beberapa segi diantaranya: (pertama) bentuk yang bermakna memiliki dimensi
waktu tertentu. (kedua) Jasa yang bermakna karya seni sebagi benda yang memiliki
manfaat (ketiga) Fungsi terkait dengan karya seni yang berfungsi sebgai fungsi
keagamaan, pendidikan, fungsi pribadi, kemasyarakatan, dan ekonomi. (keempat)
Medium yang mengarah pada gaya lahiriyah dan konkrit nya karya seni. (kelima)
Desain sebagai struktur visual. (keenam) Gaya seperti fantastif, ekpretif dan
formalistik. (ketujuh) Tema yang biasanya berasal dari cerita, perasan, keagamaan dan
lain sebagainya.
Apresiasi terhadap karya seni dapat menelaah dan melibatkan unsur-unsur
tersebut. Seni kaligrafi yang didalamnya terkandung makna dan nilai-nilai sebagai
ekpersi keimanan dan keindahan bahkan ekpresi tersebut dituangkan ke suatu bentuk
sehingga memunculkan keindahan bersifat maknawi baik visual maupaun teknik media
yang digunakannya.Pada awal perkembangan Kaligrafi di Nusantara melalui beberapa
tahapan pada angkatan perintis dimana tulisan yang di bawa oleh orang luar Indonesia
pada abad 13-19 M dengan bukti adanya mushaf kuno Al-Qur'an, dan tulisan yang
berada di batu nisan serta naskah perjanjian yang berbahasa Melayu atau Pegon. Lalu
berkembang yang bersumber dari makam tetapi hasil kreasi seniman Indonesia yang
diwujudkan dalam media kertas, logam, kayu dan medium lainya. Pada tahapan masa
ngkatan pesantren skitar abad ke-14 M dirintis oleh para wali yang terkenal seperti giri
Kedaton, Ampel Denta di Gresik, dan pesantren Syekh Qura di Karawang. Kemudian
disusul dengan tahapan masa angkatan Pasca Kemerdekaan yang menjadi pendobrak
dan pelukis lebih mengolah teknik penulisan di media yang tak terbatas, hingga muncul
gerakan yang membedakan Kaligrafi murni dan Kaligrafi tradisional yang dikenal
selama ini. Lalu disusul dengan masa angkatan muda penerus genrasi psca kemerdekaan
yang melahirkan banyak kader dan para juara yang berbuntut pada ramainya galeri dan
pasar pasar seni.
Meluasnya wilayah Islam dengan berbagai konsekuensinya seperti halnya
perkembangnya pemeluk Islam yang berasal dari dialek yang beragam dan dari suku
suku yang beragam pula menyebabkan kaligrafi berkembang secara dinamis. Di awal
masuknya Islam konteks Indonesia kaligrafi belum mendapatkan posisi dan belum
menonjol dan berkembang sebagai karya seni rupa yang ada di negara lain. Hal ini
disebabkan penerapan kaligrafi sebagai hiasan masih sangat terbatas. Bangunan
bangunan tua pada zaman itu belum memberikan peluang berarti bagi penerapan hiasan
kaligrafi Islam. Masjid masjid masjid seperti di Banten, Cirebon, Demak yang
menerapkan kaligrafi sebagai motif hiasan yang bersumber pada tradisi seni Islam
Hindu serta penemuan arkeolog dan artefak seperti kaligrafi yang terdapat pada batu

4
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

nisan, keraton, pecahan koin uang logam, hisan gapura, penulisan naska-naskah, kitab-
kitab keagamaan dan lain sebagainya yang menandai tinggalan para leluhur semasa
menyebarkan agama islam di Nusantara bersamaan penyebaran tulisan kalgrafi yang
sangat menunjang. Di Nusantara kaligrafi Arab juga mengalami metamorfosa dari
fungsi yang telah berkembang sebelumnya menjadi bentuk kesenian yang terpadu
dengan kesenian lain bahkan model kaligrafi Arab dengan bentuk presentasi Firgual
berupa gambar hewan dan tanaman, digunakan untuk memberikan daya visual yang
kuat seperti yang terdapat pada bentuk kaligrafi Arab masa kekinian yang dapat di
jumpai pada tokoh pewayangan dalam kaligrafi jawa sebagi hasil dari kreativitas
budaya local setempat.
Kegairahan seni kaligrafi Islam sebagai seni mulai bangkit pada era pasca
kemerdekaan hingga tahun tujuhpuluhan yang menurut Dr. Sirajudin kegairahan seni
kaligrafi ini terbagi menjadi dua yang pertama seni bentuk kaligrafi murni yang
mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dengan ketat yakni bentuk yang
mengikuti dasar kaidah-kaidah kaligrafi yang baku. Yang kedua bentuk seni kaligrafi
yang di goreskan pada hasil karya seni lukis yang dikombinasikan dengan warna yang
sedemikian rupa yang bebas tanpa terikat dengan rumusan baku. Denagn alasan di atas
mendorong penulis untuk meneliti terkait tema yang berjudul Penyebaran Kaligrafi
Islam di Nusantara.
B. Rumusan Maslah
1. Bagaimana kaligrafi Islam pada masa awal ?
2. Bagaimana sejarah penyebaran kaligrafi Islam di Nusantara?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui kaligrafi Islam pada masa awal
2. Untuk mengetahui sejarah penyabaran kaligrafi Islam di Nusanrata
D. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan pustaka dalam penelitian sebagai pembanding dan acuan untuk mengukur
sebatas mana tinjauan yang dilakukan dan dikembangkan oleh beberapa penulis
terdahulu . Diantara penelitian yang dilakukan oleh Ilham Khoiri S,hum, mahasiswa
jurusan tafsir hadits yang berjudul Al- Quran Dan Kaligrafi Arab Studi Tentang
Pengaruh Alquran Terhadap Perkembangan Kaligrafi Arab. Tulisan ini lebih
menekankan bagaimana pengaruh terhadap perkembangan kaligrafi arab.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Alan Zuhri, S. Hum mahasiswa jurusan sejarah dan
kebudayaan islam fakultas adab dan humaniora yang berjudul Sejarah Perkembangan
Kaligrafi Arab Pada Masa Pra Islam Sampai Kodofikasi Alquran (250-940 M). tulisan
ini lebh menekankan perkembangam kaligrafi pada masa arab pra Islam
3. Penelitian yang dilakukan oleh Adding Kusnadi S.Hum, mahasiswa sejarah
kebudayaan Islam fakultas Adab dan Humaniora dengan judul skripsinya Peran
Pesantren Dalam Penyebarluasan Seni Kaligrafi. Penelitian ini memusatkan temuan
yang dilakukan dalam sekup pesantren semata.
4. Penelitian yang dilakukan oleh aji waskito maha siswa seni rupa fakultas Bahasa dan
Seni uiversitas negeri padang deng judul skripsinya Kaligrfi Arab Di Masjid Al-
Munawwarah Kapencong Lubuk Gambir Bayang Pesisir Selatan, kajian ini menitik

5
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

beratkan pada seni rupa yang ada di masjid pada peninggalan arkeologi masjid tua di
gambir Jakarta.
E. Pendekatan Dan Kerangka Teori
Dalam kesempatan ini penulis menggunakan pendekatan hioristik dandikriptip analisis
yang akan memaparkan sejarah perkembangan Kaligrafi yang memandang suatu
peristiwa pada masa lampau secara diakronis yang memanjang dalam waktu tetapi
menyempit dalam ruang.proses yang menguji dan menganalis asecara kritis terhadap
peningalan masa lamapau dan rekaman berupa teks tertulis kemudian setelah ditulis dari
poin-poin yang dianalisa untuk dipaparkan sesuai dengan bentuk peristiwa
berlangsuganya topic yang berkaitan denagn tema serta suasana penelitian sejarah.
Maka penulis akan menguraikan bagaimana perkembangan dalam Penyebaran Kaligrafi
Islam di Nusantara. Kemudian selain menggunakan pendekatan hioristik penulis juga
menggunakan teori sejarah. Dimana pengertiannya adalah suatu perangkat kaidah yang
memandu sejarawan dalam penelitian dan menyusun data-data yang berasal dari sumber
yang dianalisa, serta mengevaluasi hasil penemuannya. Metode yang digunakan penulis
dalam penelitian sejarah menggunakan metode kepustakaan ( library research) dengan
mengkases sumber-sumber primr dan skunder yang tertulis berupa jurnal, buku-buku,
internet dan katalog dengan teknik pengumpulan data berupa kajian tela’ah terhadap
berbagai bahan perpustakaan
2. METODE
1. Bab Hioristik
Hioristik pengumpulan sumber yaitu suatu proses yang dilakukan oleh penulis untuk
mengumpulkan sumber-sumber data sejarah Yang ontentik dan dapat dipercaya.
Langkah yang digunakan untuk mengumpulkan sumber-sumber data primer dan
sekunder setelah dilakukan pemilahan. Maka ada bebrapa sumber yang di maksudkan
antara lain :
a. Sumber Data Primer.
Data primer yaitu data empirik yang diperoleh secara langsung informen kunci dengan
menggunakan daftar dan melacak pada naskah-naskah literatur yang sesuai pada subjek
penelitian yang terdiri dari berbagai sumber yang mengenai penelitian yang berjudul
Penyebaran Kaligrafi Islam di Nusantara.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder yang pengumpulannya bukan diusahakan sendiri oleh penulis
melainkan berdasarkan keterangan dan publikasi lainya. Dalam hal ini berkaitan dengan
data literatur ilmiah serta pandangan informen mengenai penggiat Kaligrafi dalam
perkembangannya.
2. Verifikasi ( kritik sumber)
Verifikasi kritik sumber yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dibutuhkan
mengenai pengujian keabsahan sumber itu. Dalam hal ini kritik sumber dibagi dua
antara lain:
a. Kritik intern
Yaitu upaya untuk melihat apakah isi sumber tersebut layak untuk dipercaya
kebenarannya yang bersumber dari naskah, buku dan objek kajian yang nenjadi pokok

6
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

penelitian. Penulis akan mencari dan melacak sumber berdasarka data yang diperoleh
dari berbagai pustaka untuk mecari temuan-temuan dalam penelitian sesuai denga tema
tentang Penyebaran Kaligrafi Islam di Nusantara.
b. Kritik ekstern
Yaitu upaya proses untuk melihat sumber itu otentik atau asli yang di dapat berdasarkan
naskah dan tulisan untuk membandingkan mana yang lebih otentik atau mana yang bias
diterapkan terhadap fakta sejarah yang relevan.
3. Interpretasi
Intepretasi penafsiran data dilakukan untuk menafsirkan fakta-fakta sejarah yang
diperoleh dari karya maupun buku-buku yang membahas tentang Kaligrafi. Tahapan ini
sangat menuntun penulis pada unsur-unsur kehati-hatian untuk menghindari intepretasi
terhadap faktayang satu dengan yang lain agar memperoleh kesimpulan sejarah maupun
perkembangan ilmiah.
4. Historiografi
Sebagai tahapan akhir dalam penulisan sejarah dari serangkaian metode histoeis yang
memaparkan fakta-fakta yang telah diintepretasikan ayu dirumuskan dan dirangkai
sedemikian rupa guna untuk mengungkapkan kisah sejarah yang menjadi topik
penulisan ini secara kronologis dan menjelaskan isi beserta maknanya. Dimana tujuan
terakhir menjelaskan kembali keseluruhan pada fakta dengan suatu sejarah dengan cara
yang tidak mengunkapkan masa lampau yang sesungguhnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab Ragam kaligrafi yang ada di Nusantara sepenuhnya masih mengikuti apa
yang telah diwariskan oleh gaya Timur Tengah, di mana Jenis gaya kaligrafi yang
digunakan tidak jauh terlepas dari gaya dan corak kaligrafi Timur Tengah, seperti gaya
Naskhi, gaya Riqa’, gaya Ta’liq, gaya Kufi, gaya Tsuluts, gaya Diwani dan gaya Diwani
Jaly. Pertumbuhan yang terjadi di Nusantara hanyalah “pertumbuhan pemakaian
kaligrafi” yang ada untuk kebutuhan primer yang bersifat fungsional untuk kebutuhan
primer yang berkembang di pelbagai media dan lukisan seperti penyalinan al-Qur’an
atau teks-teks keagaamaan.
Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan sekilas terkait penyebaran kaligrafi
sejak masuk Islam di Nusantara. Sumber rujukan penulis ambil dari tulisan Sirojuddin
yang termuat pada jurnal Al-Turast. Hemat penulis, pemetaan penyebaran kaligrafi Al-
Qur’an di Nusantara dapat diklarifikasi dalam dua pembahasan, antara lain pada periode
angkatan perintis, priode angkatan orang-orang pesantren dan angkatan pasca
kemerdekaan dimana pada setiap periode memiliki ciri khas dan warna masing-masing.
A. Angkatan Perintis (abad 13-19 M)
Pada masa ini seni menulis indah sudah di kenal, berbagai bukti seperti yang
terdapat pada nisan kuno dan berbagai media seperti kitab, mushaf al-Qur’an tua atau
naskah perjanjian menjadi bukti yang lebih mutakhir semenjak kedatangn Islam di
Nusantara. Kaligrafi lafal La ilaha illallâh, Muhammadun Rasûlullâh juga dikibarkan
saat peperangan terbuka antara pasukan Islam dengan non-Islam di Nusantara. Pada
abad ke-10 kaligrafi masih berfungsi sebagai tulisan tetapi memiliki arti seni keindahan
tulisan yang dapat dibuktikan pada data penemuan mata uang dirham yang bertuliskan

7
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

“Al-A’la” kemudian disampingnya tertulis “Sulatan” pada masa dinasti kerajaan Perlak
di Sumatera dan telah ditemukan data berupa makam Fatimah binti maimun di gersik
yang wafat pada tahun 1082 M, juga berupa temuan tulisan di batu nisan di makam-
makam lainya pada abad ke-15 begitu pula tulisan yang digunakan pada materi
pelajaran, naskah-naskah, catatan pribadi, naskah perjanjian resmi, undang-undang,
mata uang logam, stemple, kepala surat dan lain sebagainya ke dalam Bahasa setempat
berupa Bahasa melayu arab pegon.
Kaligrafi tidak lagi bersumber pada makam pada abad ke-18-20 melainkan beralih
pada kreasi seniman yang diwujudkan dalam pelbagai media seprti logam, kayu, kertas
dan medium lainya. Pada abad ke-17 seiring hadirnya kertas impor sehingga banyak Al-
Qur’an tua yang ditulis pada waktu itu. Sejak abad ke-17 dan sesudahnya seniman
Muslim ada yang berkecendeungan untuk menggamabar makhluk yang bernyawa
dengan lafadz ayat-ayat Al-Qura’an, kaul ulama, atau kepahlwanan Ali bin Abi Thalib
dan Fatimah (kaligrafi Macan Ali) di mana karya tersebut sering dijumpai sebagai
produk keraton Cirebon, Yogyakarta, Palembang atau Surakarta, hingga pada tahun
1960 an lukisan kaligrafi wayang atau berwajah burqa banyak ditemukan di pelosok
Jawa dan Sumatera.
Tipe-tipe yang digunakan mengacu pada gaya kufi, muhaqaq, naskhi, raihani, tauqi’
dan riqa’sampai akhir periode ini tidak ada seniman kaligrafi (khataat) yang dikenal
Namanya. Pada makam dan naskah kuno gaya yang paling banyak digunakan yaitu
gaya naskhi dan kufi. Aksara Arab yang digunakan untuk naskah berbahasa melayu atau
arab pegon, huruf jawa atau huruf melayu.
B. Angkatan Orang-orang Pesantren abad ke 14
Selanjutnya kaligrafi mengalami perkembangan seiring bertumbuhnya pesantren
yang dirintis oleh para wali, diantaranya adalah Kedaton, Giri, pesantren Syeikh Quro di
Karawang dan di Gresik terdapat pesantren Ampel Denta. Di wilayah Jawa Barat
seiring masuknya penyebaran islam seni kaligrafi dapat dipastikan telah berkembang di
pesantren yang dipandang sebagai perintis perkembangan kaligrafi dan mata rantai
pertama yang berperan dalam proses penyebaran kaligrafi Islam di wilyah Jawa Barat
pada abad ke-15 seperti kehadiran pesantren Qura di Karawang pada tahun 1418 M
yang didirikan Oleh Syekh Hasanundin Bin Yusuf Sidik dan Pesantren Pasambanagan
di Amparan Jati Cirebon didirikan oleh syekh datuk kahfi pada tahun 1420 M. Tulisan
yang diajarkan bermula sangat sederhana dengan gaya Riq’i atau Kufi yang bersifat
menunjang santri untuk mencatat pelajaran dari kiai dan juga pelajaran agama seperti
Al-Quran, Hadits, Fiqih, Tauhid, Akhlak Dan Tasawuf yang secara umum tulisan
condong ke kanan yang memang sangat sederhana dengan ukuran presesi panjang
pendek, besar kecil atau tinggi rendahnya bukanlah yang utama yang dapat ditulis relatif
dengan cepat, ketika telah mahir langkah berikutnya dilanjutkan dengan pelajaran khat
yang lebih estetis dan lebih rumit untuk diajarkan.
Pada masa Syarif Hidayatullah atau sunan gunung jati yang mendirikan pesantren di
Dukuh Sembung- Pasambangan dan Cipta rasa sebagi pemimpin agama dan politik
sejak tahun 1470 M telah mengambangkan pusat kegiatan Pendidikan di Cirebon.
Pesatren Sembung- Pasambangan dan Cipta rasa menjadi mata rantai selanjutnya yang
berperan dalam proses penyebaran kaligrafi pasca pesantren Qura di Karawang dan
Pesantren Sambaing di Amparan Jati seiring dengan proses penyebaran islam pada
masa ini seni kaligrafi telah berkemabang pesat.

8
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

Pada abad ke-17 dan 18 M di wilayah timur yang menjadi mata rantai ke wilyah
priangan timur penyebaran seni kaligrafi di lima pesantren yaitu Balerante, Ciwaringin,
Buntet, Ciwedus dan Lengkong. Di wilayah pedalaman priangan ada tiga pesantren
pertama yang masih menjadi mata rantai penyebaran kaligrafi dan masih sezaman
dengan priode ini yaitu Pesantren Takhasus Sidik, Jakfar dan Pesantren Pamijahan
Syekh Abdul Muhyi. Pada abad ke-19 (1800-1900) penyebaran kaligrafi penyebaran
kaligrafi di jawa barat disebarluaskan oleh beberapa pesantren sperti pesantren Gentur
Kendang Sapi, Pesantren Al Falah Biru Sumur Kondang, Kresek, Dan Al-Hidayah Di
Garut, Darul Falah Jambu Dipa di Cianjur Dan Pesantren Asyropudin Di Sumedang.

C. Angkatan Pasca Kemerdekaan (1945-1970)


Pada masa ini angkatan penyebaran kaligrafi nusantar sebagai pelopor dan
pendobrak yang mulai menunjukkan sosok yang lebih tampak pada kitab-kitab agama,
buku-buku sebagai hasil goresan tangan para tokoh kalgrafi masa itu. Di antaranya
seperti Abdurrazaq Muhilli dari Tangerang, Aalim Bakasir dan Salim Fachri (penulis
Al-Qur’an Pusaka atas titah Presiden Soekarno) dari Langkat, Darami Yunus dari
Padang Panjang dan Rofi
Abdul Karim dari Probolinggo. Kemudian disusul angkatan dengan generasi muda
Muhammad Sadzali murid Abdurrazaq, Faih Rahmatullah, Mahfudz Hakim, Rahmat
Ali, Didin Sirajudin dari Cirebon, Yahya dan Muhammad Arifin dari Malang,
Muhammad Wasi Abdurrazaq, Ali Akbar dari Purworejo, Misbahul Munir dari Gersik,
Chumaidi Ilyas dari Bantul, Muhammad Nor Syukron dan Nur Aufa dari Kudus dan
lain sebagainya. Fenomenna pesantren ini didorong dari gaya kaligarfi Kufi modern dan
gaya yang lain seperti Riqa’, Naskhi, Sulusti, Farisi, Diwani dan Diwani Jali. Tradisi
penulisan kaligrafi pada interior masjid dan tempat peribadatan didominsi pada gaya
kaligraf modern berdasarkan data sejarah belum ditemukan kaligrafi di masjid-masjid
kuno hingga abad ke-16 yang asli dibuat pada zamanya dalam data sejarah
perkembangan masjid kuno jarang ditemukan bahkan tidak ditemukan kecuali dengan
lazimnya penggunaan huruf jawa yng bia di temukan di masjid Mantingan Jepara,
Sendang Duwur Pacitan Jawa Timur, dari keahlian para kaligrafer pesantren di masa
masca kemerdekaan mejadikan suburnya unsur hiasan masjid-masjid modern dan
ornament yang digunakan.
Penyebaran kaligrafi di pesantren secara umum dapat dikategorikan dalam tiga
pembinaan pertama internalisasi materi pola kaligrafi dalam format ekstra kurikuler,
yang idealnya dibentuk wadah khusus yang menangani teknik pembinaan hingga
melahirkan sanggar-anggar seni kaligrafi, asosiasi dan lembaga yang lain secara
independen. kedua membangun model pembelajaran khusu kaligrafi yng memberikan
bahan ajar secara filosofi, focus dan mendalamsehingga memberikan pengetahuan yang
mendalamdan mampu menguaai seluk-beluk kaligrafi pada maqam yang lebih
presentatif di eranya. Ketiga melalui materi kaligrafi dalam kurikulum intra kurikuler
yang mengakomodasikan materi kaligrafi bagian dari proses belajar mengajar internal
yang telah dikembangkan pada pesantren modern seperti Darussalam Gontor.
Momentum awal yang menandai babak seru penyebaran kaligrafi seiring dengan
pameran lukisa kaligrafi nasional sebagai kaligrafi murni dan sebagai karakteristik yang
tampak dari respon generasi lanjutan yang sangat dinamis terhadap kaligrafi yang tidak
hanya sebatas pada pola-pola konvensional yang hanya monochrome tetapi mencoba

9
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

untuk lebih memodivikasi pola lukis polychrome yang relative lebih terdahulu dan
mendapat apresiasi dari masyarakat.
D. Jenis-jenis Aliran Gaya Kaligrafi
1. Gaya Kufi
Adalah salah satu gaya kaligrafi yang ada pada masa awal Islam, yakni zaman
Rasulullah SAW dan al Khulafa ar Rasyidun (Khalifah Abu Bakar as Siddiq, khalifah
Umar bin Khattab, khalifah Usman bin Affan, dan khalifah Ali bin Abi Thalib),
sedangkan corak kaligrafinya masih kuno dan diambil dari nama yang dinisbahkan
kepada tempat tulisan yang dipakai, seperti Hiri (Hirah), Hejazi (Hijaz), Makki (tulisan
Mekkah), Anbari (Anbar), Madani (tulisan Madinah), dan Kufi (kufah). Adapun Kufi
sendiri merupakan tulisan yang paling dominan dan satu-satunya bentuk gaya kaligrafi
yang diunggulkan untuk menulis mushaf (kodifikasi) al-Quran hingga akhir kekuasaan
al-Khulafa al-Rasyidin. Pada abad 11 di Nusantara khat jenis ini digunakan pada batu
nisan makam Fatimi binti Maemoen di Gersik pada tahun 1082 M yang menandai
dimulainya tradisi penulisan di Nusntara dan memicu asumsi yang muncul tentang
bentuk gaya tulisan. Khat jenis ini juga sebagai simbolisasi yang digunakan di pelbagai
media yang memiliki kecendrungan yang cukup menarik sebagi intensitas khat di tanah
Jawa.
2. Gaya Naskhi, Tsuluts, Riqa’, Tauqi, Muhaqqaq dan Raihani
Adalah jenis gaya kaligrafi yang ada pada periode Bani Abbasiyah. Dalam hal ini yang
tercatat sebagai nama besar kaligrafer adalah Ibnu Muqlah, dimana saat usia mudanya
belajar kaligrafi dengan Al-Ahwal al Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar dalam
pengembangan tulisan kaligrafi. Dikarenakan penemuannya yang spektakuler terkait
rumus-rumus pokok geometrikal pada kaligrafi, yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran.
Menurutnya, bahwa setiap huruf hendaknya dibuat berdasarkan atas ketentuan ini.
Disamping itu, ia juga sebagai pelopor dalam pemakaian enam macam tulisan pokok
kaligrafi yang disebut dengan al-Aqlam as-Sittah. yaitu Riqa’, Muhaqqaq, Naskhi,
Raihani, Suluts dan Tauqi’. Tulisan Naskhi dan Suluts menjadi salah satu tulisan yang
populer dipakai disebabkan dari usaha Ibnu Muqlah yang dapat menggeser eksistensi
dari khat Kufi. Khat jenis ini banyak digunkan di sumatera seperti pada nisan maulana
malik Ibrahim di Aceh sekitar abad ke-15 yang sangat digemari dan melahirkan istilah
makam tipe Aceh yang memiliki keindahan ornament dan menjadi primadona Muslim
Nusantara masa itu yang menunjukan kemampuan estetik yang luar biasa dan mampu
menunjukkan dunia luar tentang cita rasa yang tinggi. Kemudian khat jens ini pula di
Nusantara digunakan untuk naskah-naskah keagamaan dan mushaf Al-Qur’an.
3. Gaya Ta’liq, Nasta’liq dan Syikasytah.
Tiga tulisan regional yang memiliki pengaruh yang luas menurut Faruq berasal
dari para inovator Iran pada abad ketiga belas dan empat belas Masehi. Dua yang
terakhir dari ketiga tulisan ini dipandang sebagai ragam gaya dari induk tulisan ta’liq.
Ciri khas dari tulisan ini adalah dengan bentuk kemiringan menggantung. Pemakaian
pada jenis ini lebih kepada penyalinan karya-karya sastra dan pada dekoratif objek
kecil. Mir ‘Ali dari Tabriz dianggap sebagai salah satu pelopor kaligrafer yang handal
dalam penguasaan gaya jenis ini. Gaya Syikathah yang berbentuk pahat merupakan
gaya yang dikembangkan dari gaya Ta’liq dan Nasta’liq awal yang dipakai dalam
keperluan-keperluan praktis.

10
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

Kaligrafi gaya ini merupakan tulisan yang biasa digunakan pada naskah-naskah
keagamaan, yang berupa kitab Tauhid, Fiqih, Tasawuf, Mushaf al-qur’an dan lain
sebagainya. Tradisi penulisan mushaf telah banyak dilakukan di dunia pesantren klasik
sejak abad ke-16 yang didorong oleh kelangkaan mushaf yang belum ditemukan
penggandaannya kemudian disusul oleh terbatasnya pasokan mushaf dari Timu Tengah
yang memunculkan gairah untuk menuliskan mushaf secara manual dengan kualitas
tulisan yang sangat sederhana.
Pada abad ke-14 di Kawasan India gaya yang dikembangkan bergaris horizontal
memanjang dan tebal yang kontras dengan garis yang ramping vertikalnya. Di
Kawasan China gaya yang dikembangkan dipengaruhi oleh tulisan yang
dikembangkan di Afganistan dan India yang memperlihatkan penulisan huruf cina
yang disebut gaya shini pada tarikan kuas dengan corak yang khas yang biasa
ditorehkan di tembikar dan keramik. Pada masa selanjutnya di masa dinasti
Ottoman gairah kaligrafi yang luar biasa memuncak bersaing dengan negeri
musunya Persia dengan gaya farisinya dengan tokoh Syaikh Hamdullah al-Amasi
yang melahirkan beberapa muridnya yang terkenal salah satunya bernama Hafidz
Usman yang melahirkan gaya barunya yang indah luar biasa dengan berpatokan
gaya kaligrafi di Baghdad yang berkembang jauh sebelumnya. Gaya yang paling
popular dan penting adalah gaya Syikathah, Syikhasthah azmi, Diwani dan
Diwani Jali.
4. Gaya Diwani, Diwani Jaly dan Riqa’
Sebuah gaya kaligrafi yang dipopulerkan oleh ahli tulis kesultanan ‘Ustmaniyah
pada akhir abad kelimabelas. Penggunaan jenis ini terutama pada penulisan
pengumuman, dokumen resmi, dan segel tanda tangan resmi yang sengaja digunakan
untuk setiap sultan ‘Ustmaniyah. Ciri-ciri pada tulisan dengan gaya ini dapat dikenali
lewat tanda vokal biasanya tidak disertakan, selain itu gerakan tulisannya mengalir
secara berlebihan. Gaya ini bermula dari gaya Ta’liq yang dikembangkan pada abad ke-
15 oleh Ibrahim Munif dan disempurnakan oleh Syekh Hamdullah yang lebih dominan
dengan gaya bersusun dan bergaris melengkung lebih kursif hingga berkembang dengan
gaya monumental yang disebut Diwani jali atau dikenal dengan sebutan Humayuni
(kerajaan) yang dikembangkan sepenuhnya oleh Hafidz Usman dan muridn-muridnya.
5. Gaya Maghribi
Kaligrafi jenis gaya ini merupakan kaligrafi yang digunakan oleh negara kawasan
barat yang meliputi beberapa negara. Seperti Libya, Tunisia, al-Jazair, Maroko dan
Mediterania. Sumber lain dikatakan bahwa gaya jenis ini dipakai di Afrika Utara Barat
dan Spanyol. Tulisan ini digunakan untuk salinan al-Qur’an, manuskrip, dekorasi objek
kecil. Mengalami kemajuan sekitar 400 H/1000 M dengan ciri-ciri khusus antara
persilangan yang diambil dari bentuk siku gaya Kufi dan bentuk-bentuk bulat gaya
Naskhi. Di Nusantara Khat jenis ini sangat jarang dijumpai baik mushaf maupun
ornament pada banguna tertentu dapa masa itu dikarnakan kaum pribumi masih
mengidoalakn bentuk gaya kaligrafi kufi dan naskhi disusul dengan gaya sulusi.
E. Ragam Bentuk Kaligrafi.
Al-Faruqi mengemukakan dalam penelitiannya bahwa bentuk ragam kaligrafi terdiri
dari 5 ragam kaligrafi kontemporer, yaitu: kaligrafi tradisional, kaligrafi figural,
kaligrafi ekspresionis, kaligrafi simbolis dan abstraksi murni. Pada setiap ragam

11
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

kaligrafi diatas tentunya memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya pada kaligrafi
tradisional yaitu pada penyusunan simetris kata, frase, atau kalimat dalam penyusunan
cermin atas bawah atau kanan kiri , Karakter selanjutnya adalah gerakan dan
dinamisme yang menarik perhatian mata untuk membawanya fokus kepada tulisan
mengikuti gerakan goresan tinta.
Sedangkan alasan untuk kaligrafi dengan ragam tradisnioal karena menunjukkan
keselarasan dengan kebiasaan yang sudah mapan lama maupun dengan unsur yang lebih
baku dalam tradisi Islam. Karena itu, tradisi tradisional tidak saja menyiratkan
hubungan keselarasan umum dengan krya kaligrafi kaum muslim seluruhnya dengan
masa lalu, kaligrafi kontemporer tipe lain memperlihatkan hubungan pengaruh yang
dipinjam dari tradisi asing dengan aspek-aspek yang kurang tradisional dari warisan,
Sehingga yang terpenting bertahannya tradisi ini adalah tuntutan estetis kaum Muslim
terhadap keselarasan seni. Ragam tradisional ini melukiskan pada pola dedaunan, pola
bunga, pola geometris, tetapi efek dari pola ini adalah karya kontemporer aliran abstrak.
Seperti karya yang dapat dijumpai pada karya yang diciptakan oleh kaligrafer
tradisional antara lain: said al-Saggar, Isham al-Said, Muhammad Ali Syakir dan Emin
Berin, Pada bentuk kaligrafi firguaal biasanya banyak digunakan pada perkakas rumah
tangga yang mengunkapkan banyak terjadinya peleburan huruf antara masa lampau dan
kontenporer di mana huruf-huruf diperpendek atau diperpanjang, diperinci dengan
melebar melingkar, melebar atau menyelip dengan adanya sisipan atau tambahan lain,
yang disesuaikan dengan bentuk figure geometris, floral atau fauna sebagaimana karya
yang dihasilkan oleh sosok tokoh kaligrafer firgual Sayyid Naqueb al-Attas dan
Sadiqayyain dari Pakistan.
Bentuk kaligrafi ekpresionis yang merupakan tipe seni kaligrafi di dunia Islam yang
berkembang dari waktu ke waktu dengan pengaruh estetika Barat. Kaligrafi bentuk ini
merupakan karya yang dibentuk oleh perbendaharaan kata sebagi warisan artistik Islam
tetapi masih jauh dari gramer kaligrafi yang asli. Karya yang dijumpai pada khat jenis
ini seperti karya milik Diya al-Zawi berasal dari Iraq, atau karya milik Qutaiba Shikh
Nouri, yang menuangkan karyanya dalam bentuk penyaluran perasaan atau gagasan
untuk mempengaruhi semagat kaligrafer yang tak berakhir dalam mengekspresikan
karnyanya untuk kengankitan Islam dalam pesan visual, emosional, objek yang
digambarkan, atau respon pribadi terhadap suatu objek tertentu.
Bentuk kaligrafi simbolis yang menyatukan kombinasi makna-makna huruf
berperan sebagai penyampai pesan yang dinafikan. Karya tersebut dapat dijumpai pada
karya kaligrafer kontemporer yang menggunakan huruf Arab tertentu sebagai simbol
atau gagasan ide yang kompleks. Seperti pada karya yang dihubungkan dengan objek
pada huruf sin yang diasosiakan dengan saif (pedang).
Kaligrafi dalam bentuk abstrak murni biasanya dapat dijumpai pada karya luar batas
seni Islam hanya saja dikatakan kaligrafi kontenporer muslim yang kebetulan diciptakn
oleh seorang muslim yang menafikan makna linguistik yang hanya menjadi tujuan seni
semata dari unsur suatu corak dan adanya unsur abjad yang selau berubah-ubah yang
tidak menggunakn unsur-unsur sesuatu sebagai pesan. Al-Faruqi menyebut khat jenis
ini adalah abstrak murni atau khat palsu yang menunjukan corak-corak seni perkataan
huruf yang dikaitkan denagn tidak mengandung makna apapun seperti salah satu tokoh
kaligrafer abstrak murni Muhammad Ghani yang pandai mengubah huruf-hurufnya dan
membenturkannya.

12
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

Karya yang biasa dijumpai berdasarkan motif ini seperti yang dimiliki oleh
kaligrafer kontemporer Islam asal Tunisia yaitu Naja al-Mahadawi, , Muhammad Saber
Fauzi dan Hosen Zenderoidi dari Iran, Al-Said Hasan Sakir dari Irak, Kamal Boulatta
dari Yerussalem, Rahid Koraisi dari Algeria yang mengubah huruf-huruf dengan
membenturkan huruf sebelum dan sesudahnya sehingga meninggalkan kekosongan pada
kedua sisinya dan lebih banyak menghasilkan ukiran mutlakpada sesuatu yang dapat
dibaca.
F. Faktor Penyebaran Kaligrafi di Nusantara
Kaligrafi yang berkaitan erat dengan Al-Qur’an yang meramabah dan menyebar
pemerataanya di Nusantara bahkan di dunia Islam disebabkan bebrapa faktor antara
lain:
1. Penyebaran kaligrafi di Nusantara bersamaan masuknya penyebaran Islam ke
wilayah tersebut salah satunya pada institusi pesantren dan besarnya minat dan
dukungan dari para kiyai untuk mengembankan seni kaligrafi sebagi
pemimpin kaum elite sosio relegius yang mengembangkan dan menyebarkan
seni kaligrafi di bumi jawa. Temuan pesantren yang menyebarkan seni
kaligrafi dibuktikan pada pesantren Qura di Karawang dan Pasambangan di
Cirebon pada abad ke-15 sampai awal abad ke-19 di pesantren Pangkalan,
Cipari dan Darusslam Garut.
2. Tradisi intelektual yang terus digiatkan pada institusi pesantren melaui
kegiatan pendidikan yang berkelanjutan dengan melalui baca tulis Al-Qur’an,
diman pelajaran kaligrafi diajarkan melalui pelajaran agama seperti mencatat
aktivitas kiai yang membacakan kitab-kitab dengan terjemahan. Gaya tulis
yang diajarkan bermula cukup sederhana seperti gaya tulis riqah dan kufi
dimana gaya tulisan jenis ini dapat dilakukan relative lebih cepat jika santri
telah mahir menulis Arab akan di ajarkan pada gaya selanjutnya yang lebih
sulit diajarkan dan detail, yang memiliki aspek etis dan estetis. Diman aspek
etis dapat menegtahui hakikat keagungan yang maha Kuasa yang terdapat
pada kandunagan nilai-niali Al-Qur’an yang di aplikasikan oleh para
kaligrafer yang mampu memahami kehidupan sesuai dengan ayat-ayat yang
ditulis bagi para pembaca. Pada masa bani umayyah pengaruh ilmu
pengetahuan dan minat terhadap ilmu pengetahuan ditunjang dari berbagai
pengaruh seperti pengaruh ekonomi, dan pengaruh kontak budaya di mana
kaum elit menaruh perhatian yang besar terhadap karya seni. Benda seni yang
sering dijumapai seperti keramik yang bertuliskan kaligrafi sangat digemari
oleh kaum elit tersebut.
3. Selanjutnya dipengaruhi oleh ekspansi kekuasaan islam yang dipengaruhi
lebih kuat diantranya seperti pasca wafatnya nabi Muhammad SAW, hingga
merambah ke wilayah baru di luar jazirah arab salah satunya di Nusantara,
kemudian penyebaran yang dipengaruhi oleh pertemuan antara budaya Islam
dan budaya wilayah taklukan serta proses abrasi pada wilayah tersebut.
Migrasi dan urban yang melibatkan kaum seniman dan budayawan muslim
memungkinkan terjadinya pertemuan budaya antara Islam Arab dan wilayah
pusat kebudayaan seperti Persia, Mesopotamia, Bizantium. Pada masa
umawiyah menerpkan kebijakan yang berdasarkan ide-ide kearabannya untuk

13
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

memperluas pemakaian Bahasa Arab di wilayah takukan yang merupakan


sebagai bahasa kultural.
4. Proses Islamisai juga proses Arabisasi yang mendorong berkembangnya
penyebaran kaligrafi yang hamper seluruh ajaran Islam berbahasa Arab lebib-
lebih sebagai dai terutama pada permulaan perkembangan islam yang
didominasi oleh ulama keturunan Arab yang menyebarkan ajaran Islam
kepada masyarakat Nusantara. Dari titik inilah babak baru semarak
penggunaan tulisan Arab digiatkan yang urgensinya berorentasi pada sentuhan
dengan tulisan dan bahasa Arab bahwa kehadiran Islam telah melahirkan etos
Arabisme.

4. KESIMPULAN

1. Keistimewaan kaligrafi merupakan suatu bentuk pengejawantahan dalam seni Islam


terhadap firman Allah yang suci dan satu-satunya seni yang murni dihasilkan oleh orang
islam sendiri, yang berbeda dengan seni Islam yang lain dalam bentuk ragam hias,
arsitektur, dan seni lukis yang banyak dipengaruhi oleh semiman non muslim. Sepanjang
sejarah tentu tak mengherankan penghargan kaum muslim lebih tinggi dibandingkan dengan
jeni seni yang lain. Pada abad awal peta sejarah perjalanan sebuah kerajaan di Jazirah
Arabia di mana Orang Arab kuno tidak terbiasa mencatat peristiwa-peristiwa penting dan
bersejarah untuk didokumentasikan, maka dapat dikatakan bahwa orang Arab kuno di
zaman jahiliyah bukanlah semata-mata sebagian besarnya buta huruf, bahkan juga dari satu
segi anti huruf. Ketika masuknya Islam di jazirah Arab bersamaan dengan tradisi penulisan
yang mualai dikembangkan menunjukkan bahwa kesadaran akan pentinganya menuliskan
wahyu atau hadit-hadits nabi serta naskah-naskah yang berhubungan dengan literatur pada
pemerintahan dan masyarakat di mana penyebaran dan perkembangan khat mendapatkan
perhatian yang lebih sejak pada masa kenabian disusul dengan generasi setelahnya yakitu
pada masa Khulafaurasyidin, masa Bani Umayyah, masa Bani Abbasiyah hingga pasca
Abbasiayah dan masa masuknya Islam di berbagai wilayah penaklukan.
2. Masuknya Isalm di Nusantar yang membawa kecerdaskan dan peradaban tinggi pada
rakyatnya sebagai bentuk perkembangan seni budaya Islam dan ekspresi yang dituangkan
pada seni ukir, seni lukis, hiasan banguna keraton, masjid, makam, dan naskah-naskah
dalam litersi pemerintah dan masyarakat setempat. Tradisi ini berkembang sejak jauh
sebelum msuknya Islam yang dapat pengaruh dari Hindu dan Buda yang telah dilimiki oleh
masyarakat seperti kaligrafi jawa yang berbaur dengan kaligrafi cina dan sebagainya.
Penyebaran kaligrafi di Nusantra meliputi beberapa aspek yang mendorong pada
perkembangannya antara lain:

a. Penyebaran angkatan perintis abad ke-13 M, Pada abad sebelumnya kaligrafi masih
berfungsi sebagai tulisan tetapi memiliki arti seni keindahan tulisan yang dapat
dibuktikan pada data penemuan mata uang dirham yang bertuliskan “Al-A’la”
kemudian disampingnya tertulis “Sulatan” pada masa dinasti kerajaan Perlak di
Sumatera dan telah ditemukan data berupa makam Fatimah binti maimun di gersik yang
wafat pada tahun 1082 M, juga berupa temuan tulisan di batu nisan di makam-makam
lainya pada abad ke-15 begitu pula tulisan yang digunakan pada materi pelajaran,
naskah-naskah, catatan pribadi, naskah perjanjian resmi, undang-undang, mata uang
logam, stemple, kepala surat dan lain sebagainya ke dalam Bahasa setempat berupa
bahasa melayu Arab Pegon.
b. Angakatan pesantren abad ke-14 denagn bertumbuhnya pesantren yang dirintis oleh
para wali, diantaranya adalah Kedaton, Giri, pesantren Syeikh Quro di Karawang dan di
Gresik terdapat pesantren Ampel Denta. Di wilayah Jawa Barat seiring masuknya

14
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

penyebaran islam seni kaligrafi dapat dipastikan telah berkembang di pesantren yang
dipandang sebagai perintis perkembangan kaligrafi dan mata rantai pertama yang
berperan dalam proses penyebaran kaligrafi Islam di wilyah Jawa Barat pada abad ke-
15 seperti kehadiran pesantren Qura di Karawang pada tahun 1418 M yang didirikan
Oleh Syekh Hasanundin Bin Yusuf Sidik dan Pesantren Pasambanagan di Amparan Jati
Cirebon didirikan oleh syekh datuk kahfi pada tahun 1420 M, bermula sangat sederhana
dengan gaya Riq’i atau Kufi yang bersifat menunjang santri untuk mencatat pelajaran
dari kiai dan juga pelajaran agama seperti Al-Quran, Hadits, Fiqih, Tauhid, Akhlak
Dan Tasawuf. Pada abad ke-17 dan 18 M di wilayah timur yang menjadi mata rantai ke
wilyah priangan timur penyebaran seni kaligrafi di lima pesantren yaitu Balerante,
Ciwaringin, Buntet, Ciwedus dan Lengkong.
c. Angkatan Pasca Kemerdekaan (1945-1970) angkatan penyebaran kaligrafi nusantar
sebagai pelopor dan pendobrak yang mulai menunjukkan sosok yang lebih tampak pada
kitab-kitab agama, buku-buku sebagai hasil goresan tangan para tokoh kalgrafi masa
itu. Di antaranya seperti Abdurrazaq Muhilli dari Tangerang, Aalim Bakasir dan Salim
Fachri (penulis Al-Qur’an Pusaka atas titah Presiden Soekarno) dari Langkat, Darami
Yunus dari Padang Panjang dan Rofi. Momentum awal yang menandai babak seru
penyebaran kaligrafi seiring dengan pameran lukisa kaligrafi nasional sebagai kaligrafi
murni dan sebagai karakteristik yang tampak dari respon generasi lanjutan.
d. Faktor yang mempengaruhi adanya pesatnya penyebaran kaligrafi di Nusantara antara
lain pertama besarnya minat dan dukungan dari para kiyai untuk mengembankan seni
kaligrafi sebagi pemimpin kaum elite sosio relegius yang mengembangkan dan
menyebarkan seni kaligrafi di bumi jawa, kedua Proses Islamisai juga proses Arabisasi
yang mendorong berkembangnya penyebaran kaligrafi didominasi oleh ulama
keturunan Arab yang menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Nusantara. Ketiga
Tradisi intelektual yang terus digiatkan pada institusi pesantren melalui kegiatan
pendidikan yang berkelanjutan dengan melalui baca tulis Al-Qur’an, dimana pelajaran
kaligrafi diajarkan melalui pelajaran agama. Keempat dipengaruhi oleh ekspansi
kekuasaan islam juga masa pasca wafatnya nabi Muhammad SAW, hingga merambah
ke wilayah baru di luar jazirah arab salah satunya di Nusantara. Kelima adanya ragam
dan bentuk khat yang menjadi aliran pada masa perkembanganya untuk membedakan
jenis tulisan yang ditulis dari masa ke masa dan menjadi bukti tinggalan warisan
literatur generasi terdahulu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan terselesaikannya penyusunan skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih


kepada :
1. Ayah Zainal Arifin dan ibu tercinta Masrohah selaku malaikat tak bersayap dan
pahlawan sejati yang selalu mendoakan, menasihati, memotivasi, mendidik,
member semangat untuk terus menyelesaikan pendidikan ini.
2. Bapak Drs. Bejo Santoso, M.T, Ph.D, selaku Rektor Universitas Islam Sultan
Agung (UNISSULA) Semarang.
3. Bapak Drs. Muhammad Muhktar Arifin Sholeh, M.Lib selaku Dekan Fakultas
Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung
4. Bapak Dr. Agus Irfan, dosen pembimbing yang telah mengarahkan prenulis dalam
penulisan skripsi ini, mencurahkan segenap tenaga, pkiran, dan waktu membimbing
penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan.
5. Bapak dan ibu dosen Fakultas Agama Islam Jurusan Sejarah Peradaban Islam
Universitas Islam Sultan Agung Semarang, yang telah mendidik dan mengajar
penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan..

15
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

6. Ketiga Adik-adikku semua Yusron Hasbulloh, Ahmad Yasir Amrulloh, Syafi


Mukhtarina, yang banyak meberikan sumbangsih berupa moril ataupun materiel
juga banyak mendoakan, memberi semangat, teman bercanda, dan mencurahkan
kasih sayangnya selama ini.
7. Abah Ir. Hammad Maksum, A.H selaku pengasuh pondok pesantren raudhatul
quran kauman semarang yang membimbing penulis dan mendidik mengenalkan
huruf hijaiyah dari alif sampai ya’ hingga mengahatamkan Al-Quran 30 juz secara
melihat dan menghafal.
8. Sahabat-sahabat SPI 8 kang aldo, kang mufti, kang rouf kang satria, kang latif, kang
rabit, kang hanif, kang teguh, kang yasir, mbak kafila, mbak rahma, mbak putri,
mbak maza, mbak ana, mbak nia, mbak siti, mbak roikha, mbak afifatun, mbak sofi,
mbak devi, mbak tsalis, mbak fiqa, dan teman teman yang tak mampu penulis
sebutkan satu persatu yang selalu menjalin kebersamaan dalam setiap hal, serta
sahabat-sahabat Pesantren PPRQ, MMQ, PPTQ yang selalu memberi semangat dan
mendorong untuk selalu menjadi pejuang tangguh dalam menghafal Al-Quran 30
juz.
9. Teman-teman satu bimbingan skripsi yang telah banyak memberikan semngat
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak secara tidak langsung
yang ikut membantu untuk menylesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fatah Chelebi, Rasm Almushaf Utsmani,Jeddah, Darul Manarah

Abdul Aziz, Chifdom Madinah, Salah Paham Negara Islam, Jakarta, Pustaka Alvabet, 2001

Abd Al-Qadir, Tarikh Al-Khath Al Arabi Wa Adabihi, Hijaz, 1982

Ading, Peran Pesantren Dalam Penyebaranseni Kaligrafi Islam di Jawa Barat, UIN Bandung,
2009

Al- A’zami, The History of The Qur’anic Text from Revelation to Compilation A Comparative
Study with the Old and New Testaments (Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai
Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, 97.
Al Faruqi Dkk, Atlas Budaya Islam, Mizan, Bandung, 2003

Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, terj. Ilyas Hasan
Bandung, Mizan, 2001
Al Mu’jam Alwajis, Majma’al Lughah Al- Arabiyah, 1995

Anbari, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Jakarta, Logos,
1998

Armando, Ensiklopedia Tematis Dunia Isam, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002

Armando, Ensiklopedi Islam,Jakarta, ikhtiar Baru, Vn Hoeve, 2005

Badri Yatim, Historiografi Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997

Desi Wulandari, Makna Filosofi Pada Karya Lukis Kaligrafi Syahdu Ramadhan, Universitas
Pendidikan Indonesia, 2019

Dudung, Metodoloi Penelitian Sejarah, Yogyakarta, Ar Ruzmedia 2007

16
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

Dudung, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta Ombak, 2011

Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta, Logos, 1999

Hasan Maarif, Kaligrafi Islam Indinesia,

Irsyad Al-Qashid, Bab Hasyr Al Ulum, Subh As-Syafi Shina’ah, Al-Insani, Kairo

Iskandari,Al Wasith Fil Adabil Arabi Wa Ttarikhi, Darul Maarif, 1961

Festival Muharram, Dari Tulis Ke Lukis, Pameran Kaligrafi Islam 7 Desember -31 Maret 2011

Fitriyani, Seni Kaligrafi Peran Dan Kontribusinya Tehadap Peradaban Islam, el-Harakah, vol
13, no 1, 2011

Fitianai, Seni Kaligrafi Peran Dan Kontribusi Terhadab Peradana Islam, UIN Malang, 2009
Ghanim, Rasm Al-Mushaf Dirasah Lughawiyah, Tarikhiyah, Dar Imar Li Al-Nasyr Wa Al-
Tauzi, 2001

Habibullah Fadhaili, Atlas Al-Khat Wa Al-Khuthuth Ter. Muhammad Al-Tunji, Syiria, Dar Al
Tsalas Al-Dirayat Wa Al-Tarjamah Al-Nasyr, 1993

Kadar, Studi Al-Qur’an, Jakarta, Amzah, 2009

KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta, Gramedia Pustaka, 2008

Khoiri Ilham, Al-Qura’an Dan Kaligrafi Arab, Jakarta, Logos, 1999

Laili, Seni Kaligrfi Peran Dan Kontibusi Terhadap Peradaban Islam, UIN Malang, 2009

Luluk, Metode Dan Pendekatan Dalam Studi Islam Pembacaan Atas Pemikiran Charles J
Adam, Jurnal Islamica, Vol 2, No 1 September 2007

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta, UI-Perss, 2008

Louois Gottschalk, Menegerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta, UI. Press, 1983

Majalah Promo Karawanag, Periode Awal Sejarah Syekh Qura, Ed V, Februari 2012

Masyhuri, Wawasan Seni Kaligrafi Islam Ponorogo, Darul Huda Mayak, 2011

Marzuku, Motodologi Riset, Yogyakarta, PT Prasetia Widya Pratama, 2002

Muhammad, Al-Kahait Aljazair, Dirasah Fi Khututh Al-Msahif, 2016

M.M Al- A’zami, The History of The Qur’anic Text from Revelation to Compilation A
Comparative Study with the Old and New Testaments (Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu
sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, terj.
Sohirin Solihin, dkk, Depok: Gema Insani, 2008
Philip K Hitti, History Of Arab, Terj. Cecep Lukman Yasin, Jakarta, Serambi,2002
Salim Ahmad, Al-Khat Jazair Al-Mabshuth, Dirasah Fi Khututh Al-Mashahif, Al Mahrajan,
2016
Sirajjudin AR, Kaligrafi Dalam Karya Lukis Indinesia Mutakhir Di Antara Modifikasi Gaya
Kaligrafi Tradisional, Jakarta, 1995

Sirojudin, Kaligrafi Islam, Jakarta, Multi Kreasi Singgasana,1987

17
Prosiding
KONFERENSI ILMIAH MAHASISWA UNISSULA (KIMU) I
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, 9 Maret 2021.

Sirajudin, Seni Kaligrafi Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000


Sirojuddin AR, Keterampilan Menulis Kaligrafi Bagi Santri Di Pondok Pesantren Model
Pengembangan Ilmu Dan Keterampilan, Jakarta, Departemen Agama Ri, 2001

Sirajudin, Lukisan Tembok, Kaligrafi Dan Arabes, Dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam,
Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2009

Sirojuddin AR, Memahami Seni Khat Via Kehakiman MT, Kalimantan Barat, 2001

Sirajudin, Pengantar Kuliah Seni Islam, Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2004

Sirojuddin A. R., “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia,” Al-Turāṡ, XX, no. 1
Januari 2014

Sirojuddin AR, Poteret Dan Potensi Pengembangan Kaligrafi Islam Di Indinesia, Jakarta
LPTQ Nasional, 1994

Sirajudin, Potret dan Potensi Pengembangan Seni Kaligrafi Al-Qur’an di Indonesia, Jambi,
Budaya Jambi, 1997

Sirajudin, Seni Kaligrafi Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000

Sirajudin, Lukisan Tembok, Kaligrafi Dan Arabes, Dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam,
Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2009,

Sholihin Dkk, Sejarah Teks Al-Quran Dari Wahyu Sampai Kompilasi, Depok Gema Insani,
2008

The Encyclopedia Britania, USA, 1970, Vol 4 Hal 656

18

Anda mungkin juga menyukai