Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ULUMUL QUR’AN
ILMU RASM AL-QUR’AN
Dosen pengampuh: Irwandi,S.Pd.I.,M.A.

DISUSUN OLEH :
RESTU PUTRI MAH BENGI : 230209114
KHOFIFAH WIANTI : 230209104
BENGI RIZKI MAHARA : 230209117

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan banyak nik
mat, terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga proses pembuatan makalah ini berjala
n dengan baik. Begitupun atas rahmat Allah Swt makalah dengan judul “ILMU RASM AL-QU
R’AN”, tugas makalah ini dikerjkan secara individu dan dapat di selesaikan dengan baik.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kami kepada bapak Irwandi, S.Pd.I., MA. Selaku
dosen pengampuh mata kuliah ULUMUL QUR’AN. Penulis menyadari banyak pihak yang mem
bantu dan berkontribusi dalam terselesaikannya Makalah ini. Segala bentuk bantuan, baik berupa
dukungan moril dan materil sangat membantu penulis dalam mengumpulkan semangat dan keing
inan untuk menyelesaikan Makalah.

Semoga bapak irwandi dapat menerima dan memaklumi segala kekurangan yang ada dal
am makalah ini. Selain itu penulis juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pe
mbaca dari berbagai kalangan. Penulis kemudian mengucapkan permohonan maaf jika selama pr
oses pembuatan makalah banyak melakukan kesalahan, baik berbentuk lisan maupun tulisan, ya
ng dilakukan secara di sengaja maupun tidak disengaja.

Banda Aceh, 14 oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN PENELITIAN

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RASM AL-QUR’AN

B. SEJARAH PERKEMBANGAN RASM AL-QUR’AN

C. HUKUM DAN KEDUDUKAN SERTA PENDAPAT ULAMA TENTANG

RASM AL-QUR’AN

D. KAIDAH-KAIDAH RASM AL-QUR’AN

E. KARAKTERISTIK RASM UTSMANI

F. HUKUM MENULIS AL-QUR’AN SESUAI DENGAN RASM UTSMANI

BAB III PENUTUP


A. SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur’an diturunkan secara bertahap. Setiap kali ada ayat yang turun, Rasulullah SAW s
egera menyampaikan nya kepada umat dan memerintahkan untuk menulisnya. Di antara shab
at, ada yang langsung menghafal ayat Al-Qur’an setiap kali turun. Ada pula yang hanya men
ulisnya, dan Rasulullah SAW menuntut penulisan itu sesuai dengan urutan surat dan ayat.

Ketika Rasulullah SAW wafat, Al-Qur’an tidak terkumpul dalam satu buku (mushaf), mel
ainkan tersimpan dalam dada para sahabat, terukir di atas lembar-lembar para penulis wahyu.
Pada saat itu para penghafal Al-Qur’an sangat banyak, dan ada yang hafal secara keseluruhan

Ketika Abu bakar khalifah pertama memberantas kaum murtadin dan penduduk nabi pals
u : musilamah, banyak dari penghafal Al-Qur’an gugur sebagai syahid, hingga Abu bakar kha
watir hal ini akan mengakibatkan lenyapnya Al-Qur’an dari muka bumi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan pengertian rasm Al-Qur’an
2. Menjelaskan pola, hokum dan kedudukan rasm Al-Qur’an
3. Menjelaskan perkembangan rasm Al-Qur’an
4. Menjelaskan perbedaan ulama tentang kedudukan rasm Al-Qur’an
5. Menjelaskan pendapat ulama tentang status tawqifi pada rasm utsmani

1.3 Tujuan penulisan

Makalah ini di maksudkan agar kita lebih mengerti tentang ilmu Al-Qur’an, khusus nya t
entang ilmu rasm Al-Qur’an. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para ma
hasiswa khusus nya bagi diri kami sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian rasm Al-Qur’an

Rasm berasal dari kata rasama, yarsamu, rasma, yang berarti menggambar atau
melukis.1 Kata rasm ini juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut atura
n.2 Jadi rasm berarti tulisan atau penulisan yang yang mempunyai metode tertentu. Adapu
n yang dimaksut rasm dalam makala ini adalah pola penulisan Al-Qur’an yang digunakan
Usma bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan al-Qur’an.
Rasmul Al- Qur’an atau yang lebih dikenal dengan Ar-Rasm Al-‘Utsmani
lil Mushaf (penulisan mushaf Utsmani) adalah : Suatu metode khusus dalam penulisan A
l-Qur’an yang di tempuh oleh Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy yang disetujui
oleh Utsman. Rasmul Al-Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an yang dilakukan oleh 4 sahab
at yang dikepalai oleh Zaid bin Tsabit, dibantutiga sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin
Abi Thalib, dan Utsman bin Affan yang dilatar belakangi oleh saran dari Umar bin Khatta
b kepada Abu Bakar, kemudiankeduanya meminta kepada Zaid bin Tsabit selaku penulis
wahyu pada zaman Rasulullah SAW untuk mengumpulkan (menulis) Al- Qur’an karena b
anyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal Al-Qur’an syahid pada perang Yam
amah.
Metode khusus dalam Al-Qur’an yang digunakan oleh 4 sahabat yaitu:Zaid bin Ts
abit, Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan Bersama disetujui oleh kh
alifah Utsman. Istilah rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al- Qur’an yang di
gunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-
Qur’an. Yaitu mushaf yangditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Mus bin zubair, Sai
d bin Al-Ash, danAbdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah terte
ntu.

1
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: t.tp. 1954),h.533
2
Moenawir Khalil, al-Qur’an dari masa kemasa (Cet. IV; Soloh:CV RAmdani, 1985),h.27-28
Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu:
1. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, men
ghilangkan huruf alif pada ya nida’
2. Al-Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yan
g mempunyai hokum jama" ( ) dan menambah alif setelah hamzah
marsumah (hamzah telah terletak diatas lukisan wawu ( ).
3. Al-Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun. ditul
is dengan huruf ber-harakat yang sebelunya, contoh ( ).
4. Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pad
a kata ( ).
5. Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang diiringi d
engan kata ma ditulis dengan disambung ( ).
6. Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi.penuli
sanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani.pe
nulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif. contohnya. (
). Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif yakni dibaca dua alif), boleh juga
dengan hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca satu alif.

B. Sejarah Perkembangan Rasm Al-Qur,an


Pada mulanya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
mereka mencatat wahyu Al-Qur'an tanpa pola penulisan standar, karena umumnya dimak
sutkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan kepada gener
asi sesudahnya.
Di zaman Nabi saw, Al-Qur'an ditulis pada benda-benda sederhana, seprti kepinga
n- kepingan batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan Al-Qur'an ini masi
h terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah mushaf dan disimpan dirumah Na
bi saw. Penulisan ini bertujuan untuk membantu memelihara keutuhan dan
kemurnian Al-Qur'an. Di zaman Abu Bakar, Al-Qur'an yang terpancar-pancar itu di salin
kedalam shuhuf (lembaran- lembaran).
Penghimpunan Al-Qur'an ini dilakukan Abu Bakar setelah menerima usul dari U
mar bin al-Khattab yang khawatir akan semakin hilangnya para penghafal Al-Qur'an seba
gaimana yang terjadi pada perang yamamah yang menyebabkan gugurnya 70 orang peng
hafal Al-Qur'an. Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan Al-Qur'an di zaman Abu Bak
ar masih dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari Al-Qur'an.
Abdul Wahid.
Di zaman khalifah Usman bin Affan, Al-Qur'an disalin lagi kedalam beberapa nas
kah. Untuk melakukan pekerjaan ini. Utsman membentuk tim 4 yang terdiri dari Zaid bin
Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd al-Rahman Abd al harist.
Dalam kerja penyalinan Al-Qur'an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yan
g disetujui oleh Khalifah Usman. Di antara ketentuan-ketentuan itu adalah bahwa mereka
menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat Mansukh dan tidak
diyakini dibaca kembali dimasa hidup Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun dia
komodasi ira'at yang berbeda-beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak
termasuk ayat Al-Qur'an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang merek
a gunakan ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf. Kare
na cara penulisan disetujui oleh Usman sehingga sering pula dibangsakan oleh Usman. Se
hingga mereka sebut rasm Usman atau rasm al-Usmani. Namun demikian pengertian ras
m ini terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman Usman dan tidak mencakup rasm Abu Ba
kar pada zaman Nabi saw. Bahkan, Khalifah Usman membakar salinan-salinan mushaf ti
m 4 karena kawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan umat Isla
m. Hal ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang
kewajiban mengikuti rasm Usmani. Abdul Wahid.

C. Hukum dan Kedudukan Serta Pendapat Ulama Tentang Rasm Al-Qur’an


Kedudukan rasm Usmani diperselisihkan para ulama, pola penulisan tersebut mer
upakan petunjuk Nabi atau hanya ijtihad kalangan sahabat. Adapun beberapa pendapat se
bagai berikut:
Kelompok pertama (Jumhur Ulama) berpendapat bahwa pola rasm Usmani bersif
at tauqifi dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahat-sahabat yang ditunjuk da
n dipercaya Nabi saw, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma’) da
lam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi. Bentuk-bentuk inkonsen
tensi didalam penulisan AL-Qur’an tidak bisa dilihat hanya berdasarkan standar penulisa
n baku, tetapi dibalik itu ada rahasia yang belum dapat terungkap secra keseluruhan. Pola
penulisan tersebut juga dipertahankan para sahabat dan tabi’ini.3
Dengan demikian menurut pendapat ini hokum mengikuti rasm Usmani adalah W
ajib, dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (taufiqi). pola itu harus
dipertahankan meskipun beberapa diantaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah dib
akukan. Bahkan imam Ahmad Ibn Hambal dan Imam Malik berpendapat bahwa haram h
ukumnya menulis Al-Qur’an menyalahi rasm Usmani. Bagaimanapun, pola tersebut suda
h merupakan kesepakatan ulama mayoritas (Jumhur Ulama).

Kelompok kedua berpendapat, bahwa pola penulisan di dalam rasm Usmani tidak
bersifat taufiqi, tetapi hanya bersifat ijtihad para sahabat. Tidak ditemukan riwayat Nabi
mengenaiketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat yang dikutip oleh raja
b Farjani. Sesungguhnya Rasulullah SAW. Memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi tida
k memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak melarang menulisnya dengan pol
a-pola tertentu. Karena itu ada perbedaan model-model penulisan Al-Qur’an dalam mush
af-mushaf mereka. Ada yang menulis suatu lafaz Al-Qur’an sesuai dengan bunyi lafaz itu,
ada yang menambah atau menguranginya, karena mereka tau itu hanya cara. Karena itu d
ibenarkan menulis mushaf dengan pola-pola penulisan masa lalu atau pola-pola baru.4

Kelompok ini pula berpendapat bahwa tidak ada masalah juka Al-Qur’an ditulis d
engan pola penulisan standar (rasm Imla’i). soal penulisan diserahkan kepada pembaca,
kalau pembaca merasa lebih muda dengan rasm imla’I, ia dapat menulisnya denga pola te
3
M.Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan ulum Al-Qur’an, (Cet. III; Jakarta Pustaka Firdaus, 2001), h. 95.
4
Lihat, Muhammaad Rajab Farjani, Kaifa nata Abbad Ma’a ai-Mushaf (t.tp. Daar al-I’Tisham.1978),h.166.
rsebut, karena pola penulisan itu symbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi makna Al-
Qur’an.5

Kelompok ketiga Mengatakan, bahwa penulisan Al-Qur’an dengan rasm Imla’I da


pat dibenarkan, tetapi kusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang memahami ras
m Usmani, tetap wajib mempertahankan keaslian rasm tersebut.

Pendapat ini diperkuat al-Zarqani dengan mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlu
kan untuk menghindarkan umat dari kesalahan membaca Al-Qur’an, sedang rasm Usmani
diperlukan untuk memelihara keaslihan msuhaf Al-Qur’an.6 Tampaknya pendapat yang k
etiga ini berupaya mengkompromikan antara dua pendapat terdahulu yang bertentangan.
Di satu pihak mereka ingin melestarikan rasm Usmani, sementara dipihak yang lain mere
ka menghendaki dilakukannya penulisan Al-Qur’an dengan rasm Imla’I untuk memberik
an kemudahan bagi kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca Al-
Qur’an dengan rasm Usmani.

Dari ketiga pendapat diatas penulis lebih cenderung menyatakan, bahwa untuk pe
nulisan Al-Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mmesti mengikuti dan berp
edoman kepada rasm usmani, hal ini mengingat pertimbangan-pertimbangan sebagai beri
kut:

1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam pola pe
nulisannya, sesuai dengan pedoman aslinya.
2. Pola penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani, kalaupun tidak bersifat taifiqi mi
nimal telah merupakan ijma’ atau kesepakatan para sahabat Nabi. Ijla’ sahabat me
miliki kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti, termasuk dalam penulisan
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb
bbbbbbbbbbbbbbAl-Qur’an dengan rasm Usmani (bila dimaksutkan sebagai kitab
suci secara utuh).

5
ibid
6
M>Quraish op.cit h 89
3. Pola penulisan Al-Qur’an berdasarkan rasm Usmani boleh dikatakansebagian bes
ar sesuaidengan kaidah-kaidah rasm Imla’I dan hanya sebagian kecil saja yang me
nyalahi atau beerbedadengan rasm Imla’I

D. Kaidah-kaidah Rasm Al-Qur’an


Rasm Usmani disebut juga Rasmul Al-Qur‟an atau Rasm Usman adalah tata cara
menuliskan Al-Qur‟an yang ditetapkan pada masa khlalifah Utsman bin Affan. Istilah rasmul
Al-Qur‟an diartikan sebagai pola penulisan Al-Qur‟an yang digunakan Ustman bin Affan
dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur‟an. Yaitu mushaf yang
ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan
Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Usmani ditulis menurut kaidah-kaidah tulisan tertentu
yang berbeda dengan kaidah tulisah imlak. Para ulama merumuskan kaidah-kaidah tersebut
menjadi enam istilah.7
1) Kaidah Buang (al-Hadzf). Seperti penghapusan huruf-huruf sebagai berikut:
a. Membuang atau menghilangkan huruf alif:
 dari ya nida (ya seruan)
 dari ha tanbih (ha menarik perhatian)
 dari kata na,
 dari lafal Allah
 dari dua kata “Arrohman” dan sabbihun
 sesudah huruf lam
 Dari semua bentuk musanna (dual)
 dari semua bentuk jamak shahih, baik muzakkir maupun muannas
 dari semua bentuk jamak yang setimbang
 Dari semua kata bilangan
 Dari basmalah
b. Membuang huruf “ya”
Huruf ya dibuang dari setiap manqushah munawwan, baik berbaris raf maupun jar
7
Muhammad Ibnu Abdillah Al-Zarqazi, al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an, (Jilid I, Cairo: Maktabah: Isla al-babi al-

Halabi wa syirkah, 1972), h.376-403.


c. Membuang huruf waw
Huruf waw dibuang apabila bergandengan dengan waw juga
d. membuang hurum lam

2) Kaidah Penambahan (al-Ziyadah)


Penambahan (al-ziyadah) disini berarti penambahan huruf alif atau ya atau hamza
pada kata-kata tertentu.
a. Penambahan huruf alif
 sesudah waw apda akhir setiap isim jama’ kata benda berbentuk jamak atau m
empunya hokum jamak.
 Penambahan huruf alif sesudah hamza (hamza yang ditulis di atas rumah wa
w)
b. Penambahan huruf ya

3) Kaidah Hamzah (al-Hamzah)


Apabilah hamzah berharakat (berbaris) sukun (tanda mati), maka tulis dengan hur
uf berharakat yang sebelumnya, kecuali pada beberapa keadaan.
Adapun hamzah yang berharakat, maka jika ia berada diawal kata dan bersambun
g dengan hamah tersebut tambahan, mutlak harus ditulis dengan alif dalam keadaan berha
rakat fathah atau kasrah.
Adapun jika hamzah terletak ditengah, maka ia ditulis sesuai dengan huruf haraka
tnya. Kalau fathah dengan alif, kalau kasrah dengan ya dan kalau Dhammah dengan waw.
Tetapi, apabila huruf yangsebelum hamzah itu sukun, maka tidak ada tambahan. Namun ,
diluar tersebut ini kata yang di kecualikan.

4) Kaidah Pengganti (al-Badal)


Dalam surah al-Baqarah, al-A’raf, Hud, Maryam, Al’Rum, dan al-Zurhur. Dan kat
a ta’nis ditulis dengan kata maftuhah pada kata yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah, A
li Imran, Al-Maidah, Ibrahim, Al-Nahl, Lukman, Fathir, dan Al-Thur demikian juga yang
terdapat pada surah al-Mujadalah.
5) Kaidah Sambung dan Pisah (washl dan fashl)

Washl berarti menyambung, disini washl dimaksutkan metode penyambungkan kata

yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf tertentu seperti antara lain

a. Bila an dengan harakat fatha pada hamzanya disusun dengan la, maka penulisannya
bersambung dengan menghilangkan huruf nun, tidak ditulis.

b. Min yang disusun dengan man ditulis bersambung dengan menghilangkan huruf nun
sehingga menjadi mimman, bukan min man.

6) Kata yang bisa dibaca dua bunyi

Satu kata yang boleh dibaca dengan dua cara dalam bahasa Arab penulisannya
disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Didalam mushaf Usmani penulisan kata semacam itu
ditulis dengan menghilangkan alif, seperti pada kalimat maliki yaumiddin yakhdaunallah, ayat-
ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (madd) dan boleh dengan suara tanpa alif sehingga
bunyinya pendek.8

E. Karakteristik Rasm Utsmani

Karakteristik adalah ciri atau identitas khas yang membedakan identitas satu dengan yang
lain. Dan Rasm Usmani mendapatkan kedudukan yang tinggi, disamping karena khalifah telah
menyetujuinya dan menetapkan pelaksanaannya. Bahkan ada yang menetapkan bahwa Rasm
Ustmani adalah RASM TAUQIFI yang cara penulisannya ditentukan oleh Nabi sendiri.

Selain keindahan tulisan Rasm Usmani,penulisan Rasm Usmani ini juga memenuhi
kaidah Sab‟atu Ahruf. Dan mereka dapat mengenali dengan baik huruf-huruf dan kata-kata, baik
bentuk, harakat, kondisi-kondisi huruf dengan memperhatikan indikasi setiap kalimat yang ada
sehingga mereka dapat membacanya dengan baik dan benar. Mahdi Saif,( 1380: 14-15).
8
Al-Zakqani, MNuhammad Abd al-Azim, op,cit (jilit I). h.369-373.
Sebagaimana pada sebagian bahasa seperti bahasa Persia yang pada mulanya disertai dengan
tanda baca, namun setelah itu, ditulis dan dibaca tanpa tanda baca.Jenis tulisan disebabkan oleh
masalah-masalah yang disebutkan di atas dan seiring dengan kemajuan Islam di kalangan kaum-
kaum lainnya, memerlukan perbaikan yang pada akhirnya setelah berlalunya beberapa dekade
terjadi perubahan serius pada tulisan-tulisan berbahasa Arab sehingga kekurangankekurangan ini
dapat teratasi.

F. Hukum Menulis Al-qur’an Sesuai Dengan Rasm Utsmani

Sebagian ulama berpendapat bahwa keharusan kita mengikuti rasm Utsmani adalah untuk
memelihara persatuan, supaya tetap berpegang satu syiar dan satu istilah. Karena pembuat
keputusan adalah Utsman dan pelaksananya Zaid Ibn Tsabit, seorang penulis wahyu dan
kepercayaan Rasul.

kewajiban mengikuti pola penulisan Al Al-Qur’an versi Mushaf Utsmani diperselisihkan


para ulama. Ada yang mengatakan wajib, dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan
petunjuk Nabi (tauqifi). Pola itu harus dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi
kaidah penulisan yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik
berpendapat haram hukumnya menulis Al Al-Qur’an menyalahi rasm Utsmani. Bagaimanpun,
pola tersebut sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama). Dengan demikian,
Ulama yang tidak mengakui rasm Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat bahwa tidak ada
masalah jika Al Al-Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm imla’i). Soal pola
penulisan diserahkan kepada pembaca. Kalau pembaca lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat
menulisnya dengan pola tersebut, karena pola penulisan itu hanya simbol pembacaan, dan tidak
mempengaruhi makna Al Al-Qur’an.

mengikuti rasm utsmani adalah wajib. Hukum wajib ini akan bertentangan dengan status
shahih dari qiraah yang lain dan bisa mengharamkan qiraah sahih dan mutawatir lain yang tidak
sesuai dengan rasm utsmani. Syeikh Muhammad Ali Ad Dlibagh mengatakan bahwa, rasm
utsmani adalah salah satu rukun dari rukun-rukun ketujuh qira'ah Al-Qur‟an, maka setiap qira'ah
sama sekali tidak bertentangan dengan rasm utsmani. Beliau menambahkan bahwa ketika
seseorang menulis Al-Qur‟an yang di dalamnya ada qiraah yang berbeda dan harus
menggunakan tulisan yang berbeda pula, maka yang harus dilakukan menulisnya sesuai dengan
rasm utsmani lalu memberinya harakat atau tanda-tanda lain, sehingga ia tidak dikatakan
menyalahi mushaf utsmani. Sebab yang diharuskan mengikuti rasm utsmani ialah hanya bentuk
penulisan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Rasm Usmani disebut juga Rasmul Al-Qur‟an atau Rasm Utsman adalah tata cara
menuliskan Al-Qur‟an yang ditetapkan pada masa khlalifah Utsman bin Affan. Istilah rasmul
Al-Qur‟an diartikan sebagai pola penulisan Al-Qur‟an yang digunakan Ustman bin Affan dan
sahabatsahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur‟an. Tentang hukum menulis ayat-
ayat Al-Qur‟an menurut rasm Al-Qur‟an para ulama berbeda pendapat ada yang berpendapat
bahwa itu taufiqi dan ada pula yang berpendapat bahwa itu adalah ijtihadi.

Ada beberapa kaidah dalam menulis rasm usmani, Kaidah ini teringkas dalam enam kaidah;

1. Penghapusan (al-Hadzf)

2. Penambahan (az-ziyadah)

3. Aturan hamzah

4. Ibdal (mengganti)

5. Aturan pemisahan (al-fashl) dan penyambungan (al-washl).


6. Kalimat yang mengandung 2(dua) bacaan dan ditulis dengn salah satunya saja. Hukum
menulis AlAl-Qur‟an dengan Rasm Usmani adalah wajib karena, Kaidah penulisan
Rasm Usmani telah di sepakati para Jumhurul Ulama‟

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: t.tp. 1954)

Moenawir Khalil, al-Qur’an dari masa kemasa (Cet. IV; Soloh:CV RAmdani, 1985)

M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan ulum Al-Qur’an, (Cet. III; Jakarta Pustaka Firdaus, 2001)

Lihat, Muhammaad Rajab Farjani, Kaifa nata Abbad Ma’a ai-Mushaf (t.tp. Daar al-I’Tisham.1978)

ibid

M>Quraish op.cit

Muhammad Ibnu Abdillah Al-Zarqazi, al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an, (Jilid I, Cairo: Maktabah: Isla al-babi al- Halabi wa syirkah,
1972)

Al-Zakqani, MNuhammad Abd al-Azim, op,cit (jilit I)

Anda mungkin juga menyukai