Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Allah SWT atas segala berkat serta anugerah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan dalam bentuk
yang sederhana. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca mengenai pengetahuan dasar Sejarah Perkembangan
Kaligrafi Arab.

Harapan saya semoga makalah ini menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Walaupun saya akui masih banyak kekurangan dalam penyajian makalah
ini karena pendalaman mengenai Sejarah perkembangan kaligrafi arab yang saya miliki
masih sangat kurang.

Saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk pembuataan
makalah berikutnya, terimakasih.

Bandung, 18 Desember 2015

penulis

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ......................................................................................................................... .1


Daftar Isi .................................................................................................................................. .2
Bab I Pendahuluan
A.Latar belakang .................................................................................................................. .3
B.Rumusan masalah .............................................................................................................. .3
C.Tujuan Penulisan ............................................................................................................... .3
Bab II Pembahasan
A.Definisi Kalimah ............................................................................................................... .4
B.Definisi Huruf ................................................................................................................... .5
1.Huruf Hijai atau Mabani .................................................................................................... .6
2. Huruf Ma’ani .................................................................................................................... .6
Bab III Penutup
A.Kesimpulan .........................................................................................................................8
B.Saran....................................................................................................................................8
Daftar Pustaka............................................................................................................................9

2
BAB I
PENDAHALUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan kaligrafi terbagi menjadi tiga jenis yaitu kaligrafi huruf latin atau
Roman, kaligrafi Arab dan kaligrafi Oriental (China, Jepang, Korea dan lainnya),
darisegigeografis kaligrafi dibagi menjadi 2 wilayah besar yaitu Timur (eastern) yang
meliputi Asia Barat/Timur Tengah (Arab) dan Asia Timur/oriental (China dan Jepang) serta
wilayah Barat (western) yang meliputi Eropa dan Amerika.

Senikaligrafi adalah salah satu kebesaran senibudaya Islam yang memiliki ciri-ciri
khas dalam catatan sejarah perkembangan kebudayaan Islam dari zaman ke zaman. Karya
seni yang dikembangkan salah satunya adalah bentuk seni kaligrafi. Berkembangnya seni
kaligrafi Islam hingga saat ini dikarenakan adanya tokoh-tokoh kaligrafi atau para khatat
yang pada zaman dulu mampu mengembangkannya keberbagai daerah di Indonesia, kaligrafi
hadir sejalan dengan masuknya agama Islam melalui jalur perdagangan pada abad ke-7 M,
lalu menyebar kepelosok nusantara sekitar abad ke-12 M. Pusat-pusat kekuasaan islam
seperti di Sumatra, Jawa, Madura, Sulawesi, menjadi kawah candra dimuka bagi eksistensi
kaligrafi dalam perjalanannya dari pesisir/pantai merambah kepelosok-pelosok daerah.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Kaligrafi ?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan kaligrafi ?
3. Bagaiman perkembangan kaligrafi ?
4. Bagaimana perkembangan kaligrafi periode lanjut ?
5. Bagaiman sejarah perkembangan kaligrafi di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari kaligrafi.
2. Mengetahui seajarah dan perkembangan kaligrafi.
3. Mengetahui bagaimana perkembangan kaligrafi.

3
4. Mengetahui bagaimana perkembangan kaligrafi periode lanjut.
5. Mengetahui bagaiman perkembangan kaligrafi di Indonesia.

D. Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah :
1. Untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang kaligrafi.
2. Sebagai sebuah media pembelajaran tentang kaligrafi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaligrafi

Secara bahasa perkataan kaligrafi merupakan penyederhanaan dari “calligraphy” (kosa


kata bahasa Inggris). Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani, yang diambil dari kata kallos
berarti beauty (indah) dan graphein : to write (menulis) berarti tulisan atau aksara, yang
berarti: tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Dalam bahasa Arab kaligrafi disebut khat
yang berarti garis.
Secara istilah dapat diungkapkan, “calligraphy is handwriting as an art, to some
calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents
quality” (kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni, dalam beberapa hal yang
dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah, perbedaannya dengan tulisan biasa
adalah kualitas keindahannya).

Kaligrafi Menurut Para Ahli :


Hakim al-Rum mengatakan : Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan dengan
perangkat fisik.
Hakim al-Arab menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam jiwa dan diekspresikan dengan
indra indrawi.
Yaqut al-Musta’shimi bahwa kaligrafi adalah geometri rohaniah yang dilahirkan dengan
alat-alat jasmaniah.
Ubaidillah ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan lisan al-yadd atau lidahnya tangan.
Syaikh Syamsuddin al-Akfani sebagai berikut: kaligrafi adalah suatu ilmu yang
memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tata cara merangkainya
menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara
menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu
digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.
Manja Mohd Ludin dan Ahmad Suhaimi J. Mohd Nor mengungkapkan pengertian kaligrafi
itu suatu coretan atau tulisan yang membawa maksud tulisan yang indah, dalam arti kata
tulisan tersebut mempunyai kehalusan dan kesenian.
Syeikh Syam al-Din al-Afghani menyatakan:Kaligrafi adalah suatu ilmu yang
memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya

5
menjadi sebuah tulisan yang tersusun di atas garis dan bagaimana cara menulisnya dan
menentukan mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu digubah dan
menentukan cara bagaimana menggubahnya.
Muhammad Thahir ibn ‘Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khat al-‘Arabi
wa Adabihi, pernah mengumpulkan sekitar tujuh macam pengertian kaligrafi atau khath, dan
kemudian menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu kepandaian
untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam tata cara tertentu.
Adapun yang dimaksud dengan pena di sini adalah pusat gerakan-gerakan ujung jari,
sementara tata cara tertentu menunjukkan pada semua jenis kaidah penulisan.

Menurut Perkataan Sahabat Rosulullah SAW yaitu Ali Bin Abi Thalib Karromallohu
Wajhah berkata :
Sepantasnya kalian menulis dngan baik, karena tulisan yang baik adalah pintu rizki
Khot atau tulisan indah itu selalu akan terkenang walaupun setelah ditinggalkan oleh
penulisnya bahkan sampai meninggal dunia.
Khot atau tulisan indah itu adalah perhiasn yang tidak ternilai harganya
Tulisan indah itu selalu tersembunyi dalam pengajaran sang guru, tegak dan terus menerus
pengajarannya dalam menulis.
Khot atau tulisan indah itu merupakan kepandaian hati yang ditampakkan oleh alat-alat
jasmaniah, jika kalian memperbaiki penamu berarti engkau memperbaiki tulisannmu. Dan
jika kalian mengabaikan penamu berarti kalian mengabaikan tulisanmu.
Khot atau tulisan indah merupakan ucapan atau bahasa tangan dan kebanggaan yang tidak
nampak dan dapat menajamkan akal pikiran, dan menjadi inspirasi pikirang dan juga senjata
ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk memindahkan informasi, dan sebagai pemelihara
peninggalan-peninggalan sejarah .
Memang sesungguhnya gambarannya tulisan indah itu tidak nampak akan tetapi artinya
sangat jelas, barangkali tulisan itu tidak tampak oleh pandangan atau mata akan tetapi dia
memenuhi khazanah keilmuan.
Kaligrafi melahirkan suatu ilmu tersendiri tentang tata cara menulis, meneliti tentang
tanda-tanda bahasa yang bisa dikomunikasikan, yang dibuat secara propesional dan harmonis
yang dapat dilihat secara kasat mata dan diakui sebagaimana susunan yang dihasilkan lewat
kerja kesenian. Di samping itu ada juga yang mengungkapkan bahwa kaligrafi itu sebagai
suatu kepandaian untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena atau kalam
dengan metode atau tata cara tertentu.
6
Meskipun bermacam-macam pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, namun pada
dasarnya tujuan ungkapan tersebut mengarah kepada arti tulisan yang indah. Dapat juga
dikatakan suatu tulisan yang dirangkai dengan nilai estetika yang bersumber pada pikiran
atau ide dan diwujudkan melalui benda materi (alat tulis) yang diikat oleh aturan dan tata cara
tertentu. Jadi seni kaligrafi itu sebuah kepandaian menulis tulisan indah dengan mengikuti
metode-metode tertentu untuk mempelajarinya.
Pemakaian istilah kaligrafi ini sering juga disebut orang kepada dua istilah. Ada yang
menyebut dengan kaligrafi Arab dan ada juga yang menyebutnya dengan kaligrafi Islam.
Mengenai istilah kaligrafi Arab, Istilah tersebut sama benarnya, sebab apabila ditinjau dari
sejarah, seni kaligrafi itu memang lahir dari ide “menggambar” atau apa lukisan yang dipahat
atau dicoretkan dalam benda-benda tertentu, seperti daun-daun, kulit kayu, tanah dan batu.
Akar dari tulisan Arab itu dari Mesir (Kan’an Semit atau Turnesia), dari tulisan Hierogrhaph.
Lalu tulisan tersebut terpecah menjadi khath Feniqi (Funisia), dengan cabang-cabang
(Arami): Nabati di Hirah atau Hurun dan Sataranjih-Suryani di Irak dan Musnad: Safawi,
Samudi, Lihyani, (Utara Jazirah Arabia) dan Humeri; selatannya. Sedangkan Kamil al-Baba
mengatakan bahwa pendapat yang paling dipercaya kaligrafi Arab itu diadopsi dari tulisan
suku Nabati, ras Arab yang menempatkan wilayah Utara jazirah Arabia, di negeri Yordan
dengan ibu kota Puetra.
Hal ini berdasarkan bukti-bukti nyata arkeologi (Dinas Purbakala) yang pernah
mengadakan penelitian tentang pertumbuhan tulisan. Dalam perkembangan tulisan ini, tulisan
musnad yang disebar luaskan oleh suku Maniyah (Minneni) di Yaman yang berpindah ke
Arabia Utara. Kemudian dari Musnad ini lalu pindah ke Nabati sampai kedatangan Islam.
Untung orang Nabatea meninggalkan sejumlah inskripsi yang tersebar di daerah yang
mewakili tahap peralihan yang maju menuju perkembangan huruf Arab.

B. Sejarah dan Perkembangan Kaligrafi

1. Sejarah Perkembangan Kaligrafi di Dunia Islam

Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra, dengan
sederet nama-nama sastrawan beken pada masanya, namun dalam hal tradisi tulis-menulis
(baca: khat) masih tertinggal jauh bila dibandingkan beberapa bangsa di belahan dunia
lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas tulisan yang sangat prestisius. Sebut saja
misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa India dengan Devanagari, bangsa
Jepang dengan aksara Kaminomoji, bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria dengan

7
Fonogram/Tulisan Paku, dan pelbagai negeri lain sudah terlebih dahulu memiliki jenis
huruf/aksara.
Keadaan ini dapat dipahami mengingat Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya
nomaden (berpindah-pindah) yang tidak mementingkan keberadaan sebuah tulisan, sehingga
tradisi lisan (komuniksai dari mulut kemulut) lebih mereka sukai, bahkan beberapa diantara
mereka tampak anti huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya pada masa menjelang
kedatangan Islam dengan ditandai pemajangan al-Mu’alaqat (syair-syair masterpiece yang
ditempel di dinding Ka’bah).
Pembentukan huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa awal Islam
memakan waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara bertarikh 250 M, 328 M dan 512 M
menunjukkan kenyataan tersebut. Dari inskripsi-inskripsi yang ada, dapat ditelusuri bahwa
huruf Arab berasal dari huruf Nabati yaitu huruf orang-orang Arab Utara yang masih dalam
rumpun Smith yang terutama hanya menampilkan huruf-huruf mati. Dari masyarakat Arab
Utara yang mendiami Hirah dan Anbar tulisan tersebut berkembang pemakaiannya ke
wilayah-wilayah selatan Jazirah Arab.

2. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M)

Beberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat


dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya utama yang
berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu Mudawwar
(bundar), Mutsallats (segitiga), dan Ti’im (kembar yang tersusun dari segitiga dan bundar).
Dari tiga inipun hanya dua yang diutamakan yaitu gaya kursif dan mudah ditulis yang disebut
gaya Muqawwar berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut berciri kaku dan terdiri goresan-
goresan tebal (rectilinear). Dua gaya inipun menyebabkan timbulnya pembentukan sejumlah
gaya lain lagi diantaranya Mail (miring), Masyq (membesar) dan Naskh (inskriptif).
Gaya Masyq dan Naskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun ditinggalkan
karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun melahirkan beberapa variasi
baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun hiasan
ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba’ (lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun),
Mudhaffar (dianyam), Mutarabith Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian pula
gaya kursif mengalami perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam
hal keragaman gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al-Qur’an, kitab-
kitab agama, surat-menyurat dan lainnya.

8
Diantara kaligrafer Bani Umayyah yang termasyhur mengembangkan tulisan kursif
adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan
Tsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain sehingga
menjadi lebih sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan pena besar
pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas) yang tidak terpotong. Tulisan
ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir dan penulisan
dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri miring digunakan oleh
masyarakat luas.
Sejarah perkembangan periode ini tidak begitu banyak terungkap oleh karena khilafah
pelanjutnya yaitu Bani Abbasiyah telah menghancurkan sebagian besar peninggalan-
peninggalannya demi kepentingan politis. Hanya ada beberapa contoh tulisan yang tersisa
seperti prasasti pembangunan Dam yang dibangun Mu’awiyah, tulisan di Qubbah Ash-
Shakhrah, inskripsi tulisan Kufi pada sebuah kolam yang dibangun Khalifah Hisyam dan
lain-lain.

3. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)

Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini
semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn ‘Ajlan yang hidup pada
masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa
Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi
yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan
pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada
Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah
Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir. Ibnu
Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang
spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur
kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu : titik, huruf alif, dan
lingkaran. Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-
Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar).
Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu
Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan kursif.

9
Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang
akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya
Muhammad ibn As-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua muridnya ini kemudian
lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab mengembangkan lagi rumus yang
sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar
yang indah). Ia mempunyai perhatian besar terhadap perbaikan khat Naskhi dan Muhaqqaq
secara radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu
sebuah al-Qur’an dan fragmen duniawi saja.
Pada masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta’simi yang memperkenalkan metode baru
dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya pokok yang
masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga
runtuhnya dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol.
Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang
sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah
Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-
corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai
ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya
mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan
Hellenisme dan Sasania.
Kaligrafi merupakan salah satu jenis karya seni rupa yang menekankan keindahan yang
terdapat pada bentuk-bentuk huruf yang telah dimodifikasi atau digayakan sehingga
mempunyai nilai estetika. Keindahan bentuk ini mempunyai pengertian yang umum, artinya
bentuk huruf tersebut tidak hanya berlaku untuk huruf-huruf tertentu atau asal dari jenis huruf
tertentu. Salah satu contoh, misalnya kaligrafi tidak hanya berlaku untuk bentuk atau jenis
huruf Arab (Hijaiyyah) saja, tetapi dapat juga berlaku untuk jenis-jenis huruf yang lain.
Sehingga kata kaligrafi berlaku untuk umum, keindahan hurufnya bersifat umum,
universal dan global. Kaligrafi tidak hanya untuk mengungkapkan secara visual ayat atau
surat-surat yang ada di Al Quran dan Al Hadits saja, tetapi juga bisa untuk mengungkapkan
kalimat-kalimat sastra yang berbentuk huruf Latin, huruf China, huruf Jepang, huruf India,
huruf Sansekerta maupun huruf Jawa.
Pengertian masyarakat umum memang mempunyai pandangan dan pengertian yang
kurang tepat, yang mengartikan bahwa kaligrafi adalah modifikasi keindahan pada bentuk-
bentuk huruf Arab saja. Walaupun hal itu juga tidak dapat dipungkiri lagi karena yang
10
berkembang pesat di wilayah kita (Indonesia) adalah banyaknya kreasi-kreasi kaligrafi yang
ada merupakan bentuk keindahan huruf Arab.
Hal ini memang sangat erat kaitannya dengan mayoritas seniman kaligrafi yang ada di
Indonesia kebanyakan hanya mengembangkan kaligrafi Arabic. Memang tidak dapat
dipungkiri seniman berkarya juga terikat dengan penikmat seni yang ada di suatu wilayah.
Penikmat kaligrafi Indonesia karena kebanyakan kaum muslimin, senimanpun
menciptakanya disesuaikan dengan keadaan tersebut. Kalau kita mau melihat lebih luas,
sebenarnya banyak juga ditemukan keindahan bentuk huruf ini yang berbentuk huruf selain
huruf Arab.
Keindahan bentuk huruf Jawa, sebelum pada tahun 70 an masih sering ditemukan di
wilayah Jawa. Di pedesaan banyak pula anak-anak muda dan orang dewasa berkarya
memodifikasi/menggayakan huruf Jawa sedemikian indahnya pada era sebelum tahun 70 an.
Contoh yang pernah penulis lihat adalah di daerah Kunden Langenharjo Kendal pada masa
lalu, yang sekarang sudah mulai jarang ditemukan lagi atau mungkin malah sudah tak ada
lagi karena generasi sekarang banyak yang tidak mengenal huruf Jawa.
Tapi, Alhamdulillah pemerintah sekarang sudah mulai menyadari pentingnya bahasa
daerah, dengan memasukkan pelajaran bahasa daerah dalam kurikulum di SD, SMP maupun
SMA. Hal itu hanyalah salah satu contoh saja bahwa kaligrafi bukanlah khusus untuk huruf
Arab. Dalam perkembangannya kaligrafi dapat dipisahkan menjadi beberapa jenis kaligrafi.
Kaligrafi tersebut antara lain, Kaligrafi Tradisional, Kaligrafi Klasik, Kaligrafi Modern,
Kaligrafi Ekspresif dan Kaligrafi Kontemporer.
Semua jenis kaligrafi tersebut mempunyai kelebihan dan keunikan tersendiri
tergantung dari jenisnya. Kekhasan yang sama pada seni kaligrafi adalah kreatifitas seniman
di dalam memvisualisasikan bentuk karya ciptanya.
Ada yang mempunyai kecenderungan kretifitas pada objek utamanya saja, ada pula
hurufnya masih manual tetapi dipadukan latar belakangnya yang dimodifikasi sedemikian
rupa, sehingga kreatifitasnya lebih diutamakan pada backgroundnya, adapula yang keduanya
dipadukan artinya baik huruf maupun latar belakangnya digayakan sedemikian rupa,
sehingga daya cipta bentuk kaligrafi betul-betul dimaksimalkan.
Semuanya memang tergantung dari pencipta karya tersebut, lebih fokus dan lebih enjoy
yang mana atau lebih cocok yang mana. Atau mungkin tergantung yang diinginkan oleh nilai
pasar (tergantung dari nilai fungsinya). Fungsi kaligrafi tersebut sebagai seni murni (fine art)
atau seni terapan (applied art).

11
C. Perkembangan Kaligrafi

Proses menuju kesempurnaan perkembangan kaligrafi Arab sebelum Islam menuju


kesempurnaan pada abad ke-3 M, diperkirakan seabad sebelum kedatangan Islam orang Hijaz
sudah ada yang mengenal tulisan. Hal ini terjadi karena ada hubungan dagang mereka dengan
Arabia Utara dengan Arabia Selatan yang sudah mengenal huruf seperti suku Hunain di
Yaman.
Mereka ini melakukan perjalanan sambil belajar tulis baca di Syria begitu juga yang
lainnya di Ambar Irak. Menurut catatan sejarah di Hijaz hanya ada beberapa orang yang
pandai tulis baca yang terdiri dari orang Quraish dan orang Madinah khususnya orang
Yahudi.Kemudian pada abad ke-7 M, terjadi sedikit perkembangan penulisan di kalangan
masyarakat Jazirah Arabia.
Tulisan sederhana (belum sempurna) telah ada, seperti yang dibuktikan oleh temuan
arkeologis (prasasti pada batu, pilar dan seterusnya) di Jazirah Arab. Selain itu sisa-sisa
paleorafis (tulisan pada material seperti papyrus dan kertas kulit) dapat juga sebagai tanda
untuk membuktikan bahwa orang Arab pada zaman itu sudah mempunyai pengetahuan
menulis.
Keterlambatan perkembangan ini karena bangsa Arab ini dikenal sebagai masyarakat
yang suka berpindah-pindah (nomaden). Mereka tidak terbiasa menulis peristiwa. Jadi
sangatlah sulit untuk mencari data tertulis atau prasasti yang membuktikan peta perjalanan
sejarah sebuah kemajuan di Jazirah Arab.
Mereka dikenal sebagai bangsa yang kuat daya hafalnya. Jadi tidak diperlukan tulisan
untuk menyampaikannya, karena menurut pandangan mereka orang yang menulis itu adalah
orang yang mempunyai hafalan yang kurang kuat.Yang menjadi kebanggaan bagi bangsa
Arab pada waktu itu adalah syair. Syair merupakan penalaran paling berharga dalam
mengungkapkan makna-makna perasaan hati dan gejolak pikiran. Hal ini karena kehidupan
mereka terbiasa di alam bebas, padang pasir yang membentang luas dan terbiasa di alam
bebas, padang pasir yang membentang luas dan terbebas dari pengaruh budaya asing, yang
menjadikan mereka leluasa dan terlatih untuk menghayalkan apa saja yang mereka alami
dalam kehidupan.
Kemudian syair-syair tersebut mereka hafal agar mudah disampaikan kapan saja
dikehendakinya.Kebanggaan mereka terhadap syair memang luar biasa. Mereka akan merasa

12
lebih bangga apabila salah seorang dari anggota keluarga atau kebilahnya ada seorang
penyair dibanding mempunyai seorang panglima perang.
Apabila syair atau pantun itu mendapat nilai paling bagus, maka syair tersebut
langsung ditempelkan di dinding ka’bah, sebagai tanda suatu penghormatan yang luar biasa.
Menurut literatur Arab, hanya pernah ada tujuh jenis syair pujaan yang disebut al-Mu’allaqat
(gantungan) sebagai hasil karya seni sastra maha paling indah dan paling sempurna yang
mempunyai nama terhormat, karena ditulis dengan tinta emas.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan tulis menulis itu sudah ada, tetapi masih
sangat langka, kecuali saat-saat dibutuhkan.Itulah sebabnya pada bangsa Arab sebelum Islam
datang seni kaligrafi itu berkembang, perjalanannya agak tersendat, lebih dari seribu tahun
tidak melahirkan keanekaan, karena mereka tidak membudayakan menulis. Apabila ada syair
yang pantas untuk dibanggakan maka barulah orang Arab tersebut menulisnya dan
menggantungkannya pada dinding Ka’bah. Memang pada saat itu juga tidak disebutkan
mereka menggunakan jenis khath apa dalam menulis tersebut.
Tetapi dapatlah dipastikan bahwa kaligrafi Islam tersebut berasal dari tulisan Arab
karena tulisannya menggunakan tulisan Arab. Dan tulisan-tulisan yang berkembang di daerah
Arab sebelum Islam datang dapatlah dikategorikan sebagai kaligrafi Arab.Setelah Islam
datang tulisan Arab ini mulai berkembang, karena mereka juga dianjurkan menulis dan
membaca.
Mereka sudah mulai menulis tentang ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits.Apalagi yang
mereka tulis itu adalah wahyu allah. Setiap ayat yang telah diturunkan Allah dan mereka
terima dari Rasulullah lalu mereka tulis agar lebih mudah mengingatnya. Mereka yang
menulis ini biasa sudah ada ditunjuk oleh Zaid bin Tsabit. Bukan itu saja yang menunjang
mereke untuk menulis, ternyata ayat yang pertama kali diturunkan itu adalah ayat mengenai
perintah untuk membaca dan menulis, sebagaimana yang tertulis dalam surat al-Alaq ayat 1-5

1) Bacalah dengan nama Tuhan mu yang menciptakan.


2) Menciptakan manusia dari segumpal darah.
3) Bacalah…Dan Tuhan mu Maha Pemurah.
4) Yang mengajarkan manusia menulis dengan kalam.
5) Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dari ayat tersebut sangat jelas bahwa membaca dan menulis itu memang dianjurkan.
Semenjak turunnya al-Quran merupakan perkembangan awal kaligrafi ini dimulai. Keperluan
13
untuk merekam al-Quran memaksa mereka untuk memperbaharui tulisan mereka dan
memperindahnya sehingga ia pantas menjadi wahyu Allah. Kemudian ayat tersebut
disebarkan oleh Rasulullah secara lisan dan kemudian dihafal oleh para hafiz untuk dapat
dibaca dalam hati.
Tetapi setelah Nabi wafat tahun 633 M, sejumlah hafiz tersebut banyak yang gugur
dalam peperangan.Umar bin Khattab memperingatkan hal tersebut kepada Abu Bakar sebagai
khalifah pada masa itu . Pada waktu itu Abu Bakar masih ragu, sebab hal ini belum pernah
dilakukan pada masa Rasul. Setelah didesak oleh Umar karena banyak pula terdapat
perbedaan dialek bacaan tentang ayat al-Quran ini, lalu Abu Bakar membentuk sebuah
panitia dalam penulisan ini yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit yang merupakan juru tulis
Nabi sebelum Nabi wafat.
Zaid bin Tsabit menyusun dan mengumpulkan wahyu ke dalam bentuk mushaf.
Penyusunan ini baru terlaksana setelah masa kekhalifahan Usman bin Affan pada tahun 651
M. Penyusunan yang disucikan ini kemudian disalin ke dalam empat atau lima dalam bentuk
edisi yang serupa, kemudian dikirim ke wilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan
sebagai naskah yang penting sebagai kitab buku.
Dari sanalah dimulai semua salinan al-Quran dibuat, mula-mula dalam tulisan Mekah
dan Madinah, yang merupakan ragam setempat tulisan Jazm, kemudian dalam tulisan Kufah
dan selanjutnya dalam sebagian besar ragam tulisan Arab yang berkembang di negeri-negeri
muslim.
Selain dari adanya kaitan dengan al-Quran, perkembangan seni kaligrafi ini
berkembang dengan pesat juga disebabkan oleh beberapa factor lainnya, sehingga dapat
merata di seluruh dunia Islam diantaranya:
1. Karena pengaruh ekspansi kekuasaan Islam, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Islam
telah meluas sampai keluar jazirah Arab. Dengan penyebaran tersebut terjadilah
urbanisasi besar-besaran ke wilayah baru dan pertemuan budaya antara Islam dan wilayah
taklukan serta adanya proses Arabisasi pada wilayah tersebut.
2. Adanya penamaan nama-nama raja dan kaum elit social. Dalam catatan sejarah bahwa
gaya tulisan Tumar (lembaran halus daun pohon Tumar), diciptakan atas perintah
langsung dari khalifah Muawiyah (40H/661M-60H/680M). Tulisan ini kemudian menjadi
tulisan resmi pada pemerintahan Daulah Muawiyyah.

Ketika pemerintahan Muawiyah kaligrafi ini mulai berkembang, orang terpicu untuk
mempelajari tulisan Arab karena adanya system Arabisasi yang diterapkan oleh pemerintahan
14
Bani Umayyah. Bahasa Arab itu diberlakukan bukan saja khusus untuk bangsa Arab, tetapi
pada setiap orang Islam meskipun dia bukan orang Arab diharuskan menggunakan bahasa
Arab. Dengan adanya sistem arabisasi menjadikan bentuk tulisan Arab semakin berkembang,
sehingga muncul bermacam-macam model tulisan Arab yang baru.
Setelah masa pemerintahan Abbasiyah penulisan kaligrafi ini sudah mulai membudaya.
Apalagi pada masa pemerintahan al-Makmum yang sangat menyukai kaligrafi. Pada masa ini
juga sudah dimulai penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Akhirnya
penulisan Arab semakin berkembang, sehingga pada masa ini lahirlah berbagai tokoh
kaligrafi yang dikenal.
Ahli kaligrafi yang terbesar pada zaman Mamluk ini adalah Muhammad Ibnu al-Walid,
yang meninggalkan salinan al-Quran yang unik dalam tulisan sulus yang telah disalin ulang
pada tahun 1304 M. Untuk seorang pejabat tinggi Baybar, yang kemudian menjadi Sultan
Baybar (1308-09). Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan dalam seni kaligrafi dapat
menambah prestasi seseorang untuk mendapatkan jabatan.
Ilham Khoiri mengatakan bahwa ada semacam motivasi normatif al-Qur’an yang
mendorong kemajuan perkembangan seni kaligrafi ini. Hal ini dapat dibagi kepada empat
wujud yaitu adanya perintah untuk belajar menulis al-Quran sebagai al-Kitab dan
pengertiannya sebagai maqru, tambahan lagi adanya perintah untuk menuntut ilmu serta
larangan menyembah atau memuja patung dan berhala. Tambahan lagi ada hadits nabi yang
menyatakan bahwa menulis ayat al-Quran dengan indah itu akan mendapat pahala.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh:
”Abu Ashim telah mengabarkan kepada kami dan kemudian dia mengabarkan
kepadaku, dari Abdul Malik bin Abdullah bin Abu Sofyan. Dari ibunya Amru bin Abu
Sofyan. Sesungguhnya dia mendengar dari Umar bin Khatab bahwasanya Rasulullah
bersabda: Kukuhkanlah ilmu itu dengan tulisan”
Factor tersebut yang menjadi pemicu para kuttab untuk menulis al-Quran dengan indah.
Secara tidak langsung mereka yang menulis ayat al-Quran dengan indah berarti mereka turut
serta mengagungkan al-Quran dan memeliharanya dengan baik. Apabila al-Quran ditulis
dengan baik dan indah menjadikan orang senang untuk membacanya.
Akhirnya dengan demikian keindahan tulisan tersebut menjadikan suatu motivasi untuk
selalu membaca al-Quran, bagi orang yang selalu membaca al-Quran akan mendapat pahala
di sisi Allah.Sumbangan terbesar dari kaligrafi Islam ini adalah Syaikh Hamdullah al-Masi
(w. 1502), yang dipandang sebagai pendekar kaligrafi terbesar sepanjang dinasti Usmaniyah.
Dia mengajarkan kaligrafi kepada sultan Usmaniyah Bayazid II (1481-1520).
15
Sultan tersebut sangat menghormatinya dan membayarnya mahal untuk setiap tinta
yang mengalir, sementara syaikh menulis kalimat-kalimatnya. Begitu besarnya perhatian
pemerintah terhadap kaligrafi, sehingga setiap kaligrafer itu senantiasa diberi imbalan yang
besar atas setiap karyanya.
Kaligrafernya tidak saja terdapat dari kalangan laki-laki saja, wanita pun sudah ada
yang menggeluti dalam bidang seni kaligrafi ini. Padsyah-Khatun salah seorang kaligrafer
wanita yang berasal dari Iran berkiprah di Jerman selama empat tahun sebelum kewafatannya
tahun 1296 M menguasai kaligrafi. Dia seorang kaligrafer yang mahir menulis kaligrafi yang
dikembangkan oleh Yaqut, telah melakukan penyalinan al-Quran. Seni kaligrafi yang
berkembang setelah Islam datang ini dapat dikatakan dengan kaligrafi Islam. Karena tulisan
yang sering disebut oleh bangsa Arab itu ayat al-Quran.
Model-model tulisan Arab yang digunakan pun makin berkembang.Perkembangan
kaligrafi Arab ini tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya peradaban Arab dan munculnya
peradaban Islam. Azzahawy mengemukakan bahwa perkembangan kaligrafi itu kepada dua
bentuk:
1. Khat yang kaku, yaitu berasal dari bangsa Ibrani. Khat ini digunakan untuk menulis catatan
resmi dan surat kabar.
2. Khat yang mulai lentur atau elastic apabila dibandingkan dengan khat sebelumnya, yaitu
rangkaian huruf yang berkaitan satu sama lain, seperti khat naskhi. Khat ini dipakai dalam
kegiatan sehari-hari dalam bentuk berlobang, bulat dan terbuka.

Kepandaian seni kaligrafi ini tidak banyak dipraktekkan oleh orang-orang yang
sezaman dengan Nabi, meskipun sebagian sahabat dan keluarganya sudah ada yang pandai
membaca dan menulis. Hal ini karena pada waktu Nabi sendiri tidak pernah mempelajari
kepandaian ini. Sedangkan kecendrungan orang pada masa itu pada syair dan prosa dengan
menggunakan budaya hafalan. Jadi pada masa itu seni sastra sangat berkembang dan semakin
mendapat perhatian dan sering dijadikan kompetisi.
Kemudian setelah Nabi wafat, barulah mereka merasakan kebutuhan untuk menulis.
Karena pada masa ini sudah banyak di antara sahabat nabi yang hafal al-Quran dalam
peperangan. Lalu Umar bin Khattab mengusulkan agar al-Quran itu dibukukan, karena kuatir
al-Quran itu akan hilang secara perlahan.
Setelah pada masa Usman barulah berhasil al-Quran itu dibukukan. Menurut catatan
sejarah jenis khath yang pertama kali digunakan adalah khath khufi. Dalam bukunya Athlasul

16
Khat wa al-Kutub, Habibullah Fadzoili (1993) mengemukakan tentang gembaran
perkembangan kaligrafi Arab Perkembangan tersebut terbagi kepada tujuh periode.
1. Periode pertumbuhan. Pada masa ini gaya kufi muncul pertama kali dengan tidak ada
menggunakan tanda baca pada huruf tersebut. Kemudian pada abad ke-7 H, lahir
pemikiran untuk menggunakan tanda baca oleh seorang ahli bahasa Abu Aswad Ad-Duali
yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya sehingga mencapai tahapan kesempurnaan.
Pada abad ke-8 H, gaya kufi ini mencapai keelokan sehingga bertahan selama tiga ratus
tahun. Bahkan pada abad ke-11 , gaya kufi ini telah memperoleh banyak monumental.
2. Periode pertumbuhan dan perindahan yang dimulai sejak akhir kekhalifahan Bani
Umayah sampai pertengahan kekuasaan Abbasiyah di Bagdad. Pada masa ini muncul
modifikasi dan pembentukan gaya-gaya lain. Selain gaya kufi pada masa ini merupakan
tahapan pertumbuhan dan perindahan. Dan pada masa ini ditemukan enam rumusan
pokok (al-aqlam as-Sittah), yaitu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’i dan Tauqi’.
Selain itu pada periode ini terdapat pula sekitar dua puluh empat gaya khat yang
berkembang, bahkan mencapai dua puluh enam gaya khath.
3. Periode penyempurnaan dan perumusan kaidah penulisan huruf oleh Abu Ali Muhammad
bin Muqlaq, (w.329H/940) dan saudaranya, Abu Abdullah Hasan bin Muqlaq dengan
metode al-Khath al-Mansub (ukuran standar dan bentuk kaligrafi). Pada masa ini Ibn
Muqlaq sangat besar jasanya dalam membangun gaya Naskhi dan Tsulus. Di samping itu
ia juga memodifikasi sekitar empat belas gaya kaligrafi serta menemukan du belas kaidah
untuk pegangan seluruh aliran.
4. Periode pengembangan dari rumusan Ibnu Muqlaq ini oleh Ibn al-Bawwab (w.1022 M),
yang berhasil menemukan gaya yang lebih gemulai al-Mansub al-Faiq (pertautan yang
indah.
5. suatu gaya kaligrafi dari gabungan khath Naskhi dan Muhaqqaq. Dia juga menambahkan
hiasan pada tiga belas gaya kaligrafi yang menjadi eksperimennya.
6. Periode pengolahan khath dan pemikiran tentang metode hiasan baru dengan penyesuaian
pena bamboo, yaitu pemotongan miring pada pena tersebut oleh sang kiblatul kuttab,
Jamaluddin Yaqut al-Musta’shimi (w. 698 H/1298 M). Di samping itu beliau juga
mengolah gaya al-Aqlam as-Sittah yang masyhur pada periode kedua dengan sentuhan
kehalusan penuh estetika serta mengembalikan hokum-hukum Ibnu Muqlaq dan Ibn al-
Bawwab. Yakut ini berhasil mengembangkan gaya baru dalam tulisan Tsulus. Pada masa
ini para kaligrafer lain juga antusias menciptakan gaya-gaya kaligrafi ini sehingga dalam
periode ini mampu menghasilkan gaya kaligrafi sampai ratusan gaya.
17
7. Periode perkembangan pada masa dinasti Mamluk di Mesir dan Dinasti Safawi di Persia.
Pada periode ini muncul tiga gaya baru yaitu ta’liq (farisi) yang disempurnakan oleh
kaligrafer Mir Ali (w.1916), dan gaya Sikhatseh (berbentuk terpecah-pecah) oleh khattah
Darwisi Abdul Majid. Pada masa ini juga muncul kaligrafer kenamaan di Mesir yang
bernama Thab-thab.

Ragam model gaya kaligrafi yang berkembang pada periode perkembangan ini tidak
berhenti sampai di situ saja, bahkan pada masa berikutnya bermunculan para kaligrafer yang
tidak kalah hebatnya dan mampu menggores tulisan yang halus dan sarat dengan nilai seni
dan keindahan. Demikian juga di Baghdad ditemukan tiga kaligrafer besar yaitu Musthafa
Raqim, Syeikh Musa ‘Azmi (lebih dikenal dengan Hamid al-Amidi).
Bentuk model khath yang berkembang tersebut diciptakan oleh tokoh-tokoh kaligrafer
itu sendiri. Namun peletakan gaya kaligrafi ini tidak seluruhnya dapat diketahui dengan jelas.
Contohnya kaligrafi gaya khufi merupakan gaya kaligrafi yang tertua dan tidak diketahui
dengan jelas siapa peletak dan pencipta dari model khath ini.
Sedangkan khath Naskhi lahir jelas diketahui siapa peletak pertama dari gaya khath ini
adalah Ibn Muqlah , karena kelahiran khath ini sudah tampak sebelum kelahiran Ibn Muqlah,
dan beliau juga yang mendewasakan jenis model dari khath ini. Demikian juga halnya khath
Diwany pencipta pertamanya Ibnu Munif di Turki (860 H). Gaya Riq’ah diciptakan al-
Mutasyar Mumtaz Bek di Turki (1280 H).
Pada awal pertumbuhannya kaligrafi itu tumbuh dan beragam bersifat kursif (lentur dan
ornamental) dan sering pula dipadu dengan ornament floral. Model kaligrafi kursif yang
tumbuh pada masa itu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Riqa’, Raihani dan Tauqi’. Keenam gaya
inilah yang dikenal dengan al-Aqlam as-Sittah, atau Sihs Qalam (Persia), atau The Six Hands
Styles (Inggris) . Keenam gaya kaligrafi ini mengalami seleksi alam. Di antara jenis gaya
kaligrafi tersebut mulai beransur-ansur hilang.
Gaya Riq’ah dan Tauqi’ sudah mulai beransur surut dari peredaran, karena luruh dan
gayanya berkarakter mirip Tsulus, sementara jenis khath yang lain tetap eksis dan
berkembang semakin sempurna. Perkembangan ini mencapai titik kulminasi pada masa
pemerintahan Daulah Usmani (sekitar abad ke-16) dan dinasti Safawi di Iran juga dalam
periode yang sama.Pada periode tersebut di Turki juga berkembang jenis gaya kaligrafi
Syikatsah, Syikatsah-Amiz, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah dan Ijazah. Sementara Farisi (ta’liq)
berkembang di Iran.

18
Dari seluruh model tulisan kaligrafi ini, baik dari al-Aqlam as-Sittah maupun yang
munculnya belakangan namun yang masih sering dipakai sampai sekarang yakni gaya sulus,
naskhi, farisi, diwani, diwani jail, riq’ah, ijazah (raihani) serta model kufi. Perkembangan
model-model ini dapat juga dilihat dari perkembangan sejarah. Ilham Khoiri
mengelompokkan kepada dua yaitu perkembangan seni kaligrafi sebelum al-Quran turun dan
setelah al-Quran diturunkan.
Namun yang paling pesat perkembangn model kaligrafi itu adalah setelah al-Quran
diturunkan. Karena pada masa ini banyak terdapat seniman, ahli kaligrafi dan peminat dan
pencinta kaligrafi yang berasal dari kabilah-kabilah. Hal ini dikarenakan terdapatnya
keindahan pada seni kaligrafi yang dapat mengokohkan peradaban yang dibutuhkan.
Perkembangan seni kaligrafi tersebut ada yang bersifat hiasan dan ada juga yang
bersifat kaidah. Kaligrafi yang pertama digunakan sebagai hiasan tersebut adalah khath khufi,
seperti yang terdapat pada arsitektur bangunan. Sedangkan yang bersifat kaidah itu seperti
Sulus, Riq’ah, dan Naskhi.

D. Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut

Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah
timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-
Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia
(Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda.
Gaya kaligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan
gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak
sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.
Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara
Mongol dibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat
segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan
yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun kembali.
Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan
kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun
mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti
Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak
Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.

19
Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai akhir abad ke-14 digantikan oleh Dinasti
Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun
setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian yang istimewa. Ia
mempunyai perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan al-Qur’an.
Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini
adalah Muhammad al-Tughra’I yang menyalin al-Qur’an bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq
emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang
kaligrafer terkemuka.
Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan
oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736. pendirinya Shah
Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan pengembangan gaya
kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang sekarang dikenal khat Farisi. Gaya baru yang
dikembangkan dari Ta’liq adalah Nasta’liq yang mendapat pengaruh dari Naskhi. Tulisan
Nasta’liq ahkirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk
menyalin sastra Persia.
Di Kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih bernuansa
tradisional. Gaya Behari muncul di India pada abad ke-14 yang bergaris horisontal tebal
memanjang yang kontras dengan garis vertikalnya yang ramping.
Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi, dipengaruhi tarikan
kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini. Gaya ini mendapat pengaruh dari
tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik
dan tembikar.
Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintah oeh Dinasti Utsmaniyah
(Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga perkembangan
terakhirnya selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah Turki. Perkembangan kaligrafi pada
masa Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya
pada kalangan terpelajar dan seniman tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai
kaligrafer.
Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia,
maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang dipandang
sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi yang
melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz Usman.
Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah melahirkan
sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya kaligrafi yang
20
dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting adalah Syikastah,
Syikastah-amiz, Diwani, dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk patah) adalah gaya yang
dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq awal.
Gaya ini biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada
mulanya adalah penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad ke-15
oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah. Gaya ini benar-
benar kursif, dengan garis yang dominan melengkung dan bersusun-susun.
Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang lebih monumental
disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan). Gaya ini sepenuhnya
dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya

E. Sejarah Perkembangan Kaligrafi di Indonesia

Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali
ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini bukan tanpa
alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang
dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya Kufi telah berkembang pada
abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik
(wafat 495 H/1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15.
Bahkan diakui pula sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping
dipakai untuk penulisan batu nisan pada makam-makam, huruf Arab tersebut (baca: kaligrafi)
memang juga banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-
undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel,
kepala surat, dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut
diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.
Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang
diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain. Termasuk
juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-quran tua dengan bahan kertas deluang dan kertas
murni yang diimpor.
Kebiasaan menulis al-Qur’an telah banyak dirintis oleh banyak ulama besar di
pesantren-pesantren semenjak akhir abad XVI, meskipun tidak semua ulama atau santri yang
piawai menulis kalgrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat yang
ditokohkan di penghujung abad XIX atau awal abad XX, karena tidak ada guru kaligrafi yang
mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi.

21
Buku pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar tahun 1961 karangan
Muhammad Abdur Razaq Muhili berjudul ‘Tulisan Indah’ serta karangan Drs. Abdul Karim
Husein berjudul ‘Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab’ tahun 1971.
Pelopor angkatan pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam kitab-kiab
atau buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di tanah air. Para tokoh
tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H. Darami Yunus, H. Salim Bakary, H.M.
Salim Fachry dan K.H. Rofi’I Karim.
Angkatan yang menyusul kemudian sampai angkatan generasi paling muda dapat
disebutkan antara lain Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K. Mahfudz dari Ponorogo,
Faih Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq dan Muhammad Wasi’ Abdur Razaq, H.
Yahya dan Rahmat Arifin dari Malang, D. Sirojuddin dari Kuningan, M. Nur Aufa Shiddiq
dari Kudus, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari Bantul dan lainnya. D.
Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis buku-buku kaligrafi danmengalihkan kreasinya pada
lukisan kaligrafi.
Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan
indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau
visual art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi para seniman
lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup. Dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi
memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan
ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.
Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar tahun 1979
dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama bersamaan
dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang, menyusul pameran pada
Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia than 1980 di Balai Sidang Jakarta dan
Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di Yogyakarta
tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut
Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan pameran lainnya.
Para pelukis yang mempelpori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal
Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal
Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya), dilanjutkan oleh angkatan muda seperti
Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa
pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkannya dari
kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf
yang berlainan dari pola yang telah dibakukan
22
Kehadiran seni lukis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi,
bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapun hasil
dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat sendiri membawa
banyak hikmah, antara lain menimbulkan kesadaran akan kelemahan para khattat selama ini,
kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari
penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para
pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata
lebih atau hanya dimiliki para pelukis.

23
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan makalah tentang sejarah kaligrafi arab yang dijelaskan melalui beberapa
materi singkat diatas maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
A. Kaligrafi melahirkan suatu ilmu tersendiri tentang tata cara menulis, meneliti tentang
tanda-tanda bahasa yang bisa dikomunikasikan, yang dibuat secara propesional dan
harmonis yang dapat dilihat secara kasat mata dan diakui sebagaimana susunan yang
dihasilkan lewat kerja kesenian.
B. Pembentukan huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa awal Islam
memakan waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara bertarikh 250 M, 328 M dan 512
M menunjukkan kenyataan tersebut.
C. Proses menuju kesempurnaan perkembangan kaligrafi Arab sebelum Islam menuju
kesempurnaan pada abad ke-3 M, diperkirakan seabad sebelum kedatangan Islam
orang Hijaz sudah ada yang mengenal tulisan. Hal ini terjadi karena ada hubungan
dagang mereka dengan Arabia Utara dengan Arabia Selatan yang sudah mengenal
huruf seperti suku Hunain di Yaman.
D. Pada perkembangan kaligrafi periode lanjut Selain di kawasan negeri Islam bagian
timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal
juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh
negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini
memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda.
E. kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan
batu nisan pada makam-makam, huruf Arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga
banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-
undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam,
stempel, kepala surat, dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa
setempat tersebut diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab
Pegon.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://hasanlombok811.blogspot.com/2012/03/sejarah-kaligrafi-arab.html

http://sejarahkaligrafiryanrihi.blogspot.com/

http://salmahlbs.blogspot.com/2014/11/makalah-kaligrafi islam.html

http://segalaceritasegalarasa.blogspot.com/2011/09/sejarah-perkembangan-kaligrafi-II-html

http://srinurliantilolonga.blogspot.com/

http://tikayulianarahay.blogspot.com/2012/10/makalah-kaligrafi-nusantara.html

http://www.google.com/search?q=MAKALAH+UMUM+TENTANG+KALIRAFI
ARAB&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a

http://www.google.com/search?q=MAKALAH+PERKEMBANGAN+KALIGRAFI+ISLAM
+ARAB&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a

25

Anda mungkin juga menyukai