Anda di halaman 1dari 58

TUGAS MANDIRI

DISUSUN OLEH :
Ridwan Tsunami :230209110

DOSEN PENGAMPUH:
Yusmawaty,M.Pd

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAYAH
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala nikmat dan karuniah yang diberikan Allah SWT
sehingga penulisan dan penyusunan tgas mandiri yang berjudul “Psikologi
Pendidikan” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Salam beserta
selawat dipanjatkan kepada seorang manusia dengan akhlak dan iman yang
sempurna, penggerak peradaban dari kejahilan menuju ilmu pengetahuan sehingga
terpancar ilmu, iman dan Islam ke seluruh penjuru bumi. Semoga kita sebagai
umatnya mendapat syafa‘at beliau di hari akhir nanti.
Ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran
IPS, Ibu Yusmawaty, M.Pd. yang telah memberikan tugas ini sehingga tugas
mandiri ini tercipta dan menambah wawasan bagi yang membacanya. Di dalam
tugas mandiri ini terdapat penjelasan tentang Hakikat Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, Objek Kajian, Psikologi Pendidikan
Dalam penulisan dan penyusunan tugas mandiri ini tentunya terdapat
banyak kesalahan atau kesilapan, baik dari segi pengetikan sampai penyusunan.
Oleh karena itu, segala saran dan kritikan yang membangun sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan isi tugas mandiri ini dan karya tulis selanjutnya. Semoga
dengan adanya tugas mandiri ini, dapat membawa keberkahan bagi semuanya

PSIKOLOGI
i
PENDIDIKAN
Teori dan Aplikasi
dalam Proses
Pembelajaran

PENDAHULUAN

ii
Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, psikologi bersama dengan sosiologi
adalah ilmu yang paling terakhir berpisah dengan ibu kandungnya, yakni filsafat.
Dengan begitu, wajar jika dalam ranah keilmuan psikologi masih sangat
dipengaruhi oleh oleh pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam tradisi
filsafat. Hal ini didukung pula oleh objekdari ilmu psikologi, yaitu manusia.
Menempatkan manusia sebagai objek pada akhirnya akan selalu rancu bagaimana
memperlakukan manusia apakah dari segi subtansi atau materialnya; apakah
manusia melulu subjektif atau dapat dikerangkai dalam objektivitas; apakah
keberadaannya berdasarkan esensinya atau eksistensinya? Semua itu lantaran,
manusia dapat dikatakan sebagai makhluk penuh paradoks.
Namun, sajak psikologi bersikukuh memaklumatkan diri sebagai ilmu
pengetahuan independen, berbagai penelitian dan perumusan metode terus
diupayakan untuk mengkuhkan fondasi dan bangunan keilmuan psikologi. Kini,
sering dengan kemajuan yang diperoleh, ilmu psikologi telah berkembang luas
dan melahirkan banyak cabang. Salah satu cabang ilmu psikologi adalah psikologi
pendidikan.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

iii
PENDAHULUAN
DAFTAR ISI
BAB I KONSEP DASAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
B. Definisi Psikologi Pendidikan
C. Sejarah Singkat Psikologi
D. Pentingnya Psikologi Pendidikan dalam Pembelajaran
E. Tujuan Mempelajari Psikologi Pendidikan
F. Ruang Lingkup Kajian Psikologi Pendidikan
G. Pendalaman Materi
BAB II GEJALA-GEJALA PSIKOLOGIS SISWA DALAM BELAJAR
A. Pendahuluan
B. Pengindraan dan Persepsi serta Aplikasinya Pembelajaran
C. Ingatan atau Memori dan Aplikasinya dalam Pembelajaran
D. Berfikir dan Aplikasinya dalam Pembelajaran
E. Inteligensia atau Kecerdasan dan Aplikasinya dalam Pembelajaran
F. Motivasi dan Emosi serta Aplikasinya dalam Pembelajaran
G. Pendalaman Materi
BAB III ASPEK-ASPEK PERBADAAN SISWA DALAM BELAJAR
A. Pendahuluan
B. Konsep Dasar Perbedaan Individu
C. Sumber-Sumber Perbedaan Individual
D. Macam-Macam Bentuk Perbedaan Individu
E. Perbedaan Tingkat Kecerdasan
F. Perbedaan Kepribadian
G. Perbedaan Gaya Belajar
H. Aplikasi Teori Perbedaan Individu Siswa dalam Proses Pembelajaran
I. Pendalaman Materi
BAB IV BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
B. Konsep Dasar Belajar
C. Konsep Dasar Pembelajaran
D. Kompetensi dan Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
E. Teori Belajar, Manfaat, dan Aplikasinya dalam Pembelajaran
F. Teori Belajar Behaviorintik
G. Aplikasinya Teori Belajar Behaviorintik
H. Bentuk Pelaksanaan Metode Pembelajaran Beheviorintik
I. Teori Belajar Kognitif

iv
J. Aplikasi Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran
K. Teori Belajar Humanistik
L. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran
M. Pendalaman Materi
BAB V EVALUASI HASIL BELAJAR
A. Pendahuluan
B. Konsep Dasar Pengukuran dan Penilaian
C. Kedudukan dan Pentingnya Evaluasi Hasil Belajar
D. Konsep Dasar Evaluasi Hasil Belajar
E. Sifat Evaluasi Hasil Belajar
F. Prinsip-Prinsip Evaluasi Hasil Belajar
G. Alat-Alat Evaluasi Hasil Belajar
H. Peran Guru dalam Proses Evaluasi Hasil Belajar
I. Penyusunan Instrumen atau Alat Evaluasi Jenis Tes
J. Pendalaman Materi
BAB VI DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
A. Pendahuluan
B. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
C. Kedudukan Diagnosis Kesulitan Belajar dalam Proses Pembelajaran
D. Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar
E. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesulitan Belajar Siswa
F. Strategi Mengenali Kesulitan Belajar pada Siswa
G. Prosedur Pelaksanaan Diagnosis Kesulitan Belajar
H. Program Pengajaran Remedial dan Program Pengayaan
I. Pendalaman Materi
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB 1
KONSEP DASAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam pembangunan bangsa.


Karakter suatu bangsa dibangun melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang
bermutu, suatu bangsa menyongong masa depan yang lebih baik. Banyak faktor
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan, proses pendidikan. Salah satunya
adalah kualitas guru yang akan terjun langsung di institusi pendidikan. Guru
diharapkan memiliki kemampuan yang mamadai dan memenuhi standar
kompetensi sebagai seorang guru salah satunya adalah kompetensi ilmu
pengetahuan tentang ilmu pengetahuan.

B. Definisi Psikologi Pendidikan

1. Pengertian Psikologi
Kata psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti
jiwa dan logos yang berarti ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu jiwa
tersebut dianggap terlalu abstrak dan kurang ilmiah sehingga istilah psikologi
sebagai ilmu jiwa mulai ditinggalkan. Sejak saat itu. psikologi dipahami
sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang tidak lagi mempelajari tentang jiwa,
tetapi membicarakan tentang gejala-gejala jiwa yang terlihat dan terukur.
Sejak saat itu, gejala-gejala kejiwaan tersebut dikenal dengan gejala-gejala
psikologis atau psikis.

2. Pengertian Pendidikan
Menurut Sugihartono dkk. (2007 : 3-4), pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik anak mengubah tingkah
laku manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan
manusia tersebut melalui proses pengajaran dan pelatihan. Kemudian, menurut
Sri Rumini dkk. (2006 :16), pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha
sadar, sengaja, dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh seorang pendidik
terhadap anak didiknya untuk mencapai tujuan ke arah yang lebih maju.

3. Pengertian Psikologi Pendidikan


Whiteringtone mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai sebuah
studi yang sistematis tentang faktor-faktor dan proses kejiwaan yang
berhubungan dengan pendidikan manusia (Sugihartono dkk. 2007 : 4).
Definisi tersebut dengan jelas memaparkan adanya aspek- aspek gejala
kejiwaan dan faktor-faktor lainnya yang ada pada individa dalam belajar dan

1
pembelajaran yang tersusun secara sistematis sebagai panduan pelaksanaan
praktik pendidikan. Hampir sama dengan pendapat tersebut, psikologi
pendidikan merupakan ilmu pengetahuan tentang psikologi yang membahas
dan mempelajari anak didik dalam situasi dan lingkungan pendidikan.

C. Sejarah Singkat Psikologi

Psikologi pada awalnya merupakan ilmu pengetahuan yang belum berdiri


sendiri sebab masih dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan lain yang telah
berkembang lebih dahulu. Menurut Sri Rumini dkk. (2006 : 14), pada awalnya
psikologi sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan alam. Tetapi pada
perkembangan selanjutnya, psikologi mulai menjadi ilmu yang mandiri dan
berdiri sendiri ketika banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji mengenai
permasalahan sensasi atau pengindraan pada manusia. Tonggak sejarah
kemandirian psikologi adalah berdirinya laboratorium psikologi yang pertama
pada 1879 di Leipzig, Jerman oleh Wilhelm Wundt. Psikologi sebagai ilmu
pengetahuan yang mandiri kemudian terus berkembang hingga pada 1980 hampir
setiap Universitas di Amerika Serikat melak psikologi yang bentiri sendiri. Tahun
1881 merupakan adany Jurnal psikologi yang kemudian terus berkembang. Jejak-
jejak tersebut kemudian diikuti pendirian laboratorium laboratorium pikolog di
Amerika Serikat pada 1883.

D. Pentingnya Psikologi Pendidikan dalam Pembelajaran

Psikologi pendidikan memiliki peran penting dalam mendampingi dan


membimbing guru dalam dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran,
Kebermanfaatan psikologi pendidikan dalam pembelajaran adalah adanya prinsip-
prinsip psikologis dalam dunia pendidikan yang dapat digunakan oleh pendidik
dalam membantu siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman belajar untuk
membangun kepribadian, kematangan, dan kedewasaan.

E. Tujuan Mempelajari Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan membahas tentang siswa dengan berbagai


karakteristiknya dalam belajar dan juga guru dalam mengajar. Psikologi
pendidikan juga mengkaji bagaimana pada dasarnya proses belajar mengajar
seharusnya terjadi pada siswa, sampai pada penanganan terhadap siswa yang
memiliki permasalahan dalam belajar. oleh sebab itu, tujuan dari psikologi
pendidikan secara umum, pada dasarya sebagai berikut.

2
1. Memahami bentuk-bentuk gejala psikologis individu (sewa secara umum
dalam bentuk sikap dan tingkah laku selama mengikati proses pembelajaran.
2. Memahami kemampuan-kemampuan dan potensi simwa dalam mengikuti
proses pembelajaran.
3. Membantu siswa mengembangkan berbagu jenis kemampuan dan potensi
yang dimiliki dalam bentuk proses-proses pembelajaran yang berbasis
pengembangan siswa.
4. Memahami bagaimana seharusnya pelaksanaan proses belajar dan
pembelajaran agar tercapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif.
5. Membantu siswa menyelesaikan program pembelajaran sehingga dengan
pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat memberikan bantuan
pada siswa dalam menyelesaikan program-program pembelajaran sampai
tuntas.

F. Ruang Lingkup Kajian Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan membahas proses belajar mengajar dari berbagai


sudut pandang psikologis siswa dan guru. Psikologi pendidikan memandang guru
dan siswa sebagai objek yang menjadi fokus pembahasan proses belajar mengajar
tersebut, terutama dalam setting pendidikan formal di sekolah. Secara lebih
khusus, psikologi pendidikan membahas sikap dan tingkah laku sisa sebagai
individu, anggota kelompok, dan hubungan antara keduanya dengan lingkungan
sekitar (gur, lingkungan sekolah, dan masyarakat) dalam proses belajar mengajar.

G. Pendalaman Materi

1. Soal-Soal Pengayaan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
a. Apa yang dimaksud dengan psikologi?
b. Apakah arti pendidikan menurut anda?
c. Jelaskan apa yang dimaksud dengan psikologi pendidikan?
d. Bagaimanakah ruang lingkup kajian yang dipelajari dalam psikologi
pendidikan?
e. Bagaimana urgensi psikologi pendidikan bagi guru atau calon guru?

2. Tugas Rumah
Diskusikan dalam kelompok kecil (5-6 mahasiswa) tentang contoh adanya
penerapan atau implikasi wilayah psikologi pendidikan dalam praktik belajar
dan pembelajaran!

3
BAB II
GEJALA-GEJALA PSIKOLOGIS SISWA DALAM BELAJAR

A. Pendahuluan

Belajar merupakan proses yang sangat kompleks yang terjadi dalam diri
setiap individu. Terjadinya proses belajar sangat sulit untuk diketahui secara pasti.
Namun demikian, dapat diketahui melalui gejala-gejala pikologi yang tampak dan
terukur yang menyertainya sebagai manisfestasi adanya aktivitas belajar Gejala-
gejala pikologis pada siswa sebagai perwujudan proses dan hasil proses belajar
terwujud dalam bennak tingkah laku baik yang dapat teramati secara langsung
maupun tidak langsang Proses belajar merupakan aktivitas yang melibatkan
berbagai umur dan komponen psikologis siswa yang sangat kompleks sehingga
terdapat berbagai macam bentuk gejala-gejala psikologis sebagai dasar dalam
pembentukan pengetahuan baru selama proses belajar siswa.

B. Pengindraan dan Persepsi serta Aplikasinya dalam Pembelajaran

1. Konsep Dasar Pengindraan dan Persepsi


Alat indra menjembatani siswa dengan dunia luar secara objektif dalam
bentuk menerima informasi dan pengetahuan baru persis seperti apa adanya.
Informasi tersebut kemudian disampaikan pada otak yang selanjutnya di
terjemahkan oleh otak sebagaiman persepsi yang dimiliki siswa tersebut. Oleh
sebab itu, penerjemah infarmasi, pengetahuan, atau stimulus baru pada setiap
siswa dalam satu kelas kemungkinan besar berbeda-beda. Hal ini disebabkan
proses penerjemahan tersebut tidak lepas dari kondisi-kondisi psikologis siswa
termasuk pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

Proses pengamatan yang terjadi dalam keseharian secara umum


mengikuti hukum-hukum gestalt, yang menyatakan bahwa keseluruha lebih
dariada sekadar penjumlahan bagian-bagiannya, namun ada hubungan dan arti
yang lebih luas dari totalitas tersebut. Menurut Fudyartanto dalam Baharudin
dan Esa Nur Wahyuni (2007 : 93-95), terdapat beberapa hukum-hukum gestalt
yang berhubungan dengan pengamatan, antara lain hukum pagar, hukum
kesamaan Gimilarity), hukum kedekatan (praximity), hukum ketertutupan
(closure), hukum gerak bersama (common fate), dan hukum kesinambungan
(continuity). Hukum hukum tersebut merupakan kecenderungan yang berlaku
secara umum pada setiap individu dalam mengamati suatu objek pengamatan.

4
1. Hukum pragnas. Hukum pragnaz menyatakan bahwa cara memandang
individu selalu cenderung bergerak ke arah yang penuh arti (pragnaz).
Menurut hukum ini, individu akan selalu cenderung memberi arti pada
objek yang diamati dengan memberi kesan- kesan sedemikian rupa
terhadap objek tersebut. Misalnya, kesan yang diberikan berdasar kriteria
tertentu seperti memandang dan memberi arti sebuah mobil bagus karena
warnanya, bentuk, ukuran, dan sebagainya.
2. Hukum kedekatan (the law ofproximity). Objek pengamatan berdekatan
akan memiliki kecenderungan untuk diamati dan diartikan sebagai satu
kesatuan.
3. Hukum kesamaan (the law ofsimilarity). Objek-objek yang cirinya
sebagian besar memiliki kesamaan akan cenderung diamati sebagai sebuah
totalitas (satu-kesatuan yang utuh).
4. Hukum bentuk-bentuk tertutup (the law of closure). Objek pesepsi yang
sudah kita kenali bentuk dasarnya, suatu ketika kita melihatnya meskipun
tidak sempurna, namun akan cenderung dilihat sebagai satu kesatuan objek
yang sempurna sebagaimana bentuk dasarnya.
5. Hukum gerak bersama (common fate). Unsur-unsur dari objek persepsi
yang bergerak dengan arah dan cara yang sama akan cenderung dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh.

2. Implikasi Pengindraan dan Persepsi dalam Proses Pembelajaran


Perbedaan interpretasi atau peterjemahan pengamatan sebagai hasil
persepsi muncul salah satunya dipengaruhi oleh perbedaan soda pandang
ruang, waktu, dan arti. Oleh sebab iss, sodah selayak menjadi perhatian guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini penting diperhatikan agar
materi pelajaran yang disampaikan dan nilai-nilai serta substansi yang ingin
disampaikan dapat diterima siswa seperti apa yang diharapkan guru, dan tidak
menyimpang dari tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, proses penyamaan persepsi dalam


proses pembelajaran perlu dilakukan guru sebagai berikut.
1. Ketika guru akan menjelaskan sebuah materi pelajaran, ditampilkan juga
tujuan-tujuan dari mempelajari materi tersebut.
2. Apabila menjelaskan secara lisan, gunakan suara yang keras dan jelas agar
terdengar oleh seluruh siswa, dan pastikan terdengar oleh siswa yang
duduk paling belakang.
3. Ketika menggunakan alat peraga, siswa hendaknya diberikan waktu untuk
mengenali lebih dekat alat peraga serta mengenalinya secara keseluruhan
dari berbagai sudut pandang.
4. Selalu adakan proses diskusi atau tanya jawab selama proses pembelajaran
untuk membentuk kesamaan persepsi.

5
5. Pastikan guru mampu menguasai kelas dalam bentuk kemampuan
melakukan gerak dan perpindahan tempat dengan baik sehingga tidak
sekadar duduk saja atau bahkan berdiri saja. Hal ini disebabkan
rangsangan dari stimulus yang bergerak lebih menarik perhatian daripada
stimulus yang diam.

C. Ingatan atau Memori dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

1. Konsep Dasar Ingatan atau Memori


Memori pada dasarnya merupakan kemampuan individu dalam
menyimpan suatu informasi atau pengetahuan dan mengeluarkannya kembali
pada saat dibutuhkan, Memori atau ingatan merupakan aktivitas yang
dilakukan individu dalam bentuk kecakapan-kecakapan untuk menerima,
menyimpan, dan mereproduksi kembali kesan-kesan atau pengetahuan sebagai
hasil belajar dan pengalaman, secara umum para ahli memandang bahwa
memori bekerja dalam tiga tahapan atau proses, yaitu memasukkan pesan
menyimpan pesan yang sudah masuk dalam ingatan atau storage, dan
memunculkan kembali informasi tersebut atau retrieval.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:


a. Proses encoding
Proses encoding merupakan tahap awal memori melalui aktivitas
pengkodean, yaitu mengubah sifat-sifat informasi hasil pengamatan ke
dalam bentuk yang sesuai dengan perangkat memori individu. Misalnya,
mengubah hasil pengamatan dari penglihatan. pendengaran, dan perabaan
menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik dan kimiawi
sebagaimana proses kerja otak yang menggunakan proses kimiawi dan
elektrik. Proses memasukkan informasi juga sering disebut dengan istilah
encoding, learning, dan mencamkan.
b. Proses storage
Savage atau retensi pada dasarnya merupakan proses mengendapkan
atau penyimpanan sebuah informasi atau pengetahuan dalam suatu
dimunculkan kembali. Interval dalam menge dista interval dan isi interval.
Lama interval berhubungan dengan berapa lama waktu yang dibutuhkan
antara waktu peny dengan waktu pengeluaran. Semakin lama interval,
akan semakin lemah untuk dimunculkan sehingga semakin mudah lupa
dan susah untuk dimunculkan kembali. In interval berkaitan dengan
selama tenggang waktu interval sebuah memon tentang apakah ada
aktivitas-aktivitas stonege lain yang kemungkinan akan mengacaukan
memori sebelumnya. Oleh sebab ima, semakin banyak ini interval baru
yang mak, akan semakin sah dan lemah memori yang tersimpan untuk
diingat.

6
c. Proses retrival
Proses ini pada dasarnya merupakan proses memunculkan atau
memanggil kembali informasi atau memori yang telah tersipur dalam otak
pada saat dibutuhkan. Proses retrieval dibedakan menjadi recall dan
recognize. Recognize merupakan usaha memunculkan kembali sebuah
informasi yang tersimpan dalam otak dengan menggunakan bantuan
stimulus atau informasi yang telah tersedia. Sementara itu, recall
merupakan usaha memunculkan kembali informasi yang tersimpan dalam
otak tanpa menggunakan bantuan stimulus tertentu. Pemanfaatan dan
aplikasi sistem recognize misalnya bentuk-bentuk ujian dengan tipe
pilihan ganda. sedangkan recall menggunakan tipe-tipe soal essay.

2. Konsep Dasar Terjadinya Lupa


Berbicara tentang ingatan maka akan selalu terasosiasi dengan lupa.
Lupa pada dasarnya merupakan ketidakmampuan sesorang individu untuk
memunculkan atau memanggil kembali informasi atau pengetahuan yang
pernah dimilikinya pada saat yang dibutuhkan dengan tepat. Kebanyakan
literatur ilmiah yang membahas tentang sebab-sebab terjadinya lupa, penyebab
lupa dapat dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut.
1. Lupa terjadi karena bekas-bekas ingatan yang tidek digunakan, lama-
kelamaan terhapus dan dengan berlangsungnya waktu terjadi proses
penghapusan yang mengakibatkan sesuatu bekas ingatan menjadikabur
dan lama-kelamaan hilang sendiri.
2. Lupa terjadi karena adanya ganggan dari informasi yang masuk ke dalam
ingatan terhadap informasi lama yang telah tersimpan di situ, seolah-olah
informasi yang lama dignes dan kemudian menjadi lebih sukar diingat.
3. Lupa terjadi karena adanya monftetent shingga orang orang sedikit banyak
berusaha melupakan sesung: Konsep ini lebih dikenal dengan teori
motivated forgetting yang menjelaskan bahwa individu akan cenderung
untuk berusaha melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan.

3. Implikasi adanya Memori dalam Proses Pembelajaran


Adanya memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang pada
individu penting diperhatikan dan dilakukan selama proses pembelajaran. Hal
ini tidak lepas dari kondisi-kondisi dalam pembelajaran yang membutuhkan
efektivitas dan efisiensi guru membantu siswa untuk berkembang dan
menyelesaikan tugas-tugas belajar dengan baik. Penerapannya dalam
pembelajaran tidak lepas dari adanya jenis memori pendek dan memori jangka
panjang. Dengan demikian, pelaksanaan proses pembelajaran yang
memerhatikan kemampuan memori siswa dan kemungkinan terjadinya lupa,
dapat diantisipasi dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a. Menggunakan strategi-strategi mengingat dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan jembatan keledai dan sebagainya.

7
b. Tidak membebani individu untuk mengingat materi yang panjang dalam
waktu yang singkat dan segera. Hal ini tidak lepas dari kemampuan
memori jangka pendek individu.
c. Melakukan proses pengulangan-pengulangan materi pelajaran, terutama
poin-poin penting sebuah materi pelajaran.
d. Menghubung-hubungkan materi dan aktivitas belajar dengan kondisi
keseharian yang nyata-nyata ada dan sering dijumpai siswa di sekitar
lingkungannya. Hal ini tidak lepas dari kemampuan memori jangka
panjang dan memori kerja.
e. Memberikan korelasi materi pelajaran dengan pengalaman siswa dalam
memori jangka panjang dan kebermanfaatannya bagi individu siswa dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.
f. Mengikutkan dan memunculkan emosi siswa (senang, ceria, semangat,
dan sebagainya) selama proses pembelajaran terutama untuk memori
jangka panjang.

D. Berfikir dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

1. Konsep Dsar Berfikir


Pengertian berpikir menurut Solso dalam Sugihartono dkk. (2007: 15)
merupakan proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui
transformasi informasi yang melibatkan interaksi yang kompleks antara
berbagai proses mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan
pemecahan masalah. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, hampir
sama mengatakan bahwa berpikir merupakan sebuah proses dan aktivitas
sehingga individu atau siswa bersifat aktif.

2. Macam-Macam Berfikir
Proses berpikir yang terjadi pada siswa merupakan sebuah hal yang sulit
untuk diamati dan diteliti. Namun demikian, semua ahli pendidikan
menyimpulkan bahwa proses berpikir memang ada dan terjadi pada individu.
Berkaitan dengan ini, proses bagaimana terjadinya berpikir masih sulit untuk
dijelaskan. Sugihartono dkk. (2007: 13), menjelaskan bahwa ada dua jenis
cara berpikir pada individu, yaitu berpikir orak kanan dan otak kiri. Sementara
Crow & Crow dalam Se Ramini dick (2006 8-10), menyebutkan ada dua jenis
berpikir pada individu, yaitu berpikir reflektif dan berpikir kreatif. Apa pun
jenis dan konsep berpikir yang digunakan, secara umum semuanya dilakukan
dalam kerangka menemukan sebuah pemahaman akan sebuah permasalahan
dan menemukan solusi atas permasalahan tersebut.
a. Berfikir Otak Kanan dan Otak Kiri
Proses berpikir dan tersimpannya memori dan pengetahuan orang
terjadi di dalam otak. Otak manusia terbagi menjadi dua bagian atau yang

8
disebut sebagai hemisfer, yaitu hemisfer kanan arau otak belahan kanan
dan hemisfer kiri atau otak belahan kiri. Adanya perbedaan letak tiap
bagian otak tersebut ternyata memiliki perbedaan pula terhadap cara kerja,
ranah kerja, dan karakteristik kerjanya. Karakteristik khas dan sistem kerja
otak kiri secara umum adalah melakukan proses berpikir secara runtun
atau berurutan, mencoba memahami sesuatu dari detail ke global,
membimbing untuk membaca berdasar fonetik yang berupa kata-kata,
simbol, dan huruf, fokus kerjanya adalah pada internal individu atau
pengetahuan yang telah dimiliki dan informasinya bersifat faktual.
b. Berfikir Reflektif dan Berfikir Kreatif
Proses berpikir pada individu akan terjadi dalam bentuk yang
berbeda-beda. Namun demikian, tujuan tetap sama, yaitu memecahkan
sebuah permasalahan. Pada dasarnya terdapat banyak jenis atau proses
berpikir selain berpikir berdasarkan belahan orak yang digunakan
menggunakan otak kanan dan otak kir. Proses berpikir lainnya yang terjadi
pada siswa menurut Crow & Crow dalam Sri Rumini dkk. (2006: 8-10),
terbagi atas berpikir reflektif dan berpikir kreatif. Jenis proses berpikir ini
melihat pada proses dan hasil akhir berpikir sebagai soluasi atas
permasalahannya.

E. Inteligensia atau Kecerdasan dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

Istilah inteligenna memiliki arti yang sama dengan kecerdasan. Namun


demikian, banyak ahli yang bersepakat bahwa sulit untuk tendefinisikan
kecerdasan atau inteligensia secara akurat dan tepat serta disepakati oleh para
praktisi kecerdasan. Meskipun demikian. di balik banyaknya perbedaan konsep
dasar kecerdasan, pemahaman guru terhadap konsep inteligensia sangat penting
untuk menunjang proses pembelajaran yang efektif bagi siswa.

1. Konsep Dasar Inteligensia atau Kecerdasan


Inteligensia memiliki definisi dan tafsir yang sangat luas. Oleh karna
itu, terdapat banyak tokoh yang menerjemahkan pengertian inteligensia
tersebut sehingga muncul banyak defini dengan berb sudut pandangnya.
Namun demikian, secara umum terdapar th kelompok besar yang
menerjemahkan definil inteligensias berbeda yang paling banyak disepakati
dan dipakai Perbedaan perbedaan definisi tersebut tidak terlepas dari bidang
keahlian dan teori-teori yang mereka pegang dan meteka kembangkan Tiga
kelompok tersebut adalah memandang inteligensia sebagai sebuah
kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan untuk belajar, dan kemampuan
untuk berpikir abstrak.
a. Inteligensia sebagai Kemampuan untuk Menyesuaikan Diri

9
Menurut Wechler dalam Sugihartono did. (2007:16), inteligenta
merupakan kumpulan kemampuan seseorang untuk secara totalitas
bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir secara rasional, dan kemampuan
untuk menghadapi situasi lingkungan secara efektif. Dengan demikian,
kelompok ini menerjemahkan kansep inteligensia lebih sebagai sebuah
kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi
dengan lingkungannya yang baru dan pada situasi yang dihadapi.
b. Inteligensia sebagai Kemampuan untuk Belajar
Inteligensia merupakan kemampuan untuk belajar (Freeman dalam
Sugihartono dkk., 2007: 16). Pendapat tersebut mewakili kelompok ini
yang lebih memandang inteligensia pada individu sebagai sebuah
kemampuan seseorang untuk belajar. Oleh sebab itu, semakin tinggi
tingkat inteligensia yang dimiliki seseorang. orang tersebut akan semakin
mudah untuk dilatih, untuk belajar dari lingkungan dan pengalaman.
c. Inteligensia sebagai Kemampuan untuk Berfikir Abstrak
Inteligensia sebagai Kemampuan untuk Berpikir Abstrak Menurut
Mehrens dalam Sugihartono dkk. (2007: 16), inteligensin merupakan
sebuah kemampuan sesorang untuk berpikir secara abstrak. Dalam konteks
pengertian tersebut, hal-hal abstrak yang dipilarkan berupa ide-ide,
simbol-simbol verbal, numerikal, dan matematika. Oleh sebab itu,
kelompok ini lebih memandang inteligensia sebagai sebuah kemampuan
seseorang untuk berpikir secara abstrak dalam bentuk memahami ide-ide
dan simbol-simbol ataupun hal-hal tertentu.

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Inteligensia


Inteligersia atau kecerdasan merupakan salah satu bentuk gejala
psikologis pada siswa seperti juga pengindraan dan memori yang dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sri Rumini dkk.
(2006: 10-11), terdapat dua faktor yang memengaruhi perkembangan
inteligensia siswa, yaitu faktor bawaan dan faktor lingkungan.
a. Faktor bawaan. Faktor ini meyakini sebuah pemahaman bahwa
kemampuan inteligensia individu siswa merupakan sebuah warisan atau
bawaan dari orangtua. Oleh sebab itu, tingkat inteligensia seorang anak
atau siswa tidak akan jauh berbeda dengan kondisi dan tingkat inteligensia
orangtuanya atau bahkan cenderung sama Faktor bawaan yang
memengaruhi inteligensia dapat dilihat dari sebuah hasil penelitian tingkat
10 anak-anak hasil adopsi Skor 1Q mereka memiliki korelasi lebih tinggi
kesamaannya dengan Qah ibu kandungnya dibandingkan dengan
orangmua angkatnya.
b. Faktor lingkungan. Faktor lingkungan sebagai faktor yang memengaruhi
inteligensia seseorang dilihat sebagai kondisi sekitar individu siswa dan
dari luar siswa yang menunjang perkembangan inteligensia individu
tersebut. Faktor lingkungan yang memengaruhi perkembangan inteligensia

10
siswa antara lain faktor gizi serta rangsangan kognitif emosional yang
diterimanya.

3. Macam-Macam Bentuk Inteligensia


Perkembangan hasil penelitian tentang inteligensia memberi banyak
hasil. Hasil yang paling menonjol adalah inteligensia tidak hanya terpaku pada
persoalan kognitif. Inteligensia juga terkait dengan kemampuan-kemampuan
lain seseorang dalam berbagai hal. Maka muncullah teori-teori emotional
intelligence, moral intelligence, social intelligence, dan spiritual intelligence.
Hasil hasil penelitian lain tentang inteligensia tersebut juga menunjukkan
bahwa inteligensia kognitif tidak banyak memberi sumbangan pada
kesuksesan hidup seseorang Oleh sebab itu, kemudian muncul juga
inteligensia yang mengukur aspek emosional, moral, sosial, dan spiritual.

4. Peran Inteligensia dalam Belajar


Peran nyata inteligensia dalam proses belajar tidak dapat diamati secara
sederhana. Untuk mengetahuinya dilakukan beberapa penelitian yang
menghubungkan antara inteligensia seseorang dengan proses belajar dan hasil
belajar yang diperoleh. Hasil penelitian Heller, Monks, dan Passow dalam
Sugihartono dkk. (2007: 18) menunjukkan bahwa individu dengan kecerdasan
tinggi belum tentu sukses. Di California, sirwa dengan IQ tinggi yang diteliti
dari tahun 1920 sampai sekarang di antaranya ada yang menjadi senator,
bintang terkenal, sutradara, novelis, dan sebagainya. Namun, ada juga yang
menjadi pembersih kantor, tukang sapu jalan, dan pekerja kasar lainnya. Di
Indonesia, penelitian tentang inteligensia dilakukan Harjito dkk. dalam
Sugihartono dkk. (2007: 19), menjelaskan bahwa tidak selamanya siswa yang
memiliki prestasi rendah dan memiliki kesukaran belajar berasal dari siswa
dengan IQ rendah. Hal ini disebabkan ada beberapa siswa dengan IQ di atas
rata-rata memiliki prestasi belajar rendah dan memiliki permasalahan belajar.
Namun demikian, beberapa jenis penelitian lain yang juga dilakukan untuk
mengorelasikan inteligensia dengan prestasi belajar secara umum
menunjukkan bahwa memang ada korelasi atau hubungan yang positif antara
inteligensia dengan prestasi belajar siswa.

5. Implikasi Inteligensia dalam Pembelajaran


Pemahaman guru terhadap tingkat inteligensia atau kecerdasan individu
sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran di
sekolah. Hal ini disebabkan perbedaan individua masing-masing siswa dengan
siswa lainnya juga dapat terjadi pada tingkat kecerdasan atau inteligensia yang
mereka miliki. Siswa dalarn satu kelas sangat dimungkinkan terdiri dari siswa
dengan tingkat kecerdasan sangat tinggi, kecerdasan tinggi, rata-rata, bahkan
di bawah rata-rata. Oleh sebab itu, guru harus mampu menyesuaikan metode
dan model penyampaian materi pelajaran dengan kondisi siswa.

11
F. Motivasi dan Emosi serta Aplikasinya dalam Pembelajaran
Motivasi berperan penting dalam proses pembelajaran dan keberhasilan
proses belajar itu sendiri. Motivasi lebih banyak ditekankan pada individu siswa
dengan harapan munculnya semangat untuk mengikuti proses pembelajaran.
Motivasi yang dimiliki siswa akan menjadikan siswa memiliki semangat, disiplin,
tanggung jawab, dan keseriusan mengikuti proses pembelajaran. Dengan kata lain,
peran motivasi dalamy proses pembelajaran siswa tidak lain sebagai sumber
energi psikologis.

1. Konsep Dasar Emosi dan Motivasi


Emosi dan motivasi merupakan keadaan atau gejala psikologis pada
seorang individu. Adanya emosi menyebabkan seseorang merasakan senang,
sedih, cemburu, cinta, aman, takut, semangat, dan sebagainya. Sementara
motivasi menyebabkan seseorang melakukan sesuatu dan bertahan dalam
melakukannya. Emosi dan motivasi memiliki keterkaitan yang cukup erat.
Menurut Sri Rumini dkk. (2006: 11-12), motivasi merupakan keadaan atau
kondisi pribadi pada siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu dengan tujuan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan
siswa yang bersangkuran. Dengan demikian, motivasi pada dasarnya
merupakan motor pengerak dan pemberi arah serta tujuan yang hendak
dicapai. Namun, konsep dasar dari pengertian motivasi yang juga penting
adalah memberikan ketahanan untuk tetap berjalan pada tujuan yang akan
dicapai sampai benar-benar dapat tercapai.

2. Macamp-Macam Motivasi
Motivasi yang dimiliki oleh individu biasanya lebih dari satu macam
Dalam pines belajar, ada siswa yang belajar karena i menyukal mata
pelajarannya dan ada juga yang termotivasi untuk memang mendapat prestasi
yang tinggi sehingga dapat melanjutkan ke sekolah favorit. Menurut Sri
Rumini dik. (2006: 12), motivasi dapat dibedakan bendasarkan bagaimana
motivasi tersebut muncul, sumber, dan hi motivasi tersebut.
a. Motivasi Berdasarkan Kemunculannya
Motivasi berdasarkan kemunculan atau terbentuknya, dibedakan
menjadi motivas bawaan dan motivasi yang dipelajari (Rumini dkk, 2006:
12). Motivasi bawaan merupakan jenis motivasi yang memang ada dan
dibawa oleh individu sejak lahir tanpa dipelajari, misalnya motivasi dalam
bentuk dorongan untuk mencari makan, tidur, dan sebagainya. Sementara
jenis motivasi yang dipelajari merupakan motivasi yang timbul karena
dipelajari dari lingkungannya, misalnya motivasi dalam bentuk dorongan
untuk berteman, dorongan menabung untuk membeli sesuatu, dan
sebagainya. Dengan demikian, motivasi hawaan merupakan sebuah insting

12
yang secara alamiah akan dilakukan oleh seorang individu, sedangkan
motivasi yang dipelajari merupakan motivasi yang muncul sebagai bentuk
meniru dari kondisi dan tuntutan lingkungannya.
b. Motivasi Berdasarkan Sumbernya
Motivasi berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi motivasi
catrinsik dan motivasi intrinsik (Rumini dkk., 2006: 12). Motivasi
ekstrinsik merupakan motivasi yang terjadi karena adanya pengaruh dari
luar siswa, misalnya belajar berenang karena ada tuntutan harus bisa
berenang, main game online karena pengaruh pergaulan agar tidak
dianggap ketinggalan zaman, dan sebagainya. Motivasi intrinsik
merupakan motivasi yang terjadi dan muncul dari dalam diri siswa itu
sendiri, misalnys beening karena memang is dan merasa
membutuhkannya. Dengan demikian, modis pa siswa dalam belajar dapat
tumbuh dari dalam diri m dari luar siswa. Oleh sebab itu, penting bagi gara
dan orang menumbuhkan dan menjaga motivasi siswa dalam hela dengan
memberikan dorongan-dorongan dan sikap positif.
c. Motivasi Berdasarkan Isinya
Menurut Sri Rumini dkk. (2006: 12), motivasi berdasarkan isinys
dibedakan menjadi motivasi jasmaniah dan motivasi nahaniah. Motivasi
jasmaniah terdiri dari refleks, insting, nafsu, dan hart terhadap hal-hal
yang bersifat jasmani seperti insting untuk mencari makanan, istirahat,
menjauhi ancaman, dan sebagainya yang memang dimiliki manusia.
Sementara motivasi ruhaniah, misalnya adalah kemauan. Kemauan atau
kehendak hanya dimiliki oleh manusia sehingga berhasil tidaknya siswa
mencapai tujuan tergantung pada kuat tidaknya tingkat kemauannya untuk
berhasil mencapai sebuah tujuan. Oleh sebab itu, kemauan yang kuat akan
memicu usaha yang lebih keras untuk mencapai tujuannya sehingga
dikatakan ia memiliki motivasi yang kuat dalam wujud adanya sikap kerja
keras dan tidak mengenal putus asa.

3. Peran Emosi dan Motivasi dalam Proses Belajar


Emosi dalam proses pembelajaran memberikan pengaruh dalam bentuk
cepat atau lambatnya proses belajar siswa. Emosi pada individu juga
berpengaruh dalam membantu proses pembelajaran yang lebih menyenangkan
dan bermakna bagi siswa. Menurur Goleman dalam Sugihartono dick.
(2007:21), tanpa adanya keterlibatan emosi, kegiatan saraf orak akan bekerja
tidak optimal dan juga tidak maksimal dalam merekatkan pengetahuan dalam
ingatan sehingga hasil belajar tidak dapat dicapai dengan maksimal. Menurut
Reinhard Pekrun (2009: 575), keberadaan emosi seseorang secara fungsional
memiliki nilai penting dan berkorelasi dengan motivasi siswa, kemampuan
kognitif, serta perkembangan kepribadiannya.

4. Implikasi Adanya Emosi dan Motivasi dalam Pembelajaran

13
Motivasi yang dimiliki siswa memberikan pengaruh terhadap proses
pembelajaran yang diikuti dan proses belajar yang dilakukan oleh siswa.
Motivasi yang dimiliki siswa memberikan energi dan semangat bagi siswa
untuk mempelajari sesuatu. Atas dasar itulah, guru diharapkan memahami dan
mengerti motivasi siswanya dalam mengikuti proses pembelajaran. Misalnya,
siswa yang memiliki motivat rendah akan terlihat tidak semangat dan tidak
antusias dalam belajar dan mengikuti proses pembelajaran. Guru perlu
memunculkan dan menjaga motivasi siswa tetap tinggi sangat diperlukan
selama proses pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk menunjang proses
belajar dan pembelajaran agar berhasil dan terlaksana dengan baik sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, guru diharapkan mampu
memberikan motivasi dan menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar selama
proses pembelajaran berlangsung.

G. Pendalaman Materi

1. Soal-Soal Pengayaan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan jelas!
a. Apa yang dimaksud dengan pengindraan dan persepsi?
b. Apa yang dimaksud dengan memori jangka pendek dan memori jangka
panjang?
c. Bagaimana siswa dapat mengoptimalkan memorinya?
d. Jelaskan seba-sebab terjadinya lupa?
e. Jelaskan hubungan inteligensia dengan keberhasilan belajar?
f. Bagaimana menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar?
g. Jelaskan perbedaan otak kiri dengan otak kanan dan aplikasinya dalam
pembelajaran?
h. Bagaimana peran emosi dan motivasi dalam pembelajaran?

2. Tugas Rumah
Buatlah kelompok kecil (4-5 mahasiswa), kemudian diskusikan tentang
“pentingnya guru memahami kondisi psikologi (inteligensia, memori,
motivasi, kemampuan berfikir, dan kemampuan mengamati serta persepsi)
dalam proses pembelajaran kemudian berikan contoh nyata dalm praktik
pendidikan di sekitar anda!”

14
BAB III
ASPEK-ASPEK PERBEDAAN SISWA DALAM BELAJAR

A. Pendahuluan

Setiap individu terlahir berbeda satu sama lain. Perbedaan i masing individu
terwunad dalam bentuk perbedaan fisik, sifat, perilakis, masing kebiasaan-
kebiasaan, dan lain sebagainya. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, perbedaan
akan selalu ada meskipun pada individu yang lahir kembar identik sekalipun.
Perbedaan-perbedaan tersebut berdampak terhadap proses pembelajaran di kelas
yang mereka ikuti Misalnya, ada siswa yang dengan mudah mengikuti dan
memahami materi pelajaran dan ada juga yang mengalami kesulitan. Oleh sebab
ina, sebagai tenaga pendidik, guru diharapkan mampu mengerti dan memahami
bentuk-bentuk perbedaan yang dimiliki siswa. Hal ini disebabkan dengan
mengetahui perbedaan-perbedaan individu tersebut diharapkan dapat menunjang
proses pembelajaran yang efisien karena bagaimanapun juga, fokus proses
pembelajaran adalah efektif dan efisien karena bagaimanapun juga, fokus proses
pembelajaran adalah siswa.

B. Konsep Dasar Perbedaan Individu

Masing-masing individu pada umumnya memiliki kesamaan. Misalnya,


setiap individu memiliki alat indra, kecerdasan, otak, perasaan, keterampilan-
keterampilan tertentu, dan sebagainya. Namun demikian, masing-masing individu
juga memiliki perbedaan, seperti alat indra masing-masing individu tidak sama
bentuk dan ukurannya, tangan dan kakinya, rambut, dan sebagainya. Juga terkait
kecerdasan, kemampuan otak, perasaan, serta keterampilan masing-masing
individu berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang kemudian diterjemahkan
sebagai perbedaan individu (individual differences).

C. Sumber-Sumber Perbedaan Individual

Perbedaan yang muncul pada individu kembar indentik, menunjukkan


bahwa perbedaan antar satu individu dengan individu yang lainnya merupakan
sebuah keniscayaan. Banyak pihak berpendapat tentang penyebab munculnya

15
perbedaan-perbedaan pada setiap diri manusia. Namun demikian, secara umum
faktor-faktor yang memengaruhi dan menyebabkan munculnya perbedaan
individu adalah faktor bawaan dan faktor lingkungan.

1. Faktor Bawaan
Faktor bawaan atau disebut faktor keturunan merupakan faktor biologis
yang diwariskan melalui mekanisme genetika dari generasi ke general.
Menurut Wasty Soemanto (2006: 82), faktor bawaan atau hereditas
merupakan proses pewarisan atau pemindahan faktor-faktor biologis sebagai
karakteristik individu dari pihak orangtuanya. Faktor bawaan ditentukan oleh
kromosom yang dibawa dari ibu melalui sel telurfovum dan dari bapak
melalui spermatozoa.

Salah satu jenis kromosomnya adalah kromosom sex sebagai pembawa


sifat gen atau turunan yang bertanggung jawab menentukan karakteristik fisik
keturunan apakah laki-laki atau perempuan. Gen inilah yang membawa citi
bawaan dari orangtua untuk diturunkan pada anaknya. Masing-masing gen
membawa potensi ciri bawaan mental dan fisik yang berbeda-beda.

2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang banyak meneka
perbedaan pada setiap individu. Menurut Wasty Soemas (2006 : 84), faktor
lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar seorang individu, baik
yang bersifat fisiologis, psikologis maupun sosio-kulutral yang dapat
memengaruhi atau membentuk kepribadian seorang individu. Menurut Sukirin
dalam Sri Rumini dkk. (2006 : 43) lingkungan dalam arti luas berupa
lingkungan statis seperti tempat tinggal dan alam, serta lingkungan dinama,
yaitu lingkungan sal kemasyarakatan. Artinya, perkembangan kepribadian
siowa merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dan dipengaruhi
faktor–faktor tertentu yang bersifat fisik maupun psikologis.

Faktor lingkungan yang kompleks dan terus berkembang akan


memengaruhi proses terbentuknya perbedaan individu malai dari lingkungan
keluarga, sekolah, teman bermain, dan lingkungan sosial- kultural yang lebih
luas. Namun demikian, dalam lingkup kajian psikologi pendidikan, secara
garis besar faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perbedaan individu
adalah perbedaan lingkungan alam dan perbedaan lingkungan sosial.
Sementara lingkup lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap perbedaan
individu meliputi status sosial ekonomi keluarga, pola asuh orangtua, budaya
masyarakat, dan juga urutan kelahiran anak dalam keluarga.
a. Lingkungan Alam atau Lingkungan yang Statis
Lingkungan alam yang statis berpengaruh pada fisik dan psikologis
individu. Misalnya saja, orang yang tinggal di daerah pegunungan berbeda

16
dengan yang tinggal di daerah ngarai atau perkotaan yang cendurung
dasar. Perbedaan tersebut akan berdampak pada perbedaan kondisi fisik,
bentuk tubuh, warna kulit, kesehatan, dan sebagainya. Secara fisik orang
pegunungan lebih kuat dan lebih sehat dengan paru-paru yang bersih
dibandingkan orang-orang perkotaan yang cenderung lebih banyak
menghirup udara penuh polusi. Kondisi tersebut juga berdampak pada
perbedaan masa pencaharian dan pola hidup yang dijalani. Secara
psikologis perbedaan lingkungan alam pedesaan dan perkotaan akan
terlihat dalam pola pergaulan dan sosialisasi masyarakatnya. Siswa yang
hidup di perkotaan cenderung lebih individualis dibandingkan siswa dari
desa. Individu desa lebih memiliki sikap yang ramah, kekeluargaan,
ramah, dan sebagainya.
b. Lingkungan Sosial atau Lingkungan yang Dinamis
Lingkungan Hampir sama dengan lingkungan alam, faktor
lingkungan sosial juga akan sangat memengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan perbedaan individa. Bahkan, lingkungan sosial memberikan
kontribusi yang lebih besar dibandingkan lingkungan alam dalam
membentuk perbedaan individu secara psikologis. Beberapa kondisi dan
faktor yang memengaruhi munculnya perbedaan individu yang termasuk
dalam faktor lingkungan dinamis, yaitu status sosial ekonomi keluarga,
pola asuh orangtua, budaya masyarakat setempat, dan urutan kelahiran.
1. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Kondisi sosial ekonomi orangtua yang berpengaruh terhadap
munculnya perbedaan individu meliputi tingkat pendidikan orangrua,
jenis pekerjaan orangtua, dan jumlah penghasilan orangtua. Tingkat
pendidikan orangtua berpengaruh pada perkembangan individu sejak
kecil hingga dewasa. Perbedaan tingkat pendidikan terlihat lebih
banyak pada cara pandang terhadap sesuatu atau kondisi yang berbeda.
Misalnya, semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua maka cara
pandang dalam mendidik dan aspirasi terhadap pendidikan bagi anak
juga semakin tinggi.
2. Pola Asuh Orangtua dalam Keluarga
Pola asuh atau bagaimana keluarga memperlakukan individ
anggota keluarga jaga menjadi salah satu faktor yang menentukan
perbedaan individu. Pola asuh orangtua merupakan penerapan
kebiasaan orangeua dalam memperlakukan anak dan bagaimana
orangtua menjalin hubungan dengan anak dan anggota keluarga yang
lain. Pola asuh orangtua dalam keluarga terbag dalam beberapa macam
pola, yaitu pola otoriter, pola permis dan pola autostan atau
demokratis.
3. Bedaya Masyarakat Setempat
Budaya atau adat istiadat dalam sebuah masyarakat atau
lingkungan tertentu akan diwujudkan dalam bentuk ide-ide atau cara

17
pandang sebagai norma atau tata aturan yang berlaku. aktivitas atau
kebiasaan yang dilakukan, dan benda-benda sebagai hasil karya sebuah
kelompok masyarakat yang tentunya berbeda satu sama lain dalam
kurung waktu tertentu, dan dari tempat tertentu. Ide-ide dan cara
pandang yang diwujudkan dalam bentuk gagasan, nilai-nilai, norma,
aturan dan bentuk lainnya memengaruhi dan juga sikap anak dalam
memandang sesuatu baik atau buruk. Sistem norma menjadi patokan
berprilaku pantas atau tidak, salah atau benar, baik atau buruk bagi
sebuah masyarakat. Atas dasar inilah terbentuk kepribadian seseorang.
Budaya dalam wujud aktivitas atau tindakan lebih umum disebut
sistem sosial yang dianut dalam kurun waktu tertentu.
4. Urutan Kelahiran Siswa dalam Keluarga
Posisi anak dalam urutan kelahiran, apakah sebagai anak
pertama, anak tengah, atau terakhir bahkan anak tunggal juga
membentuk perbedaan pada individu. Menurut Sugihartono dkk.
(2007: 32-33), anak sulung cenderung akan memiliki kepribadian yang
teliti, berambisi, cenderung memiliki prestasi lebih baik, dan agresif
Anak tengah cenderung memilik kepribadian yang lebih mudah
bergaul, memiliki rasa setia kawan yang tinggi serta susah menjalin
hubungan dengan siapa pun, dan cenderung belajar mandiri,
kemampuan bersosialisasi yang baik, serta mencari dukungan teman
sebayanya. Sementan kepribadian anak bungsu akan cenderung lebih
kreatif, lebih menarik perhatian, dan selalu ingin memperoleh
perlakuan yang sama.

D. Macam-Macam Bentuk Perbedaan Individu

Perbedaan individual menunjukkan pada banyaknya ada variabilitas dari


perbedaan-perbedaan yang dimiliki individu Wirbel individu yang sangat
kompleks tidak sepenuhnya diperhatikan dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran, bahkan oleh vesting ahli pembelajaran sekalipun. Namun demikian.
Oemar Hamak (2003: 181-186) menyebutkan terdapat bentuk-bentuk perbedaan
individu yang sering dikaji sehingga perlu diperhatikan dalam proses
pembelajaran, antara lain:
a. Kecerdasan (intelligence),
b. Bakat (aptitude),
c. Keadaan Jasmani (physical fitnes),
d. Penyesuaian Sosial dan Emosional (social and emotinal adjustment),
e. Latar Belakang (home backgroud),
f. Hasil Belajar (academic achivment),
g. Siswa yang cepat dan lambat dalam belajar, dan

18
h. Siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan jasmani, berbicara, dan
menyesuaikan diri secara sosial.
Praktik pendidikan memunculkan perlakuan-perlakuan yang berbeda antara laki-
laki dan perempuan dengan beberapa asumsi yang tidak dapat lepas dari
perbedaan gender itu sendiri. Perbedaan- perbedaan perlakuan guru dan orangtua
tersebut di antaranya dilandasi oleh kecerdasan dan pola interaksi yang dibangun.
Bentuk-bentuk perbedaan perlakuan tersebut sebagai berikut.
a. Pada umumnya, perempuan memiliki preitasi lebih baik dibandingkan laki-
laki pada saat sekolah dasa Namun perempuan cenderung kehilangan presta
(mama dan sains) saat sekolah menengah. Hal ini tidak lepas daring yang
memandang laki-laki harus mencapai prestasi ting untuk bekerja sementara
perempuan didoning un aktiviras pengasuhan. Hasil penelitian Spelke dalam
Sagharina d (2007: 38), menunjukkan bahwa kemampuan kogni laki-laki
cenderung lebih besar dalam matematika dan saims dibandingkan siswa
perempuan.
b. Pola interaksi guru dan sirwa di kelas juga menunjukkan perbedaan Hasil
penelitian Elliot dalam Sugihartone (2007: 38), menunjukkan bahwa guru
memberikan perhatian lebih besar pada siowa laki-laki dibandingkan siswa
perempuan, terutama pada mata pelajaran mina dan matematika. Selain itu,
guru juga memiliki harapan dapat memperlakukan secara sama, tetapi hasil
observasi menunjukkan 80% guru lebih banyak bertanya pada sitwa laki-laki
c. Pola interaksi orangtua dengan anak laki-laki dan perempuan juga berbeda.
Orangtua lebih banyak berbicara tentang matematika dan sains dengan anak
laki-laki dibandingkan anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan dianggap lebih pantas bagi anak laki-laki. Hasil penelitian
Crowley dalam Sugihartono dkk. (2007: 39), menunjukkan bahwa orangra
memang cenderung lebih banyak bercakap-cakap dengan anak laki-laki
tentang ilmu pengetahuan dibandingkan dengan anak perempuan.
d. Praktik pendidikan dalam bentuk diskusi juga memunculkan perbedaan
perilaku guru terhadap siswa laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih banyak
berbicara dalam proses diskusi delapan kali lebih banyak dibandingkan siswa
perempuan. Hal ini tidak lepas dari kondisi perempuan yang memang
memiliki kepercayaan diri lebih rendah. Hasil penelitian Sadkers dalam
Sugihartono dkk. (2007 : 39), menunjukan bahwa siswa laki-laki memang
lebih mendominasi dalam kegiatan dan proses diskusi kelas dibandangkan
siswa perempuan. Faktor guru juga memberikan pengaruh yang cukup
signifikan, yang mana hasil penelitian Sadkers juga menunjukan bahwa guru
lebih banya merespons komentar siswa laki-laki selama proses diskusi
meskipun kadang lebih banyak komentar mereka yang tidak relavan.

E. Perbedaan Tingkat Kecerdasan

19
Kemampuan secara umum dikenal masyarakat luas sebagai kecerdasan atau
inteligensia. Inteligensia atau kecerdasan menurut Ricard L. Arends (2008: 47),
mengacu pada kemampuan atau kemampuan-kemampuan individu untuk
menyelesaikan masalah dan untuk beradaptasi dengan lingkungan fisik dan sosial
baru yang ditemuinya. Istilah kecerdasan sendiri lebih dekat dengan kemampuan
seorang individu dalam belajar Menurut Sugihartono dkk. (2007: 40-41),
kemampuan umum didefinisikan sebagai prestasi komparatif individu dalam
berbagai tugas, termasuk di antaranya kemampuan untuk menyelesaikan dan
memecahkan suatu masalah dengan jangka waktu yang terbatas. Hal ini
disebabkan setiap individu memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan demi kelangsungan dan kelestarian hidupnya.

a. Gifted (Anak Cerdas)


Kelompok ini merupakan kelompok dengan IQ di atas 140. Hai
penelitian Terman dan kawan-kawan dalam Sugihartono dkk. (2007: 41),
menunjukkan beberapa hal antara lain:
1. kelompok ini hanya 1% dari populasi,
2. sepertiga dari mereka merupakan anak para profesional, setengahnya anak-
anak para pengusaha, dan hanya 7% dari kelas menengah ke bawah,
3. mereka menunjukkan kesuksesan dalam hidup selanjutnya,
4. sebagian dari mereka terlibat kasus kriminal, dropout, dan gagal dalam
beberapa pekerjaan, dan
5. memiliki perkembangan fisik, berat, dan tinggi badan di atas rata-rata
dengan kemampuan penyesuaian diri yang baik.

b. Retarded (Anak Terbelakang)


Menurut Sugihartono dkk. (2007: 44-45), retarded atau anak
terbelakang memiliki skor 1Q di bawah 70 sampai dengan di bawah 20, yaitu
moron (1Q 50-70), imbecil (IQ 20-50), dan idiot (IQ di bawah 20). Klasifikasi
baru yang digunakan adalah menurut Panel Mental Retardasi sebagai berikut.
1. Mild Retardation (IQ 50-70)
Anak ini sering tidak terlihat sebagai anak terbelakang mental. Ia
mampu mempelajari keterampilan-keterampilan praktis, seperti membaca,
menghitung, dan bersekolah sampal level helas 6 Namun demikian, ia
tidak dapat dididik di sekolah biasa, harus di sekolah luar biasa. Dalam
perkembangannya, ia mampu mencapai keterampilan sosial dan beberapa
aktivitas pekerjaan untuk memelihara diri meskipun lambat, seperti
makan, berbicara, dan berjalan serta penyesuaian sosial.
2. Moderate (IQ 36-50)
Anak ini tampak lambat dalam beraktivitas misalnya berbicar la
juga mampu dilatih melakukan aktivitas untuk memelihar diri sendiri
seperti makan, mandi, dan berpakaian sendiri la mampu berkomunikasi

20
meskipun dengan sangat sederhana, dapa dilatih keterampilan-
keterampilan sederhana, dan dapat berjalan da tempat atau lingkungan
yang ia kenali. Namun demikian, biasanya ia tidak mampu merawat diri
sendiri.
3. Severe Retardation (IQ 20-36)
Anak ini memiliki tingkat perkembangan motorik yang lambat,
memiliki kemampuan komunikasi yang sangat sedikit, manipu dilatih
untuk melakukan aktivitas yang dapat menolong diri sendiri seperti
makan. Ia juga mampu mengikuti aktivitas keseharian yang bersifat rutin
dan berulang. Namun demikian, ia membutuhkan petunjuk dan
pengawasan dalam kehidupan di lingkungan sekitarnya.
4. Profound Retardation (IQ dibawah 20)
Anak ini memiliki kemampuan minimal dalam fungsi-fungsi
motorik, lambat dalam setiap aspek perkembangan, menunjukkan emosi
dasar. la masih dapat dilatih untuk melakukan aktivitas dasar
menggunakan tangan, kaki, dan rahang, Namun demikian, ia sangat
membutuhkan perawatan, dan pendampingan karena tidak mampu
merawat diri serta penggunaan bahasa yang primitif.

F. Perbedaan Kepribadian

Menurut Atkinson dkk. dalam Sugihartono dkk. (2007:46), kepribadian


merupakan pola perilaku dan cara berpikir seseorang yang khas dalam
menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Kepribadian juga
menjelaskan akan adanya karakteristik yang membedakan satu individu dengan
individu lainnya. Perbedaan kepribadian individu yang lebih banyak dikaji dalam
dunia pendidikan dan pembelajaran terbagi dalam dua bentuk atau model, yaitu
model big five dan model Brigg-Myers (Sugihartono dkk., 2007: 46).

a. Model Big Five


Model ini dikembangkan oleh Lewis Golberg pada 1993 Menurut
Golberg dalam Sugihartono dkk. (2007: 47-9, mod kepribadian lima dimensi
yang disebut dengan big fe melip expoversion, agreeableness,
conscientiousnes, nedrection, dary opene to experience.
1. Extroversion
Individu dengan tipe ini menikmati keberadaannya dengan orang
lain, penuh energi, dan memiliki emoni positif, Mereka memiliki
antusiasme yang tinggi, suka berbicara dalam kelompok di menunjukkan
perhatian pada diri sendiri. Individu eks akan lebih gembira atas reward
potential yang diterimanya Kepribadian yang berlawanan dengan
elatrevert adalah insert Individu introvert cenderung kurang gembira,

21
kurang energi, dan aktivitasnya rendah. Mereka cenderung lebih tenang
dan menarik diri dari lingkungan sosial.
2. Agreebleness
Agreeableness berkaitan dengan hubungan sosial seorang individu.
Individu dengan tipe agreeable mudah bergaul dengan baik Mereka penuh
perhatian, bersahabat, dermawan, suka menolong, serta mau menyesuaikan
keinginannya dengan keinginan orang lain. Individu tipe ini juga memiliki
pandangan yang optimis tentang kemanusiaan, yaitu pada dasarnya setiap
orang jujur, sopan, dan dapat dipercaya. Selain itu, ia mampu mencapai
dan menjaga popularitasnya. Namun demikian, mereka tidak sesuai untuk
sinas yang membutuhkan keputusan-keputusan objektif Berlawanan
dengan agreeable, individu dissagreeable selalu menemparkan
keinginannya di atas orang lain dan tanpa kompromi. Mereka tidak
memerhatikan kondisi orang lain, mudah ragu yang menyebabkan mudah
curiga, tidak bersahabat, dan kurang kooperatif. Namun demikian, mereka
cenderung cocok menjadi ilmuan, kritikus, atau tentara yang baik.
3. Conscientiousness
Conscientiousness berkaitan dengan cara individu dalam
mengontrol, mengatur, dan memerintah kemampuan impuls/kemampuan
merespons di otak Individu yang impulsif merupakan individu yang jenaka
dan menyenangkan. Individu yang consientions memiliki perencanaan
yang penuh tujuan dan usaha yang gigh untuk mencapai kesuksesan dan
menghindari kegagalan. Mereka cenderung cerdas dan dapat dipercaya.
Namun demikian, mereka juga terlihat kaku, membosankan, perfeksionis,
dan pekerja keras Berbeda dengan individu contentious, individu
unconsientious suit dipercaya, kurang berambisi, dan cepat menyerah.
Namun, mereka tidak kaku dan sering mengalami kesenangan jangka
pendek. Hasil penelitian Schouwenburg dalam Sugihartono dkk. (2007:
48), menunjukkan bahwa consientiousness berhubungan dengan tingkat
disiplin kerja, minat terhadap pelajaran, tingkat konsentrasi dan
memandang pelajaran sebagai sesuatu yang mudah. Siswa consientious
juga memiliki motivasi intrinsik dan sikap belajar yang baik.
4. Neoroctism (Emosi Negatif)
Neoroctism menunjuk pada kecenderungan individu untuk
mengalami emosi negatif. Neoretism berkaitan dengan kurangnya
konsentrasi, takut salah, dan merasakan belajar sebagai sesuatu yang
penuh tekanan, kedangkalan gaya belajar, juga rendahnya kemampuan
kritis individu (Sugihartono dkk., 2007:49). Menurut Enswistle dalam
Sugihartono dkk. (2007: 49), individu yang neoroctism hanya mengejar
nilai ujian, tetapi tidak berminat pada pelajaran itu sendiri. Mereka yang
memiliki skor neoroctism tingg cenderung reaktif secara emosional,
merespons secara emosional peristiwa-peristiwa yang tidak akan
memengaruhi sebagian besar orang dan reaksi mereka cenderung lebih

22
kuat, menginterprestasikan situasi biasa sebagai situasi yang mengancam
dan frustasi kecil sebagai kesulitan tanpa harapan akan berakhir, sering
merasakan bad mood, cemas, mudah marah, dan depresi. Sebaliknya,
mereka yang memiliki skor neoroctism rendah cenderung tidak mudah
terganggu, emosinya stabil, terbebas dari emosi yang menetap dan emosi
positif lainnya.
5. Opennes to Experience
Opennes to experience merupakan dimensi yang membedakan
kepribadian orang yang kreatif dengan imajinatif dan orang yang
sederhana dengan konvensional (Sugihartono dok, 2004 Individu dengan
skot opennes to experience-nya rendah cenderung memiliki minat yang
sempit dan biasa-biasa saja, sederhana, rerang, membingungkan, sulit
mengerti usaha dan kerja keras, lehi memilih hal yang sudah terbiasa
daripada hal-hal yang baru, mereka bersifat konservatif dan resisten
terhadap perubahan.

b. Model Brigs-Myers (MBTI)


Model Brigs-Myers dikembangkan Isabel Brigg Myers dan Ibunya
Katharine C. Briggs. Model ini merupakan pengembangan model kepribadian
Carl Gustav Jung, yang kemudian inventorinya dikenal dengan MBTI (Myers-
Briggs Type Indicator). Metode ini memberikan sudut pandang yang berbeda
dalam memandang seseorang Memune Sugihartono dkk. (2007: 50-52),
terdapat empat cara untuk memandang seseorang melalui model ini sehingga
dikenal dengan model big four, yaitu meliputi dimensi-dimensi berikut.
1. Extraversion (E) dengan Introversion (1)
Perbedaan ini berkaitan dengan bagaimana seseorang bersikap dan
berperilaku untuk mendapatkan dorongan also energi dalam berperilaku.
Individu dengan dari orang lain dan benda yang ada di sekitarnya. Mereka
sangat berorientas pada tindakan, belajar dengan cara menjelaskan pada
orang lain, menyukai bekerja dalam kelompok, dan tidak mengesahai telah
mempelajari dan memahami sesuatu sampa mereka mencoba
menjelaskannya pada diri sendiri atau orang lain, Siti Partini dalam Sri
Rumini dkk. (2006: 55), menambahkan beberapa ciri individu ekstrovert,
yaitu mudah bergaul, mudah menyesuaikan diri menaruh minat pada orang
lain, berminat pada kegiatan-kegiatan sosial, bersikap ramah, dan banyak
teman.
2. Sensing (S) dengan Intuition (1)
Model ini berkaitan dengan bagaimana individu memahami sesuatu
dan menerjemahkan suatu informasi baru yang diperolehnya.
a. Seuing. Individu dengan tipe ini sangat berorientasi pada detail,
menginginkan adanya fakta kemudian memercayainya, mereka juga
menyukai mata pelajaran yang linear, terorganisasi, dan terstruktur,

23
serta dalam belajar mampu mengidentifikasi dan menyusun fakta dari
sebuah percobaan.
b. Intuition. Individu dengan tipe ini berorientasi pada sebuah pola
pengetahuan dan hubungan antara fakta-fakta yang diperoleh, mereka
percaya pada firasat mereka, melihat sebuah pola tertentu ketika orang
lain melihatnya secara acak, menyukai model pembelajaran discovery,
dalam belajar harus memiliki gambaran besar atau kerangka kerja
untuk memahami sebuah pelajaran, dan siswa intuitif dapat
mengembangkan peta konsep secara rasional dan membandingkan
tabel-tabel.
3. Thinking (T) dengan Feeling (F)
Thinking dan feeling berkaitan dengan proses pengulan keputusan.
Pengambilan keputusan kadang dilakukan indiv atas dasar logika, prinsip,
dan analisis. Namun, kailang kadang didasari nilai-nilai kemanusiaan.
a. Thinking Individu tipe ini menyukai tujuan pelayang jelas, menghargai
adanya kebebasan, dan menemukan sebuah keputusan berdasarkan
kriteria objektif dan logika dari suatu situasi.
b. Feeling, Individu dengan tipe ini menyukai kerja dalam b kelompok
yang harmonis, memuatkan perilaku dan kep pada nilai-nilai dan
kebutuhan dari sisi kemanusiaan, memiliki kemampuan mediasi dalam
memfasilitasi perbedaan anggota kelompok.
4. Judging (J) dengan Perceptive (P)
Karakteristik yang dimiliki individu dengan tipe judging berbeda
dengan siswa bertipe perceptive. Hal ini berkaitan dengan pencarian
bahan, menunda tindakan, dan membuat keputusan secara cepat.
a. Tipe Judging. Individu dengan tipe ini cenderung tegas, penuh
rencana, mengatur diri sendiri, fokus dalam menyelesaian tugas dan
hanya ingin mengetahui esensi dari sesuatu, bertindak cepat,
merencanakan setiap pekerjaan, mengerjakan pekerjaan sesuai
rencananya, dan deadline adalah sebuah hal vang keramat. Siswa
dengan tipe ini sering menutup suami analis kasus dengan sangat
cepat.
b. Tipe Perceptive. Individu dengan tipe ini cenderung selalu ingin tahu,
bersikap spontan, mudah menyesuaikan diri, mereka suka memulai
beberapa tugas, ingin mengetahuinya. Namun sering menemukan
kesulitan mengerjakan tugasnya, serta tidak dibatasi deadline. Siswa
tipe ini juga sering menunda-nunda pekerjaan sampai batas waktu
terakhir.

G. Perbedaan Gaya Belajar

24
Perbedaan gaya belajar menjadi pokok bahasan yang hampir selalu ada
dalam pembahasan tentang belajar. Perbedaan gaya belajar pada siswa merupakan
sesuatu yang dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan individu siswa dalam
proses belajar meskipun dalam kondisi dan proses pembelajaran yang sama.
Pertanyaan mendasar yang muncul kemudian adalah mengapa guru harus
mengetahui perbedaan gaya belajar siswanya? Pertanyaan tersebut, telah muncul
sejak lama sehingga beberapa peneliti, seperti Scott, Dunn, Beaudry, dan Klavas
sebagaimana disebutkan Sugiyono dan Hariyanto (2011: 147) dalam bukunya
Belgiar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar menjelaskan bahwa penting
bagi seorang guru untuk mengetahui gaya belajar siswa dan memadukan gaya
mengajar guru dengan gaya belajar siswa.

Guru yang mampu memahami gaya belajar siswanya akan mamp aps
memilih dan menentukan metode pembelajaran yang bermakna Selain itu,
individu yang belajar dengan modalitas/gaya belajarys akan dapat mempercepat
proses kognitifnya dalam belajar dan Hariyanto, 2011: 148-149). Menurut Homey
dalam Suga dick (2007: 54-55), terdapat beberapa model atau pendekaran gaya
belajar sebagai berikut.
a. Mobilitas Belajar
Menurut model ini individu dalam belajar hanya memilih bagimata cara
belajar, apakah dengan cara melihat, mendengar, menyentuh membentuk, atau
melakukan aktivitas fisik saja terhadap apa yang sedang dipelajari. Modalitas
indra yang biasanya digunakan dalam belajar belajar model ini meliputi mata,
telinga, taktilleha (rabaan), dan kinestetik/keterampilan gerak tubuh.
b. Belajar Sosial
Menurut model ini, dalam proses belajar individu akan melakukan
aktivitas belajarnya melalui aktivitas belajar sendirian, belajar berdua, belajar
kelompok dengan teman sehays, belajar bersama kelompok-kelompok atau
komunitas tertentu, belajar dengan bantuan guru, atau bentuk-bentuk
kombinasi belajar lainnya.
c. Lingkungan Belajar
Menurut model ini, individu memiliki kecenderungan untuk memilih-
milih terhadap situasi dan kondisi lingkungan tempat in akan belajar.
Misalnya, kondisi suara, dekorasi ruang, waku pencahayaan, kedekatan
dengan orang lain, serta formalitas harus ada ruang belajar, meja belajar, dan
sebagainya secara terpisah) dan informalitas (tidak harus ada ruang khusus
belajar sehingga dapat dilakukan di tempat mana pun dan kapan pun)
lingkungan belajar yang mungkin dapt membantu atau menghambar belajar.
d. Emosi Belajar
Menurut model ini, tipe-tipe lingkungan belajar yang berbeda, metode
pembelajaran yang berbeda, dan aktivitas selama proses pembelajaran akan
memengaruhi motivasi, ketahanan, atau tanggung jawab individu dalam
belajar. Oleh sebab itu, proses belajar hendaknya selalu melibatkan emosi

25
belajar. Hal ini disebabkan emosi yang positif akan mempercepat proses
belajar individu. Atas dasar tersebut, guru perlu mendesain proses
pembelajaran, ruang pembelajaran, dan aktivitas pembelajaran yang
menyenangkan untuk memunculkan emosi positif siswa.
e. Belajar Global dan Analitik
Model ini disebut Pask dan Scott dalam Sugiyono dan Hariyanto
(2011:148), sebagai model wholist dan serialist. Menurut model ini, model
pembelajaran wholist/global merupakan pendekatan belajar yang mana
individu memilih belajar dengan mengategorikan secara luas, mengamati
secara komprehensif, dan berorientasi pada kelompok. Dengan kata lain, lebih
menekankan pada pemahaman terhadap seluruh materi pelajaran secara
umum. Sementara pembelajaran serialist/analitik memilih mengategorikan
secara sempit, mengamati dengan detail, terpusat, dan mandiri, atau proses
belajar individu yang menekankan penguasan terhadap materi bagian per
bagian berdasarkan komponen atau kelompok- kelompok tertentu.

H. Aplikasi Teori Perbedaan Individu Siswa dalam Proses Pembelajaran

Perbedaan individu, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya


dengan berbagai bentuk dan karakteristiknya dalam belajar, menuntut guru untuk
lebih memerhatikan kebutuhan siswa dalam proses belajar. Perbedaan individu
sudah pasti akan berdampak pada tingkat kecepatan, metode, dan aktivitas siswa
dalam belajar dan mengikuti proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru perlu
memahami dengan baik kondisi dan karakteristik belajar siswanya. Disebabkan
pembelajaran yang baik dan efektif adalah ketika proses pembelajaran yang
dilakukan dapat merespons kebutuhan individual siswa. Menurut Sugihartono
dkk. (2007: 61), terdapat banyak program pengajaran yang dirancang sebagai
dampak adanya perbedaan individu dalam belajar. Program-program pengajaran
berbasis perbedaan individual tersebut dirancang terutama berkaitan dengan
tingkat kecepatan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Namun demikian,
yang paling banyak dilaksanakan adalah pengajaran remedial, program pengayaan
(enrichment), dan program percepatan (acceleration).
a. Program Remedial
Program pengajaran remedial merupakan bentuk pengajaran yang
khusus diberikan pada siswa yang mengalami hambatan belajar. Siswa yang
mengalami hambatan belajar dapat dilihat dari pencapaian prestasi belajar
yang lebih rendah dibandingkan siswa satu kelas pada umumnya. Program
remedial dapat dilakukan dengan cara memberikan jam pelajaran tambahan
atau tugar pelajaran diberikan tambahan, baik secara invidual ataupun
kelompok sehingga mereka dapat mengejar ketertinggalan materi pelajaran
dari kelas reguler Namun demikian, tidak semua materi mata pada program
ini. Pengajaran remedial hanya memberikan materi pelajaran yang memang

26
benar-benar tidak dipahami atau susah dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu,
adanya fokus materi pelajaran yang diberikan diharapkan dapat membantu
siswa mengejar ketertinggalan materi pelajaran dan kembali mengikuti kelas
reguler serta mencapai hasil belajar yang optimal.
b. Program Pengayaan (enrichment)
Pengayaan merupakan proses pembelajaran, yang mana Program
pemberian materi pelajaran disesuaikan dengan potensi dan kecerdasan
istimewa yang dimiliki siswa. Pengayaan diberikan pada siswa yang telah
menyelesaikan tugas-tugas belajar dengan tuntas dalam bentuk kesempatan
dan fasilitas belajar yang sifatnya perluasan dan pendalaman materi melalui
tugas-tugas tertentu, baik membaca, mencatat, mengamati, dan sebagainya.
Pelaksanaannya sangat dimungkinkan bersamaan dengan kegiatan remedial.
Hal ini disebabkan, pelaksanaan remedial dan pengayaan dilaksanakan setelah
kegiatan evaluasi atau ujian dan belum membahas materi pelajaran baru.
Artinya, program pengayaan lebih sering menggunakan tugas-tugas sehingga
guru tidak perlu mendampingi siswa. Oleh sebab itu, biasanya secara
bersamaan guru mengadakan program remedial. Hal ini disebabkan, program
remedial sangat membutuhkan kehadiran guru untuk membantu siswa
memahami materi-materi tertentu.
c. Program Percepatan (acceleration)
Program percepatan merupakan pemberian layanan program
pembelajaran yang disesuaikan dengan bakat, kemampuan, tingkat kecepatan
dalam belajar, dan kercerdasan istimewa yang dimiliki siswa. Bentuk umum
yang digunakan adalah dalam bentuk kenaikan kelas atau tingkat yang lebih
cepat dari siswa pada umumnya sehingga siswa yang bersangkutan dapat
menyesuaikan program pendidikan reguler dengan lebih cepat.

I. Pendalaman Materi

1. Soal-Soal Pengayaan
Jawab lah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan singkat dan jelas!
a. Jelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada individu yang sama, karena itu
masalah belajar sering kali sesungguhnya adalah masalah perbedaan
individu itu sendiri?
b. Sebutkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan individual
siswa!
c. Mengapa guru harus memperhatikan perbedaan individu dalam proses
pembelajaran?
d. Bagaimanakah jenis-jenis perbedaan individual pada siswa dan berikan
contoh selengkapnya!
e. Ungkapkan bagaimana faktor lingkungan sosial atau budaya dapat
menimbulkan perbedaan individu?

27
f. Bagaimana implikasi perbedaan kemampuan dalam proses pembelajaran
di kelas?
g. Bagaimana implikasi perbedaan kepribadian dalam proses pembelajaran di
kelas?

2. Tugas Rumah
Buatlah kelompok kecil (4-5 mahasiswa), kemudian diskusikan tentang
aplikasi bentuk-bentuk pembelajaran yang memerhatikan perbedaan individu
seperti siswa akselerasi dan kelas akselerasi dalam pendidikan!

BAB IV
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A. Pendahuluan

Istilah belajar dan pembelajaran memiliki pengertian yang berbeda, tetapi


juga memiliki keterkaitan yang sangat erat. Artinya, iyalah belajar sering
dikaitkan juga dengan proses pembelajaran. Istilah belajar menekankan pada
pembahasan tentang siswa dan proses yang menyertainya dalam usaha
mengadakan perubahan secara kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Sementara
istilah pembelajaran menekankan pada pembahasan mengenai bagaimana
seharusnya guru melaksanakan proses pengorganisasian materi pelajaran, siswa,
dan lingkungan dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara lebih baik dan
optimal. Oleh sebab itu, pembahasan mengenai belajar dan pembelajaran sangat
penting dilakukan dengan harapan guru atau pendidik mampu melaksanakan
proses pembelajaran dengan baik serta tercapainya tujuan pembelajaran itu
sendiri.

B. Konsep Dasar Belajar

Belajar merupakan permasalahan yang umum dibicarakan setiap orang,


terutama yang terlibat dalam dunia pendidikan. Belajar juga merupakan suatu
istilah yang familiar di telinga mayoritas individu. Begitu familiarnya istilah
belajar sehingga seakan-akan setiap orang memahami tentang arti dari belajar.
Namun demikian, pada kenyataannya masih banyak hal-hal yang berkaitan
dengan belajar yang belum dipahami oleh kebanyakan orang. Oleh sebab itu,
sebagai pendidik dan calon tenaga pendidik perlu memahami konsep dasar
tentang belajar secara lebih komprehensif dan mendalam.

28
1. Pengertian Belajar
Pengertian dan konsep dasar tentang belajar memiliki tafsir dan
terjemahan yang berbeda-beda, tergantung pada siapa dan dari sudur pandang
mana menafsirkannya. Belajar merupakan sebuah proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang
diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang relatif permanen dan
menetap disebabkan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajarnya.
Pengertian tersebut menekankan pada adanya proses dalam belajar yang
dilakukan individu untuk mengadakan perubahan dalam bentuk perubahan
tingkah laku dengan jalan menjalin interaksi dengan lingkungan. Berbeda
dengan pendapat tersebut, secara lebih komprehensif Sugiyono dan Hariyanto
(2011 9), menjelaskan belajar sebagai sebuah aktivitas untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengukuhkan kepribadian.

2. Komponen-Komponen Belajar
Proses belajar dilaksanakan oleh individu dengan dibantu pendidi untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tersebut dalam proses
pembelajaran diusahakan sedemikian rupa oleh guru dengan car
diorganisasikan dalam bentuk metode dan model pembelajaran agar dapat
lebih mudah dipahami dan dicapai oleh siswa. Oleh sebab ins pada dasarnya
aktivitas belajar memiliki beberapa komponen atau unsur selalu menyertainya.
Menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011 126-127), komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tujuan Belajar
Proses belajar selalu dimulai karena adanya tujuan-tujuan tertentu
yang lebih hendak dicapai. Selain itu, proses belajar itu sendiri akan
efektif apabila siswa mengerti tujuan pelajaran yang akan dipelajari
bersama.
b. Materi Belajar
Tujuan belajar yang hendak dicapai akan mudah dicapai siswa
apabila ada sumber-sumber materi pelajaran. Artinya, ada materi yang
dipelajari yang sudah tersusun dan siap dikembangkan.
c. Kondisi Siswa
Kondisi siswa sebagai subjek belajar juga merupakan komponen
Namun demikian, tanpa mengesampingkan segenap potensi dan perbedaan
individu, faktor-faktor yang menjadi komponen dalam proses belajar
sebagai berikut.
1. Kesiapan siswa perlu memiliki kesiapan, baik fisik maupun psikis serta
kematangan untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar.
2. Kemampuan interprestasi siswa artinya, siswa mampu membuat
hubungan-hubungan di antara beberapa kondisi belajar, materi belajar

29
dengan pengetahuan siswa, serta kemungkinan-kemungkinan tujuan
yang akan dicapai dari sebuah materi pelajaran.
3. Kemampuan respons siswa artinya, siswa secara aktif melakukan
aktivitas belajar, sesuai dengan instruksi yang diberikan, baik dalam
pengerjaan tugas-tugas, kerja kelompok, aktivitas belajar lainnya.
4. Situasi proses belajar artinya keberhasilan belajar siswa maupun
ditentukan oleh situasi dan kondisi ketika proses belajar juga
dilaksanakan. Hal ini tidak lepas dari kondisi fisik dan psikis siswa
serta kondisi kelas yang digunakan, proses penyampaian materi oleh
guru, peralatan dan media yang digunakan, dan sebagainya, apakah
dalam situasi yang menyenangkan dan mengaktifkan siswa ataukah
situasi yang menegangkan.
5. Hasil belajar sebagai konsekuensi artinya hasil belajar siswa dalam
bentuk nilai akan baik atau buruk. Hal ini merupakan sebuah
konsekuensi belajar karena hasil belajar sangat tergantung dengan
proses belajar itu sendiri, kesiapan siswa, materi, bahan atau media,
dan sebagainya. Dengan demikian, akan selalu ada hasil belajar yang
positif dan negatif sebagai sebuah konsekuensi dalam pelaksanaan
belajar apakah sungguh-sungguh ataukah asal-asalan.
6. Reaksi terhadap kegagalan artinya akan selalu ada reaksi muncul
terhadap hasil belajar yang yang telah diperoleh. Misalnya, kegagalan
dapat menurunkan semangat dan motivasi, sedangkan keberhasilan
dapat meningkatkan semangat dan motivasi.

3. Prinsip Umum dalam Belajar


Belajar sebagai sebuah proses yang sangat kompleks pada setiap
individu perlu diperhatikan secara khusus, terutama pada siswa yang sedang
menenpuh pendidikan. Prinsip-prinsip belajar berikut ini merupakan prinsip
yang harus disadari dan dilakukan siswa dalam belajar. Oleh sebab itu, guru
perlu memahaminya terlebih dahulu agar proses pembelajaran yang
dilaksanakannya dapat diikuti siswa dalam bentuk aktivitas belajar yang lebih
optimal. Prinsip-prinsip tersebut Sugiyono dan Hariyanto (2011: 128-129),
sebagai berikut.
a. Belajar merupakan bagian dari proses perkembangan siswa, artinya belajar
membantu proses perkembangan siswa menjadi lebih cepat.
b. Belajar pada siswa berlangsung seumur hidup, artinya tidak hanya ketika
sedang menempuh pendidikan.
c. Keberhasilan belajar selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor hanya internal
dan eksternal siswa, artinya setiap komponen dan kondisi berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar.
d. Belajar mencakup dan mengembangkan s semua aspek kehidupan. artinya
belajar bukan sekadar mengembangkan fungsi kognitif siswa semata,

30
melainkan seharusnya juga mengembangkan aspek-aspek afektif dan
psikomotorik, moral, life skill, dan sebagainya.
e. Belajar dapat berlangsung artinya siswa belajar tidak harus di kelas, tetapi
juga di rumah, perpustakaan, kantin, pasar, mall, hutan, dan sebagainya
apabila guru mampu mengorganisasikannya.
f. Belajar berlangsung dengan atau tanpa guru, artinya proses belajar akan
tetap terjadi meskipun guru tidak mendampingi. Namun demikian, akan
lebih baik dengan pendampingan guru.
g. Cara belajar pada setiap siswa berbeda-beda, artinya sebuah cara belajar
efektif untuk siswa tertentu, tetapi belum tentu efektif untuk siswa lain
sehingga siswa seharusnya belajar dengan kecenderungan cara belajar
masing-masing.
h. Proses belajar akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan proses
belajar, artinya akan selalu ada faktor-faktor tertentu yang akan
menghambat proses belajar sehingga perlu mencegah j sampai muncul
penghambat belajar. Namun demikian, apabila sudah terlanjur, segera
mencari solusi untuk mengurangi dan menghilangkan hambatan-hambatan
tersebut.

4. Beberapa Aktivitas Belajar


Belajar pada setiap individu akan dilakukan dengan proses yang
berbeda-beda. Apa pun aktivitas yang dilakukan individu untuk menjadi lebih
baik dalam mempelajari dan memahami suatu materi pelajaran maka
dikatakan ia melakukan aktivitas belajar. Namun demikian, menurut Wasty
Soemanto (2006: 107-113), terdapat beberapa aktivitas yang secara umum
disebut sebagai aktivitas belajar sebagai berikut.
a. Mendengarkan
Menurut Wasty Soemanto (2006: 107-108), mendengarkan
merupakan salah satu bentuk aktivitas belajar. Hal ini disebabkan dalam
proses pembelajaran selalu ada guru yang memberikan materi dengan
ceramah, proses presentasi, diskusi, seminar, dan sebagainya. Namun
demikian, proses mendengar yang tergolong belajar adalah apabila
mendengar dilakukan secara aktif dan bertujuan. Selain itu, mendengarkan
merupakan aktivitas belajar karena melalui aktivitas mendengar terjadi
interaksi individu dengan lingkungannya.
b. Memandang, Memerhatikan, atau Mengamati
Menurut Wasty Soemanto (2006: 108), memandang, memerhatikan,
dan mengamati merupakan aktivitas belajar. Namun demikian, tidak
semua kegiatan memandang merupakan aktivitas belajar. Hal ini
disebabkan belajar memiliki tujuan sehingga apabila kegiatan memandang,
memerhatikan, dan mengamati dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu,
dikatakan melakukan aktivitas belajar.
c. Meraba, Mencium, dan Mencecap

31
Menurut Wasty Soemanto (2006: 109), aktivitas meraba, mencium
dan mencecap merupakan aktivitas belajar. Sama dengan pros lainnya,
meraba, mencium, dan mencecap baru dapat dikatakan sebagai aktivitas
belajar bila didorong oleh kebutuhan untuk mengetahui, mencapai tujuan-
tujuan tertentu, dan melakukan perubahan perilaku, baik secara kognitif
maupun psikomotorik.
d. Menulis atau Mencatat
Menulis atau Mencatat Menurut Wasty Soemanto (2006: 109),
aktivitas menulis atau mencatat termasuk dalam aktivitas belajar
dikategorikan dalam aktivitas belajar apabila individu menyadari .
Mencatat akan akan tujuannya mencatat serta ada manfaat dari apa yang
dicatatnya untuk mencapai tujuan-tujuan belajar tertentu.
e. Membaca
Membaca Menurut Wasty Soemanto (2006: 110), membaca
merupakan salah satu bentuk aktivitas belajar. Hal ini disebabkan dalam
membaca selalu diawali dengan memerhatikan judul-judul bab, topik
pembahasan, dan sebagainya serta menentukan topik yang relevan untuk
dipelajari.
f. Membuat Ringkasan atau Ikhtisar dan Menggarisbawahi
Membuat Ringkasan atau Ikhtisar dan Menggarisbawahi Menurut
Wasty Soemanto (2006: 111), kegiatan membuat ringkasan atau ikhtisar
merupakan bentuk aktivitas belajar. Hal ini disebabkan untuk membuat
sebuah ikhtisar, siswa perlu membaca materi secara keseluruhan. Oleh
sebab itu, secara tidak langsung ia juga telah belajar, terlebih lagi ikhtisar
atau rangkuman sangat membantu siswa dalam belajar dan mengingat
kembali materi dari buku-buku yang telah dibacanya pada masa-masa
yang akan datang.
g. Menyususn Paper atau Kertas Kerja
Menurut Wasty Soemanto (2006: 112), kegiatan membuat paper
atau kertas kerja dimasukkan pada aktivitas belajar apabila prosesnya
dikerjakan sendiri oleh individu siswa. Hal ini disebabkan untuk membuat
sebuah paper maka diperlukan rumusan atau pokok bahasan tertentu yang
secara tidak langsung menuntut individu mencari, membaca, dan
memahami sumber-sumber bahan tersebut dahulu sebelum
menuliskannya.
h. Mengingat
Menurut Wasty Soemanto (2006: 112), kegiatan mengingat akan
dimasukan dalam kategori aktivitas belajar apabila mengingat tersebut
didasari atas kebutuhan dan kesadaran siswa untuk mencapai tujuan-tujuan
belajar lebih lanjut, seperti agar dapat mengerjakan soal-soal ujian
sehingga nilainya baik dan dapat lulus untuk segera melanjutkan sekolah
ke jenjang yang lebih tinggi.
i. Latihan atau Praktik

32
Menurut Wasty Soemanto (2006: 113), kegiatan praktik merupakan
belajar. Hal ini disebabkan selama proses pelaksanaan individu akan
melakukan interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, hasil dari
aktivitas praktik tersebut berupa pengalaman yang secara tidak langsung
akan mengubah individu baik secara kognitif, afektif, maupun
psikomotorik sehingga ia dikatakan telah belajar.

5. Ciri-Ciri Perilaku Hasil Belajar


Belajar merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh informasi, pengetahuan-pengetahuan baru, ataupun keterampilan
dari lingkungan sekitarnya. Individu akan dikatakan telah belajar apabila telah
ada perubahan yang nyata menuju keadaan lebih baik, dalam bentuk adanya
perubahan struktur kognitif, afektif, dan atau psikomotorik. Ciri-ciri perilaku
hasil belajar yang dilakukan oleh siswa meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Perubahan perilaku terjadi secara sadar dan disadari.
b. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat kontinu dan fungsional.
c. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat positif dan aktif.
d. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat permanen atau relatif menetap.
e. Perubahan perilaku dalam belajar bertujuan dan terarah.
f. Peubahan perilaku yang terjadi mencangkup seluruh aspek tingkah laku
individu yang bersangkutan.

6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar


Belajar sebagai sebuah proses pada dasarnya melibatkan banyak hal dan
komponen yang didasari atau tidak akan berdampak terhadap proses dan hasil
belajar itu sendiri. Dampak dalam belajar yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
tersebut dapat berupa kecepatan atau kelambatan individu dalam belajar dan
berhasil atau tidaknya mencapai tujuan-tujuan belajar dalam bentuk prestasi
belajar yang memuaskan atau kurang memuaskan. Menurut Muhibbin Syah
terdapat tiga faktor yang memengaruhi siswa dalam proses belajar, antara lain
faktor internal , 2) faktor eksternal, dan 3) faktor pendekatan belajar.

C. Konsep Dasar Belajar

Istilah pembelajaran hampir sama dengan istilah teaching dan instruction.


Istilah pembelajaran dikaitkan dengan proses dan usaha yang dilakukan oleh guru
atau pendidik untuk melakukan proses penyampaian materi kepada siswa melalui
proses pengorganisasian materi, siswa, dan lingkungan yang umumnya terjadi di
dalam kelas. Pembelajaran menjadi penting untuk diketahui oleh guru salon guru
agar proses mengajar yang dilakukannya dapar berjalan dengan baik.
Pembelajaran yang baik dan berhasil akan terlihat dari presta belajar siswa yang

33
tinggi dan adanya perubahan pada tanah kogniti psikomotorik siswa sesuai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.

a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011: 183),
didefinisikan sebagai sebuah kegiatan guru mengajar atau membimbing
artinya mengajar dalam bentuk siswa menuju proses pendewasaan diri.
Pengertian tersebut menekankan proses mendewasakan yang penyampaian
materi tidak serta-merta menyampaikan materi (transfer pada of knowledge),
tetapi lebih pada bagaimana menyampaikan dan mengambil nilai-nilai
(transfer of value) dari materi yang diajarkan agar dengan bimbingan pendidik
bermanfaat untuk mendewasakan siswa. Berbeda dengan pendapat tersebut,
pembelajaran dapat dipahami sebagai sebuah aktivitas yang dilakukan oleh s
guru dalam dan mengorganisasikan lingkungan belajar dengan sebaik-baiknya
mengatur dengan anak didik sehingga terjadi proses dan menghubungkannya
belajar.

b. Metode-Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran berkaitan dengan pengertian pembelajaran dalam
konteks institusional, artinya menekankan bagaimana guru mengorganisasikan
proses, langkah, dan tahap-tahap dalam pembelajaran. Menurut Sugiyono dan
Hariyanto (2011:19), metode pembelajaran merupakan sebuah perencanaan
dan pelaksanaan prosedur dan langkah-langkah pembelajaran yang tersun
secar teratur untuk melakukan proses pembelajaran sampai pada mende
penilaian atau evaluasi yang akan dilaksanakan. Metode pembelajaran terdiri
dari beberapa jenis dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya.

D. Kompetensi dan Peran Guru dalam Proses Pembelajaran

Dalam proses belajar dan pembelajaran yang terus berkeing guru dituntut
memiliki pemahaman atas kompetensi dan peran yang harus dilakoninya.
Kompetensi profesional sening berkaitan dengan kompetensi-kompetensi guru
yang akan menung menunjang, dan memperlancar jalannya proses pembelajaran
denga efekif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Peran gara
berkaitan dengan bagaimana seorang guru mampu memahami dan menentukan
batasan-batasan yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam
mengorganisasikan materi, berinteraksi, dan melakukan proses-proses
pembelajaran.
a. Kompetensi Profesional Guru
Menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011: 185), perkembangan
kehidupan yang semakin kompleks dan penuh tantangan men guru bekerja
lebih maksimal dalam mempersiapkan siswanya menghadapi perubahan-

34
perubahan zaman yang terus berubah berkembang, dan kompleks tersebut.
Oleh sebab itu, guru harus dapat bekerja dengan lebih profesional yanag
dalam hal ini ditunjukkan oleh adanya beberapa kompetensi yang han de oleh
seorang guru. Istilah profesional mengarah pada tingkat kemampuan guru
dalam melaksanakan tugas-tugas kegunaannya dengan baik.
b. Kompetensi Pedagogik Guru
Istilah kompetensi pedagogik hampir sama dengan kompeten kognitif.
Kompetensi pedagogik berkaitan dengan kemampuan guru dalam
melaksanakan proses-proses pembelajaran. Oleh sebab itu, untuk memenuhi
kompetensi tersebut, seorang guru perlu memiliki beberapa bekal pengetahuan
yang meliputi pengetahuan ilmu kependidikan dan ilmu pengetahuan bidang
studi. Ilmu pengetahuan tentang bidang studi ini meliputi semua bidang studi
yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan guru. Dalam
hal ini terutama pengetahuan tentang mata pelajaran yang menjadi konsentrasi
dan bidang keahliannya.
c. Kompetensi Kepribadian
Istilah kompetensi kepribadian lebih dekat dengan kompetensi afektif
guru. Menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011 : 186), kompentensi
kepribadian guru paling tidak meliputi:
1. Berakhlak mulia,
2. Arif dan bijaksana,
3. Demokratis,
4. Berwibawa,
5. Dewasa,
6. Jujur,
7. Menjadi teladan.
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan guru dalam
masyarakat sebagai bagian dari masyarakat, yang meliputi kemampuan dalam
bentuk sebagai berikut.
1. Berkomunikasi secara santun.
2. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
pendidikan lain, orang tua atau wali murid, dan masyarakat lain.
3. Mengindahkan norma-norma masyarakat yang berlaku.
4. Beradaptasi dengan budaya masyarakat, dan sebagainya.
e. Peran-Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
Guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Guru
juga dituntut menjalankan peran-perannya sebagai guru dalam usahanya
mencapai tujuan pembelajaran dan mengembangkan potensi siswa.

E. Teori Belajar, Manfaat, dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

35
Menurut Kerlinger dalam Sugiyono dan Hariyanto (2011:27), teori atau
definisi yang menggambarkan sekaligus menjelaskan sesuatu dari sudut pandang
tertentu terhadap sebuah merupakan sebuah konsep atau definisi fenomena secara
sistematis dengan cara menghubungkan berbagai variabel yang ada di dalamnya.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Sugiyono dan Hariyanto (2011: 28) sendiri
menjelaskan bahwa teori merupakan sebuah penjelasan tentang hubungan antara
dua atau lebih konsep dalam bentuk hukum-hukum, gagasan, prinsip-prinsip, atau
tentang teknik-teknik tertentu. Atas dasar pengertian tersebut, pada dasarnya teori
merupakan sebuah konsep dasar atas suatu kejadian, aktivitas, atau sebagainya
yang sudah teruji dan dibuktikan secara empiris dan dipertanggungjawabkan.

F. Teori Belajar Behavioristik

Belajar dalam pandangan behevioristik merupakan sebuah bentuk


perubahan yang dialami siswa dalam bentuk perubahan kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respons (Budiningsih, 2005: 20). Menurut psikologis lainnya seperti Sugiyono
dan Hariyanto (2011: 58), teori belajar behavioristik memandang belajar yang
terjadi pada individu lebih kepada gejala gejala atau fenomena jasmaniah yang
terlihat dan terukur serta kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan atau emosi
individu selama mengabaikan aspek-aspek mental atau belajar. Dengan demikian,
pokok perhatian teori behavioristik adalah terjadi akibat adanya interaksi stimulus/
input dan respons dan diukur.

G. Aplikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran

Menurut sugihartono dkk. (2007 : 103), terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penerapan teori belajar behavioristik dalam proses
pembelajaran sebagai berikut.
a. Mementingkan dan memerhatikan pengaruh lingkungan.
b. Mengutamakan meknisme terbentuknya hasil belajar melalui mekanisme
stimulus.
c. Mementingkan dan memerhatikan kemampuan yang sudah dimiliki dan
terbentuk pada saat-saat sebelumnya.
d. Mementingkan pembentukkan kebiasaan perilaku melalui latihan dan
pengulangan.
e. Hasil belajar yang tercapai terwujud dalam bentuk perilaku-perilaku yang
diinginkan.

H. Bentuk Pelaksanaan Metode Pembelajaran Behavionik

36
Penerapan teori belajar behavioristik dalam pendidikan terlihat dalam
beberapa hal di antaranya: a) bahan-bahan pengan siap digunakan, b) bahan
pelajaran tersusun secara hierarki, da sederhana ke rumit dan kompleks, e) tujuan
pembelajaran dalam tujuan-tujuan kecil atas suatu penguasaan keterampilan
tertentu, f) pembelajaran berorientasi hasil yang terkut dan ceram dalam bentuk
perilaku yang diinginkan, g) pengulangan dan latihan digunakan untuk
membentuk kebiasaan, dan h) apabila perilaku yang diinginkan muncul diberi
penguatan positif dan yang kuring diinginkan mendapat penguatan negatif.

I. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai sebuah proses belajar


yang mementingkan proses belajar itu sendiri daripada hasil belajarnya. Aliran
kognitif pada awalnya muncul sebagai bentuk respons ketidaksepakatan terhadap
konsep-konsep belajar behavioristik yang menganggap belajar hanya masalah
hubungan stimulus dan respons (S-R). Menurut Asri Budiningsih (2005: 34),
belajar dalam pandangan penganut aliran kognitif tidak sekadar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respons saja. Akan tetapi, merupakan aktivitas yang
melibatkan proses berpikir secara kompleks, artinya terdapat aktivitas selama
proses belajar yang terjadi di dalam otak individu.

a. Teori Belajar Gestalt Eksperimen Kohler


Max Wertheimer merupakan peletak dasar teori Gestalt (1880- 1943)
yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving, diikuti Koffka (1886-
1941) yang menjelaskan prinsip-prinsip pengamatan dan juga Wolfgang
Kohler (1887-1959) yang meneliti insight pada simpanse. Gestalt berasal dari
bahasa Jerman yang berarti konfigura atau organisasi atau keseluruhan yang
punya arti.

b. Teori Belajar Konstruktivistik


Teori konstruktivistik muncul sebagai bentuk pengembangan dari teori
Gestalt. Teori ini memercayai kemampuan individa dalam membentuk dan
menyusun (mengonstruksi) sendiri pengetahuannya. Hal ini disebabkan
pengetahuan merupakan sesuatu bentuk hasil konstruksi atau bentukan aktif
individu itu sendiri (Sugiyono dan Hariyanto, 2011: 106), Proses penyusunan
pengetahuan individ tersebut dilakukan melalui kemampuan siswa dalam
berpikir das menghadapi rantangan, menyelesaikan, dan membangun sebuah
konsep pengetahuan yang utuh dari keseluruhan pengalaman nyata yang
pernah dialaminya.

J. Aplikasi Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran

37
Teori belajar kognitif memandang bahwa pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Akan tetapi, siswa
harus aktif secara mental dan fisik membangun struktur kognitif pengetahuannya
berdasarkan tingkat kematangan kognitif yang dimilikinya. Aktivitas secara fisik
pada siswa berarti secara aktif membangun konsep pengetahuannya melalui
aktivitas pengalaman fisik secara konkret. Pembelajaran dalam pandangan
kognitif lebih menekankan proses yang berpusat pada siswa serta berorientasi
pada pembentukan pengetahuan dan penalaran siswa. Hal ini disebabkan misi dari
pembelajaran secara kognitif adalah meningkatkan dan membangun kemampuan
siswa dalam memperoleh, menganalinis dan mengolah informasi secara cermat
serta menumbuhkan kemampuan dalam pemecahan masalah. Oleh sebab itu, ada
beberapa konsep dasar yang perlu diperhatikan oleh guru terkait pelaksana siswa
pembelajaran berdasarkan teori kognitif.

a. Hal-Hal yang Penting Diperhatikan


Teori belajar kognitif menuntut adanya integrasi pengetahuan struktur
kognitif yang dimiliki siswa sebelumnya dengan pengalaman baru sebagai
proses belajar siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa ciri pembelajaran dalam
pandangan kognitif antara lain, a) guru menyediakan berbagai pengalaman
belajar bagi siswa secara konkret, b) guru menyediakan berbagai alternatif
pengalaman belajar bagi siswa, c) guru berusaha mengintegrasikan materi dan
proses pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dalam
kehidupan nyata siswa, d) guru berusaha mengintegrasikan proses
pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media pembelajaran, dan f)
guru melibatkan siswa aktif secara fisik, emosional, dan sosial.

b. Strategi dan Model Pembelajaran Kognitif


Teori belajar kognitif menekankan proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Oleh sebab itu, guru bukan sumber utama dala belajar dan bukan
kepatuhan siswa tanpa alasan terhadap perional guru. Evaluasi tidak melihat
pada hasil yang dicapai, namun lebk menekankan proses yang dilalui dan
dijalani dengan keberhasilan siswa dalam mengorganisasikan pengetahuan
sebagai tujuannya Selain itu, evaluasi juga melihat kedalaman, keluasan
pemahaman, dan pemakaian bahasa siswa serta kejelasannya, keruntutan
pikiran dalam mengemukakan gagasan lisan dan tulisan.

K. Teori Belajar Humanistik

Teori belajar humanistik memandang bahwa siswa dapat dikatakan a serta


dirinya sendiri. Teori belajar humanitik telah berhasil dalam belajar apabila ia
telah mampu mengerti dan memahami lingkungan melihat proses dan perilaku

38
belajar dari sudut pandang perilaku s pelajar, bukan dari sudut pandang
pengamatannya. Oleh sebab it tujuan utama proses pembelajaran dalam
pandangan teori belajar humanistik adalah bertujuan agar siswa dapat
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
mewujudkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
masing-masing. Dengan demikian, pembelajaran pada dasarnya untuk
kepentingan memanusiakan siswa sebagai manusia itu sendiri (Budiningsih, 2005:
68).

a. Arthur (1912-1999)
Konsep dasar dalam pembelajaran yang digunakan Arthur Combs
adalah meaning (makna atau arti). Konsep ini menganggap bahwa proses
belajar pada siswa akan benar-benar terjadi apabila sesuatu yang dipelajari
memiliki arti bagi individu siswa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, guru
juga tidak bisa dan tidak akan dapat memaksakan pada siswa untuk belajar
atau mempelajari suatu materi yang tidak disukai dan mungkin tidak relevan
dengan kehidupan siswa. Dengan demikian, kebanyakan kasus pada siswa
yang tidak mau dan tindak bisa menguasai sebuah materi pelajaran atau
bahkan siswa berperilaku buruk (seperti membolos atau tidak mengikuti
proses belajar dengan sungguh-sungguh) bukan karena mereka bodoh,
melainkan tidak memiliki alasan yang kuat untuk mempelajarinya.

b. Abraham H. Maslow
Maslow dibesarkan di pinggiran Kota Brooklyn. Ia pernah menjadi
Guru Besar psikologi di Universitas Brandeis dan pernah menjabat presiden
American Psychological Association (APA). Abraham Maslow meninggal
secara mendadak akibat serangan jantung pada 8 Juni 1970.

c. Carl Rogers
Rogers lahir pada 8 Januari 1902 di Chicago, AS. Latar belakang
pendidikannya adalah keagamaan yang kemudian tertarik dan mendalami
bidang psikologi. Bidang psikologi klinis merupakan bidang yang
didalaminya di Colombia University dan memperoleh Ph.D. pada 1931. Gelar
profesor diterima dari Ohio State University tahun 1940. Sejak tahun 1942,
mulai mengembangkan gelar konsep counseling dan psikoterapi dengan
menekankan pegembangan model client centered therapy atau terapi berpusat
pada klien.

L. Aplikasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran

39
Implikasi teori belajar humanistik dalam pendidikan berdampak pada
munculnya berbagai macam model-model pembelajaran modern atau kontemporer
yang lebih demokratif dan bagi siswa adalah belajar tentang proses belajar itu
sendiri. Misalnya, pengetahuan zaman dahulu berkembang lamban dan relatif
statis, tetapi sekarang perubahan pengetahuan berlangsung dengan cepat
merupakan fakta hidupnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan terus maju dan
berkembang dengan pesat. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan oleh siswa dewasa ini
adalah individu-individu yang mampu belajar di lingkungan yang sedang dan
akan terus berubah, depan. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam
Pembelajaran masa kontemporer yang lebih demokratis dan memanusiakan siswa
untuk berkembang sesuai dengan potensinya. Model-model pembelajaran tersebut
tidak lepas dari para inisiator teori belajar humanistik tersebut. Namun demikian,
pelaksanaan teori belajar humanistik menuntut adanya hal-hal yang perlu
diperhatikan serta adanya berbagai macam metode dan model pembelajaran
dengan tujuan, fungsi, dan cara kerjanya masing-masing.

a. Hal-Hal yang Penting Diperhatikan


Menurut Rogers dalam Sugihartono dkk. (2007: 120), terdapat beberapa
prinsip dasar dalam teori belajar humanistik dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran yang harus diperhatikan.
1. Manusia memiliki kemampuan untuk belajar secara alami.
2. Belajar akan menjadi signifikan bagi siswa bila materi pelajaran yang
disampaikan dirasakan oleh siswa memiliki relevansi dengan maksud,
tujuan, dan pemikirannya.
3. Proses dan hasil belajar yang bermakna atau berarti bagi perkembangan
cara pertumbuhan siswa akan diperoleh dengan cara metode pembelajaran
proses, yaitu siswa melakukannya atau belajar tentang proses.
4. Proses belajar akan semakin lancar apabila melihatkan siswa secara aktif
dan membiarkan siswa ikut bertanggung jawab dalam proses belajar.
5. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi secara keseluruhan
merupakan cara belajar yang akan memberikan hasil mendalam dan lebih
bermakna.

b. Bentuk Model Pembelajaran Berdasarkan Teori Humansitik


Pembelajaran berdasarkan teori humanistik cocok diterapkan pada
materi-materi pelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Siswa diharapkan akan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat pada pendapat orang lain, serta
mampu mengatur diri sendiri tanpa mengganggu hak-hak orang lain secara
bertanggung jawab. Indikat keberhasilan aplikasi teori pembelajaran ini adalah
siswa merasa senang. bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi
perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap atas kemauan siswa itu sendiri.

40
M. Pendalaman Materi

1. Soal-Soal Pengayaan
jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
a. Apa yang di maksud dengan belajar dan [embelajaran?
b. Sebutkan peran guru dalam pelaksanaan pendidikan!
c. Jelaskan 5 contoh metode pembelajaran?
d. Apa manfaat mempelajari teori-teori belajar?
e. Jelaskan konsep belajar menurut Skinner!
f. Jelaskan konsep belajar menurut teori Gestalt!
g. Jelaskan konsep belajar sosial dari Albert Bandura!

2. Tugas rumah
Buatlah kelompok kecil (5-6 mahasiswa), kemudian buatlah contoh
pelaksanaan dan penerapan teori-teori belajar dalam praktik pendidikan!

BAB V
EVALUASI HASIL BELAJAR

A. Pendahuluan

Proses belakang dan mengajar memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin


dan harus dicapai. Proses pembelajaran yang melibatkan unsur-unsur siswa, guru,
lingkungan sosial dan fisik sekolah, serta sarana dan prasarana sebagai sebuah
organisasi yang menyelenggarakan proses pendidikan membutuhkan evaluasi
untuk melihat pencapaian tujuan yang telah mereka rencanakan. Siswa sebagai
produk dan output pendidikan dengan berbagi macamn karakteristik dan
kmerupakan subjek utama untuk menilaii baik atau buruknya suatu
proseskemampuannyapembelajaran. Oleh sebab itu, perlu adanya pengukuran dan
penilaianhasil belajar pada siswa sebagai bentuk evaluasi untuk melihat
seberapajauh pencapaian proses belajar mengajar telan anaksanakan.
Hasilevaluasi ini bermantaat untuk memperbaiki proses yang belum
berjalansecara optimal, mengisi s serta melengkapı kekurangan yang muncul
amengembangkan proses yang dianggap sudah baik.

B. Konsep Dasar Pengukuran dan Penilaian

41
Pengertian pengukuran dan penilaian dalam dunia pendidikan setina.
Dicampuradukkan atau dianggap sama. Pengukuran dan penilaian pada
hakikatnya adalah dua hal yang berbeda. Namun pada praktiknyaistilah
pengukuran, penilaian, dan evaluasi sering digunakan secbergantian serta
dianggap sama karena hubungan antara istilah-isiltersebut sangat erat. Oleh sebab
itu, pada bagian ini dijelaskan tentandkonsep pengukuran dan penilaian dalam
pendidikan.

a. Pengukuran (Measurement)
Sutrisno Hadi mendefinisikan pengukuran sebagai suatu tindakanuntuk
mengidentifikasi besar-kecilnya suatu gejala. Menurut Suharsimil(1999: 3),
pengukuran merupakan proses membandingkan sesuatudengan satu ukuran
tertentu dan bersifat kuantitatif. Pengukuranjuga diterjemahkan sebagai usaha
untuk mengetahui keadaan tentangsesuatu sebagaimana adanya dan berupa
pengumpulan data tentangsesuatu. Hasil pengukuran dapat berupa angka atau
uraian tentangkenyataan atas sesuatu yang menggambarkan derajat kualitas,
kuantitasdan eksistensi keadaan sesuatu yang diukur. Namun demikian, hasil
pengukuran sendiri belum dapat menjelaskan sesuatu apabila belum
ditafsirkan dengan cara memandingkan dengan sesuatu patokan, norma, atau
kriteria tertentu.

b. Penilaian (Evaluation)
Penilaian dalam kegiatan evaluasi hasil belajar merupakan tindakan
untuk memberikan interpretasi terhadap hasil pengukuran yang telah
dilakukan dengan menggunakan norma-norma tertentu dengan tujuan untuk
mengetahui tinggi-rendah atau baik-buruk tentang aspek-aspek tertentu yang
dievaluasi. Menurut Suharsimi (1999: 3), penilaian merupakan kegiatan
mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk dan
penilaian lainnya yang bersifat kualitatif. Hasil pengukuran tidak ada gunanya
tanpa dinilai dengan menggunakan norma sehingga semua usaha
membandingkan hasil pengukuran terhadap bahan pembanding berupa
patokan atau norma tertentu dikenal dengan istilah penilaian.

c. Pedoman Interpretasi Hasil Pengukuran dan Penilaian


Norma sebagai pembanding hasil pengukuran terdiri dari dua macam,
yaitu norma abstrak dan norma konkret. Norma abstrak merupakan norma
yang hanya ada pada benak si penilai dan tidak diketahui orang lain,
sedangkan norma konkret merupakan norma nyata yang dapat diamati dan
juga dapat dipergunakan oleh orang lain. Norma konkret terbagi menjadi
norma ideal dan norma kelompok atau rerata. Norma ideal merupakan skor
maksimal sebagai patokan atau norma, sedangkan norma kelompok ditentukan
berdasarkan hasil rerata skor pengukuran. Oleh sebab itu, menurut

42
Sugihartono dkk. (2007: 131), untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa
dapat menggunakan: a) skor yang diperoleh teman satu kelasnya. b) batas
lulus, batas penguasaan kompetensi terendah yang harus dipenuhi siswa, c)
prestasi anak tersebut di masa lampau, dan d) kemampuan dasar anak tersebut.
Proses pembelajaran pada umumnya menggunakan norma penilaian yang
disebut penilaian acuan normal (norm reference evaluation) dan penilaian
acuan patokan (criterion reference evaluation).

C. Kedudukan dan Pentingnya Evaluasi Hasil Belajar

Pertanyaan mendasar yang muncul terkait dengan kegiatan evaluasi hasil


belajar sebagai sebuah proses penilaian atau disebut juga dengan asesmen adalah
seberapa penting kedudukan evaluasi hasil belajar dalam proses pembelajaran?
Jawaban yang muncul kemudian adalah tidak lepas dari pemahaman tentang
pendidikan dan proses pembelajaran. sebagai sebuah sistem. Artinya,
pembelajaran tidak pernah lepas dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengontrolan, dan evaluasi. Pembelajaran merupakan sebuah sistem berkelanjutan
sehingga hasil evaluasi akan digunakan sebagai dasat perencanaan selanjutnya.

D. Konsep Dasar Evaluasi Hasil Belajar


Ricard 1. Arends (2008: 217), menjelaskan konsep asesmen dan evaluasi
sebagai satu kesatuan yang berbeda. Asesmen mengacu pada proses untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan dan kemajuan belajar siswa serta
kemajuan kelas dengan tujuan untuk mengambil keputusan-keputusan
instruksional atau keputusan pembelajaran selanjutnya. Sementara evaluasi
mengacu pada proses untuk membuat penilaian (judgment) dan mengambil
keputusan tentang hasil belajar siswa. Konsep dasar dari evaluasi pendidikan
adalah bagaimana mengetahui kerercapaian tujuan pembelajaran yang dilakukan
guru dengan memerhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi. Pembahasan
tentang konsep dasar evaluasi pendidikan mencakup pengertian evaluasi
pendidikan, fungsi dan sifat evaluas pendidikan terutama hasil belajar, prinsip-
prinsip serta alat-alat dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar siswa dalam
pendidikan.

E. Sifat Evaluasi Hasil Belajar

Aktivitas pendidikan dan proses pembelajaran sebenarnya banyak bergelut


dengan aktivitas yang abstrak mencakup sikap, minat, bakat, kepandaian, dan
perilaku yang merupakan tujuan pendidikan dalam cakupan wilayah kognitif,

43
afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu, diperlukan instrumen untuk menilai
tingkat pencapaian proses belajar mengajar tersebut.

F. Prinsip-Prinsip Evaluasi Hasil Belajar

Prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi penting diperhatikan dalam


melaksanakan proses evaluasi dengan tujuan untuk mencapai sasaran dari
pelaksanaan evaluasi itu sendiri. Artinya, agar hasil evaluasi dapat bermanfaat
dengan baik dan menggambarkan kondisi proses pembelajaran dan berbagai
faktor yang memengaruhinya, proses evaluasi perlu memerhatikan prinsip-prinsip
evaluasi.

a. Pelaksanaan Evaluasi Secara Berkesinambungan


Berkesinambungan artinya proses evaluasi harus dilaksanakan secara
terus-menerus, baik secara materi maupun wak pelak Hal ini bertujuan untuk
memperoleh kepastian dan kemantapan penilaian evaluasi. Kesinambungan
evaluasi dilakukan baik dari gi materi maupun waktu pelaksanaan. Hal ini
disebabkan pros evaluasi hasil belajar yang dilakukan secara
berkesinambungan akan membantu guru untuk memperoleh kepastian dan
kemantapan keberhasilan atau kegagalan proses pembelajaran yang akan
digunakan dalam menentukan langkah dan merumuskan kebijakan untuk p
pembelajaran selanjutnya (Sudijono, 2005: 33).

b. Pelaksanaan Evaluasi Secara Komprehensif


Pelaksanaan evaluasi yang dilakukan secara komprehensif bermakna
bahwa proses evaluasi diharapkan mampu menilai dan memahami
keseluruhan aspek pembelajaran, Keseluruhan aspek pembelajaran tersebut
mampu menilai dan mengukur perkembangan hasil belajar siswa, baik secara
kognitif, afektif, dan psikomotorik sesuai dengan tujuan awal proses
pembelajaran dan tujuan umum pendidikan.

c. Pelaksanaan Evaluasi Secara Objektif


Menurut Sugihartono dkk. (2007:137), pelaksanaan evaluasi yang
objektif artinya proses evaluasi hanya menunjuk pada aspek-aspek yang akan
dinilai sesuai dengan keadaan dan kondisi yang sebenarnya. Artinya, menilai
proses dan hasil belajar siswa apa adanya. Evaluasi akan dapat dikatakan
objektif apabila pemberian penilaian terhadap satu objek hanya ada satu
interpretasi. Artinya, siapa pun yang melakukan proses evaluasi terhadap
objek yang sama maka akan relatif sama.

d. Penggunaan Alat Pengukur yang Baik dalam Evaluasi

44
Kualitas atau mutu pendidikan dan proses pembelajaran dapat diketahui
dari hasil evaluasi. Alat pengukur yang baik menentukan hasil pengukuran,
penilaian, dan evaluasi.

G. Alat-Alat Evaluasi Hasil Belajar

Proses pengukuran, penilaian, dan evaluasi dalam pendidikan das proses


pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan alat
bantu yang disebut alat evaluasi atau instrume evaluasi. Alat pengukur dan alat
evaluasi pendidikan sudah selayak merupakan alat yang baik dengan terpenuhinya
beberapa standar sebagai alat pengukur seperti validitas, reliabilitas, memiliki day
pembeda, mudah digunakan, dan sebagainya. Secara garis besar, an evaluasi
pendidikan dibedakan menjadi tes dan non-tes. Penjelasan sebagai berikut.

a. Alat Evaluasi Hasil Belajar Jenis Tes


Menurut Wayan dan Sumartana (1986: 25), pelaksanaan kegiatan tes
dalam proses belajar merupakan cara untuk melakuka proses penilaian dalam
bentuk tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan siswa atau
sekelompok siswa sehingga menghuk suatu nilai yang menggambarkan
prestasi siswa sebagai alat un dibandingkan dengan nilai siswa lain atau
standar yang telah ditetapkan.

b. Alat Evaluasi Hasil Belajar Jenis Nontes


Evaluasi hasil belajar dalam pendidikan pada umumnya menggunakan
teknik tes. Namun demikian, tes bukan satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan dalam evaluasi pendidikan ataupun evalu hasil belajar. Sebab,
masih ada teknik lainnya yang dapat digunakan yaitu teknik nontes. Teknik
nontes pada umumnya bukan dijadikan sebagai alat evaluasi utama, melainkan
sebagai pelengkap.

H. Peran Guru dalam Proses Evaluasi Hasil Belajar

Peran guru sebagai administrator dan evaluator selama pembelajaran tidak


lepas deri peran yang harus dilakukan guru dalam proses evaluasi hasil belajar
Ricard 1. Arends (2008: 230), menjelaskan bahwa ada beberapa peran penting
yang harus dilakukan dalam proses ng terstandar atau dalam hal ini pelaksanaan
evaluasi. Namun demikian, peran peran tersebut selayaknya selalu ada da
dilakukan oleh guru dalam setiap pelaksanaan proses evaluasi, apa pun jenis
evaluasinya.

I. Penyusunan Instrumen atau Alat Evaluasi Jenis Tes

45
Menurut Anderson dalam Mansyur dkk. (2009: 182), terdapat beberapa prosedur
penyusunan instrumen evaluasi hasil belajar. Sepuluh prosedur tersebut sebagai
berikut. 1) Tentukan tujuan penilaian dan gunakan tabel taksomoni untuk
menentukan sel-sel yang sesuai un merumuskan tujuan tersebut. 2) Tentukan
banyaknya jumlah s atau unit penilaian, 3) Tisliskan tugas penilaian dari setiap
tujuan Setelah rugas penilaian di-resies pihak lain, lakukan perubahan jika perlu.
5) Persiapkan unit penilaian atau soal. 6) Persiapkan metode penikoran. 7)
Administrasikan soal atau unit penilaian. 8) Analisis ha pelaksanaan penilaian. 9)
Nilai skor siswa pada setiap unit penilaian atau ujian, 10) Simpan instrumen
penilaian, hasil analisis, dans dafta skor siswa dalam file folder.

J. Pendalaman Materi

1. Soal-Soal Pengayaan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
a. Jelaskan bagaimana keterkaitan antara pengukuran dan penilaian!
b. Apa kegunaan evaluasi hasil belajar dalam pendidikan bagi guru?
c. Jelaskan tujuan dari pelaksanaan evaluasi hasil belajar!
d. Jelaskan yang dimaksud pendekatan tes dan nontes dalam evaluasi hasil
belajar!
e. Sebutkan dan jelaskan lima macam jenis tes!
f. Jelaskan manfaat evaluasi hasil belajar bagi siswa?
g. Jelaskan kriteria atau syarat instrumen atau alat evaluasi hasil belajar yang
baik!
h. Mengapa evaluasi hasil belajar penting untuk dilaksanakan?

2. Tugas Rumah
Buatlah kelompok kecil (4-5 mahasiswa), kemudian:
a. Diskusikan tentang bentuk-bentuk penerapan atau aplikasi evaluasi hasil
belajar dalam proses pembelajaran!
b. Buatlah contoh-contoh intsrumen tes dan nontes untuk evaluasi hasil
belajar!

46
BAB VI
DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

A. Pendahuluan

Proses pembelajaran bukan hanya kegiatan transfer pengetahuan dari guru


kepada siswa melalui berbagai aktivitas belajar mengajar. Namun demikian,
dalam proses pembelajaran guru bertanggung jawab mendampingi siswa agar
dapat menguasai materi pelajaran dengan baik dan nantas serta mendampingi
proses perkembangan siswa, termasuk menyelesaikan program-program belajar
dan pembelajaran. Tujuannys tidak lain adalah agar siswa dapat berkembang
sesuai potensi serta tugas-tugas perkembangannya dan tugas-tugas belajar, baik
dari se kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya.

B. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar

47
Kegiatan mendiagnosis kesulitan belajar pada siswa merupakan salah satu
tugas dari guru dan tenaga pendidik lainnya untuk memahami kesulitan belajar
yang dialami siswa dan peserta didik. Tujuan utama kegiatan tersebut adalah
membantu siswa untuk segera mengenali kekurangan dan kelemahannya dalam
belajar sehingga dapat dengan segera diberikan proses bantuan yang sesuai.
Kegiatan diagnosis kesulitan belajar disusun dari dua istilah, yaitu diagnosis dan
kesulitan belajar.

1. Pengertian Dasar Diagnosis


Pengertian diagnosis dalam dunia medis dan kedokteran lebih dikenal
sebagai proses untuk penentuan jenis penyakit dengan melihat dari gejala-
gejalanya yang muncul. Diagnosis dapat diterjemahkan sebagai suatu proses
analisis terhadap kelainan yang cara dapat diketahui dari pola gejala-gejala
yang dilihatnya. Oleh sebab itu, pengertian diagnosis dalam hal ini
menjelaskan tentang adanya proses pemeriksaan terhadap munculnya gejala-
gejala yang dianggap bermasalah dan tidak beres.

2. Pengertian Kesulitan Belajar


Menurut Blassic & Jones dalam Sugihartono dkk. (2007: 149-150),
kesulitan belajar yang dialami siswa menunjukkan adanya kesenjangan atau
jarak antara prestasi akademik yang diharapkan rata-rata atau normal dengan
prestasi akademik yang dicapai oleh siswa pada kenyataannys (prestasi
aktual). Siswa akan dikatakan mengalami kesulitan belajar apabila inteligensia
yang dimilikinya tergolong Akan tetapi, menunjukkan adanya kekurangan
dalam proses dan hasil belajar seperti prestasi belajar yang diperolehnya
rendah. Oleh sebab itu, kesulitan belajar merupakan suatu kondisi saat siswa
mengalami hambatan-hambatan tertentu untuk mengikuti proses pembelajaran
dan mencapai hasil belajar secara optimal (Rumini dkk., 2006: 78). Dengan
demikian, adanya kesulitan belajar dan hambatan belajar yang dialami siswa
akan berdampak atau dapat dilihat pada prestasi belajar yang dicapai oleh
siswa yang bersangkutan.

3. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar


Menurut Sugihartono dkk. (2007: 150), diagnosis kesulitan belajar dapat
diterjemahkan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh guru untuk
menentukan masalah atau ketidakmampuan siswa dalam belajar yang
dilakukan dengan cara meneliti berbagai latar belakang faktor penyebabnya
dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak dan dapat dipelajari.
Namun demikian, yang perlu dipahami, kegiatan diagnosis kesulitan belajar
bukan hanya sekadar mengetah g gejala dan faktor-faktor y yang
menyebabkan sebrang sins meng belajar, namun juga sampai pada penentuan
kemungkinan bantuan yang dapat diberikan baik olah guru ataupun pihak lain

48
kesulitan dianggap mampu. Oleh sebab itu, kegiatan diagnosis kelia belajar
merupakan suatu proses dan upaya untuk memahami jenis dan yang
karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar denga
menghimpun dan mempergunakan berbagai data/informatieleng dan seobjektif
mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan
keputusan serta pemecahannya.

C. Kedudukan Diagnosis Kesulitan Belajar dalam Proses Pembelajaran

Mengacu pada pendapat Derek Wood dkk. bahwa kesulitan belajar pada
siswa akan berdampak pada kehidupan siswa dan aspek-aspek lainnya maka perlu
kiranya seorang guru membantu siswa untuk memecahkan kesulitan belajarnya.
Hal ini penting diperhatikan oleh pada guru karena bagaimanapun peran guru
dalam proses pembelajaran adalah membantu siswa menyelesaikan dan
menuntaskan setiap tugas pembelajaran. Artinya, guru diharapkan mampu
membantu siswa menyelesaikan dengan tuntas setiap materi pelajaran dan setiap
pokok bahasan dalam bentuk kemampuan memahami materi pelajaran dengan
sempurna, dengan harapan siswa dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Oleh sebab itu, siswa yang mampu mendapatkan prestasi belajar memuaskan
berarti guru telah berhasil membantu siswa menyelesaikan program pembelajaran.

D. Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar

Siswa dengan berbagai perilaku dan karakteristiknya yang unik pasti akan
dijumpai oleh seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
dilakukannya. Contohnya, ada siswa yang sangat aktif, rajin mencatat, rajin
mengerjakan tugas, sering bertanya, dan Namun, guru juga kadang menemui
siswa yang sangat pasif, tidak pernah mengumpulkan tugas, membolos, dan
bentuk sebagainya. perilaku lainnya seperti diam saja ketika ditanya oleh guru dan
nilainya selalu rendah.

E. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesulitan Belajar Siswa

Siswa tidak selamanya mampu menunjukkan prestasi belajar yang baik dan
maksimal seperti yang diharapkan guru dan orangtua maupun institusi pendidikan
yang bersangkutan. Artinya, prestasi belajar siswa tidak akan selamanya baik dan
juga tidak akan selamanya buruk. Hal ini disebabkan, pencapaian prestasi belajar
pada siswa sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk faktor siswa itu
sendiri, lingkungan, sarana dan prasarana belajar dan pembelajaran, interaksi
seluruh faktor tersebut dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, faktor-faktor

49
yang memengaruhi belajar tersebut, apabila dapat dipenuhi dan diperhatikan
dengan baik dapat menunjang prestasi belajar siswa. Namun sebaliknya, apabila
tidak diperhatikan akan menjadi faktor yang justru menimbulkan masalah dan
hambatan serta bagi proses pembelajaran.

a. Faktor intern (faktor dalam diri siswa itu sendiri)


Faktor-faktor intern yang menjadi penyebab kesulitan belajar pada
siswa yaitu faktor fisiologis dan psikologis siswa.
1. Faktor fisikologis
fisologis yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada
siswa seperti kondisi siswa yang sedang sakit, kurang adanya kelemahan
atau cacat tubuh, dan sebagainya.
2. Fakotor psikologis
psikologis siswa yang dapat menyebabkan kesulitan belajar meliputi
tingkat inteligensia pada umumnya yang rendah, bakat terhadap mata
pelajaran yang rendah, minta belajar yang kurang, motivasi yang rendah,
kondisi kesehatan mental yang kurang baik, serta tipe khusus siswa dalam
belajar.

b. Faktor ekstern (faktor dari luar siswa itu sendiri)


Faktor ekstern yang menjadi faktor penyebab kesulitan belajar pada
siswa terdiri dari faktor-faktor yang bersifat sosial dan non-sosial.
Penjelasannya sebagai berikut.
1. Faktor-faktor nonsosial
Faktor nonsosial yang dapat menyebabkan kesulitan belajar pada
berupa peralatan belajar atau media belajar yang siswa dapat kurang baik
atau bahkan kurang lengkap, kondisi ruang belajar atau gedung yang
kurang layak, kurikulum yang sangat sulit dijabarkan oleh guru a dan
dikuasai oleh siswa, waktu pelaksanaan pembelajaran yang kurang
disiplin, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor sosial
Faktor-faktor sosial yang juga dapat menyebabkan munculnya
permasalahan belajar pada siswa seperti faktor keluarga, faktor sekolah,
teman bermain, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Faktor
keluarga dapat berpengaruh terhadap proses belajar
F. Strategi Mengenali Kesulitan Belajar pada Siswa
G. Prosedur Pelaksanaan Diagnosis Kesulitan Belajar

Proses pembelajaran tidak lepas dari karakteristik siswa yang cepat


mengikuti dan memahami proses pembelajaran serta siswa yang lambat mengikuti
proses pembelajaran. Di samping itu, guru juga bertanggung jawab membantu
siswa agar dapat belajar dengan baik dan memperoleh prestasi belajar yang baik.
Oleh sebab itu, siswa yang mengalami permasalahan-permasalahan dalam belajar

50
menjadi tugas tersendiri bagi guru untuk menyelesaikannya. Hal ini disebabkan
bagaimanapun juga guru bertugas membantu siswa menyelesaikan belajar dengan
lebih baik dan tuntas, artinya tujuan-tujuan tugas-tugas proses pembelajaran
benar-benar tercapai.

H. Program Pengajaran Remedial dan Program Pengayaan

Tidak sedikit peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mengikuti


proses belajar dan pembelajaran seperti tidak dapat menyerap dan memahami
materi pelajaran dengan baik, tidak dapat berkonsentrasi selama proses belajar dan
pembelajaran berlangsung, tidak mampu mengerjakan tes dengan tuntas, dan
sebagainya. Permasalahan- permasalahan terhadap siswa tersebut bisa diketahui
dari tingkat pencapaian prestasi belajarnya yang rendah. Oleh sebab itu, guru
harus membantu siswa agar dapat belajar dengan baik dan mencapai prestasi
belajar yang baik juga. Hal ini disebabkan peran guru secara umum adalah
membantu siswa menyelesaikan atau menuntaskan setiap program pembelajaran.
Artinya, guru diharapkan mampu memberikan dan melaksanakan program
pemberian bantuan belajar bagi siswa-siswa yang mengalami hambatan dalam
belajar. Proses pembelajaran khusus yang diberikan pada siswa yang mengalami
kesulitan belajar dengan prestasi belajar rendah disebut dengan program
pembelajaran remedial atau pengajaran remedial.

I. Pendalaman Materi

1. Soal-Soal Pengayaan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
a. Jelaskan konsep dasar tentang kesulitan belajar!
b. Jelaskan pengertian tentang diagnosis kesulitan belajar!
c. Identifikasikanlah babarapa bentuk kesulitan belajar dengan memberikan
contohnya!
d. Sebutkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar pada siswa!
e. Jelaskan prosesdur pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar!
f. Jelaskan konsep tentang pengajaran remedial!
g. Sebutkan beberapa prosedur dan teknik pengejaran remedial!
h. Mengapa guru dituntut harus mampu melaksanakan pengajaran remedial
dan program pengayaan!
i. Jelaskan bentuk-bentuk metode dalam pengajaran remedial dan program
pengayaan?

2. Tugas Rumah

51
Mahasiswa diminta untuk melakukan praktik. Diagnosis kesulitan
belajar/DKB dan membuat laporannya. Praktik diagnosis kesulitan belajar
dapat dilakukan dengan memilih satu di antara ketentuan-ketentuan sebagai
berikut.
a. Melakukan DKB dari nilai rapor seorang siswa (siswa SD, SMP,
SMA/SMK/MA, atau teman kuliah satu kelas).
b. Melakukan DKB dari nilai siswa satu kelas sebuah sekolah (siswa SD,
SMP, atau SMA/AMK/MA).

52

Anda mungkin juga menyukai