oleh :
Sulam Hidayatullah
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
beliau Bapak Muhammad Rifqi Ridho, B.Sc., M.H selaku dosen mata kuliah Tashih Terjemah,
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk bisa menyusun makalah yang kami beri
judul “PENULISAN AL-QUR’AN (Sejarah, Proses, dan aturan penulisan Al-Qur’an Rasm
Utsmani)”
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan bisa memotivasi para pembacanya
untuk lebih bersemangat lagi dalam meningkatkan kreatifitasnya di bidang karya tulis, karena
dengan kemampuan menulis yang memadai maka akan memudahkan seseorang untuk menyusun
sebuah karya tulis. Terlepas dari semua itu, kami menyadari akan banyaknya kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari segi tata bahasa.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman-teman sangat membantu kami dalam memperbaiki
makalah ini.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci bagi orang Islam dan merupakan kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi manusia.
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa unsur di dalamnya, di antaranya: unsur bacaan
yang dibahas ilmu qira’at, unsur kandungan yang dibahas ilmu tafsir, dan unsur tulisan
yang dibahas ilmu rasm. Ilmu rasm al-Qur’an yaitu ilmu yang mempelajari tentang
penulisan mushaf al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan
lafallafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan.
Pada masa Nabi Muhammad saw penulisan mushaf al-Qur’an yang dipegang oleh
para sahabat tidak memiliki pola standar, sehingga mushaf tersebut berbeda satu dengan
yang lainnya, karena memang dikhususkan untuk kebutuhan pribadi dan tidak
direncanakan untuk diwariskan ke generasi setelahnya.
Namun, banyaknya tragedi-tragedi sejarah umat Islam sehingga mengharuskan
untuk menyamaratakan tulisan al-Qur’an tersebut. Penulisan al-Qur’an bermula saat
kekhalifahan Abu Bakar atas usul Umar bin Khattab yang merasa khawatir akan semakin
menghilangnya para penghafal al-Qur’an. Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan al-
Qur’an di zaman Abu Bakar masih dalam rangka pemeliharaan. Setelah itu, di zaman ke
khalifahan Usman bin Affan untuk menyempurnakannya menjadi mushaf yang mana
dalam penulisannya maupun pada urutannya ditentukan oleh para sahabat dengan tujuan
untuk menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf dengan menyeragamkan
bacaan serta menyatukan tertib susunan ayat-ayatnya. Dengan demikian tidak terjadi
perbedaan pemahaman antara mushaf dengan mushaf yang lain.
Sehingga, penulisan ayat-ayat al-Qur’an pun, berawal dari membaca alQur’an,
menjaganya dan untuk mengingat hafalannya. Aktivitas penulisannya juga membutuhkan
nilai-nilai spiritual dan kesungguhan yang luar biasa, agar penulisan naskah al-Qur’an 30
juz selesai dengan baik. Sebab al-Qur’an, adalah kitab suci umat Islam yang senantiasa
terjaga otentifikasinya, maka kesalahan penulisan bisa berakibat fatal. Sehingga
standarisasi al-Qur’an sangat dibutuhkan untuk menyamakan semua tulisan mushaf al-
Qur’an tersebut. Indonesia memiliki mushaf al-Qur’an standar yang menjadi patokan
dalam penulisan dan penerbitan al-Qur’an sejak tahun 1984.
Ada tiga varian Mushaf al-Qur’an Standar Indonesia, yaitu Mushaf al-Qur’an
Standar Usmani untuk orang awas, Mushaf al-Qur’an Standar Bahriyah untuk para
penghafal alQur’an, dan Mushaf al-Qur’an Standar Braille untuk para tunanetra.
Di masyarakat telah beredar tradisi penulisan buku-buku amaliah yang hanya
mencantumkan beberapa surah tertentu, seperti surah Yāsīn, al-mulk, al- wāqi`ah, dan
lain-lain serta tak lupa do’a-do’a pilihan sebagai amaliah sehari-hari untuk memudahkan
masyarakat . Pada perkembangan berikutnya banyak lapisan masyarakat yang mencoba
membukukan surah tertentu dalam al-Qur’an terutama surah Yāsīn, apabila sanak
keluarga yang meninggal maka para keluarga berusaha mencetak buku Yāsīn tersebut
sebagai washilah pahala apabila dibaca kepada yang telah meninggal dan bahkan di
majelis-majelis tertentu pun juga memiliki buku Yāsīn tersendiri yang dibaca sebelum
memulai majelis tersebut, hingga memiliki variasi tersendiri dari ukuran kecil, sedang
dan besar, tentu saja hal ini sudah biasa beredar di masyarakat, namun diduga dalam
penulisan surah Yāsīn yang kini beredar di masyarakat belum memenuhi standarisasi al-
Qur’an Indonesia.
Dengan demikian, peredaran buku-buku amaliah yang memuat surah Yāsīn
tersebut perlu diwaspadai dan penting untuk dikaji. Keberadaannya yang terus
berkembang di masyarakat menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah penerbitan buku-
buku amaliah yang memuat surah Yāsīn sudah sesuai dengan Mushaf Standar al-Quran
Indonesia. Apa faktor pendukung yang memicu terus beredarnya buku-buku amaliah
yang memuat surah Yāsīn tersebut. Adakah para pentashih al-Qur’an di Indonesia untuk
menstandarisasikan buku-buku amaliah yang memuat surah Yāsīn yang beredar. Inilah
hal-hal yang di dikaji dalam penelitian ini.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah penulisan Al-qur’an?
2. Bagaimana proses penulisan Al-Qur’an?
3. Bagaimana aturan pada rasm utsmani?
B. Tujuan Masalah
1. Supaya mengetahui sejarah penulisan al qur’an.
2. Supaya mengetahui proses penulisan al qur’an.
3. Supaya mengetahui aturan pada rasm utsmani.
BAB III
PEMBAHASAN
Penulisan Al Quran telah dimulai pada zaman Rasulullah ﷺ. Namun, Al-Quran lebih
banyak dihapalkan dari pada ditulis karena kemampuan menghapal para Sahabat radhiyallahu
‘anhum sangat kuat dan cepat, dan jumlah penghapal sangat banyak.
Di sisi lain, pada masa itu jumlah orang yang dapat membaca dan menulis sedikit, serta
sarananya masih terbatas, yakni pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau
tulang belikat unta.
Pada zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu (573-634 Masehi)
tahun dua belas Hijriah, banyak penghapal Al-Quran yang wafat terbunuh dalam beberapa
peperangan. Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memerintahkan para sahabat untuk
mengumpulkan Al-Quran agar tidak hilang.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Umar Ibn Khaththab radhiyallahu
‘anhu mengemukakan gagasan untuk menulis Al-Quran kepada Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu setelah selesainya perang Yamamah (632 Masehi).
Namun Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak mau melakukannya karena takut dosa,
sehingga Umar radhiyallahu ‘anhu terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah
ﷻmembukakan pintu hati Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian, beliau memanggil Zaid Ibn Tsabit radhiyallahu ‘anhu guna mencari dan
mengumpulkan naskah Al-Quran yang ditulis di atas pelepah kurma, permukaan batu cadas dan
dari hapalan para sahabat.
Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu hingga wafat, kemudian
dipegang oleh Umar radhiyallahu ‘anhu hingga wafat, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti
Umar radhiyallahu ‘anha.
Seiring dengan penyebaran Islam ke luar wilayah Arab, pada zaman Khalifah Utsman Ibn
Affan radhiyallahu ‘anhu (577-656 Masehi) pada tahun dua puluh lima Hijriah, muncul
perbedaan di antara kaum Muslimin dalam hal dialek bacaan Al-Quran. Perbedaan itu sesuai
dengan mushaf-mushaf yang berada di tangan para Sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Perbedaan dialek itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, sehingga Utsman radhiyallahu
‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf guna
menyamakan bacaan Al-Quran.
Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan
Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskan kembali naskah-
naskah Al-Quran yang telah ada sebelumnya (dipegang oleh Hafshah) dan memperbanyaknya.
Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy.
Setelah menyelesaikan penulisan Al-Quran dalam dialek Quraisy (karena Al-Quran
diturunkan dengan dialek tersebut), Utsman radhiyallahu ‘anhu mengembalikan mushaf itu
kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam.
Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu juga memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-
Qur’an selainnya.
Kebijakan Utsman radhiyallahu ‘anhu menjadikan mushaf Al-Quran tak berubah dari
awal sampai sekarang, disepakati oleh seluruh kaum Muslimin serta diriwayatkan secara
akuntabel menurut kaidah periwayatan dalam Islam.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pertama kali Rasul menerima wahyu yakni ketika usianya 40 tahun. Beliau
sedang menyendiri di Gua Hira pada tanggal 17 Ramadhan. Ayat yang pertama kali turun
yaitu ayat 1-5 dari surat Al-‘Alaq.
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT.
kepada Nabi Muhamad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah
pedoman dan petunjuk bagi seluruh umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
https://almanhaj.or.id/2198-penulisan-al-quran-dan-pengumpulannya.html