Anda di halaman 1dari 28

Pembagian Kalimah/Kata dalam Bahasa

Arab
Rabu, 03 April 2013 | Bahasa Arab
[Update: 20/04/2013] Pada catatan pertama ini, kita akan mengenal dan mengingat kembali
tentang beberapa istilah yang sering digunakan dalam pelajaran Bahasa Arab. Tulisan ini sengaja
saya buat ringkas disertai dengan diagram pohon untuk membantu dalam memahami setiap
pokok bahasan yang ada.

Harfun

Harfun atau huruf, merupakan komponen penyusun kata. Huruf dapat dibagi ke dalam dua jenis,
yaitu huruf mabani/hija'i dan huruf ma'ani.

Huruf mabani/hija'i adalah huruf-huruf hijaiyah yang sudah kita kenal, mulai dari alif sampai
ya'. Huruf-huruf ini tidak memiliki makna. Baru bisa kita pahami maknanya jika sudah dirangkai
dengan huruf lainnya. Huruf Mabani dapat dibagi lagi menjadi dua jenis.

- Huruf 'illah, yaitu ‫( ا‬alif), ‫( و‬wau) dan ‫( ي‬ya').


- Huruf shahih, selain ketiga huruf di atas.

Sedangkan huruf ma'ani, ialah huruf-huruf yang memiliki makna. Dalam bahasa indonesia,
huruf ma'ani dikategorikan sebagai kata, tidak lagi dinamakan dengan "huruf".
Contoh: ََ‫(و‬dan), ََ‫(ثم‬kemudian), ََ‫( ِمن‬dari).

"Kalimah"

"Kalimah", atau identik dengan "kata" dalam Bahasa Indonesia, adalah lafazh yang memiliki
makna. "Kalimah" dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu isim, fi'il dan huruf.

"Kalimah" tidak selalu saya terjemahkan menjadi "kata". Jika saya menulis "kalimah" dengan
tanda petik, maka maknanya identik dengan "kata" dalam Bahasa Indonesia. Adapun jika saya
menulis -kalimat- (tanpa tanda petik dan akhirnya menggunakan huruf T), maka maksudnya
adalah -kalimat- sebagaimana yang sudah umum kita pahami. Sebabnya adalah karena pada
pembahasan selanjutnya kita akan mengenal adanya "huruf" yang termasuk kategori "kalimah".
Kalau saya katakan ada "huruf" yang merupakan jenis dari "kata", tentunya akan sedikit
membingungkan. Karena dalam Bahasa Indonesia, huruf ya huruf, tidak bisa menjadi kata.
Semoga dapat dipahami :)

A. Isim

Isim adalah setiap kata yang merujuk ke orang/manusia, hewan, tumbuhan, benda mati, tempat,
waktu, sifat, atau makna lainnya yang tidak terkait dengan waktu. Ringkasnya, semua kata yang
tidak termasuk dalam kata kerja dan "huruf" maka ia adalah isim.
Contoh: ََ‫(أسد‬singa), َ‫(شهر‬bulan) dan َ‫(اِس ِتقالل‬kemerdekaan)

Ciri-ciri isim

1. Tanwin, artinya setiap kata yang memiliki atau memungkinkan untuk di-tanwin (harakat
akhirnya) maka ia adalah isim. Contoh: ََ‫(رجل‬rajulun = seorang laki-laki).
2. Adanya alif-lam, contoh: َ‫(الكتاب‬al-kitabu = buku).
3. Terletak setelah huruf nida' (untuk memanggil). Contoh: َ‫(ياَمحمد‬wahai/ya
Muhammad). Setiap kata yang terletak setelah َ‫(يا‬wahai) maka ia adalah isim. Dalam
Bahasa Indonesia pun demikian, setiap kata yang muncul setelah 'wahai' biasanya adalah
kata benda (nama orang misalnya). Dan kata benda termasuk bagian dari isim.
4. Majrur, yang di antara tandanya adalah harakat kasrah. Majrur merupakan salah satu
kekhususan yang dimiliki oleh isim. Majrur-nya isim bisa karena didahului oleh huruf jar,
atau karena merupakan bentuk idhafah.

Contoh: ََِ‫(علىَالشجرة‬di atas pohon) merupakan bentuk jar-majrur, ََ‫على‬adalah huruf


jar, sedangkan ََِ‫(الشجرة‬asy-syajarati) adalah isim yang karena didahului oleh huruf jar
sehingga dibaca majrur dengan kasrah.

Untuk bentuk idhafah, misalnya ََِ‫(غصنَالشجرة‬ghushnusy-syajarati = ranting pohon).


Kata َ‫غصن‬adalah mudhaf, sedangkan َ‫الشجر َِة‬mudhaf ilaih. Perlu diingat, mudhaf
ilaih selalu majrur. Jika ada satu kata yang berfungsi sebagai mudhaf ilaih dan kata
tersebut dapat langsung dimajrurkan (contoh: ََِ‫الشجرة‬yang majrur dengan kasrah) maka
ia adalah isim. Mudhaf (dalam hal ini َ‫ )غصن‬sebenarnya pun adalah isim. Sehingga
dapat kita katakan bahwa bentuk idhafah dalam kasus di atas, baik itu mudhaf maupun
mudhaf ilaih, keduanya adalah isim.

5. Setiap kata yang menjadi pokok pembicaraan. Misalnya, ََ‫تابَ ُم ِفيد‬


ُ ‫(ال ِك‬buku itu
bermanfaat). Yang menjadi pokok pembicaraan dalam kalimat tersebut adalah kata
َ‫تاب‬
ُ ‫ال ِك‬, sehingga َ‫تاب‬
َُ ‫ال ِك‬adalah isim.
Tanwin dan alif-lam tidak mungkin bersatu pada satu kata. Sebagai contoh untuk kata َ‫شجرة‬
(pohon).

Salah: ََ‫(الشجرة‬asy-syajaratun)
Benar: ََ‫(شجرة‬syajaratun) atau َ‫(الشجرة‬asy-syajaratu)

B. Fi'il

Fi'il adalah sebuah kata yang berfungsi untuk menunjukkan atas terjadinya suatu peristiwa pada
waktu tertentu (kata kerja). Fi'il dapat diidentifikasi dengan melihat salah satu di antara ciri-ciri
berikut.

1. Ta' Fa'il, yaitu huruf َ‫ت‬yang berkedudukan sebagai "pelaku" pekerjaan. Contoh:
ََُ‫(كتبت‬katabtu = aku telah menulis), huruf ta' di sini maknanya kembali ke dhamir (kata
ganti) َ‫أنا‬sebagai fa'il (pelaku).

ََ‫(كتبت‬katabta = kamu telah menulis), huruf ta' maknanya kembali ke dhamir ََ‫انت‬
sebagai pelaku.

2. Ta' Ta'nits, yaitu huruf َ‫ت‬yang menunjukkan jenis muannats/perempuan. Contoh:

ََ‫(كتبت‬katabat = dia perempuan telah menulis). Huruf ta' sukun di akhir, maknanya
kembali ke dhamir َ‫(هي‬dia perempuan).

َ‫(تكتب‬taktubu = dia perempuan sedang/akan menulis). Huruf ta' di awal, maknanya


kembali ke dhamir َ‫(هي‬dia perempuan).

3. Ya' Mukhathabah, yaitu huruf َ‫ي‬yang menunjukkan kata ganti orang kedua atau
"kamu" atau pihak yang diajak bicara. Contoh:

َ‫(تكتبين‬taktubiina = kamu perempuan sedang menulis)


َ‫(اُكتبي‬uktubii = wahai kamu perempuan, tulislah!)

4. Nun Taukid, yaitu huruf َ‫ن‬yang ditambahkan di akhir kata untuk menunjukkan makna
penekanan. Contohnya ََ‫(ليكتبن‬liyaktubanna = hendaklah dia benar-benar menulis).

Terdapat ciri lain yang memudahkan kita untuk mengenali suatu kata itu fi'il atau bukan, yaitu
apabila kata tersebut didahului oleh ََ‫(قد‬qad), َ‫س‬dan َ‫(سوف‬saufa). Contoh:

( َ‫ )قدَقامتَِالصالة‬maka kata َ‫قامت‬adalah fi'il.


( َ‫ب‬
َُ ‫ )سيذه‬maka kata َ‫ب‬
َُ ‫يذه‬adalah fi'il.
( َ‫ )سوَفَتعل ُمون‬maka kata َ‫تعل ُمون‬adalah fi'il.

C. Huruf
Huruf yang termasuk kategori "kalimah" adalah huruf ma'ani. Huruf ma'ani dikategorikan
sebagai "kalimah" karena huruf tersebut sudah memiliki arti/makna sebagaimana dikemukakan
pada contoh di awal. Hanya saja, maksud/maknanya belum dapat kita pahami secara utuh kecuali
jika sudah digandengkan dengan kata lainnya. Dalam bahasa Indonesia, huruf identik dengan
kata sambung atau yang sejenisnya.
Makalah Bahasa Arab, SISTEM WACANA BAHASA ARAB DAN BAHASA
INDONESIA

Oleh Kelompok 11 :
1. Agung Budiono (085854823423)
2. Mohammad Ayyub Khant ( 10110131 )
3. Mudiyono ( 10110045 )
4. Siti Aminah ( 10110068 )

IKIP PGRI BOJONEGORO


2012

KATA PENGANTAR

Pertama kami panjatkan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah - Nya kepada kami sehingga makalah ini dapat dikerjakan dengan lancar dan
baik.
Makalah ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Arab. Makalah ini dapat
tersusun dengan baik karena tidak lepas dari bantuan semua pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih sebanyak-banyaknya kepada :
1. Bapak Drs. Masrukin, M. Pd. Selaku Dosen Mata Kuliah Bahasa Arab
2. Kepada teman - teman yang telah memberikan motivasi, bantuan baik langsung maupun
tidak langsung sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini sampai selesai.
Sehubungan dengan adanya bantuan tersebut, kami berdoa semoga amal perbuatannya diterima
Allah SWT dan dijadikan amal sholeh.
Walaupun makalah ini telah diselesaikan dengan baik, namun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu kami mengharap adanya kritik dan
saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi semua pihak yang
membaca.

Bojonegoro, 9 Januari 2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………...1
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………….1
BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………………………………..2
2.1 Pengertian Sistem Wacana Bahasa Arab……………………………………………...2
2.2 Wacana Bahasa Arab…………………………………………………………..2
2.3 Wacana Bahasa Indonesia……………………………………………………..5
2.4 Syaratan Terbentuknya Wacana……………………………………………….6
2.5 Struktur Wacana……………………………………………………………….6
2.6 Jenis - Jenis Wacana…………………………………………………………...8
2.7 Konteks Wacana……………………………………………………………….9
2.8 Perbedaan dan Persamaan Wacana Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia…10

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………………….11


BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………..12
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………...12
4.2 Saran………………………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini banyak sekali orang yang tidak mengerti akan proses terbentuknya sebuah wacana.
Padahal tidak mudah di dalam menyusun sebuah wacana. Karena wacana tersusun atas rangkaian
kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana
yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu,
prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Akan tetapi kenyataannya sekarang orang lebih mementingkan isi dan manfaat dari wacana yang
mereka baca atau buat, bukannya belajar tentang bagaimana cara membuat wacana yang baik
dan benar menurut kaidah yang sudah ditetapkan. Untuk itu perlu diadakan pelatihan bagi
mereka yang berbakat dalam menulis cerita atau karangan. Terlebih bagi mereka yang berprofesi
sebagai seorang guru bahasa.

1.2 Rumusan Masalah


- Apakah pengertian Wacana?
- Bagaimanakah proses terbentuknya wacana dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

- Untuk mengetahui arti dari Wacana.


- Ingin mengetahui proses terbentuknya wacana dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem Wacana Bahasa Arab


a. Pengertian Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan
yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran
informasi, materi atau energi
b. Pengertian Wacana
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lain sehingga membentuk kesatuan.
c. Pengertian Bahasa Arab
Bahasa Arab (‫ اللغةَالعربية‬al-lughah al-‘Arabīyyah, atau secara ringkas ‫‘ عربي‬Arabī) adalah salah
satu bahasa Semitik Tengah, yang termasuk dalam rumpun bahasa Semitik dan berkerabat
dengan bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa Neo Arami.
Jadi Pengertian Sistem Wacana Bahasa Arab adalah Suatu kesatuan / rentetan kalimat dalam
Bahasa Arab yang saling berkaitan antara proposisi yang satu dengan lain sehingga membentuk
kesatuan yang padu dan utuh.

2.2 Wacana Bahasa Arab


Wacana bahasa Arab terdiri atas :
1. Fi’il (kata kerja)
2. Isim (kata benda)
3. Huruf yang memiliki makna
1. Fi’il (َِ‫)الفعل‬
Al Fi’lu atau fi’il secara bahasa memiliki makna perbuatan atau kata kerja. Sedangkan menurut
istilah dalam ilmu nahwu, fi’il adalah kata yang menunjukkan suatu makna yang ada pada zatnya
serta terkait dengan waktu. Fi’il itu ada tiga:
1. Fi’il Madhi (‫)فعلَالماضي‬
2. Fi’il Mudhori’ (‫)فعلَالمضارع‬
3. Fi’il Amar (‫)فعلَاالمر‬
Penjelasan:
1. Fi’il Madhi adalah kata kerja untuk masa lampau atau dalam istilah bahasa inggrisnya adalah
past tense yang memiliki arti telah melakukan sesuatu. Contohnya: َ‫( قام‬telah berdiri) atau َ‫جلس‬
(telah duduk).
2. Fi’il Mudhari’ adalah kata kerja yang memiliki arti sedang melakukan sesuatu atau dalam
istilah bahasa inggrisnya present continues tense. Contohnya: ‫( يقُو َُم‬sedang berdiri) atau َََ‫س‬
ُ ‫يج ِل‬
(sedang duduk).
3. Fi’il Amar adalah kata kerja untuk perintah. Contohnya َ‫( قُم‬bangunlah!) atau
َ‫(اِج ِلس‬duduklah!).
2. Isim (َ‫)أالس ُم‬
ِ
Isim secara bahasa memiliki arti yang dinamakan atau nama atau kata benda. Sedangkan
menurut ulama nahwu, isim adalah kata yang menunjukkan suatu makna yang ada pada zatnya
akan tetapi tidak berkaitan dengan waktu. Isim itu terbagi-bagi menjadi beberapa jenis yang bisa
dikelompokkan sesuai dengan kelompoknya. Karena isim banyak sekali, maka kita tidak
membahasnya disini. Akan tetapi, untuk memberi pengertian dasar tentang isim, maka berikut
contohnya: َ‫ زيد‬artinya Zaid (Isim ‘Alam = nama orang), ‫ جَاكرتا‬artinya Jakarta (nama tempat),
َ‫هذا‬artinya ini (kata tunjuk), ‫ انا‬artinya saya (kata ganti) dan contoh-contoh yang lain.
Dalam bahasa Arab, membedakan kata benda dengan kata yang lain--seperti kata kerja (fi'il) dan
kata sambung (huruf)-- dapat diketahui juga dari adanya tanda-tanda berikut:
• Jar. Yakni apabila status i'robnya jar.[2] Karena hanya isim yang status i'robnya jar.
Contoh,‫فيَالمدرسة‬. Di sekolah. Kata َ‫المدرسة‬i'robnya jar dengan kasroh dan karena itu pasti isi
(kata benda).
• Tanwin. Contoh, َ‫( محمد‬muhammadun).
• Jatuh setelah alif lam (‫)أل‬. Contoh, ‫الحمد َُهلل‬
• Jatuh setelah kata sambung jar (huruf jar) . Contoh, ‫منَالمدرسة‬. Kata min (dari) adalah kata
penghubung yand disebut dengan huruf jar. Kata Al Madrosati adalah isim karena jatuh setelah
min.
Huruf Jar (‫روفَالجر‬
ُ ‫) ُح‬
1. ‫( من‬min) Contoh, ‫َالجامع َِة‬ ِ ‫( ِمن‬Dari kampus)
2. ‫( إلي‬ila) Contoh, ‫ إليَالمدرس َِة‬Ke sekolah
3. ‫'( عن‬an) Contoh, ‫( ع ِنَالمسأل َِة‬dari masalah itu)
4. ‫'( علي‬ala) Contoh, ‫( عليَا ِلمنب َِر‬Di atas mimbar)
5. ‫( في‬fi) Contoh, ‫ت‬ َِ ‫( فِيَالبي‬Di rumah)
6. ‫( رب‬rubba). Contoh, ‫( ُربَر ُج ٍلَك ِري ٍَم‬Semoga lelaki yang baik)
7. ‫ الباء‬Contoh, ‫( بِ ُمحم ٍَد‬dengan Muhammad)
8. ‫ الكاف‬Contoh, َ‫م ُحمدَك ُعمر‬Muhammad seperti Umar
9. ‫ألالم‬Contoh, ‫ ال ِكتابُ َ ِلزي ٍَد‬Buku itu milik Zaid.
10. ‫ ُحروفَالقسم‬Huruf (kata sambung) untuk sumpah bermakna "demi". Kata sambung sumpah
ada tiga yaitu
1. ‫( الواو‬wau). Contoh, ‫ والل َِه‬Demi Allah
2. ‫( الباء‬ba'). Contoh, ‫الل‬ َِ ِ‫ ب‬Demi Allah
3. ‫( التاء‬ta'). Contoh, ‫الل‬ َِ ‫ ت‬Demi Allah
3. Huruf (َ‫ف‬ ُ ‫)الحر‬
Huruf secara bahasa memilki arti huruf seperti yang kita kenal dalam bahasa indonesia ada 26
huruf. Sedangkan dalm bahasa arab kita mengenal ada 28 huruf yang kita kenal dengan huruf
hijaiyah. Akan tetapi, huruf yang dimaksud disini bukan setiap huruf hijaiyah melainkan huruf
hijaiyah yang memiliki arti seperti َ‫(و‬dan) َ‫(ف‬maka) ‫ب‬
َِ (dengan)َ‫( ِل‬untuk) َ‫(س‬akan) َ‫(ك‬seperti).
Adapun huruf-huruf seperti Alif, Ta, Tsa, dan yang lain yang tidak memiliki arti maka tidak
dapat menyusun suatu kalimat, melainkan hanya menyusun suatu kata saja.

Bentuk dan jenis huruf bermacam-macam, ada yang disebut dengan huruf mabani dan ada yang
disebut dengan huruf ma’ani.

a. Huruf mabani (‫فَمبانِي‬


ُ ‫)حر‬

Adalah huruf-huruf hijaiyah selain huruf ‫ اَوَي‬, karena ketiga huruf tersebut dikatakan sebagai
huruf ilat (َ‫فَال ِعل ِة‬
ُ ‫ )حر‬atau huruf penyakit.

b. Huruf ma’ani (‫فَمعانِي‬


ُ ‫)حر‬

Adalah huruf-huruf yang mempunyai arti


Contoh :
َ‫ او‬atau
َ‫ و‬dan
َََ‫ ثُم‬kemudian
‫ اِذا‬ketika
َِ
‫ل‬ milik

Jenis-jenis huruf ma’ani bermacam-macam diantaranya :


- Huruf jar (َ‫ار‬
ٍ ‫ )حرفَج‬yang telah kita bahas pada pelajaran kedua.

- Huruf qosam (‫ )حرفَقسم‬atau disebut juga huruf sumpah. Huruf qosam ada tiga, yakni َ‫وَتَب‬

Contoh :

ِ‫هلل‬
َ ‫وهللاَِ–َبِاهللَِ–َتا‬ (demi Allah)

Namun, dari ketiga huruf sumpah di atas, huruf ‫ ت‬hanya boleh digunakan untuk sumpah atas
nama Allah ta’ala, adapun huruf yang lainnya boleh digunakan untuk selain nama Allah ta’ala.

c. Huruf athof (‫)حرفَالعطف‬

Adalah huruf yang digunakan untuk menggabungkan dua kata.

Contoh :

‫( و‬dan) misal َ‫جاءَ ُمحَُ َمدَوَحسن‬ (Muhammad dan Hasan datang)

ً ‫ضربَحسنَكلَبًاَاوَ ِق‬
‫( او‬atau) misal ‫طا‬ (Hasan memukul anjing atau kucing)
‫( ثم‬kemudian) misal َ‫ماَشاءَهللاَُثُمَ ِشئت‬ (atas kehendak Allah kemudian kehendakmu)

Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa ada huruf yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda
sesuai dengan letak dan kedudukan dalam kalimat, seperti huruf ‫ و‬, disisi lain ia bisa sebagai
huruf athof dan disisi lain dia bisa menjadi huruf qosam. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari
arti atau kontek kalimat yang digunakan.

Selanjutnya untuk unsur terbentuk dan jenisnya, wacana Bahasa Arab memiliki kesamaan
dengan wacana Bahasa Indonesia. Seperti yang akan kami jelaskan pada bab selanjutnya.

2.3 Wacana Bahasa Indonesia


Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi
dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana
dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam
peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi
antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai
hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa.

2.4 Syarat Terbentuknya Wacana


Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana
dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang
sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat - kalimatnya disusun
secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

2.5 Struktur Wacana


a. Elemen - elemen Wacana
Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata
secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar
inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting.
Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting
informasi utama.
Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen
wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen manasuka
bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi.
b. Relasi Antarelemen dalam Wacana
Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen
yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang
kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan.
Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan
relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen
bawahan.
Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi
itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam
jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.
c. Struktur Wacana
Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen wacana
dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan peringkat keutamaan
atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada
wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga
terbalik.
d. Referensi dan Inferensi Wacana
Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan
semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai
seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks
linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a)
adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang
sama mengacu pada hal yang berbeda.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung
atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
e. Kohesi dan Koherensi Wacana
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh
penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk
koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan
berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.
Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu
cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang
mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis
itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative)
dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

2.6 Jenis - Jenis Wacana


a. Wacana Lisan dan Tulis
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis
dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang
terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung
(alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis
cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa
benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

b. Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog


Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana,
yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu
pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan
disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila
peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi
pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam
komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan
disebut polilog.

c. Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi


Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi,
argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi)
tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi
adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada
penerima agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep
dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana
eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca
atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada
pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang
mendukung.
Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang
diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang
memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi
kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana
yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu,
pelaku, dan peristiwa.

2.7 Konteks Wacana

a. Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi
penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa
konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi
lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa
hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan
peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat
dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat
konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik
dan konteks ekstralinguistik.
b. Macam - macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks
wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
- Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu
mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif.
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks
yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-
macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
- Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran,
dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi
berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan
waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang
digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam
wacana.

2.8 Perbedaan dan Persamaan Wacana Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia
Perbedaan wacana Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia terletak pada pemakaian huruf pada
masing - masing bahasa. Selain itu di dalam Bahasa Arab terdapat Fi’il (kata kerja), Isim (kata
benda) dan Huruf yang sebenarnya sama dalam Bahasa Indonesia tetapi hanya berbeda nama dan
proses pembentukannya.
Persamaannya adalah Penggunaan bahasa yang berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran
(meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Selain itu dalam meyusunan rangkaian
kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity)
dan kepaduan (coherent).

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Apakah pengertian Wacana?
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lain sehingga membentuk kesatuan.

3.2 Bagaimanakah proses terbentuknya wacana dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia??
Proses terbentuknya wacana dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun
wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau
ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan
(coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang
sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat - kalimatnya disusun
secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lain sehingga membentuk kesatuan.

Perbedaan wacana antara Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia terletak pada pemakaian huruf
pada masing - masing bahasa. Selain itu di dalam Bahasa Arab terdapat Fi’il (kata kerja), Isim
(kata benda) dan Huruf yang sebenarnya sama dalam Bahasa Indonesia tetapi hanya berbeda
nama dan proses pembentukannya.
Persamaannya adalah Penggunaan bahasa yang berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran
(meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Selain itu dalam meyusunan rangkaian
kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity)
dan kepaduan (coherent).

4.2 Saran
Sebelum membuat wacana hendaknya kita harus mengetahui prinsip – prinsip atau unsur –
unsure yang terdapat dalam sebuah wacana. Baru nantinya kita dapat membuat wacana yang baik
dan benar. Untuk itu diperlukan adanya latihan dan sering membaca.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem
2. http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Wacana
3. http://kamus.javakedaton.com/
4. http://www.google.co.id/tanya/thread?tid=07f4f0efbf44fd1e
5. http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?Itemid=75&catid=30:fkip&id=164:pbin-4216-
wacana-bahasa-indonesia&option=com_content&view=article
lainya
6. http://www.docstoc.com/docs/26069360/macam-macam-wacana
7. http://massofa.wordpress.com/2008/01/14/kajian-wacana-bahasa-indonesia/
Posted on 14 Januari 2008 by Pakde sofa
8. Buku Wacana Bahasa Indonesia, karya Suparno dan Martutik
9. http://ya2punya.multiply.com/journal/item/5?&show_interstitial=1&u=%2Fjourn
al%2Fitem
10. http://yuhana.wordpress.com/2009/05/27/jenis-jenis-kata-dalam-bahasa-arab/
11. http://ryper.blogspot.com/2009/11/pelajaran-4-huruf-dan-isim-dhomir.html

Sistem Wacana Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia


A.Sistem Wacana Bahasa Arab adalah Suatu kesatuan / rentetan kalimat dalam Bahasa Arab
yang saling berkaitan antara proposisi yang satu dengan lain sehingga membentuk kesatuan yang
padu dan utuh.
- Wacana bahasa Arab terdiri atas : Fi’il (kata kerja), Isim (kata benda) dan Huruf.
1. Fi’il (َِ‫)الفعل‬, Al Fi’lu atau fi’il secara bahasa memiliki makna perbuatan atau kata kerja.
2. Isim (َ‫)أالس ُم‬,
ِ Isim secara bahasa memiliki arti yang dinamakan atau nama atau kata
benda. Contoh ‫ من‬: (min) ‫َالجامع َِة‬
ِ ‫( ِمن‬Dari kampus)
3. Huruf (َ‫ف‬ ُ ‫ر‬ ‫ح‬‫)ال‬, Huruf dalam bahasa arab kita mengenal ada 28 huruf yang kita kenal dengan
huruf hijaiyah. Akan tetapi, huruf yang dimaksud disini bukan setiap huruf hijaiyah melainkan
huruf hijaiyah yang memiliki arti seperti َ‫(و‬dan) َ‫(ف‬maka) ‫ب‬ َِ (dengan)َ‫( ِل‬untuk) َ‫(س‬akan)
َ‫(ك‬seperti).
Bentuk dan jenis huruf bermacam-macam, ada yang disebut dengan huruf mabani dan ada yang
disebut dengan huruf ma’ani.

a. Huruf mabani (‫فَمبا ِني‬


ُ ‫ )حر‬b. Huruf ma’ani (َ‫ف‬
ُ ‫حر‬
‫)معانِي‬ c. Huruf
athof (‫)حرفَالعطف‬
B.Wacana Bahasa Indonesia
Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana
dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
- Struktur Wacana
a. Elemen - elemen Wacana b. Relasi Antarelemen dalam Wacana c. Struktur Wacana d.
Referensi dan Inferensi Wacana e. Kohesi dan Koherensi Wacana
- Jenis - Jenis Wacana
a. Wacana Lisan dan Tulis b. Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog c. Wacana Deskripsi,
Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi
- Perbedaan dan Persamaan Wacana Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia
Perbedaan wacana Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia terletak pada pemakaian huruf pada
masing - masing bahasa. Selain itu di dalam Bahasa Arab terdapat Fi’il (kata kerja), Isim (kata
benda) dan Huruf yang sebenarnya sama dalam Bahasa Indonesia tetapi hanya berbeda nama dan
proses pembentukannya. Persamaannya adalah Penggunaan bahasa yang berupa rangkaian
kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Selain
itu dalam meyusunan rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip
tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
makalah shorof tentang fi'il mabni ma'lum dan majhul

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Ilmu Bahasa, telah kita ketahui bahwa suatu “kalimat” tersusun dari sejumlah
“kata”. Dan setiap “kata” yang tersusun menjadi sebuah kalimat itu mempunyai jabatan tertentu
dalam struktur kalimat, Sehingga “kata” yang telah tersusun menjadi sebuah “kalimat” dapat
memberikan pemahaman secara sempurna kepada sipembaca. Struktur kalimat dalam tata bahasa
Arab biasanya terdiridari fi’il, fa’il, dan maf’ul. Kadang sebuah kalimat menyebutkan fa’ilnya
(mabnima’lum) dan kadang kitajuga menemukan kalimat yang fa’ilnya tidak disebutkan (mabni
majhul).Oleh karena itu, masalah tersebut akan kami bahas dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Mabni Ma’lum dan majhul?
2. Bagaimana Cara Membuat Fi’il Mabhi Majhul?
3. Apa Pengertian Naibul Fa’il?
1.3 Tujuan
Dari uraian permasalahan di atas, adapun tujuan penulisan makalah yang kami buat antara
lain :
1. Untuk Mengetahui Pengertian Mabni Ma’lum dan Majhul.
2. Untuk Mengetahui Cara Membuat Fi’il Mabni Majhul.
3. Untuk Mengetahui Pengertian Naibul Fa’il.
BAB II
PEMBAHASAN
Pembagian Fi’il Ditinjau dari Pelakunya :
1. Fi’il Mabni Ma’lum
Mabni ma’lum adalah fi’il yang fa’ilnya disebutkan dalam kalam, baik fa’il itu berupa
dhomir atau dzohir.
Contoh: َ‫( قطعََ ُمحمدَالغُصن‬Muhammad telah memotong dahan kayu)
 Para ulama didalam memberi pengertian pada fiil madli yang mabni fa’il terdapat dua
pengertian, yaitu :
1. َ‫ماَكانَاولهَمفتوحا‬
Yaitu setiap fi’il madli yang huruf pertamanya berharokat fathah.
Contoh : lafadz ‫( ثنا‬membuat tampar)
2. َ‫ماَكانَاولَمتحركَمنهَمفتوحا‬
Yaitu setiap fi’il madli yang awalnya huruf yang berharokat (walaupun bukan huruf awal
)berupa harokat fathah
Contoh : ‫اجتهد‬
Dalam contoh ini, awalnya yang berharokat ,yaitu ta’ berharokat fathah.
Ta’ dianggap sebagai awalnya huruf yang berharokat, karena fa’ fi’ilnya yang berupa huruf jim
disukun, sedangkan harokat hamzah washol yang berupa kasroh tidak di anggap, karena
harokatnya hamzah washol ketika ditengah kalimat digugurkan (tidak dibaca)

 Fi’il madli mabni ma’lum tsulasi mujarrad yang huruf sebelum akhirnya berupa alif bertemu
dhomir rafa’ mutaharrik, jika mengikuti wazanَ ‫فعلَ يفعُ ُل‬, maka huruf awalnya dibaca dhommah.
Contoh: َ‫ قاد‬menjadi َُ‫قُدت‬. Sedangkan apabila mengikuti wazanَ ‫فعل َ يف ِع ُل‬atau َ ‫ف ِعلَ يفع ُل‬, maka huruf
awalnya dibaca kasroh. Contoh: َ‫ باع‬menjadi َُ‫بِعت‬, dan َ‫ نال‬menjadi َُ‫نِلت‬.

2. Fi’il Mabni Majhul


َِ‫اضَوينُوبُ َعنَالفا ِع ِلَبعدَحذفِهَالمفعُو ِلَ ِب ِه‬
ِ ‫َمنَاالغر‬
ِ ‫ض‬ِ ‫ال ِفعلَُالمج ُهو ِلَمالمَيُذك ُرَفا ِعلُهَُفِىَالكال ِمَبلَكانَمحذُوفًاَ ِلغر‬
Artinya: “Fi’il mabni majhul ialah kalimat yang tidak disebutkan fa’ilnya dalam kalam,
tetapi fa’il tersebut dibuang karena ada tujuan tertentu dan setelah fa’il dibuang, maf’ul bih
menggantikan kedudukan fa’il (dalam menyandarkan fi’il pada maf’ul).”

Contoh:َ‫س ِرقَالما ُل‬


ُ
Asalnya ‫ سرق َزيد َالمال‬fa’il yang berupa lafadzَ ‫ زيد‬dibuang karena ada tujuan tertentu, kemudian
maf’ul yang berupa lafadz َ‫ المال‬menggantikan kedudukan fa’il kemudian fi’il dirubah bentuk
(mabni maf’ul) untuk membedakan antara fa’il yang asli dan fa’il pengganti (naibul fai'l)

Tujuan Membuang Fa’il (membuat mabni maf’ul)


a. Tujuan Dalam Lafadz
1. Meringkas kalam (Lil Ijaz )
Contoh : ‫( بمثلَماَعوَقبتم‬dengan sesamanya perkara yang disiksakan pada kamu semua )
2. Menyamakan saja’ (Lis-sajak)
Contoh : َ‫( منَطبتَسريرتهََحمدتَسيرته‬Orang yang bagus hatinya maka terpuji perbuatannya )

b. Tujuan dalam ma’na


1. Karena sudah diketahui ( Lil Ilmi)
Contoh : َ‫ ( خلفَاالَنسانَضعيفا‬manusia diciptakan dalam keadaan lemah )
Fa’ilnya yang berupa lafadz Allah dibuang ,karena sudah maklum yang menjadikan makhluk
adalah Allah.
2. Karena tidak diketahui ( lil-jahri )
Contoh : ‫ ( سرقَالمال‬Harta dicuri )
3. Menyamarkan Fa’il ( Lil-Ibham )
Contoh : ‫ ركبَالحصان‬kuda itu ditunggangi
4. Mengagungkan fa’il (Lit-ta’dzi)
Yaitu menjaga namanya fa’il dari lisan mutakallin atau dijaga dari disebutkan bersamaan fa’il
Contohَ: ‫ ( خلقَالخنزير‬Babi itu telah diciptakan )
Fa’ilnya yang berupa lafadz Allah tidak disebutkan karena mengagungkan
5. Menghina fa’il (lit-tahriq)
Contoh : ‫ ( طعنَعمر‬sahabat umar ditikam )
Fa’ilnya yang berupa abu lu’lu’ dibuang karena untuk menghina
6. Bencinya pendengar mendengar namanya fa’il (karohah)
Contoh : ‫( قتلَحسين‬sayyid husain dibunuh )

Cara Membuat Fi’il Mabni Maf’ul


A. Fiil madhi
1. Fi’il Tsulasi dan Ruba’i
Untuk Fi’il madli stulasi dan ruba’i maka ‫ ضُم َاولُهُ َو ُكسِر َمَا َقبل َاال ِخي َِر‬huruf awal harus dibaca
dhommah dan huruf sebelum akhir dibaca kasroh. Contoh : ََ‫ دخرج‬menjadiََ‫َدخرج‬,َ‫ وصل‬menjadi
‫وصل‬
2. Fi’il madli diawali dengan ta’ tambahan
Maka dibaca dlommah huruf awal dan yang kedua,dan membaca kasroh pada huruf sebelum
akhir.
Contoh: ,َ‫ تكسر‬menjadiََ‫َتكسر‬
3. Fi’il madli diawali dengan hamzah washol.
Dibaca dlummah huruf yang awal dan huruf yang ketiga dan dibaca kasroh huruf sebelum akhir.
Contoh: َ‫ اجتمع‬menjadi ‫اجتمع‬
4. Apabila berupa fi’il sudasi, maka huruf alif tersebut diubah dengan ya’, sedangkan hamzah dan
huruf yang ke tiga dibaca dhommah. Contoh: َ‫ اِستماح‬menjadi َ‫اُست ُ ِميح‬.

B. Fiil mudhori’
1. Fiil stulasi dan ruba’i
maka ‫ ضم َاوله َو َفتح َقبل َاخره‬huruf awal harus dibaca dhummah dan huruf sebelum akhir dibaca
fathah
2. Fi’il mudhori’ yang fi’il madlinya ada ta’ tambahan.
Dibaca dlommah huruf awaalnya dan dibaca fathah huruf sebelum akhir.
Contoh : ‫ يتكسر‬menjadi ‫يتكسر‬
3. Fi’il mudhori’ yang fi’il madlinya dimulai hamzah washol.
Dibaca dlommah huruf awalnya dan dibaca fathah huruf sebelum akhir.
Contoh :‫ يجتمع‬menjadi ‫يجتمع‬

Fi’il Madhi Bina’ Mu’tal ‘Ain Yang dimabnikan Maf’ul


Fi’il bina’ mu’tal ‘ain baik berupa wawu atau ya’, ketika dimabnikan maf’ul, fa’ilnya boleh
dibaca tiga wazan :
1. Murni dibaca kasroh
a. A’in fiil berupa wawu
Seperti lafadz yangَ ‫ قِيل‬asalnyaَ ‫ قُ ِول‬harokat wawu berupa kasroh dipindah pada huruf
sebelumnya, maka menjadiَ ‫ قِول‬kemudian wawu diganti ya’ karena wawu disukun dan huruf
sebelumnya kasroh, maka menjadi َ‫ ِقيل‬.
b. ‘Ain fi’il berupa ya’
Seperti lafadz yangَ ‫ بِيع‬asalnyaَ ‫ بُيِع‬harokat ya’ berupa kasroh dipindah pada huruf sebelumnya,
maka menjadi َ‫ ِبيع‬.
2. Murni dibaca dlommah,
ini merupakan lughot yang lemah. Menurut bahasa bani dubair dan bani fuq’as yang merupakan
paling fasyihnya bani ‘asad, dan termasuk lughot yang paling lemah karena beratnya dlomah
berkumpul dan wawu,
contoh: َ‫ قُول‬dan َ‫ بُوع‬.

3. Dibaca isymam,
yaitu mengucapkan fa’ fi’il dengan harokat antara dlomah dan kasroh, ini merupakan bahasa
yang fashih karena bahasanya ringan, tetapi bukan yang paling fashih (afshoh) karena masih ada
isymamnya.
Pengertian isymam : ‫وهوَاالتيانَعلىَالفاءَبحركةََبينَالضمَوَالكسرة‬
Yaitu mengucapkan fa’ fi’il dengan harokat antara dlommah dan kasroh
Sedangkan pengucapan harokat antara dlomah dan kasroh tidak bisa tampak dalam tulisan, tetapi
bisa wujud dalam ucapan.Menurut Imam Al Alawi caranya adalah mengucapkan juz dari harokat
kasroh yang banyak dan suaranya murni suara ya’, contoh: َ‫ ِقيل‬dan َ‫ ِبيع‬.

Menghindari Keserupaan
Fi’il tsulasi yang mu’tal ‘ain setelah dimannikan maf’ul dan disandarkan pada dlomir
mukhotob,mutakallim,atau ghoif jika terjadi keserupaan dengan fi’il yang mabni fa’il maka
menurut kyai nazim ( imam ibnu malik),harokat yang menimbulkan keserupaan harus
dihindari,sedang periciannya sebagai berikut :
1. Jika ‘ain fi’ilnya berupa wawu
Maka fa’ fi’ilnya hanya bisa dibaca kasroh dan isymam
Contoh : lafadz ‫ سام‬dari masdar ‫ سوم‬diucapkan ‫َسمن‬,َ‫َسمت‬,‫ سمت‬lafadz ini fa’ fi’ilnya tidak boleh
dibaca dlommah, diucapkan ‫َسمن‬,َ‫َسمت‬,‫ سمت‬karena serupa dengan mabni fa’ilnya
2. Jika ‘ain fi’ilnya berupa ya’
Maka fa’ fi’ilnya hanya boleh dibaca dlommah dan isymam ,tidak boleh dibaca kasroh .
Contoh : lafadz ‫ باع‬dan masdar ‫ بيع‬diucapkan َ ‫بعن‬,‫ َبعت‬,‫ بعت‬tidak boleh diucapkan َ ,‫بعت‬
َ‫بعن‬,‫ بعت‬karena serupa dengan fi’il mabni fa’il.

Hukum Fa’ Fi’ilnya Bina’ Mudlo’af.


Hukum yang dimiliki fa’ fi’ilnya lafadz yang mu’tal ‘ain boleh dibaca kasroh, isymam dan
dlommah ketika di mabnikan maf’ul.
a. Dibaca kasroh ‫حب‬
b. Dibaca dlummahَ‫َحب‬
c. Dibaca isymam
Fi’il Bina’ Mu’tal ‘Ain Wazan ‫ افتعل‬dan ‫انفعل‬.
Fi’il bina’ mu’tal ‘ain yang mengikuti wazan ‫ افتعل‬dan ‫ انفعل‬ketika di mabnikan maf’ul itu huruf
sebelumnya ‘ain fi’il itu juga diperbolehkan dibaca tiga wajah:
1. Dibaca kasroh
Contoh : lafadz ‫ اختير‬dan ‫ََانقيد‬

2. Dibaca dlommah
Contoh :‫ َاختار‬diucapkan ‫اختور‬
3. Dibaca isymam
Contoh : ‫ََانقيد‬,‫اختير‬

Bina’ Mudlo’af Wazan ‫ افتعل‬dan ‫انفعل‬.


Menurut imam Asy-Asyatibi, fi’il bina’ mudlo’af yang ikut kedua wazan tersebut ketika
dimabnikan maf’ul itu huruf sebelumnya ‘ain fi’il juga dibaca tiga wajah yaitu:
1. Dibaca kasroh seperti lafadz ‫ اشتد‬diucapkan‫َاشتد‬
2. Dibaca dlommahََseperti lafadzَ‫َاشتد‬
3. Dibaca isymamَ, pada huruf sebelum ‘ain fi’il dan pada hamzah washol.

Naibul fa’il َ)‫َ(المفعولَالذيَلمَيسمىَفاعله‬


Naibul fa’il adalah isim yang dibaca rofa’ yang tidak disebutkan fa’ilnya.
Ketentuan na’ibul fail sama dengan fa’il (dhomir atau dzohir) ,
 Kata-kata yang bisa menjadi na’ibul fa’il
a. Jar dan Majrur
Contoh : َ,‫( ونفخَفيَالصور‬dan sangkakala ditiup )
b. Dzorof
Contoh : ‫ ( جلسَعندَزيد‬didekat zaid di duduki )
c. Masdar
Contoh : ‫ ( يرجىَحضورك‬diharapakan kehadiran mu )
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
 Fi’il Mabni ma’lum adalah kalimat yang disebutkan fa’ilnya baik berupa dhomir atau
dhohir.
 Fi’il Mabni Majhul adalah kalimat yang tidak disebutkan fai’ilnya dalam kalam tetapi fa’il
tersebut dibuang karna ada tujuan tertentu dan setelah fa’il dibuang maf’ul bih menggantikan
kedudukan fa;il dan disebut dengan na’ibul fa’il (dalam menyandarkan fi’il pada maf’ul)
 Mabni ma’lum jika dimabni majhulkan dari fi’il madhi yaitu : dhummah huruf awwalnya dan
huruf sebelum akhir di kasrohkan
 Mabni ma’lum jika dimabni majhulkan dari fi’il madhi yaitu : dummah huruf awalnya dan huruf
sebelum akhir difathahkan
 Na’ibul Fa’il adalah isim yang dibaca rofa’ yang tidak disebutkan fa’ilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Malik ibnu.2005,Alfiyah.Surabaya:Nuba Palduding Pamekasan.
TP.2005,Matnul Jurumiyyah.Surabaya:Al hidayah.
Shofwan M. Sholihuddin.2006,Al-Qowa’id Ash-Shorofiyyah.Jombang:Darul hikmah
Qoyyum Sa’id M. Ridwan.TT,Terjemah Praktis Nadhom ‘Amrithi.TT:TT
Nahwu

22.45 Ponpes Adnan Al-Charish

Kalimat : Lafadz yang menunjukkan makna mufrod sejak di cetaknya

Qoul : Lafadz yang berfaedah secara mutlaq (berupa susunan atau tidak).

Kalimat Isim : Kalimat yang menunjukkan makna dengan sendirinya dan tidak disertai dengan salah satu
dari tiga zaman (Madli, Hal atau Mustaqbal)

Kalimat Fiil : Kalimat yang menunjukkan makna dengan sendirinya dan disertai dengan salah satu dari
tiga zaman (Madli, Hal atau Mustaqbal) pada asal cetaknya.[1]

Kalimat Huruf : Kalimat yag menunjukkan makna apabila bersamaan kalimat lain dan tidak disertai
zaman

Huruf Ma’ani : Huruf yang memiliki arti. Seperti Huruf jar ‫ إلى‬,‫ في‬,‫ من‬dll.

Huruf Mabani : Huruf yang menjadi asal terbentuknya kalimah (kata). Seperti huruf-huruf yang terdapat
pada kata‫حمد أ‬, yaitu terdiri dari huruf ‫د‬-‫م‬-‫ح‬-‫ أ‬. Huruf-huruf tersebut tidak memiliki arti dan tidak dapat
digunakan menyusun kalam.

Isim Fiil : Kalimat Isim yang menyerupai fiil dalam amalnya.[2]

Lafadz : Suara yang mengandung sebagian huruf hijaiyyah (yang dimulai huruf alif dan di akhiri huruf ya’)

Lafadz Musta`mal : Lafadz yang oleh Wadhi`ul lughot(peletak bahasa)di gunakan untuk menunjukkan
ma`na.Contoh : ‫زيد‬

Lafadz Muhmal : Lafadz yang oleh Wadhi`ul lughot (peletak bahasa) tidak di gunakan untuk
menunjukkan ma`na. Seperti ‫ ريز‬kebalikan lafadz ‫زير‬

Lafadz Mufrod : Lafadz yang di ucapkan satu kali (tidak tersusun).

Lafadz Murokkab : Lafadz yang tersusun dari dua kalimah atau lebih.

Murokkab Isnady : Susunan kalimat yang terdiri dari Musnad dan Musnad ilaih,contoh: ‫يفلح المجتهد‬

Isnad : Menghukumi dengan sesuatu pada sesuatu yang lain, seperti menghukumi Zaed dengan berdiri.
Contoh;

‫ زيد قائم‬,lafadz‫ زيد‬musnad ilaih (yang di hukumi)‫ قائم‬Musnad (hukumnya)

Murokkab Idlofiy : Susunan kalimat yang terdiri dari Mudlof dan mudlof Ilaih.[3]
Sibhi Mudlof : Lafadz yang mempunyai hubungan dengan lafadz sesudahnya baik dalam segi amal
contoh ; ‫ جاء زيد حسن وجهه‬maupun athof, Contoh ; ‫ ال ثالثة وثالثين عندنا‬sibhi mudlof juga disebut
Muthowwal, Mamthul dan Mamdud.

Murokkab Bayaniy : Setiap dua kalimat yang mana kalimat kedua menjelaskan makna kalimat awwal.[4]
Contoh ; ‫ جاء أبو حفص عمر‬Murokkab Bayani dibagi menjadi tiga. 1. Washfiy, 2. Taukidiy, dan 3. Badaliy

Murokkab Washfiy : Susunan kalimat yang terdiri dari Sifat Dan Maushuf. Contoh ; ‫فاز التلميذ المجتهد‬

Murokkab Taukidiy : Susunan kalimat yang terdiri dari Muakkid dan Muakkad. Contoh ; ‫جاء القوم كلّهم‬

Murokkab Badaliy : Susunan kalimat yang terdiri dari Badal dan Mubdal Minhu. Contoh ; ‫رأيت زيدا أخاك‬

Murokkab ‘Athfiy : Susunan kalimat(kata) yang terdiri dari Ma’thuf dan Ma’thuf Alaih dengan
menempatkan huruf athof yang terletah di antara keduanya.[5] Contoh ; ‫قام زيد وعمرو‬

Murokkab Mazjiy : Dua kalimat yang disusun menjadi satu kalimat. Contoh ; ‫ بعلبك‬,‫ حضرموت‬,‫سبويه‬

Murokkab ‘Adadiy : Setiap dua ‘adad (bilangan) yang di antara keduanya terdapat huruf athof yang
dikira-kirakan. Yaitu bilangan sebelas sampai sembilan belas.

Wadlo’ : Kesengajaan Mutakallim memberikan pengertian suatu lafadz terhadap pendengar (sami’)

BAB MU’ROB DAN MABNI

Mu’rob (isim) : Kalimat isim yang selamat dari keserupaan dengan kalimat huruf. Kalimah yang akhirnya
bisa berubah-rubah.

Mabni (isim) : Kalimat isim yang menyerupai kalimat huruf dengan serupa yang dekat/kuat atau
menetapi satu keadaan.

I’rob : Perubahan pada akhir kalimat (isim ataupun fiil) disebabkan pengaruh kata lain (amil) yang
masuk, baik perubahan tersebut tampak atau dikira-kirakan.

I’rob Rafa’ : Perubahan tertentu di akhir kalimat yang ditandai dengan Dlommah atau yang
menggantikannya.

I’rob Nashob : Perubahan tertentu di akhir kalimat yang ditandai dengan Fathah atau yang
menggantikannya.

I’rob Jar : Perubahan tertentu di akhir kalimat isim yang ditandai dengan Kasroh atau yang
menggantikannya.

Huruf Jer : Huruf-huruf yang mengejerkan isim.

I’rob Jazm : Perubahan tertentu di akhir kalimat fi’il yang ditandai dengan sukun atau yang
menggantikannya.
I’rob Taqdiri : Perubahan yang tidak nampak pada akhir kalimah yang disebabkan oleh amil. Contoh ; ‫جاء‬
‫ رأيت الفتى‬,‫القاضى‬

I’rob Mahalli :

I’rob Lafdzi : Perubahan akhir kalimat yang tampak disebabkan oleh amil.

I’rob Hikayah : Mendatangkan lafadz sesuai yang di dengar atau yang diceritakan. Contoh ; ‫كتبت زيد عالم‬

Isim Mufrod : Isim yang menunjukkan makna satu (bukan tasniyyah atau jama’)

Isim Mutsanna : Isim yang menunjukkan makna dua dengan adanya huruf tambahan di akhir serta patut
disepikan dari tambahan dan di athofkan pada sesamanya

Jama’ Mudzakar Salim : Lafadz yang dijama’kan serta selamat bentuk mufrodnya dengan syarat-syarat
tertentu.

Jama’ Muannas Salim : Lafadz yang di jama’kan dengan alif dan ta’‫المسلمات‬

Asma’ al Khomsah :

Af’al al Khomsah :

Isim Ma’rifat : isim yang mempunyai ma’na yang nyata,kenyataan ma’na itu ada yang sebab ‫وضع‬

Isim Nakiroh : isim yang bias dimasuki ‫ ال‬, yang mana isim tersebut bisa mema’rifatkan atau menempat-
nempati tempatnya isim yang bisa menerima ‫ال‬.

Isim Manqush : Isim Mu’rob yang huruf akhirnya berupa ya’ Tsabitah yang terletak setelah harokat
kasroh. Contoh;‫ الراعي‬,‫القاضي‬

Isim Maqshur : Isim Mu’rob yang huruf akhirnya berupa alif Tsabitah, baik penulisannya dengan bentuk
alif atau ya’. Contoh; ‫ موسى‬,‫عصا‬

Isim Mamdud : Isim Mu’rob yang diakhiri hamzah yang terletak setelah alif zaidah. Contoh; ‫ الصخراء‬,‫السماء‬

Isim ‘Alam : isim yang menunjukkan pengertian /penjelas,dengan melihat asal peletakanya,dan tidak
bersamaan qorinah.‫فاطمه‬,‫خالد‬

Isim Jinis : isim yang tidak di tentukan untuk satu jinis saja dan tidak yang lain dari satu-satunya
jinis.‫كتاب‬,‫رجل‬

Isim Dlomir : kinayah/yang bersangkutan/berhubungan dengan mutakallim, mukhotob atau ghaib, yang
mana ketiganya menempati tempatnya lafadz yang di hubungkan.‫انا انت‬

Isim Maushul : jumlah yang ditengah-tengahi dengan silah(lafadz yang jadi sambungan).
Isim Isyaroh : isim yang bisa menunjukkan makna apabila isim tersebut di Bantu dengan isyaroh tangan
atau panca indra yang lain.

Tanwin : Suara Nun mati yang berada diakhir kalimah Isim (kata benda/noun).

0 komentar:

Anda mungkin juga menyukai