Anda di halaman 1dari 10

Ilmu Kaligrafi dalam Tinjauan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi

Asih Pertiwi
Pacsasarjana UIN Walisongo Semarang

Abstrack
Calligraphy literally means beautiful writing. Its can not be addressed to a
writing that always comes from Al-Quran. The science of calligraphy has a long
history of development. The famouse calligraphy because it was first introdused by
Muslim immigrants with accepted and preserved to this day.
Key Words: History of Calligraphy, Islamic Callligraphy, Contemprary Calligraphy.
Pendahuluan
Dalam duni filasafat, estetika dikenal sebagai salah satu cabang ilmu yang bertujuan
untuk mencari hakikat tentang nilai-nilai indah dan nilai-nilai buruk terhadap sesuatu.
Keindahan yang tampak pada alam semesta merupakan perwujudan dan manifestasi
pancaran nur (keindahan) ilahi. Pengalaman estetik spiritual segaris lurus dengan
spiritualitas agama yang mengajak kepada pengakuan akan kebesaran ilahi dan penyerahan
total kepada kebenaran. Pengalaman tersebut kemudian diekspresikan ke dalam seni sebagai
bentuk nyata dari tuntutan moral dan intelektual untuk berpartisipasi di dalamnya.
Apapun bentuk dan jenis ekspresi seni dalam jangkauan Islam dapat digologkan
sebagai sarana atau medium komunikasi untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang
indah. Estetika dipandang sebagai inti ajaran Islam yang bisa membawa kepada kesadaran
terhadap ketauhidan. Lebih jauh, dielektika seni Islam dengan kebudayaan menghasilkan
beberapa bentuk dan tipe antara lain Seni Sastra, Seni Kaligrafi, Seni Ornamentasi, Seni
Ruang dan Seni Suara.
Kaligrafi adalah suatu seni artistik tulisan tangan yang dihormati di antara berbagi
seni rupa Islam karena merupakan alat utama untuk melestarikan Al-Quran. Penolakan
penggambaran figuratif karena dapat mengarah pada penyembahan berhala, menyebabkan
kaligrafi dan penggambaran abstrak menjadi bentuk utama ekspresi seni dalam berbagai
budaya Islam, khusunya dalam konteks keagamaan.
Kaligrafi Islam juga sering disebut sebagai kaligrafi Arab yang meliputi hal
penjilidan yang berkembang di negara-negara yang umumnya memiliki warisan budaya
Islam. Bentuk seni ini berdasarkan tulisan Arab dan dalam waktu yang panjang telah
digunakan oleh banyak umat Islam utnuk menulisnya dalam bahasa masing-masing.
Tinjauan Ontologi Ilmu Kaligrafi Islam
1. Pengertian Ilmu Kaligrafi Islam
Ungkapan kaligrafi datang dari bahasa Inggris, Calligraphy yang berarti tulisan
tangan yang sangat indah1, secara etimolgis berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘kalios’ yang

1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2007, hal. 95
berarti indah dan ‘graphia’ yang berarti coretan atau tulisan, dan disebutlah dengan tulisan
indah. Dalam bahasa Arab disebut Khat yang berarti menulis atau menggaris2 dan disebut
Fann Al-Khaṭ dalam asrti seni memperhasul tulisan dan memperbaiki coretan.3
Kaligrafi ditemukan pertama kali di Mesir. Kemudian kaligrafi tersebar ke Asia,
Eropa, dan telah mengalami perubahan. Akar kaligrafi Arab (kaligrafi Islam) adalah tulisan
Hieroglif Mesir (Kanaan, Semit) lalu, terpecah menjadi khat Feniqi (Fenisia) yang terpecah
lagi menjadi Arami (Aram) dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadits).
Secara terminologi, Syaikh Syam al-Din al- Afkani mengatakan: kaligrafi adalah
suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara
merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis diatas garis-
garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis; mengubah
ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya.4
Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khath al-
Arabi wa Adabihi pernah mengumpulkan sekitar tujuh macam pengertian kaligrafi atau khat
dan kemudian menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu
kepandaian untuk mengatur gerakan ujung-ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam tata
cara tertentu. Yang dimaksud dengan “pena” di sini adalah pusat gerakan ujung-ujung jari;
sementara “tata cara tertentu” merujuk pada semua jenis kaidah-kaidah penulisan5
Ditinjau dari segi falsafahnya, seni kaligrafi merupakan kelanjutan dari watak agama
Islam sebagai “agama melek huruf”. Al-quran sendiri artinya bacaan yangmengasumsikan
bahwa setiap umat Islam harus pandai membaca sesuai dengan Q. S. Al-Alaq ayat 1-5.
Secara sosiologis agama Islam mempunyai reputasi sebagai agama yang memperkenalkan
tradisi membaca. Sebagai agama yang melek huruf, seni kaligrafi merupakan kelanjutan dari
dorongan yang sangat kuat dalam agama Islam, di mana setiap orang Islam harus pandai
baca-tulis. Maka dari itu ekspresi seni Islam yang pertama adalah tulisan.6
Kaligrafi merupakan puncak seni Islam yang memiliki nilai seni secara ganda. 7
Pertama, ia merupakan arabesque 8 yang tampak, yang terdiri dari garis-garis yang lentur
yangbisa dibentuk menjadi berombak, direntangkan, dibengkokkan, dimiringkan, dibentuk
menjadi desain yang kaku, patah-patah, bersiku-siku atau kursif, dan dihiasi dan diberi
hiasan bungan menjadi pola geometris. Kedua, isi diskursif dari kata-kata yang disalintulis

2 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, hal. 350
3 Al-Mu’jam Al-Wajiz, Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah, 1995, hal. 20
4 Nurmillah Azkiyah, Makalah Khat, 2016, di akses dari
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/457/jbptunikompp-gdl-agungyuwan-22808-3-unikom_a-i.pdf pada tanggal 2
November 2017
5 Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al- Kurdi al-Makki al-Khaththath, Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi,
Hijaz:1982, hal.17
6 Budhi Munawar Rahman, “Dimensi Esoterik dan Estetika Budaya Islam” dalam Zakiyuddin Baidawy dan
Mutohharun Jinan (ed), Agama dan Pluralisme Budaya Lokal, Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial
Universitar Muhammadiyah Surakarta, 2002, hal. 97
7 Ismail Raji al-Faruqi, Islam Sebuah Pengantar, Bandung: Pustaka, hal. 84
8 Arabesque (seni ornamen Islam) artinya bentuk dekorasi artistik yang terdiri dari dekorasi permukaan atau
garis lurus.
menyajikan sesuatu secara langusg pada pikiran, di samping apa yang disuguhkan pada
indera. Di sini biasanya berlaku pada ayat dan hadis Nabi.9
Seni Islam sangat berbeda dengan seni di luar Islam, karena: 1) kesenian Arab
menggabungkan hurufsehingga dapat dibaca, mata dapat melihat, frase dan kalimat
menggunakan intuisi rasa; 2) membentuk huruf-huruf yang dapat menjangkau,
memperpanjang, membentuk huruf-huruf yang dapat menjangkau, memperpanjang,
menyingkat, condong, menyebar, menguat, membagi, mempertebal, mempersempit,
memperluas sebagian atau keseluruhan huruf abjad menjadi materi seni yang baku dan dapat
mewujudkan pola estetika apapun, termasuk kaligrafi; 3) pembuat seni kaligrafi dapat
mempelajari kesenian Arab, khususnya hiasan bungan dan gepmetris; 4) pembuat kaligrafi
menciptakan huruf abjad bukan hanya menerima hiasan seni Arab saja tapi
menggabungkannya salah satu dasar sastra Arab.10
Model seni kaligrafi dalam Islam dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu kufi
berbunga (garis vertikal diberi bentuk daun dan bungan; kufi jalin atau anyaman (garis
vertikal dibuat bagaikan anyaman); kufi hidup (huruf-hurufnya diakhiri dengan gambar
stilisasi bintang atau manusia). Gaya ini beberapa abad dipakai untuk membuat hiasan pada
ekstil, keramik, mata uag, alat makan, batu nisan, dan bangunan arsitektur. Sedangkan
model lain adalah naskhi (diciptakan oleh ibnu muqlah), terdiri gaya sittah (bentuk tulisan
kursif’enam’ sulus (tulisan dekoratif) yang dipakai untuk arsitektur, benda-benda kecil,
judul dekoratif, dan solofon (emblem) untuk al-Quran dan naskah lainnya.11
Adapun kaligrafi kontemporer dapat dibagi menjadi: 1) kaligrafi tradisional, yang
menekankan tradisi abstrak, pesan diskursif dan huruf indah, bukan penggambaran benda-
benda alam. 2) kaligrafi figural, mengombinasikan motif-motif dan unsur-unsur kaligrafi
dalam berbagai bentuk dan gaya, 3) kaligrafi ekspresionis, berupa hasil akulturasi antara
seni Islam dan seni orientasi dan artistiknya dipengaruhi oleh Barat.12
Tinjauan Epistimologi Ilmu Kaligrafi
1. Sejarah Kemunculan Tulisan
Beragam pendapat dikemukakan, tentang siapa yang pertama kali menciptakan
kaligrafi. Untuk mengetahuinya, cerita-cerita keagamaan adalah beberapa kemungkinan
yang dapat dijadikan pegangan. Para Muarrikh13 dari Arab mencatat, bahwa Nabi Adam
AS lah yang pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut datang dari Allah
SWT sendiri melalui wahyu. “Allah mengajari Adam pengetahuan tentang semua nama”,
seperti yang diterangkan dalam al Qur’an (Surat Al Baqarah, ayat 31). Dikatakan, bahwa
300 tahun sebelum wafatnya, Adam menulis di atas lempengan tanah yang selanjutnya

9 Masmedia Pinem, “Ekspresi Seni dalam Islam: Kajian atas Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi. Puslitbang
Lektur dan Khazanah Keagamaan. Vol. 5, No. 2, Jakarta: 2012, hal. 271-287
10 Ibid
11 Ibid
12 Ibid
13 Penyebar berita
dibakar menjadi tembikar. Setelah bumi dilanda banjir di zaman Nabi Nuh AS dan air
sudah surut, setiap bangsa atau kelompok turunan mendapatkan tembikar bertulisan
tersebut. Di samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagaman lainnya, di antranya ada
yan percaya bahwa bahasa atau sistem tulisan berasal dari dewa-dewa.
Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra, namun
tradisi tulis-menulis masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan beberapa bangsa di
belahan dunia lainnya. Di antaranya adalah bangsa mesir dengan tulisan Hierogliph
(4000 SM) tulisan ini dianggap sebagai cikal bakal tulisan tulisan Arab (kaligrafi),
bangsa indian dengan tulisan Devanagari (abad 3 SM), bangsa Indian dengan Azteka
(abad 1 SM), dan berbagai bangsa lainnya yang telah lebih dulu memiliki jenis
huruf/aksara.
Tulisan muncul dan dapat dilacak keberadaannya dari sisa-sisa tembikar pada masa
lalu. Orang-orang dulu menuliskan beberapa huruf sebagai suatu kesusastraan tradisi
artistik pada tembikar atau pada makam. Mereka lebih senang menggunaka bahasa lisan
ataupun isyarat dari pada tulisan. Pada awalnya hieroglif dianggap sebagai simbol ide
darai pada sebuah gambar objek, dari penggunaan simbol Matahari digambarkan dengan
piringan, bulan digambarkan dengan sabit, orang dengan gambar orang, air dengan garis
yang kesemua itu tidak dapat mewakili sifat seperti pikiran, panas, hari, dan lain-lain
sehingga piringan juga dapat diartikan sebagai hari bukan hanya Matahari ini disebut
ideogram dan picturegram.
Dari ideograf ke fonogram yaitu simbol yang mewakili bunyi untuk objek
sesungguhnya. Misalnya gambar lebah bukan berarti sebuah serangga, tapi lebah itu
sendiri. Daun mewakili arti dari percaya. Dari fonogram kemudian dikembangkan satu
seri tanda, masing-masing mewakili satu huruf. Dalam penulisan, orang mesir hanya
menggunakan huruf konsonan serta masih tetap menggunakan simbol-simbol lama
dalam tulisan mereka. Sehingga berjalannya waktu tulisan tersebuat menjadi sangat
rumit dan tidak dapat dipahami oleh orang awam.
Sistem penulisan hieroglif dapat dimulai dari kanan ke kiri, kiri ke kanan, atas ke
bawah, atau bawah ke atas, namun biasanya dari kanan ke kiri seperti tulisan arab.
Tulisan hieroglif memiliki 3 jenis penulisan yaitu Phonetic Reading (fonetis alam) yaitu
simbol yang dibaca sesuai dengan karakter visualnya. Phonetic Complemen (pelengkap
fonetis) yaitu dua karakter abjad ditambahkan demikejelasan ejaan dari hieroglif
terdahulu. Semantic Reading (determinatif) yaitu simbol-simbol yang dimaknai dengan
membaca, ada yang disebut dengan logogram (ideogram) dan semagram (simbol
semantik yang menentukan makna).
Salah satu bangsa yang telah lebih dulu memiliki peradaban tentang seni tulisan dan
dianggap sebagai salah satu jenis kaligrafi tertua dalam sejarah peradaban manusia
adalah bangsa Tiongkok dengan aksara Hanzi (abad 1 SM). Bangsa Tiongkok juga
tercatat dalam sejarah sebagai peradaban yang menyumbangkan kertas bagi Dunia pada
tahun 101 Masehi.14
Sejarah Munculnya Kaligrafi Islam
Kaligrafi dikenal sebagai tulisan Arab yang memiliki seni artistik, namun
penyebutan kaligrafi juga muncul di Tiongkok sebagai tulisan dari aksara Hanzi yang
ditulis dengan sangat indah. Adapun kaligrafi yang dikenal di Indonesia adalah kaligrafi
Islam yang masuk sekitar abad ke 9 M sehingga penyebutan kaligrafi di Indonesia
berkonotasi dengan kaligrafi Arab atau Islam.
1.1 Tulisan Arab Pra-Islam
Sejarah tulisan huruf-huruf Arab berasal dan berkembang tulisan bangsa-
bangsa sebelumnya. Penggunaan tulisan hieroglif berhenti setelah penutupan seluruh
gereja non-kristen pada tahun 391 M oleh Kaisar Roman, Theodosius I: yang tertulis
dalam prasasti terakhir dari Philae, The Graffito of Roman. Dari bangsa Mesir itu
yang menggunakan tulisan hieroglif berkembang tulisan Phoenicia (bangsa yang
mendiami wilayah Libanon sekarang) kemudian terpecah menjadi tulisan Latin
(Yunani dan Romawi) dan tulisan Semantik (Aramean). Tulisan Aramean inilah
cikal bakal tulisan Ibrani dan Arab.
Dari perkembangannya, tulisan Arab lahir dari perkembangan tulisan Arami
(Araeman), Nabati (Nabatean), dan berakhir menjadi tulisan Hejazi. Tulisan terakhri
inilah yang kemudian berkembang di wilayah Arab sebelum dakwah Nabi
Muhammad SAW. Di antara bukti-bukti yang dapat mengukuhkannya adalah batu-
batu yang dipahat dengan khat Arab yang dijumpai di sebelah utara Hijaz. Khat-khat
tersebut diduga mempunyai hubungan dengan kebudayaan Persia dan Roma.
Aramean adalah bangsa yang menduduki kawasan Mesopotamia dan
bercampur dengan bangsa lain di wilayah itu. Berbicara bahasa Semit Barat dari
bahasa Aram lama (1100 SM-200 M) namun tulisan mereka menggunakan abjad
Fenisia, kemudian di modifikasi secara khusus menjadi abjad Aram.
Suku Nabetean berasal dari keturunan nabi Ismail. Nabi Ismail diberi karunia
dua belas putra, di antaranya bernama Nebajoth atau Nabat, dari keturunan Nabat
inilah akhirnya muncul dinasti Nabatean (600 SM -50 M). Salah satu bukti dari
peninggalan kerajaan ini adalah Petra.15 Tulisan Nabatean merupakan evolusi dari

14 Tionghoa Info, Asal Usul Seni Kaligrafi Tionghoa, 2015, diakses dari www.tionghoa.info/asal-usul-seni-
kaligrafi-tiongkok pada tanggal November 2017
15 Sebutan lain “Kota di Dinding Batu”. Dibanung dengan menggali dan mengukir cadas setinggi 40 meter.
Memiliki tekhnologi perairan canggih pada masa itu sehingga tidak pernah kekeringan ataupun dilanda banjir.
tulisan Suryani. Pada abad 2 SM sampai 4 abad sesudahnya abjad Nabatean
berevolusi menjadi huruf Arab.16
Tulisan Hejazi berkembang di sekitar Syiria dan Damaskus pada abad ke 25
M bergerak menuju daerah Anbar di Irak Utara, kemudian ke Hierah (anatar Njef
dan Kuffah) kemudian ke Himyah, Yaman Selatan, dari Himyar ke Buq’ah, lalu ke
Thaif dan akhirnya ke Makkah. Jenis huruf yang berkembang mellaui jalur ini adalah
tulisan Arab atau Khat Hejazi atau Makki (sekarang Khat Naskhi).17
1.2 Tulisan Arab pada Masa Islam
Dalam sejarah peradaban Islam, seni tulis huruf Arab yang isinya berupa
potongan ayat Alqur’an atau Hadits Nabi SAW ini mempunyai tempat yang sangat
istimewa. Setiap muslim percaya bahwa Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan
oleh Allah Swt ketika menurunkan Al-qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Bahasa ini juga digunakan dalam seluruh tata peribadatan oleh kaum muslimin di
seluruh dunia. Karena di dalam ajaran Islam lukisan berupa mahluk hidup adalah
termasuk sesuatu yang dilarang, maka kaum muslimin mengeskpresikan gairah
seninya antara lain lewat seni kaligrafi ini. Karya-karya kaligrafi ini banyak menjadi
hiasan di banyak bidang, mulai dari bangunan, koin, seni dekoratif, permata, tekstil,
senjata sampai manuskrip.18
1.2.1 Tulisan Arab pada Masa Nabi dan Khulafaurrasyidin
Nabi Muhammad menerima wahyu dan menyiarkannya sampai wafat
pada tahun 632 M, sesudah itu wahyu tidak turun lagi dan penyebarannya
dari orang mukmin yang satu kepada yang lain secara lisan oleh para Huffaz
(penghafal Al-Quran). Pada tahun 633, sejumlah Huffaz ini terbunuh dan
memberikan peringatan kepada kaum muslimin, khususnya Umar bin
Khattab. Umar mendesak Khalifah pertama Abu Bakar supaya mengerjakan
penulisan mushaf al-Quran. Penyusunan mushaf ditetapkan oleh Khalifah
ketiga yaitu Usman bin Affan. Adapun penetapan tanda-tanda huruf agar
tulisan mudah dibaca adalah pada masa Ali bin Abi Thalib.19
Ketika agama Islam muncul, tulisan Aab sudah berkembang menjadi
beberapa nama yang tersebar du kawasan jazirah Arab. Anatar lain Hieri
(dari kota Hirah) yang kelak disebut dengan Kufi, Anbari (dari kota Irak),
Makki (dari kota Makkah), Hejazi (karena berasal dari atanah Hijaz) kelak
disebut Naskhi.20

16 Masmedia Pinem, “Ekspresi Seni dalam Islam: Kajian atas Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi. Puslitbang
Lektur dan Khazanah Keagamaan. Vol. 5, No. 2, Jakarta: 2012, hal. 271-287
17 Ibid.
18 Ibid.
19Ibid.
20 Ibid.
1.2.2 Tulisan Arab pada Masa Kekhalifahan Bani Umayah
Kebangkitan baca tulis kaum muslimin dimulai sejak tahun 2 Hijriyah
ketika Rasulullah mewajibkan kepada tawanan perang yang tidak mampu
membayar tebusan untuk mengajari baca tulis kepada orang muslimin. Pada
masa itu kaligrafi masih menggunakan Khat Kufi ( khat yang berbentuk siku)
yang merupakan kaligrafi paling tua. Kufi saat itu masih belum mepunyai
tanda baca sampai pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib tulisan tersebut
mempunyai tanda baca dengan sempurna.21
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah mulai timbul ketidakpuasan
terhadap khat kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan, sehingga
dimulailah perumusan tulisan yang lebih lembut dan mudah digoreskan.
Meskipun sebenarnya Bahasa Arab telah berkembang jauh sebelum Islam
lahir, tetapi bahasa ini menyebar dengan cepat sejalan dengan perkembangan
agama Islam. Khalifah Abdul Malik (685-705 M) dari Bani Umayyah
membuat sebuah keputusan politik yang sangat penting dalam bidang ini
yaitu dengan menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi seluruh wilayah
Islam, meskipun pada awalnya Bahasa Arab bukan bahasa yang dipakai di
wilayah-wilayah tersebut.Perumusan tersebut menghasilkan beberapa jenis
tulisan yaitu, Khat Tumar, Jalil, Nisf, Tsulus dan Tsulusain. Tokoh kaligrafi
saat itu yangterkenal adalah Qutbah al-Muharrir.22
Pada awalnya, kaligrafi Islam banyak ditulis di atas kulit atau daun
lontar. Penemuan kertas di Cina pada pertengahan abad 9 M berperan cukup
besar dalam perkembangan seni ini, kertas harganya relatif lebih murah,
cukup melimpah, mudah dipotong dan dari sisi teknik pewarnaan lebih
mudah daripada bahan-bahan yang dipakai sebelumnya.23
Ibnu Muqla (886-940 M) adalah salah seorang kaligrafer terbaik pada
masa awal perkembangan seni kaligrafi Islam. Dia mengembangkan prinsip-
prinsip geometris dalam kaligrafi Islam yang kemudian banyak digunakan
oleh para kaligrafer yang datang sesudahnya, dia juga berperan
mengembangkan tulisan kursif yang di kemudian hari dikenal sebagai gaya
Naskh yang banyak dipakia untuk menulis mushaf Alqur’an. 24
1.2.3 Tulisan Arab pada Masa Khalifah Bani Abbasiyah dan Seterusnya
Pengembangan kaligrafi terus dikembangkan sampai pada zaman
Bani Abbasiyah sehingga muncul kaligrafi yang merupakan gaya baru

21 Ibid.
22 Ibid.
23 Agung Yuwan, Kaligrafi Islam, diakses dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/457/jbptunikompp-gdl-
agungyuwan-22808-3-unikom_a-i.pdf pada tanggal 17 November 2017
24 Ibid.
ataupun modifikasi gaya lama seperti, Khat khafif Tsulus, Khafif Tsulusain,
Riyasi dan al-Aqlam as-Sittah (Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’ah
dan Tauqi). Adapun tokoh-tokoh kenamaan pada masa ini adalah Ibnu
Muqlah, Ibnu Bauwab dan Yaqut al-Musta’tsimi.
Pada masa dinasty Mamluk di Mesir (1252-1517) dan dinasty safawi
di Persia muncul 3 gaya baru, yaitu Farisi, Nasta’liq dan Syiyastekh.
Kemudian pada masa dinasty Utsmaniyah (1281-1924) di turki lahir gaya
Diwani.
Kiblat kaligrafi Islam sejak abad 15 berpindah ke Turki. Dari awal
Islam sampai sekarang terdapat lebih dari 400 gaya penulisan Kaligrafi,
tetapi yang mampu bertahan sampai sekarang hanya 8 jenis, di antaranya
Naskhi. Tsulusi, Raihani, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Riq’ah dan Kufi.
1.2.4 Kaligrafi di Indonesia
Di antara semua perwujudan seni budaya Islam di Indonesia, agaknya
seni kaligrafi berada pada kedudukan yang sangat menentukan. Sebab
kaligrafi merupakan bentuk seni kebudayaan Islam yang untuk pertama kali
ditemukan di Indonesia. Kaligrafi menandai bahwa Islam telah masuk di
Indonesia. Ini dibuktikan dari hasil penelitian tentang arkeologi kaligrafi
Islam di Indonesia yang di lakukan oleh Dr. Hasan Muarif Ambary.
Menurutnya setelah mengkaji secara etikgrafis, telah berkembang kaligrafi
gaya Kufi (abad IX-XV M), gaya Sulus dan Nasta’lik (abad XII- XIX M)
serta gaya kontemporer lain (sejak abad XIX sampai beberapa abad
kemudian).
Data-datanya ditemukan pada batu nisan, makam raja-raja Islam Aceh,
kompleks makam di Troloyo, Mojokerto, Keraton, Cirebon, Mataram,
Ternate, Jawa, Madura, dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Namun
dalam kesenian kaligrafi itu sendiri memiliki rumus–rumus kaligrafi yang
paling banyak digunakan, mencakup bentuk-bentuk huruf tunggal, gaya
sambung, kemudian mengolahnya menjadi rangkaian kata-kata atau kalimat.
Tinjauan Aksiologi Ilmu Kaligrafi
1. Media Komunikasi
Sebagai media komunikasi, tulisan dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan
pesan, dari seseorang ke orang lain dari komunikan ke receiver (penerima).
Melalui tulisan, orang bisa menuangkan ide-ide dan buah pikirannya. Dengan tulisan,
kita dapat mengetahui karakter seseorang, misalnya: pemarah, penyabar, ulet, atau orang
yang tekun.
Tulisan yang kecil-kecil, teratur dan halus mengidentifikasikan keuletan dan
ketelitian penulisnya. Tulisan yang besar-besar dan tidak teratur bisa diartikan sebagai
suatu ketergesa-gesaan. Sehubungan dengan itu Muhammad Thahir Ibnu Abdal Kadir
al Kurdi menyatakan bahwa, tulisan dapat menggambarkan postur tubuh seseorang,
misalnya tulisan dengan susunan pendek dan rapat cenderung ditulis oleh orang
berpostur tubuh pendek. Demikian pula orang yang tinggi cenderung menulis secara
jarang dan tinggi pula. Bahkan seseorang yang peka melihat sebuah tulisan dapat
membedakan antara tulisan pria dan wanita, tulisan wanita lelih molek dari tulisan pria
yang setara. Namun pada kenyataannya tidak banyak wanita yang ahli kaligrafi, wanita
biasanya tidak tahan menghadapi kesulitan, berbeda dengan pria yang biasanya lebih
tabah, tekun, dan sabar.
Tulisan dapat pula dijadikan sebagai data pelacakan sebagaimana halnya tangan
tangan, yang dapat menginformasikan siapa gerangan penulisnya. Seperti juga dengan
sidik jari, tiada dua orang yang memiliki tulisan yang sama persis, sekalipun mereka itu
saudara kembar. Sebagai media komunikasi, aksara indah Islam dituntut kejelasan
tulisan, huruf demi huruf, agar dapat dibaca dengan jelas sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh penulisnya.
2. Media Ekspresi
Aksara indah Islam dapat pula dijadikan sebagai media ekspresi. Hal itu dibuktikan
oleh beberapa pelukis papan atas Indonesia seperti: Ahmad Sadali, A. D. Pirous, Amri
Yahya, Amang Rahman, HD. Sirojuddin AR, Abay D. Sabarna, Saiful Adnan, Abas
Alibasyah, Fadjar Sidik, dan yang lainnya, termasuk maestro seni lukis Indonesia
Affandi pernah juga membuat kaligrafi Islam. Walau itu adalah lafadz “Allah” yang
ditempatkan di sisi atas bidang kanvasnya digabungkan dengan lukisan potret diri
Affandi yang khas.
Sebagaimana media ekspresi lainnya, aksarindah yang ditorehkan di atas bidang
kanvas tidak berhenti pada tulisan saja. Lebih dari itu mendapatkan tambahan elemen-
elemen seni rupa pada umumnya, seperti elemen warna, tektur dan garis. Pengaturan
komposisi, irama, dan gelap terang. Unity atau kesatuan baik antara kesatuan elemen
seni rupa, maupun kesatuan tema, juga mendapat perhatian dalam karya seni
aksarindah Islam.
Sehubungan dengan itu, menurut A.D Pirous dalam buku karangan Ilham Khoiri R.,
“Al-quran dan Kaligrafi Arab”, menyatakan bahwa ketika kaligrafi itu dituliskan dengan
tambahan emosi yang melebihi proporsinya sebagai alat komunikasi, maka ia akan
memiliki proses tambah. Kaligrafi bisa menjadi karya yang memendam estetika yang
mendalam.

DAFTAR PUSTKA
al-Faruqi, Ismail Raji, Islam Sebuah Pengantar, Bandung: Pustaka

al-Khaththath, Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al- Kurdi al-Makki, Tarikh al-Khath al-
Arabi wa Adabihi, Hijaz:1982

Al-Wajiz, Al-Mu’jam ,Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah, 1995

Azkiyah, Nurmillah, Makalah Khat, 2016, di akses dari


http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/457/jbptunikompp-gdl-agungyuwan-22808-3-
unikom_a-i.pdf pada tanggal 2 November 2017

Echols , John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2007

Info, Tionghoa, Asal Usul Seni Kaligrafi Tionghoa, 2015, diakses dari www.tionghoa.info/asal-
usul-seni-kaligrafi-tiongkok pada tanggal November 2017

Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawwir kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif,


1997

Pinem, Masmedia, “Ekspresi Seni dalam Islam: Kajian atas Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi.
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan. Vol. 5, No. 2, Jakarta: 2012

Pirsada, Agung, Sejarah Tulisan Arab, 2017, diakses dari


www.academia.edu/sejarah_tulisan_arab pada tanggal 18 November 2017

Rahman, Budhi Munawar, “Dimensi Esoterik dan Estetika Budaya Islam” dalam Zakiyuddin
Baidawy dan Mutohharun Jinan (ed), Agama dan Pluralisme Budaya Lokal, Surakarta:
Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitar Muhammadiyah Surakarta, 2002

Yuwan,Agung, Kaligrafi Islam, diakses dari


http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/457/jbptunikompp-gdl-agungyuwan-22808-3-
unikom_a-i.pdf pada tanggal 17 November 2017

Anda mungkin juga menyukai