Anda di halaman 1dari 2

Perbedaan antara al-qisth dengan al-'adl (Maha Adil)

24 Agustus 2010 pukul 0:32

Kalau kita perhatikan asma'ul husna, terdapat nama Allah yang dalam bahasa Indonesia
memiliki arti yang sama, yaitu Allah Maha Adil, yang pertama al 'Adl dan yang kedua al
Muqsith. Sepintas orang-orang tidak ambil pusing terhadap kedua kata tersebut, yang jelas
bagi mereka Allah berkeadilan.

Allah menegaskan dalam kitabNya, bahwa Dia adalah yang paling berkeadilan, bahkan
dipertegas dengan bersaksi atas sifat adilNya tersebut. "Allah menyaksikan bahwa tidak ada
Tuhan melainkan Dia, para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Dia yang menegakkan keadilan. Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS 3:18)

Kalimat qa'iman bi al-qisth merupakan kesaksian tentang keadilan perbuatanNya setelah


sebelumnya menegaskan kesaksian atas keesaan ZatNya. Dengan demikian Allah ingin
menegaskan bahwa sifat keesaanNya tidaklah membawa dia berbuat otoriter, semau gue,
tetapi keesaan tersebut dibarengi dengan sifat adil sehingga tidak ada ciptaanNya yang
merasa dizalimi oleh Allah.

Lantas apa yang membedakan al-qisth dengan al 'adl? Imam Ghazali saat menerangkan sifat
Allah al Muqsith (dalam bukunya Asma' al Husna), mengatakan bahwa al Muqsith adalah
yang memenangkan/membela yang teraniaya dari yang menganiaya dengan menjadikan yang
teraniaya dan menganiaya sama-sama rela, sama-sama puas dan senang dengan hasil yang
diperoleh.

Jika demikian, al-qisth tidak hanya sekedar adil, karena ada keadilan yang tidak
menyenangkan salah satu pihak, misalnya apa yang kita lihat di pengadilan, yang teraniaya
mendapat keadilan dengan dijatuhkannya sangsi terhadap orang yang menganiaya, sedangkan
yang menganiaya mendapat sesusahan (karena dipenjara misalnya). al Qisth adalah adil tetapi
sekaligus menjadikan kedua belah pihak, atau semua pihak, mendapatkan sesuatu yang
menyenangkan.

Allah menetapkan neraca dan memerintahkan untuk menegakkannya bil qisth, bukan bil adl.
Allah berfirman: "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu
dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS 55:7-9) Timbangan dan takaran
harus menyenangkan kedua pihak, yang membeli mendapatkan barang dengan rela
sedangkan yang menjual mendapatkan penghasilan dengan rela.

Demikian juga, Allah menekankan kata qisth dalam firmanNya tentang hutang-piutang (QS
2:282). Dalam ayat tersebut kata yang digunakan adalah aqsath, karena keadilan yang
dihasilkannya adalah keadilan yang memuaskan kedua belah pihak yang bertransaksi.

Allah Qa'iman bi al qisth, menegakkan keadilan yang memuaskan semua pihak. Dia yang
menciptakan mereka dan menganugerahkan aneka anugerah. Jika seseorang diberikan
kelebihan rezeki materi, maka ada rejeki yang lain (selain materi) yang tidak diberikanNya.

Coba kita perhatikan, ada orang yang diberi limpahan materi, tetapi tidak diberikan
ketenangan bathin, jika si Ali diberi potensi A, maka si Husein diberi potensi B. Dalam
menetapkan kewajiban demikian juga (dan dalam semua hal).

Akhirnya, bila kita mengalami hidup dalam kesulitan, selalu melarat, sedangkan orang lain
hidupnya adem ayem, tentrem kerta raharja, jangan buru-buru menilai Allah tidak adil, tapi
selidikilah anugerah apa yang diberikan Allah kepada kita yang tidak diberikan kepada orang
yang kaya. Yakinlah Allah maha adil dan membuat senang semua orang, hanya kita yang
tidak jeli terhadap anugerah Allah.

Dahulu saya merasakan kondisi yang teraniaya, dimana kemampuan saya tidak dimanfaatkan
bahkan ditempatkan dalam posisi yang tidak membutuhkan keterampilan, tetapi ternyata
Allah memberikan anugerah yang orang lain belum tentu mendapat kesempatan yaitu
kesempatan saya menghafal al Quran dan menelaah ilmu-ilmu yang lama saya tinggalkan di
rak-rak buku saya (karena kesibukan pekerjaan).

Anda mungkin juga menyukai