Dosen Pengampuh:
H.Syukraini Ahmad,MA
DISUSUN OLEH:
1.Irfananda Nedy (2223420006)
2.Iqsan Amsyah (22234200005)
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
C Otentisitas Al-Qur’an……………............................................... 5
A. Kesimpulan ................................................................................ 7
B. Saran…....................................................................................... 7
Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hokum islam yang menduduki
peringkat teratas. Dan seluruh ayatnya berstatus qat’I al-Qurud yang diyakini
eksistensinya sebagai wahyu dari Allah swt. Dengan demikian, autentitas al-Qur’an
benar-benar dapat di pertanggung jawabkan, karena ia merupakan wahyu Allah baik
dari segi lafadz maupun dari segi maknanya.
Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat al-Qur’an telah ditulis dan
didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh rasulullah saw.
Disamping itu seluruh ayat-ayat al-Qur’an dinukilkan atau diriwayatkan secara
mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Dalam pada itu, al-Qur’an
sebagai yang dimiliki umat Islam sekarang, ternyata telah mengalami proses sejarah
yang cukup unik dalam upaya penulisan dan pembukuannya. Pada masa Nabi saw,
al- Qur’an belum ditulis dan dibukukan dalam satu mushaf. Ia baru ditulis pada
kepingan-kepingan tulang, pelepah-pelepah kurma, dan batu-batu sesuai dengan
kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat
tulis
menulis seperti kertas.
Untuk mengfungsikan al-Qur’an dan memahami isi serta kandungan maka
diperlukan suatu ilmu yang terkait. Salah satunya adalah ilmu rasm al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Di samping itu, kitab-kitab itu qadim (terdahulu). Dari sisi argumen yang dibangun
menunjukkan bahwa firman Allah itu qadim (terdahulu). Apalagi terbukti kitab-kitab itu tidak
saling bertentangan satu sama lain dalam hal makna. Misalnya, firman Allah pada satu tempat
tidak membatalkan firman-Nya pada tempat lain.
Untuk itu Allah SWT tegaskan, “Maka tidakkah mereka menghayati (memahami) al-
Qur’an? Sekiranya (al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal
yang bertentangan di dalamnya” (QS al-Nisa’/4: 82). Maksudnya tidakkah mereka berpikir
mengenai al-Qur’an?
Sekiranya al-Qur’an itu perkataan manusia, pastilah mereka mendapatkan makna yang
bertentangan dan susunan yang terbalik-balik. Misalnya, sebagian informasi al-Qur’an tidak
sesuai dengan kondisi kekinian. Begitu juga sebagian susunannya bisa dipahami dengan jelas
sedangkan yang lainnya membuat bingung.
Jadi, kalau al-Qur’an itu bukan bersumber dari Allah, maka setidaknya sedikit atau
banyak dapat ditemukan sejumlah perbedaan dan pertentangan (baik makna, susunan dan
lainnya). Namun kenyataannya tidak demikian, hingga saat ini tidak ada yang mampu
menemukan suatu perbedaan dan pertentangan dalam al-Qur’an, sedikit apalagi banyak.
Berdasar semua keterangan di atas, maka siapa saja yang meragukan otentisitas dan
validitas kitab-kitab yang diturunkan kepada sejumlah rasul seperti tidak meyakini sama sekali
mengenai isi satu ayat atau satu kalimat, maka sungguh orang tersebut dapat dipastikan telah
kufur, menutupi kebenaran dan mendustakan kitab-kitab tersebut.
4.Macam-Macam rasmul Al-Qur’an.
Pada masa Utsman ekspansi umat Islam sudah mencapai Asia Timur. Sudah menjadi
kebiasaan para teman saat tibanya shalat, satu di antara mereka menjadi imam. Suatu hal yang
mengejutkan saat itu adalah terjadinya banyak perbedaan qiraat antar mereka. Sehingga
dikhawatirkan oleh Khuzaifah bin Yaman perselisihan itu akan mengarah ke perpecahan,
sebagaimana telah terjadi pada umat-umat lain seperti Yahudi dan Nasrani. Maka beliau
melaporkannya kepada khalifah Amir al mukminin, Utsman bin Affan ra.. Dari sini tergeraklah
sang khalifah untuk mempersatukan umat Islam dalam satu mushaf, yang dinamai kemudian
dengan nama Mushaf Rasm Utsmani. Kemudian dia mengupulkan para hufaz dan qurra’ yang
terkenal dalam sebuah tim yang dikoordinasi oleh Zaid bin Tsabit dan dibantu oleh tiga Sahabat;
Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Haris. Mereka semua diminta untuk
menyertakan tulisan disamping hapalan yang dhobith dan tsiqot. Dan jika terjadi perselisihan
antar mereka dalam bacaan atau qiraat, maka dikembalikan ke Bahasa Arab Quraisy karena al-
Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka, kata Zaid bin tsabit.”.
Kemudian setelah selesai, Utsman mengirim mushaf tersebut kebeberapa daerah disertai
seorang qari’ sesuai dengan lahjat dan logat daerah tersebut agar tidak terjadi kesulitan bagi
penduduk setempat untuk belajar dari lidahnya. Seperti; Zaid bin Tsabit beserta mushafnya ke
Madinah, Abdullah bin Said Al-makhzumi ke Makkah, Mughirah bin Shihab ke Negri Syam,
Abdurrahman bin Salami ke Kuffah dan Amir bin Abdi Qais ke Basrah.
Kemudian dari mereka lah banyak terlahir generasi-generasi baru ahli qiraat tsiqat dan dhobith
dan tinggi kualitas ketaqwaannya kepada Allah Swt. Dan mereka pun akhirnya di percaya oleh
ummat untuk mengajari generasi selanjutnya sampai periode tabiin dan tabi’ tabiin.
Pada masa Utman ini terjadi pembakaran mushab-mushab yang tidak sesuai dengan
Mushaf Rasm Utsmani, seperti mushaf Ibn Mas’ud, Mushaf Ubai bin Ka’af dan lain-lain.
Demikianlah Mushaf rasm Utsmani akhirnya menjadi sebuah standar keotentikan Alquran dan
diterimanya suatu qiraat, saat itu tahun 30 H.
Tapi perlu diketahui juga bahwa dengan munculnya mushaf Utsmani ini
menyebabkan banyak qiraat-qiraat yang terhapus dan tak terlegitimasi sebagai bagian
dari ahruf sab’ah padahal sebelumnya tergolang sebagai Alquran. Seperti kata ibn Zajiri,
”Sahabat telah berijma’ atas apa yang terkandung dalam Mushaf Utsman dan
meninggalkan tambahan, kekurangan dan pergantian kata, yang dipolehkan pada
mulanya untuk mempermudah–belum dipermasahkan kemutawatiran–tetap merupakan
Alquran.
Kemudian dari mereka lah banyak terlahir generasi-generasi baru ahli qiraat tsiqat dan
dhobith dan tinggi kualitas ketaqwaannya kepada Allah Swt. Dan mereka pun akhirnya di
percaya oleh ummat untuk mengajari generasi selanjutnya sampai periode tabiin dan tabi’ tabiin.
Pada masa Utman ini terjadi pembakaran mushab-mushab yang tidak sesuai dengan
Mushaf Rasm Utsmani, seperti mushaf Ibn Mas’ud, Mushaf Ubai bin Ka’af dan lain-lain.
Demikianlah Mushaf rasm Utsmani akhirnya menjadi sebuah standar keotentikan Alquran dan
diterimanya suatu qiraat, saat itu tahun 30 H.
Tapi perlu diketahui juga bahwa dengan munculnya mushaf Utsmani ini menyebabkan
banyak qiraat-qiraat yang terhapus dan tak terlegitimasi sebagai bagian dari ahruf sab’ah padahal
sebelumnya tergolang sebagai Alquran. Seperti kata ibn Zajiri, ”Sahabat telah berijma’ atas apa
yang terkandung dalam Mushaf Utsman dan meninggalkan tambahan, kekurangan dan
pergantian kata, yang dipolehkan pada mulanya untuk mempermudah–belum dipermasahkan
kemutawatiran–tetap merupakan Alquran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasm Qur’an atau rasmul utsmani adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang
ditetapkan pada masa khalifah Utsman bin affan dengan kaidah-kaidah tertentu.
Hubungan antara rasmul qur’an qiraah sangat erat sekali karena semaki lengkap petunjuk
yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian
yang terkandung didalam Al-qur’an. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan
mushaf Utsmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk
membacanya dengan berbagai qiraat. Hal ini di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman
cara membaca Al-qur’an.
Orang awam tidak dapat membaca Al-qur’an menurut Rasm dahulu. Maka wajiblah
ditulis menurut perkembangan masyarakat. Akan tetapi Rasm Utsmani jangan dihilangkan;
karena jika kita menghilangkannya berarti mencoba mencemarkan rumus keagamaan yang telah
disepakati dan yang telah memelihara umat dari persengketaan.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam
makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis
banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun
kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
para pembaca khusus pada penulis. Aamiin
DAFTAR PUSTAKA