Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dapat dipastikan, kalam atau pena mempunyai kaitan yang erat dengan seni
kaligrafi. Dapat juga dikatakan bahwa kalam sebagai penunjang ilmu pengetahuan.
Wahyu tersebut merupakan sarana al-Khaliq dalam rangka memberi petunjuk kepada
manusia untuk membaca dan menulis. Tentang asal-usul kaligrafi itu sendiri, banyak
pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan kaligrafi.
Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah yang paling tepat dijadikan
pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi Adam As-lah yang pertama kali
mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut datang dari Allah SWT, sebagaiman firman-
Nya dalam surat al-Baqarah ayat 31:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhya.
Di samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagamaan lainnya, misalnya saja, banyak
yang percaya bahwa bahasa atau sistem tulisan berasal dari dewa-dewa. Nama
Sanskerta adalah Devanagari, yang berarti bersangkutan dengan kota para dewa.
Perkembangan selanjutnya mengalami perubahan akibat pergeseran zaman dan
perubahan watak manusia.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kaligrafi?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Kaligrafi?
3. Bagaimana Perkembangan Kaligrafi di Belahan Barat Islam?
4. Bagaimana Perkembangan Kaligrafi di Indonesia?
5. Bagaimana Genealogi dan Landasan Epistemologi Kaligrafi?
6. Bagaimana Tipologi Kaligrafi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Kaligrafi
2. Mengetahui Bagaimana Sejarah Perkembangan Kaligrafi
3. Mengetahui Bagaimana Perkembangan Kaligrafi di Belahan Barat Islam
4. Mengetahui Bagaimana Perkembangan Kaligrafi di Indonesia
5. Mengetahui Bagaimana Genealogi dan Landasan Epistemologi Kaligrafi
6. Mengetahui Bagaimana Tipologi Kaligrafi
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kaligrafi
Secara etimologi, kaligrafi merupakan penyederhanaan dari calligraphy
(Inggris) yang berarti tulisan tangan yang sangat elok, tulisan indah. Dalam bahasa
Yunani, kata ini diambil dari kata kallos yang berarti beauty (indah) dan graphein yang
artinya to write (menulis) berarti tulisan atau aksara. Dengan demikian kaligrafi dalam
bahasa Yunani berarti tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Sementara dalam
bahasa Arab, kaligrafi disebut khat yang berarti garis atau baris.
Secara terminologi para ahli berbeda dalam mendefinisikannya, Hakim al-Rum
misalnya mengatakan, kaligrafi adalah geometri spiritual yang diekspresikan dengan
perangkat fisik. Sementara Hakim al-Arab menuturkan, kaligrafi adalah pokok dalam
jiwa yang diekspresikan dengan indra. Batasan-batasan tersebut seiring pula dengan
yang diungkapkan oleh Yaqut al-Mustashimi bahwa kaligrafi adalah geometri
rohaniah yang dilahirkan dengan alat-alat jasmaniah. Sementara Ubaidillah bin Abbas
mengistilahkan kaligrafi dengan lisn al-yadd atau lidahnya tangan. Situmorang
mengartikan kaligrafi sebagai suatu corak atau bentuk seni menulis indah dan
merupakan suatu bentuk keterampilan tangan serta dipadukan dengan rasa seni yang
terkandung dalam hati setiap penciptanya.
Definisi kaligrafi yang lebih lengkap diungkapkan oleh Syekh Syamsuddin al-
Akfani, sebagaimana dikutip Sirojuddin, yaitu suatu ilmu yang memperkenalkan
bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi
sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara
menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang
perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.
5
terlebih dahulu memiliki jenis huruf/aksara. Keadaan ini dapat dipahami mengingat
Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya nomaden (berpindah-pindah).
Pembentukan huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa awal
Islam memakan waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara tahun 250 M, 328 M dan
512 M menunjukkan kenyataan tersebut. Dari inskripsi-inskripsi yang ada, dapat
ditelusuri bahwa huruf Arab berasal dari huruf Nabati, yaitu huruf orang-orang Arab
Utara yang masih dalam rumpun Smith yang terutama hanya menampilkan huruf-huruf
mati. Dari masyarakat Arab Utara yang mendiami Hirah dan Anbar, tulisan tersebut
berkembang pemakaiannya ke wilayah-wilayah selatan Jazirah Arab.
6
C. Perkembangan Kaligrafi di Belahan Barat Islam
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di
sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat negeri Islam
(al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk
Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda.
Gaya keligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan
gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak
sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.
Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara
Mongol dibawah komando Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan
kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan
cucu Hulagu Khan yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun
kembali. Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan
dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan
hiasan al-Quran pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer
yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam
gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-
Suyufi dan lain-lain.
Dinasti al-Khan yang bertahan sampai abad ke-14 digantikan oleh Dinasti
Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar,
namun setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian
istimewa. Ia mempunya perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan
penyalinan al-Qur-an. Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli
kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughrai yang menyalin al-Quran tahun
1408 dalam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang bernama
Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang kaligrafer terkemuka.
Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera
digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736.
Pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan
pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Taliq yang sekarang dikenal Khat
Farisi. Gaya baru yang dikembangkan Taliq adalah Nastaliq yang mendapat pengaruh
dari Naskhi. Tulisan Nastaliq akhirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang
biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.
7
Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang
diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca dan media lainnya.
Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-Quran tua dengan bahan kertas
deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis al-Quran telah banyak
dirintis oleh para ulama besar di pesantren-pesantren smenjak abad ke-16, meskipun
tidak semua ulama dan santri yang piawai menulis kaligrafi dengan indah dan benar.
Amat sulit mencari seorang khattat yang ditokohkan di penghujung abad ke-19 atau
awal abad ke-20, karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-
buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku pelajaran tentang
kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar 1961 karangan Muhammad Abdur Muhili
berjudul Tulisan Indah serta karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul Khat, Seni
Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab tahun 1971.
8
membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif Mesir Kuno atau sistem yang
dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat primitif.
Dalam konteks kaligrafi pun demikian, para ulama terbagi menjadi dua aliran
utama. Kelompok mayoritas (jumhur) membenarkan dan membolehkan tulisan
kaligrafi, sementara sebagian kecil melarang dan mengharamkannya. Diantara
argumentasi yang diungkapkan oleh kelompok mayoritas adalah firman Allah Swt:
Nun, demi qalam (pena) dan apa yang mereka tulis. (QS. Al-Qalam [68]: 1)
Ketika menafirkan ayat ini, Ibnu Katir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata
al-Qalam adalah alat yang digunakan untuk menulis. Ayat ini seperti firman Allah Swt
dalam QS. Al-Alaq [96] ayat 1-5. Sumpah pada ayat di atas (wa al-qalami) merupakan
peringatan bagi umat manusia atas nikmat berupa keahlian menulis yang dengannya
ilmu pengetahuan dapat diperoleh. Karena itu, redaksi selanjutnya berbunyi wa m
yasthurn (dan apa yang mereka tulis).
F. Tipologi Kaligrafi
Secara garis besar, kaligrafi dapat dikelompokkan menjadi dua aliran utama,
yaitu kaligrafi murni dan lukisan kaligrafi. Pertama, kaligrafi murni dimaksudkan
sebagai kaligrafi yang mengikuti pola-pola kaidah yang sudah ditentukan dengan ketat,
yakni bentuk yang tetap berpegang pada rumus-rumus dasar kaligrafi (khath) yang
baku. Kaligrafi murni ini dapat dibedakan dengan jelas aliran-aliran seperti Naskhi,
Tsuluts, Rayhani, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Kufi dan Riqah. Penyimpangan atau
pencampuradukkan satu dengan yang lain dipandang sebagai suatu kesalahan, karena
dasarya tidak cocok dengan rumus-rumus yang sudah ditetapkan.
Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa suatu hasil karya kaligrafi murni tidak
boleh mencampuradukkan gaya dalam penulisan kaligrafi misalnya, Naskhi, Riqah
dan Tsuluts dijadikan satu. Hal itu tidak boleh terjadi, karena merupakan
pelanggaran. Selanjutnya menurut Situmorang, bahwa suatu gaya kaligrafi sudah
ditentukan secara ketat peraturan penulisannya. Keserasian antar huruf, cara merangkai,
sentakan, bahkan jarak sepasi harus diperhitungkan dengan serasi. Teknik penulisan
tiap-tiap kaligrafi atau khath juga mempunyai cara yang berbeda-beda.
Menurut Affandi, lukisan kaligrafi adalah karya cipta manusia sebagai hasil
pengolahan ungkapan batinnya melalui susunan unsur-unsur tulisan dan unsur-unsur
dwi marta yang lain, yang memiliki sifat-sifat simbolik, religius, dan estetik. Membawa
pesan kebaikan antara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia
serta manusia dengan alam. Jadi, setiap lukisan kaligrafi memiliki kebebasan dalam
gaya atau corak tulisan sehingga tercipta suatu kesatuan bentuk lukisan yang sesuai
dengan keinginan penciptanya. Medium untuk penciptaan karya lukisan kaligrafi pun
sangatlah bebas, sebebas medium yang digunakan pada karya-karya lukisan umumnya.
Lukisan kaligrafi dapat ditampilkan dengan teknik cat minyak, cat air, batik bahkan
dengan berbagai teknik eksperimen klasik maupun modern.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kaligrafi dalam bahasa Yunani berarti tulisan yang indah atau seni tulisan indah.
Sementara dalam bahasa Arab, kaligrafi disebut khat yang berarti garis atau baris.
Hakim al-Rum misalnya mengatakan, kaligrafi adalah geometri spiritual yang
diekspresikan dengan perangkat fisik. Sementara Hakim al-Arab menuturkan,
kaligrafi adalah pokok dalam jiwa yang diekspresikan dengan indra.
2. Pada mulanya, Islam tidak memerlukan suatu bentuk kesenian; tetapi bersama
jalannya sang waktu, kaum muslimin menjadikan karya-karya seni sebagai media
untuk mengekspresikan pandangan hidupnya. Mereka membangun bentuk-bentuk
seni yang kaya sesuai dengan perspektif kesadaran nilai Islam, dan secara perlahan
mengembangkan gaya mereka sendiri serta menambah sumbangan kebudayaan di
lapangan kesenian.
3. kawasan bagian barat negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri
Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini
memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya keligrafi yang berkembang
dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak).
4. Di Indonesia, kaligrafi hadir sejalan dengan masuknya agama Islam melalui jalur
perdagangan pada abad ke-7 M, lalu menyebar ke pelosok nusantara sekitar abad
ke-12 M. Pusat-pusat kekuasaan Islam seperti di Sumatera, Jawa, Madura,
Sulawesi, menjadi kawah candradimuka bagi eksistensi kaligrafi dalam
perjalanannya dari pesisir/pantai merambah ke pelosok-pelosok daerah.
5. Secara genalogis, banyak pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-
mula menciptakan kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita
keagamaanlah yang paling tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat,
bahwa Nabi Adam-lah yang pertama kali mengenal kaligrafi.
6. Secara garis besar, kaligrafi dapat dikelompokkan menjadi dua aliran utama, yaitu
kaligrafi murni dan lukisan kaligrafi. Pertama, kaligrafi murni dimaksudkan
sebagai kaligrafi yang mengikuti pola-pola kaidah yang sudah ditentukan dengan
ketat. Kedua adalah kaligrafi kontemporer atau sebutan untuk sebuah karya yang
memberontak atau menyimpang dari rumus-rumus dasar kaligrafi, yang
merupakan bentuk manifestasi gagasan dalam wujud visual.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi M. 1994. Ekspresi Simbolik, Religius dan Estetika dalam Karya Lukis Kaligrafi.
Yogyakarta: FPBS-IKIP
Ali, Atabik dan A. Zuhdi Mudhor. Tt. Kamus Al-Ashri: Kamus Kontemporer Arab
Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika
Beg, M. Abdul Jabbar. 1988. Seni di dalam Peradaban Islam. Bandung: Penerbit Pustaka
10