27
kalimat sastra yang berbentuk huruf Latin, huruf China, huruf Jepang, huruf India, huruf
Sansekerta maupun huruf Jawa.
Pengertian masyarakat umum memang mempunyai pandangan dan pengertian yang
kurang tepat, yang mengartikan bahwa kaligrafi adalah modifikasi keindahan pada bentuk-
bentuk huruf Arab saja. Walaupun hal itu juga tidak dapat dipungkiri lagi karena yang
berkembang pesat di wilayah kita (Indonesia) adalah banyaknya kreasi-kreasi kaligrafi yang
ada merupakan bentuk keindahan huruf Arab. Hal ini memang sangat erat kaitannya dengan
mayoritas seniman kaligrafi yang ada di Indonesia kebanyakan hanya mengembangkan
kaligrafi Arabic.
Memang tidak dapat dipungkiri seniman berkarya juga terikat dengan penikmat seni
yang ada di suatu wilayah. Penikmat kaligrafi Indonesia karena kebanyakan kaum muslimin,
senimanpun menciptakanya disesuaikan dengan keadaan tersebut. Kalau kita mau melihat
lebih luas, sebenarnya banyak juga ditemukan keindahan bentuk huruf ini yang berbentuk
huruf selain huruf Arab.
Keindahan bentuk huruf Jawa, sebelum pada tahun 70-an masih sering ditemukan di
wilayah Jawa. Di pedesaan banyak pula anak-anak muda dan orang dewasa berkarya
memodifikasi/menggayakan huruf Jawa sedemikian indahnya pada era sebelum tahun 70 an.
Contoh yang pernah terjadi di daerah Kunden Langenharjo Kendal pada masa lalu, yang
sekarang sudah mulai jarang ditemukan lagi atau mungkin malah sudah tak ada lagi karena
generasi sekarang banyak yang tidak mengenal huruf Jawa. Hal itu hanyalah salah satu contoh
saja bahwa kaligrafi bukanlah khusus untuk huruf Arab.
Dari sekian jenis bentuk kaligrafi yang telah disebutkan di atas yakni bentuk kaligrafi
huruf Arab, huruf Latin, huruf China, huruf Jepang, huruf India, huruf Sansekerta maupun
huruf Jawa, akan tetapi materi kaligrafi yang akan dipaparkan di bawah ini adalah bentuk
kaligrafi Arab.
Kaligrafi Arab adalah sebuah tulisan berbahasa arab yang ditulis dengan bentuk yang
indah. Bentuk tulisan Arab ini sering disebut dengan khat. Kaligrafi merupakan seni arsitektur
rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat jasmani. Kaligrafi atau khat, dilukiskan
sebagai kecantikan rasa, penasehat pikiran, senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dan
berbagai masalah kehidupan. Oleh sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam
tubuh manusia”.
Khat merupakan seni yang cukup luas dalam pengembangan kreatifitas dan keindahan
bentuk tulisan Arab dengan tidak merubah kaidah tulisan Arab beserta artinya. Para pelukis
atau penulis kaligrafi memiliki inspirasi yang sangat banyak dan imajinasi yang tinggi untuk
menuangkan penulisannya, termasuk dalam seni kaligrafi Islam atau yang biasa disebut
kaligrafi arab. Kekhasan yang sama pada seni kaligrafi adalah kreatifitas seniman di dalam
memvisualisasikan bentuk karya ciptanya. Ada yang mempunyai kecenderungan kretifitas
pada objek utamanya saja, ada pula hurufnya masih manual tetapi dipadukan latar
belakangnya yang dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga kreatifitasnya lebih diutamakan
pada backgroundnya, adapula yang keduanya dipadukan artinya baik huruf maupun latar
belakangnya digayakan sedemikian rupa, sehingga daya cipta bentuk kaligrafi betul-betul
dimaksimalkan.
Semuanya memang tergantung dari pencipta karya tersebut, lebih fokus dan lebih
enjoy yang mana atau lebih cocok yang mana. Atau mungkin tergantung yang diinginkan oleh
28
nilai pasar (tergantung dari nilai fungsinya). Fungsi kaligrafi tersebut sebagai seni murni (fine
art) atau seni terapan (applied art).
29
bin Affan. Dimana tulisan/mushaf Arab yang dipergunakan adalah Mushaf Utsman yakni
tulisan tanpa membubuhkan tanda harakah (syakal).
Secara garis besar, ada dua bentuk tulisan yang digunakan untuk menyalin wahyu,
yakni.
1. Muqawwar (lengkung atau plastis) /Kursif yang biasa dituliskan di atas daun, kulit dan
semacamnya karena kelembutannya dan dapat digoreskan secara cepat.
2. Mabsut (kaku atau kubis) /Kufi biasa dituliskan di mihrab-mihrab masjid dan lainnya
karena kekakuan dan ukurannya yang besar.
Perkembangannya kaligrafi Arab telah dimulai sejak berabad-abad yang lampau,
dimulai dari pemerintahan Dinasti Ummayah (661-750 M) dengan pusatnya di Damaskus,
Syria sampai pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258 M) dengan pusatnya di
Bagdad, dan berlanjut lagi pada masa-masa pemerintahan Fatimiyah (969-1171 M),
pemerintahan Ayyub (1771-1250 M), pemerintahan Mameluk (1250-1517 M) dengan
pusatnya di Mesir, pemerintahan Usmaniah (1299-1922 M) dan pemerintahan Safavid Persia
(1500-1800 M). Demikian lamanya pengembangan kaligrafi Islam berlangsung hingga
mencapai kematangannya.
Lebih lanjut, perkembangan kaligrafi Arab ini juga dapat dikelompokkan menjadi tiga
periode, yaitu Periode Bani Umayyah, Periode Bani Abbasiyah dan Periode Lanjut.
1. Perkembangan Kaligrafi Arab Periode Bani Umayyah (661-750 M)
Beberapa ragam kaligrafi Arab awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat
dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya utama yang
berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu Mudawwar (bundar),
Mutsallats (segitiga), dan Ti’im (kembar yang tersusun dari segitiga dan bundar).
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah mulai timbul ketidakpuasan terhadap khat
kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan, sehingga dimulailah perumusan tulisan
yang lebih lembut dan mudah digoreskan. Meskipun sebenarnya Bahasa Arab telah
berkembang jauh sebelum Islam lahir, tetapi bahasa ini menyebar dengan cepat sejalan
dengan perkembangan agama Islam. Khalifah Abdul Malik (685-705 M) dari Bani Umayyah
membuat sebuah keputusan politik yang sangat penting dalam bidang ini yaitu dengan
menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi seluruh wilayah Islam, meskipun pada
awalnya Bahasa Arab bukan bahasa yang dipakai di wilayah-wilayah tersebut. Perumusan
tersebut menghasilkan beberapa jenis tulisan yaitu, Khat Tumar, Jalil, Nisf, Tsulus dan
Tsulusain.
Di antara kaligrafer Bani Umayyah yang termasyhur mengembangkan tulisan Kursif
adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan
Tsuluts. Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir dan
penulisan dokumen resmi istana.
Gaya Kursif mengalami perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi,
baik dalam hal keragaman gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al-
Qur’an, kitab-kitab agama, surat-menyurat dan lainnya.
Perkembangan Kufi pun melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun
horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya
Kufi antara lain : murabba’ (lurus-lurus), muwarraq (berdekorasi daun), mudhaffar
(dianyam), dan mutarabith Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya.
30
2. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)
Pengembangan kaligrafi terus dikembangkan sampai pada zaman Bani Abbasiyah
sehingga muncul kaligrafi yang merupakan gaya baru ataupun modifikasi gaya lama seperti,
Khat khafif Tsulus, Khafif Tsulusain, Riyasi dan al-Aqlam as-Sittah (Tsulus, Naskhi,
Muhaqqaq, Raihani, Riq’ah dan Tauqi). Adapun tokoh-tokoh kenamaan pada masa ini adalah
Ibnu Muqlah, Ibnu Bauwab dan Yaqut al-Musta’tsimi.
Ibnu Muqla (886-940 M) adalah salah seorang kaligrafer terbaik pada masa awal
perkembangan seni kaligrafi Islam. Dia mengembangkan prinsip-prinsip geometris dalam
kaligrafi Islam yang kemudian banyak digunakan oleh para kaligrafer yang datang
sesudahnya, dia juga berperan mengembangkan tulisan kursif yang di kemudian hari dikenal
sebagai gaya Naskh yang banyak dipakia untuk menulis mushaf Alqur’an.
Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini
semakin banyak kaligrafer yang lahir, di antaranya Ad-Dahhak ibn ‘Ajlan yang hidup pada
masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa
Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang
besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya.
Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf
berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah
Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir. Ibnu
Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan Kursif karena penemuannya yang
spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur
kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran.
Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-
Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan
pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu: “Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi”
yang merupakan tulisan Kursif. Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena
usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang
sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah
Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-
corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai
ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya
mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan
Hellenisme dan Sasania.
3. Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di
sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-
Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia
(Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya kaligrafi
yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad
(Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima,
sehingga gaya tulisan Kursif yang ada bersifat konservatif.
31
Sementara bagi kawasan Masyriq, seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun mencapai
puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-
Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-
Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.
32
memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan
ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.
Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar tahun
1979 dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama
bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang, menyusul pameran
pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia tahun 1980 di Balai Sidang Jakarta dan
Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di Yogyakarta
tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut
Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan pameran lainnya.
Para pelukis yang mempelpori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung
asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal
Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya), dilanjutkan oleh angkatan muda seperti
Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa
pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkannya dari
kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf
yang berlainan dari pola yang telah dibakukan. Kehadiran seni lukis kaligrafi tidak urung
mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus
pada pernyataan perang. Namun apapun hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis
kaligrafi dianggap para khattat sendiri membawa banyak hikmah, antara lain menimbulkan
kesadaran akan kelemahan para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal
ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak.
Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka
adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para
pelukis.
Perkembangan lain dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini menjadi
salah satu cabang yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu oleh sayembara
kaligrafi pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ Nasional XIII di Padang
1983. Sayembara tersebut pada akhirnya dipandang kurang memuaskan karena sistemnya
adalah mengirimkan hasil karya khat langsung kepada panitia MTQ, sedangkan penulisannya
di tempat masing-masing peserta. MTQ Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara
dan MTQ tahun selanjutnya kaligrafi dilombakan di tempat MTQ.
33
2. Fungsi kaligrafi dalam kehidupan individu, diantaranya.
Kaligrafi merupakan salah satu sarana komunikasi dan pendekatan antar manusia, karena
besarnya hubungan tulis-menulis antar mereka dalam segala lapangan kehidupan.
Kaligrafi merupakan salah satu sarana mencari rezeki, mengingat bahwa ia adalah seni
yang berbobot nilai tinggi dengan kedudukan puncak yang pernah dicapai para ahlinya.
Bagi seorang fakir, kaligrafi adalah uang; bagi seorang hartawan, ia adalah keindahan.
Kaligrafi memiliki fungsi khusus bagi para pencintanya yang merasakan kenikmatan
ruhani saat mengolah dan menciptakan tulisannya.
Sebagian apresiator merasakan kenikmatan memandang dan menelaahnya karena adanya
unsur-unsur estetis pada huruf-huruf dan harakatnya.
3. Fungsi kaligrafi dalam kehidupan sosial, diantaranya:
Kaligrafi digunakan untuk buku-buku pelajaran, kebudayaan, mushaf Al-Qur'an, majalah,
koran dan sarana-sarana informasi seperti televisi dan sebagainya.
Kaligrafi selalu ada pada medium-medium seni, pamflet, brosur dan iklan. Setiap individu
dari kita selalu melihat langsung dari hasil karya kaligrafi di setiap tempat.
Kaligrafi merupakan sarana atau tali penghubung masyarakat yang merupakan bagian dari
sarana peralihan kebudayaan dan peradaban.
Kaligrafi adalah sarana sosial dari medium penghalus rasa karena merupakan semangat
masyarakat maju yang memiliki nilai seni dan keindahan. Seni dan keindahan ini memiliki
asal-usul dalam sejarah tua dan kisah pertumbuhan menarik dalam sejarah modern.
35
d. Kerapian (Tansiq)
Mengatur kata-kata dalam satu baris dengan standar ukuran dan disiplin mendorong
kebiasaan untuk selalu rapih, berdisiplin, cermat, dan tepat dalam segala kondisi yang
khusus dan umum bagi setiap individu.
e. Penyatuan bentuk (Wihdah Al-syakl)
Karena setiap gaya tulisan memiliki karakter unit bentuk yang saling berkaitan dan
mengandung kelebihan-kelebihan khusus yang membuat tulisan menjadi indah, bersusun,
dan mempunyai bentuk yang mempesona. Sesuai dengan kaidah pengolahan hasil latihan,
setiap pelatih akan dapat menerapkan teori-teori penggunaan unit bentuk sebagai bagian
dari disiplin sosial dalam hidupnya.
Jenis penulisan Naskhi ini muncul sekitar akhir abad ke 5 Hijriyah. Kaligrafi ini
adalah jenis kaligrafi modifikasi dari tulisan Kufi dengan bentuk yang lebih lentur. Khat
Naskhi adalah jenis khat yang paling umum dipakai dalam penulisan bahasa Arab, karena di
samping bentuk hurufnya yang sederhana dan mudah dibaca oleh orang non-Arab sekalipun,
36
juga merupakan dasar bagi semua jenis khat pada umumnya Naskhi muncul untuk mengiringi
jenis khat penulisan buku dan Al-Quran. Karena itulah ia disebut “Naskh” yang berarti
naskah, dan secara luas digunakan untuk penulisan kalam Al-Quran atau dinamakan Naskhi
karena sering dipakai pada penyalinan mushaf dan penulisan naskah-naskah kitab berbahasa
Arab, majalah, atau koran.
Keindahan aliran ini disebabkan karena adanya iringan harakat atau syakal walaupun
pembentukannya sederhana. Kaligrafi Naskhi ini memiliki karakteristik lembut, dan jelas
ketika dibaca. Apalagi jika kemudian ia diberi syakal dan titik. Tulisan Naskhi atau Nasakh
merupakan suatu jenis tulisan bentuk curcif, yakni tulisan bergerak berputar (rounded) mirip
busur atau berbentuk stengah lingkaran yang sifatnya mudah untuk dibaca. Umumnya tulisan
curcif ini lebih berperanan sebagai tulisan mushaf Al-Quran bila dibandingkan dengan khat
Koufi.
Khat ini pun juga merupakan khat yang paling banyak dikenal oleh masyarakat biasa
khususnya di Indonesia, dalam Al-Qur’an di Indonesia kebanyakan menggunakan khat
Naskhi karena mudah dibaca dan umum di kalangan masyarakat.
Para ahli sejarah berpendapat, bahwa Ibnu Muqlah (272-328 H) adalah peletak dasar
Khat Naskhi dalam bentuknya yang sempurna di zaman Bani Abbas. Di zaman kekuasaan
Atabek Ali (545 H), usaha memperindah khat Naskhi mencapai puncaknya sehingga
terkenallah gaya yang disebut Naskhi Atabeki yang banyak digunakan untuk menyalin
mushaf al-Qurân di abad pertengahan Islam, dan menggeser posisi Khat Kufi kuno yang
banyak digunakan sebelumnya.
Ibn Muqlah merumuskan empat ketentuan tentang tata cara dan tata letak yang
sempurna tulisan Naskhi, yakni Tashrif (jarak huruf yang rapat dan teratur), Ta’lif (susunan
huruf yang terpisah dan bersambung dalam bentuk yang wajar), Tasthir (keselarasan dan
kesempurnaan hubungan satu kata dengan kata lainnya dalam satu garis lurus), Tanshil
(memancarkan keindahan dalam setiap sapuan garis pada setiap huruf).
2. Khat Kuufi
Khat Kufi merupakan kaligrafi Arab tertua dan sumber seluruh kaligrafi Arab.
Dinamakan Kufi karena berasal dari kota Kufah kemudian menyebar ke seluruh jazirah Arab.
Masyarakat Arab berusaha mengolah dan mempercantik gaya Kufi dengan menyisipkan
unsur-unsur ornamen sehingga lahirlah beragam corak Kufi yang baru. Cara menulisnya pun
tidak lagi terbatas pada bambu tapi juga dengan pena, penggaris, segitiga, dan jangka. Khat
Kufi pernah menjadi satu-satunya tulisan yang digunakan untuk menyalin mushaf al-Qur’an.
Kufah. Dengan pembentukan yang geomatris atau balok bergaris lurus, Kufi lebih
mudah disusun sesuai keinginan dengan menyatukan pembentukan yang sejajar, kemudian
diolah untuk motif dekorasi sehingga keindahan Kufi akan terlihat, apalagi jika dibubuhi
ornamen-ornamen. Khat ini cocok dipakai untuk judul buku, dekorasi, atau lukisan. Kufi
37
adalah jenis penulisan seni kaligrafi tertua yang dikenal dalam Islam. Dengan tulisan Kufi ini
Al-Qurán pertama kali ditulis ketika ada saran pembukuan Al-qur’an supaya keasliannya tetap
terjaga, penulisannya menggunakan Kufi sederhana yang disebut Kufi Masohif.
Ciri utama dari cara penulisan yang satu ini adalah torehannya yang kaku bersudut,
karena mulanya memang ditorehkan dengan pisau diatas tulang, bebatuan, atau pelepah
kurma. Khat Kuufi memiliki bentuk yang cenderung tegak lurus dan cukup mudah dalam
pembuatannya. Khat ini biasa digunakan sebagai penghias dinding-dinding bangunan seperti
rumah ataupun masjid, karena bentuknya yang tegak lurus membuat khat ini cocok sebagai
gambar di dinding-dinding bangunan.
3. Khat Riq’ah
Riq’ah atau bisa disebut juga dengan ruq’ah, adalah tulisan yang sangat indah, tetapi
sangat sederhana dan mudah dipelajari. Kebanyakan khattaat menguasai tulisan gaya ini,
karena penulisannya yang tebilang mudah, dan sangat indah bila digunakan unutk tulisan
umum. Hanya saja, karena watak tulisannya yang bisa dituliskan dengan cepat, kaligrafi ini
jarang dinikmati oleh para seniman kaligrafi ketika pembuatannya sebagai sebuah karya seni.
Riq’ah adalah salah satu gaya khat ciptaan masyarakat Turki Usmani. Spesifikasi khat
Riq’ah terdapat pada huruf-hurufnya yang pendek dan bias ditulis lebih cepat daripada
Naskhi, karena kesederhanaannya dan tidak memiliki struktur yang rumit. Karena itu, kita
memiliki kenyataan dalam kehidupan modern ini khat Naskhi khusus digunakan untuk
mencetak teks buku, surat kabar, dan majalah, sedangkan khat Riq’ah khusus digunakan
untuk catatan tangan atau dikte.
Yang pertama meletakkan kaidahnya adalah Musytasyar Mumtaz Bik. Seorang
pengajar kaligrafi Sultan Abdul Majid Khan dan seorang raja pada Dinasty Usmani pada
tahun 1280 H. Kemudian, kaidah kaidahnya dilanjutkan dan disempurnakan oleh Muhammad
Izzat At-Turky. Ciri khas yang paling terlihat dari riq’ah adalah tidak menggunakan harokat
dan hiasan dibandingkan dengan kaligrafi yang lainnya.
Khat Riq’ah tidak jauh berbeda dengan khat Naskhi, khat ini juga merupakan khat
yang biasa dipakai oleh para guru atau ulama dalam penulisan mereka dengan alasan lebih
38
cepat dan mudah dalam penulisannya dibanding khat Naskhi. Bedanya hanya bentuknya lebih
kecil dan cara menulisnya pun agak sedikit miring ke bawah. Khat Riq’ah juga agak berbeda
dengan khat Naskhi, yaitu penulisan hurufnya kebanyakan di atas garis tulis. Sebenarnya
cukup mudah dalam penulisannya tetapi agak susah dibaca jika masih awam dalam melihat
atau menggunakan khat ini.
Dinamakan Riq’ah karena sesuai dengan gaya penulisannya yang kecil-kecil serta
terdapat sudut siku-siku yang unik dan indah. Khat Riq’ah merupakan salah satu khat yang
kurang cocok jika diberi syakal dan hiasan sebab lebih digunakan pada penulisan steno atau
cepat, misalnya untuk catatan sekolah atau wartawan. Khat ini kurang luwes dipakai dalam
lukisan karena lebih banyak terikat dengan kaidah penulisannya yang di atas garis meskipun
ada beberapa huruf yang sebagian di bawah garis.
4. Khat Diwani
Kaligrafi ini sempat menjadi jenis penulisan yang dirahasiakan oleh Daulah
Usmaniyah karena keindahannya. Kemudian, setelah Sultan Muhammad Al Fatih berhasil
menaklukkan Konstantinopel pada tahun 857 H, penggunaan Diwany mulai dipublikasikan
meski terbatas pada penulisan resmi seperti penulisan pembukuan dokumen Kerajaan
Usmaniyah, dari sinilah nama diwani berasal.
Sering disebutkan oleh para ahli kaligrafi, bahwa yang pertama kali
menciptakan kaidah-kaidah Diwani adalah Ibrahim Munif At Turki. Khat Diwani adalah salah
satu gaya Khat yang diciptakan oleh masyarakat Turki Usmani , berkembang luas di akhir
abad ke-15 yang dipelopori oleh seorang kaligrafer Ibrahim Munif dari Turki. Tulisan ini
mulai populer setelah penaklukan kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih tahun
875 H. Penamaan Diwâni karena dinisbahkan kepada kantor-kantor pemerintah di mana
tulisan tersebut digunakan dan dari dewan-dewan pemerintahan itulah Khat ini menyebar ke
seluruh kalangan masyarakat. Diwany memiliki tiga aliran gaya yaitu, Turki, Mesir, dan
Baghdad. Keindahan Diwani terletak pada keluwesannya dalam seni penulisan dan banyaknya
penggunaan huruf-huruf yang memutar.
Diwani jarang dipakai untuk penulisan biasa karena cukup susah dibaca dan ditulis.
Tetapi khat ini termasuk yang paling difavoritkan para seniman karena karakteristik
tulisannya yang unik. Karakter tulisan yang condong bentuknya tegak lurus dan cara
menulisnya sama seperti khat Riq’ah yaitu di atas garis membuat khat ini agak susah dibaca
karena kurang dikenal orang masyarakat biasa.
39
Jenis khat ini sering dipakai untuk tulisan kantor-kantor, lencana, surat-surat resmi,
dan lain-lain. Namanya yang terambil dari kata diwan yang berarti kantor sesuai dengan
huruf-hurufnya yang berbentuk lembut, gemulai penuh gaya melingkar, serta tersusun di atas
garis seperti khat Riq’ah. Perlu diperhatikan bahwa gaya Diwani tidak memakai syakal
ataupun hiasan dalam penyusunannya. Karena bila memakai, justru kurang menyatu dengan
gaya penulisanya.
5. Khat Diwani Jali
Khat Diwani Jali merupakan perkembangan dari khat Diwani. Tidak jauh berbeda
dengan khat Diwani biasa hanya saja lebih divariasikan.
Khat ini lebih jelas dari pada Diwani biasa. Perbedaanya, yaitu pemberian syakal,
hiasan, dan bertitik-titik rata pada lekukan-lekukan hurufnya, lebih memperindah penyusunan
khat ini. Namun gaya ini jarang digunakan kecuali dalam dekorasi.
6. Khat Tsulust
Ini adalah jenis kaligrafi yang terlihat simpel, paling gagah, keren dan elegan. Seperti
yang dikatakan sebelumnya, Tsulus menjadi syarat mutlak bagi seseorang untuk bisa digelari
40
“khattaat“, karena memang sangat sulit mempelajarinya. Kaligrafi Tsuluts dibagi 2 jenis,
Yaitu.
a. Tsuluts a’dy atau tsulus biasa
Ditulis menggunakan pena berukuran paling minimal 4 mm, dan ditulis dengan gaya
yang standar, serat dalam proses pembuatannya jarang dibuat menjadi bentuk-bentuk yang
rumit.
b. Tsuluts jaliy atau tsulus yang berkelok.
Ditulis dengan pena yang memiliki ukuran dua kali lipat tsuluts standar, dan sering
dikreasikan dalam bentuk bentuk yang rumit. Misalnya bentuk bersusun susun (murokkab),
model ma’kus atau berpantulan (mutanadzir), sampai yang berbentuk binatang.Khat Tsulust
merupakan yang paling difavoritkan para seniman kaligrafi. Bentuknya yang hampir mirip
dengan khat Naskhi hanya berbeda di cara penulisannya, yaitu khat Tsulust condong dibuat
panjang tulisannya tetapi tetap mudah untuk dijadikan kaligrafi dan mudah dibaca, membuat
khat ini menjadi favorit.
Tsuluts yang berarti sepertiga, yaitu sepertiga kertas yang sering dipakai di kedutaan
Mesir. Gaya Tsuluts tampak lebih tegas daripada Naskhi walaupun huruf-hurufnya agak mirip
dengan gaya Naskhi dalam pembentukannya yang berumpun satu jenis. Bentuk dan lekukan
huruf-hurufnya jelas dan gagah. Keindahannya terletak pada penataan hurufnya yang serasi
dan sejajar dengan disertai harakat dan hiasan-hiasan huruf sehingga tidak mustahil kalau
jenis ini memperoleh nilai tertinggi dari pada jenis-jenis yang lainnya. Keluwesannya tidak
terikat dengan garis yang digunakan pada judul-judul naskah, papan nama, dekorasi, lukisan,
desain dan lain-lain.
Khat ini banyak digunakan dalam rupa-rupa medium kaligrafi dan sampul buku dan
termasuk khat yang paling sulit dipelajari. Banyak pula digunakan untuk mendekorasi interior
masjid. Khat ini paling sedikit pemaikaian dan penyebarannya karena penulisan yang sulit
akibat huruf-hurufnya yang harus selalu terkontrol keseimbangannya.
7. Khat Farisi/Nasta’liq
Mengapa disebut dengan kaligrafi Farisi? Karena ia muncul dan populer di negeri
Persia atau dikenal juga dengan Farsi. Farisi sendiri terkait dengan nama daerah asalnya, yaitu
Persia (Iran). Khat ini sama dengan jenis Ta’liq yang berarti menggantung. Disebut Khat
Nasta’liq karena fungsinya mirip dengan Naskhi, yaitu sebagai tulisan standar bagi buku-buku
pengetahuan.
41
Sampai hari ini banyak dari buku-buku pengetahuan berbahasa Persia dan website-
websitenya yang masih menggunakan kaligrafi Farisi, selain seni penulisan Sikasteh. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa Nasta’liq adalah gabungan dari kata Naskh dan Ta’liq. Para ahli
penulisan kaligrafi mengatakan, “Siapa yang belum menguasai kaligrafi Farisi dan Tsulutsy,
maka ia belum bisa disebut sebagai seorang khattat (penulis ahli dalam kaligrafi)”.
Khat Farisi diperlukan keterampilan yang tinggi, karena banyak garis melengkung
yang panjang. Tetapi khat ini jarang dipakai karena agak sulit dalam membacanya. Gaya
Farisi memiliki kecenderungan kemiringan huruf ke kanan dan ditulis tanpa harakat ataupun
hiasan. Khat ini sampai sekarang masih tetap dipakai oleh orang-orang Iran, Pakistan, baik
formal maupun nonformal. Khat ini juga cocok dalam berbai bidang. Jenis tulisan ini paling
banyak digunakan di Iran, Afganistan, Pakistan, dan India. Banyak jenisnya seperti
Syiakasteh, Ta’liq, dan lain-lain.
42
3. Pensil Carpenter
Pernah melihat tukang kayu memakai pensil yang
gepeng? Seperti itulah pensil carpenter. Kalian
bisa membelinya do toko bangunan terdekat. Ciri-
ciri dari pensil ini adalah ujungnya yang lebar dan
berbentuk persegi. Usahakan membeli pensil
dengan tipe H karena pensil ini sangat keras.
Dalam memotong pensil ini, ujungnya juga harus
diperhatikan. Capai sudut kemiringan 30 sampai
45 derajat pada pensil untuk memudahkan kalian
dalam membentuk tulisan kaligrafi.
44
dan belajar bagaimana menulis hurif arab yang baik dan benar. Hasil penulisan dengan dasar
yang benar memberikan hasil kaligrafi yang bagus begitu pula sebaliknya.
6. Mempelajari teori warna
Mempelajari warna adalah hal opsional yang bisa kalian ambil maupun tidak untuk
dipelajari karena hanya dengan memanfaatkan alat tulis satu warna pun bisa menghasilkan
seni kaligrafi yang indah
Gunanya pewarnaan dalam penulisan kaligrafi sendiri adalah untuk menghasilkan
kaligrafi yang indah, mempunyai efek tiga dimensi, lebih berwarna, dan tidak membosankan.
Karena memang ada sebagian orang yang lebih memilih pewarnaan dalam setiap benda yang
dimilikinya.
7. Lakukan berulang-ulang
Seperti halnya belajar dalam bidang apapun. Dalam menulis khat kaligrafi, kalian juga
harus melakukannya secara berulang-ulang untuk membentuk karakter kalian dan menjadi
sebuah kebiasaan yang baik. Dengan belajar secara istiqomah, saya yakin kalian akan menjadi
mahir dalam menulis kaligrafi.
8. Belajar dari karya orang lain
Saat belajar kaligrafi di awal-awal, kalian bisa belajar dari mencontoh karya orang
lain. Tidak usah malu, karena pada awalnya semua yang mahir pun belajar dari mencontoh.
Baru jika kalian sudah terbiasanya untuk menulis kaligrafi, buatlah sebuah karya untuk bisa
jadikan contoh bagi pelajar lainnya.
9. Menggunakan kertas tebal
Dalam menulis khat kaligrafi, kami sarankan untk kalian menggunakan kertas yang
cuku tebal. Ini dimaksudkan agar hasil anda tidak melebur, tinta yang keluar juga mudah
terserap oleh kertas, sehingga menghasilkan karya yang luar biasa.
45
Khat Tsulutsi
Khat Diwan
Khat Kufi
Khat Farisi
46
2. Contoh gambar tulisan kaligrafi Arab Allah
47
3. Contoh gambar tulisan kaligrafi Arab Muhammad
48
49
50