Anda di halaman 1dari 17

Masa Pendadwinan Ilmu Qira‟at

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Qira’at

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Romlah Widyawati, M.A

Disusun oleh:

M. Dede Romdhani

M. Fadhil S

M. Wahyu Riyadhi

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN & TAFSIR

PASCASARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR‟AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN 2018-2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Qira‟at merupakan sebuah disiplin ilmu yang berbicara tentang tata cara
artikulasi dan ragam perbedaan lafaz Al-Qur‟an dimana sumber pembahasan ilmu ini
berasal dari informasi perawi yag sumber utamanya adalah Rasulullah SAW`

Al-Qur‟an diturunkan di jazirah Arab dengan Bahasa Quraisy dikarenakan bangsa


Arab sendiri bermacam-macam suku, dan dari setiap sukunya memilikidialek tersendiri,
namun mereka menyepakati untuk menggunakan Bahasa Quriasy sebagai Bahasa
bersama untuk berinteraksi dalam hal perdagangan ataupun mengunjungi Ka‟bah. Dan
dari bermacam suku yang dimiliki bangsa Arab, maka tidak mengherankan jika al-
Qur‟an-pun diturunkan dengan berbagai Bahasa yangmereka miliki untuk mempermudah
masyarakat mempelajari dan memahami al-Qur‟an sesuai dengan lahjah atau dialek yang
mereka miliki saat itu.

Berbagai versi Qira‟at yang beredar dikalangan umat islam yang di riwayatkan oleh
para qari di antaranya ada yang sesuai dengan riwayat yang berasal dari Rasulullah dan ada
pula yang bersumber dari Rasulullah akan tetapi periwayatannya ahad (perorangan),
disamping itu ada pula Qira‟at yang menyimpang dari sistem periwayatan.

Ilmu Qira‟at sebagaimana ilmu- ilm keislaman lainnya juga mengalami pasang surut.
Hal itu di mulai dari masa pertumbuhan, kemudian masa keemasan dan masa kejayaan
yaitu dengan di mulainya pengkodefisian ilmu Qira‟at hingga lahirnya banyak karya yang
di hasilkan para ulama.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah di paparkan, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah sebagai berikut :

1) Bagaimanakah sejarah pengkodefikasian ilmu QIra‟at?


2) Bagaimanakah pembagian ilmu Qira‟at?
3) Kitab apa saja yang menjadi hasil karya dari para ulama Qira‟at?
BAB II

A. Masa Pentadwinan (Pengkodefikasi) Ilmu Qira‟at

Sejarah perkembangan ilmu Qira‟at tidak terlepas dari perjalanan Al-


Qur‟an. Ulama membagi tahap proses perkembangan ilmu Qira‟at menjadi
dua priode, yaitu :

1. Priode Syafawiyah (metode lisan)

Periwayatan melalui talaqqi dengan cara hafalan dan tulisan melalui


kodifikasi. Periode ini dimulai sejak di utusnya nabi Muhammad menjadi
Rasul sampai masa penyempurnan mushaf Utsmani dengan pemberian
tanda baca oleh Abu Aswad al-Du‟aliy (W. 69/688) pada tahun 60
hijriyah.

2. Priode pembukuan

Di mulai sejak Abu Aswad melakukan upaya memberi tanda baca.


Periode ini berlangsung dari tahun 60 sampai tahun 255 Hijriyah.

Ulama menaruh minat melakukan pembukuan terhadap ilmu Qira‟at


pada tahun 60 Hijriyyah yang di awali dari tahap pertumbuhan, kemudian
mengalami masa kematangan dan hingga menjadi salah satu disiplin ilmu
yag berdiri sendiri pada abad ke 2 hijriyyah, yaitu pada generasi tabi‟in 1

Ketika tiba generasi tabi‟in di awal abad ke-2 H, beberapa orang mulai
memiliki ketertarikan pada bidang ilmu qira‟at sehingga memfokuskan
perhatiannya akan ketepatan qira‟ah dengan seksama. Dan mulai
menjadikannya sebagai sebuah disiplin ilmu dan mulailah umat islam
merasa membutuhkannya hingga banyak yang mempelajarinya.
Kehadirannya pun tidak hanya pada kawasan islam saja namun tersebar
keberapa distrik lainnya.

1
Romlah Widyawati, dkk, serial Qira’at Buku modul Pembelajaran Ilmu Qira’at, (Jakarta: IIQ Press, 2010), hlm.
20
Seperti di madinah muncul tokoh Qira‟at bernama Abu Jafar Yazid bin
al-Qa‟qa‟ dan Nafi‟ bin Abdurrahman bin Nu‟aim, lalu di makkah muncul
seorang bernama Abdullah bin ibnu Katsir dan Humaid bin Qais al-A‟raj,
dan di kufah terdapat Qari‟ bernama „Ashim bin abi al-Najud, dan
Sulaiman A‟masy, lalu Hamzah, lalu kasa‟I dan dari Bushra ada „Abdullah
bin Abi Ishaq, „Isa bin „Amr, Abu „Amr, Ashim al-Jahdari, dan Ya‟qub al-
Hadhrami, dan di wilayah Syam terdapat „Abdullah bin „Amir, Isma‟il bin
„Abdullah, yahya bin Harits, dan Syuraih bin Yazid al- Hadhrami.

B. Sejarah Pentadiwinan Qira‟at


I. Pada masa Rasulullah SAW

Dan dalam masa penurunan al-Qur‟an ini meski disandarkan pada


hafalan yang kuat milik Rasul dan sahabatnya, selain para sahabat
terkadang menuliskanhafalannya pada daun atau pelapah dan lainnya,
Rasul juga menunjuk beberapasahabat yang dapat membaca dan menulis
untuk menjadi sekretaris wahyu atau katibul wahyi yang bertugas
melakukan dokumentasi al-Qur‟an dalam sebuah catatan dan melakukan
pengecekan antara dokumentasi satu dengan yang lainnya.

Dengan menyebarnya Islam di jazirah Arab maka al-Qur‟an


berhadapan dengan pluralistik dalam sistem linguistik bangsa Arab, karena
setiap kabilahakan memiliki dialek atau lahjaj sendiri dalam pengucapan
Bahasa kesehariannya.Seperti yang terjadi pada suku Tamim yang sering
menggunakan vocal „e‟, lalu suku Hijaz yang cenderung melunakkan
pelafalan huruf hamzah. Namun meski bangsa Arab memiliki banyak suku
dan Bahasa mereka memiliki kesepakatan untuk menggunakan Bahasa
Quraisy sebagai Bahasa bersama, baik dalam hal perdagangan ataupun
berhaji mengunjungi masjidil haram, juga interaksi antarsuku. Maka Allah
menurunkan al-Qur „an pada awalnya dengan Bahasa Quraisy yang
menjadi common language bagi bangsa Arab

Namun seperti yang telah dipaparkan di atas, perbedaan Bahasa


dari setiapsuku tentu akan mempersulit mendalami al-Qur‟an, dan setelah
meninjau kondisisosial masyarakat akhirnya Rasulullah meminta kepada
Allah agar tidak menurunkan al-Qur‟an dengan satu huruf saja.
Hingga akhirnya setiap kaum diizinkan untuk menggunakan
bacaan yangmenurut mereka mudah sebagaimana yang telah mereka
gunakan seperti biasanya, baik dari segi idhar, idhghom, imalah,
isymam, hamzah, mad, dan lainnya. Dan keseluruhan ini sanadnya
disandarkan pada nabi Muhammad saw dan telah dikumpulkan oleh
Utsman dalam sebuah mushaf.

Maka pada dasarnya ilmu qira‟ah ini sudah ada sejak zaman
Rasulullah Saw, hanya saja terbatas pada para sahabat yang menekuni
bacaan tersebutmempelajarinya hingga mengajarkannya. Dengan
keingintahuan sahabat akanayat yang turun selanjutnya mereka
menghafalkannya hingga membacakannya dihadapan Nabi untuk
disimak.

II. Pada masa sahabat

Dalam pengkajian qira‟at pada masa ini maka tidak bisa lepas
dari awal pengumpulan al-Qur‟an untuk diasatukan dalam sebuah
mushaf pada zaman Abu Bakar dan Utsman.Setelah Rasulullah wafat,
banyak nabi palsu yang bermunculanhingga Abu Bakar harus
memerangi para nabi palsu dan orang-orang yangmurtad, sehingga
perang Yamamah-pun tak terelakkan. Dan konsekuensi yangdidapat
dari peperangan ini adalah banyaknya para penghafal al-Qur‟an yang
harus syahid di medan tempur.

Berawal dari sinilah Umar bin Khatab memiliki keinginan


untuk mengkodifikasi al-Qur‟an dalam satu bundel, demi menjaga agar
tidak hilang bersama gugurnya para penghafal al-Qur‟an. namun ide
ini belum di setujui oleh khalifah Abu Bakar karena dinilai sangat
berani, hingga Allah membukakan hatinya bahwa ini adalah pilihan
yang terbaik. Maka dimulailah proyek besar ini dengan menunjuk Zaid
bin Tsabit sebagai pemimpin. Karena ia juga pernah menjadi sekretaris
wahyu Rasulullah, muda juga memiliki hafalan yang kuat.

Lalu dengan proses yang ketat dan cermat sejarah baru terukir
dengantersusunnya al-Qur‟an yang menghimpun semua jenis qira‟at.
Dan al-Qur‟an yang telah tersusun sistematis itu di simpan di kediaman
Abu Bakar Ash-Shidiq ingga beliau meninggal, lalu berpindah kepada
Umar.Pada saat itu semua memahami diferensiasi yang terjadi pada
qira‟at al-Qur‟an karena mereka percaya bahwa seluruh sumbernya
dari Rasulullah. Dan tidak dapat dipungkiri bagi beberapa umat
muslim yang tidak sempat hidup di zaman Rasulullah mulai terusik
jiwanya dengan perbedaan qira‟at tersebut. Namun hal tersebuat hanya
tentang mana yang lebih fashih antara satu dan yang lainnya.

Dan kondisi mulai parah saat perdebatan itu mulai membuat


mereka saling menyalahkan. Dan ini memacu khalifah „Utsman untuk
membuat satu mushaf master yang akan menjadi rujukan utama kaum
muslimin. Dan mushaf ini akan mereprentasikan diferensiasi qira‟at.
Sehingga berbeda dengan mushaf AbuBakar yang menghimpun
keseluruhan qira‟at.

Dan demi persatuan umat maka dibentuklah sebuah tim yang


akan menyusun mushaf yaitu Zaid bin Tsabit, „Abdullah bin Zubair,
Sa‟id bin al-„Ashdan „Abdurrahman bin al-Harits. Dengan meminjam
mushaf yang tersusun padamasa Abu Bakar kepada Hafshah putri
Umar untuk dijadikan panduan dalam penyusunan ulang. Dan telah
disepakati mushaf akan ditulis dengan Bahasa awal turunnya al-Qur‟an
yaitu Bahasa Quraisy, selama tidak ada perbedaan presepsi antar
anggota tim.

Dan kesuksesan tim ini menghasilkan beberapa kopi mushaf al-


Qur‟anyang disebut sebagai mushaf „Utsmani. Dengan jumlah yang
masih diselisihkan namun yang paling masyhur adalah lima ekslempar.
Dari penampilan fisik tidakada perubahan berarti pada mushaf ini
karena sama seperti mushaf Abu Bakarmushaf ini juga tidak di beri
tanda dalam penulisannya baik harakat ataupun titik. Namun jika
mushaf Abu Bakar menghimpun keseluruhan qira‟at tidak
denganmushaf „Utsmani yang hanya memuat satu wajah qira‟at saja.
Dengan harapan tidak akan ada perselisihan lagi masalah perbedaan
qira‟at apalagi sampai saling mengkafirkan. Dalam penghimpunan ini
bukan berarti „Utsman menghapuskan qira‟at yang lain, sementara
qira‟at ini adalah bagian dari al-Qur‟an, dan itu tidakmungkin
dilakukan karena sama saja menghilangkan setengah bagian al-Qur‟an.
Namun dengan ditulisnya al-Qur‟an kali ini sama dengan penulisan
pada masaAbu Bakar yaitu tanpa titik, atau harakat menjadikan Qur‟an
dapat di baca dengan berbagai macam bacaan, maka Qira‟at pun tetap
terjaga.

Kawasan yang menerima kiriman mushaf ini adalah, Mekah,


Syam,Bashrah, Kufah dan Madinah. Sengaja ditinggalkan satu di
Madinah untukdijadikan rujukan umat muslim disana juga sebagai
arsip negara, sehingga mushafitu dinamakan mushaf al-imam. Dan
khalifah tidak hanya mengirimkan kopian mushaf begitu saja, akan
tetapi mengirimkan seorang muqri‟ atau ahli qira‟at di setiap mushaf
yang dikirim, yang telah kompeten dan memiliki cara baca yangsama
dengan mushaf yang dikirimkan.

Pendistribusian mushaf ke banyak kawasan inilah yang menjadi


factorutama terbentuknya madzhab-madzhab qira‟at di beberapa
kawasan Islam. Dan menjadi cikal bakal lahirnya imam qira‟at yang
dipopulerkan oleh Ibnu Mujahid sebagai imam qira‟at sab‟ah.

III. Kodifikasi Qira‟at sebagai sebuah ilmu.


I. Masa Pertumbuhan

Pada abad pertama, kedua dan ketiga hijrah pengkodifisian ilmu


Qira‟at lebih cenderung kepada penghimpunan riwayat dalam Qira‟at yang
sampai kepada mereka tanpa melihat kwalitas dari periwayatan yang ada,
dan tidak menyaring antara Qira‟at yang syadz maupun shahih. Pada masa
ini para ulama berlomba membukukan materinya satu imam Qira‟at dan
ada pula yang membukukan materi bebeapa imam Qira‟at hingga
mencapai 50 imam. Akan tetapi, pada abad keempat, ilmu Qira‟at berada
pada titik yang mengkhawatirkan, karena bercampurnya Qira‟at ynag
shahih dengan yang tidak.
II. Masa Kematangan

Pada masa ini muncullah ulama yang berinisiatif untuk menghimpun


Qira‟at yang mewakili setiap negri islam yan betul- betul
mempersentasikan qira‟at yang mutawatir dan membukukan bacaan-
bacaan yang telah disepakati kesahihannya oleh para ulama pada masa itu.
Salah satu tindakan yang sanagat bijaksana adalah apa yang dilakukan oleh
Ibnu Mujahid (324 H) yaitu dengan menuliskan bacaan 7 Imam Qira‟at
yang di ambil secara teliti dari negri Madinah, Makkah, Bashrah, Syam
dan Kufah. Materi 7 Imam Qira‟at ini di himpun dalam kitabnya yang
berjudul “al-Sab‟ah”. Inilah yang menjadi penyebab awal kemunculan
Qira‟at Sab‟ah.2

Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai awal penyusunan


Ilmu Qira‟at. Menurut Ibnu al-Jazari (255 H) dalam ghayah an-nihayah,
ilmu qira‟at pertama kali di susun oleh Abu Hatim as-Sajastani. Sedangkan
Sayyid Hasan dalam kitabnya ta‟sis al-Syi‟ah li ulum al-Islam mengatakan
bahwa orang pertama kali yang menyusun ilmu Qira‟at Aban bin Taghlub
al-Kufi(141 H). akan tetapi kebanyakan ulama berpendapat bahwa
pencetus awal disusunnya ilmu Qira‟at adalah Abu „Ubaid al Qasim ibn
Sallam(224 H)

Menurut al-Suyuthi seperti di kutip oleh Manna al-Qaththan orang


yang pertama menyusun kitab tentang Qira‟at adalah Abu „Ubaid al-Qasim
ibn Sallam, kemudian Ismail bin Ishaq al-Maliki yang merupakan murid
dari Qalun, lalu Abu Ja‟far bin Jarir ath- Thabari. Selanjutnya Abu bakar
bin Mujahid. Lebih lanjut As-Suyuthi menjelaskan bahwa pada masa Ibnu
Mujahid mulai tampil para ahli yang menyusun buku mengenai berbagai
macam Qira‟at, baik yang mencangkup semua Qira‟at maupun tidak,
secara singkat maupun panjang lebar.3

Sebagian dari peneliti menyatakan bahwa sebelum Abu „Ubaid al-


Qasim ibn Sallam telah ada sekelompok orang yang menyusun ilmu
2
Dr.KH. Ahsin Sakho Muhammad dalam memberikan kata pengantar dalam komplikasi Qira’at Syadzdzah,
hlm. X
3
Manna’ al-Qaththan, pengantar stud iIlmu Qira’at. Terj. Aunur Rafiq El-Mazani,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2005), hlm 214
Qira‟at, akan tetapi adanya kitab yang di susun Abu „Ubaid telah
mempopulerkan ilmu Qira‟at itu sendiri dibandingkan dengan kitab- kitab
sebelumnya. Abdul Hadi al-Fadli menyatakan bahwa orang yang pertama
kali menyusun Ilmu QIra‟at afalah Yahya bin Yu‟mar(90 H) murud dari
Abu Aswad ad-Du‟ali. Hal ini senada dengan pernyataan Ibnu „Athiyah
yang menyebutkan bahwa Abdul Malik bin Marwan telah memerintahkan
untuk melaksanakan proses pemberian tanda baca pada Al-Qur‟an.
Disamping itu Hajjaj bin Yusuf bin al-hakam al-Tsaqafi juga memberikan
kontribusi dalam penyusunan ilmu Qira‟at yaitu dengan membagi al-
Qur‟an dalam bentuk hizb. Al-Hasan bin Yu‟mar juga memberikan
pengaruh dengan menyusun kitab yang membahas tentang perbedaan
pendapat mengenai periwayatan Qira‟at yang sesuai dengan syakal.

Proses pengkodifikasian ilmu Qira‟at ini telah memakan waktu


yang cukup lama sampai pada masa Abu bakar ahmad bin Musa bin al-
Abbas bin Mujahid (324 H) yang menyederhanakan bacaan dari imam-
imam paling berpengaruh di setiap negri islam, terpilihlah tujuh imam
yang mewakili setiap daerah, yaitu ;

1. Madinah : Imam Nafi‟ bin Abi Nu‟aim al-Ashfihani (169


H)
2. Makkah : Abdullah bin Katsir al- Makki (120 H)
3. Bashrah :Abu „Amr al-Bashri (154 H)
4. Syam : Abdullah bin „Amr al-Syami (118)
5. Kufah : „Ashim bin Abi al-Najud (127 H)
6. Kufah : Hamzah bin Habib al-Zayat (156 H)
7. Kufah : „Ali bin Hamzah al-KIsa‟I (198 H)

Dan para perawi ini dapat dilihat pada karya al-Dani yang
berjudul al-Taisir, dan para rawi yang di sebutkannya adalah sebagai
berikut :

1. Dari Imam Nafi‟ : Qalun dan warsy


2. Dari Imam Ibnu Katsir : qunbul dan Al-bazzi
3. Dari Imam Abu „Amr : Al-Duri dan Al-Susi
4. Dari Imam Ibnu „Amir : Hisyam dan Ibnu Dzakwan
5. Dari Imam „Ashim : Syu‟bah dan hafs
6. Dari Imam Hamzah : khalaf dan khalad
7. Dari Imam al-Kisa‟I :Abu al-harits dan Duri al-Kisa‟i

C. Nama-Nama Kitab Qira‟at, karya dan spesifikasinya

Berikut merupakan nama-nama buku ilmu Qira‟at dari abad yang ke-2 H

1. Kitab Al-Qira‟at

Kitab ini di karang oleh Abu „Ubaid al-Qasim ibn Sallam yang lahir di
kota Baghdad tahun 151H dan wafat pada 224 H. kitab ini mengangkat
sebanyak 25 qira‟at, termasuk di dalamnya qira‟at sab‟ah dan qira‟at
syadzdzah. Kitab ini menjadi inspirasi bagi tumbuh kembangnya kajian
terhadap qira‟at. Kitab ini tidak terlepas dari peran guru-gurunya, yang
dijadikan rujukan oleh Abu „Ubaid baik secara ardh maupun sima‟i. menurut
al-Dani(444 H) antara lain Al-Kisa‟I, sujak bin Abd nashr, Isma‟il bin ja‟far,
hajjaj bin Muhammad, Abi Mushir dan Hisyam bin „Ammar.

2. Kitab Al-Sab‟ah fi al-Qira‟at

Kitab ini di tulis oleh Imam al-Hafiz Abi Bakr Ahmad bin musa bin al-
Abbas bin Mujahid al-Tamimi al-Bahdadi (324 H) di terbitkan oleh dar al-
Ma‟arif, mesir dengan 788 hal.

Factor yang mendorong Ibnu Mujahid menulis kitab Al-Sab‟ah fi al-


Qira‟atadalah banyak nya ragam bacaan pada masa itu, yaitu berkisar antara
30-50 bacaan. Oleh karena itu ia khawatir akan timbul distorsi terhadap
pengucapan para pembaca, karena perbedaan kemampuan pada mereka. Selain
itu juga di temukan adanya sebagian dari mereka yang mengandalkan bacaan
syadz (menyimpang) di luar bacaan-bacaan mushaf Utsmani. Adapun tujuan
dari di karangnya kitab ini adalah sebagai penjelas terhadap perbedaan bacaan-
bacaan yang ada beserta imamnya satu persatu dengan menyebutkan nisbtnya
masing-masing hingga sampai kepada Rasulullah.
Melalui karya ini, Ibnu Mujahid ingin mendeklarasikan istilah Qira‟ah
sab‟ah sebagai qira‟at yang di riwayatkan oleh tujuh imam qira‟at. Kendatipun
Ibnu Mujahid hanya membatasi pada qira‟at tujuh saj, tidak berarti dia
meninggalkan qira‟at yang lain. Pemilihan hanya pada qira‟at tujuh saja,
menurut Ibnu jinni karena qira‟at tujuh merupakan qira‟at yang paling
mahsyur di masing-masing wilayah, sementara qira‟at lainnya tidak popular
dan minat masyarakat menurun.

3. Mukhtasar fi syawadz Al-Qur‟an min al-Kitab al-Badi

Kitab ini merupakan karangan dari Hasan bin Ahmad ibnu Khalawih
bin Hamdan, menmpunyai nama kunyah Abu „Abdullah al-Nahwi al-Lughawi.
Ulama yang ahli dalam bidang nahwu dan bahasa ini menghabiskan masa
kecilnya di kota Hamdan kemudian pada tahun 314 H pindah ke Baghdad
untuk berguru Qira‟at kepada Ibnu Mujahid dan Ibnu al-Ambari

Kitab ini merupakan ringkasan dari al-Badi fi al-Qur‟an al-Karim dan


al-Hawasyi fi al-Qira‟at. Manhaj yang di tempuh dalam kitab ini adalah
memaparkan beberapa qira‟at syadzah pada tiap-tiap ayat yang di dalamnya
terdapat qira‟at syadzah. Dalam kitab ini juga di sebutkan nama surat dan
nomor ayatnya pada bagian pinggir. Selain itu di jelaskan pada makna-makna
qira‟at jika ada perbedaan makna dan kadang dilakukan tarjih terhadap makna-
makna tersebut untuk menentukan pendapat yang lebih unggul.

4. Al- Hujjah lilqira‟ al-Sab‟ah

Kitab ini merupakan karangan dari al-Iman Abu „Ali al-Hasan bin
ahmad bin Abdul al-Ghaffar bin Muhammad bin Sulaiman al-Farisi(377 H).
Latara belakang pendidikan beliau di mulai dengan menuntut ilmu di negrinya
sendiri. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Baghdad dan Syam
dan menghabiskan sisa hidupnya di Tharblus (Tripoli).

Dalam mempelajari ilmu qira‟at Abu „Ali al-Hasan bin Ahmad bin
Abdu al-Ghaffar berguru kepada ibnu mujahid, hal ini dapat di lihat pada
pernyataan Abu „Ali al-Farisi dalam pendahuluan kitab al-Hujjah nya yang
menyatakan bahwa kitabnya berisi tentang bacaan qira‟at yang telah di
tetapkan dalam kitab ibnu Mujahid yang lebih di kenal dengan qira‟at ahlu
amsar di Hijaz, Iraq, dan Syam.

Kitab ini di tulis sebagai bentuk respond an dukungan terhadap bacaan-


bacaan qira‟at sab‟ah yang telah di tetapkan oleh Ibnu Mujahid. Pernyataan
Abu „Ali al-farisi menyajikan pembahasan tentang qira‟at dengan berdasarkan
pada ayat-ayat Al-Qur‟an, hadis Nabawi, amtsal „Arab, dialek-dialek Arab dan
perkataan dari bangsa arab itu sendiri.

5. Al-Tafsir fi al-Qira‟at al-Sab‟

Kitab Al-Tafsir fi al-Qira‟at al-Sab merupakan karya dari al-Imam al-


Allamah al-Hafiz Abu „Amr „Utsman bin Sa‟id al-Dani (444 H). Abu „Amr al-
Dani merupakah tokoh yang penting dalam ilmu Qira‟at, karena telah
memberikan kontribusi yang besar dalam hal thariqah, periwayatan, penafsiran
dan makna serta I‟rab.

Pembahasan dalam kitab ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu ;

a. Bagian pertama mengkaji tentang perbedaan bacaan qira‟at sab‟ah dan


madzhab-madzhabnya. Seperti perbedaan dalam hal hokum bacaan
izhar, idgham, mad, qashar, hamzatain, fath, imalah, dan waqaf.
b. Bagian kedua mengkaji tentang perbedaan-perbedaan dalam Qira‟at
dalam hal jama‟, istisfham, khabar, khitab, dan sebagainya.
Kitab lainnya yang juga beliau karang adalah Jami‟ al-Bayan fi Qira‟at
al-Sab‟I yang membahas tentang 500 riwayat dan thariqah dari Imam
Qira‟at sab‟ah.
6. Al-Unwan fi al-Qira‟at al-Sab‟i
Kitab ini merupakan karya dari Abi Thahir Isma‟il bin Khalaf bin
Sa‟id bin Imran al-Anshari al-Andalusi (455 H).
Dalam kitab ini Abi Thahir menyebutkan tentang gaya bahasa (ushlub)
dari segi kemukjizatan Al-Qur‟an dan membuat sebuah ringkasan
sanad yang terdapat pada kitab qira‟at lainnya pada masa itu. Selain
itu, Abi Thahir juga menjelaskan metode ilmu Qira‟at yang di
tuliskannya pada bagian pendahuluan kitab ini.
Kitab ini terbagi menjadi dua bagian, yang pertama membahas
tentang perbedaan bacaan Qira‟at Sab‟ah. Seperti perbedaan dalam hal
mad, qasr, hamzatain, idzhar, idgham, fath, dan imalah. Dan bagian kedua,
membahas tentang perbedaan dalam hal farsy al-Huruf.

7. Al-Iqna‟ fi al-Qira‟at al-Sab‟i


kitab ini di karang oleh al-Imam Ahmad bin „Ali bin Ahmad bin
Khalaf al-Anshari atau yang lebih di kenal dengan Ibnu al-Badzisy.
Menurut al-Jazari Ibnu al-Badziy merupakan seorang guru besar yang
telah mengarang kitab Al-Iqna‟ fi al-Qira‟at al-Sab‟i sebagai kitab terbaik.
Kitab ini di mulai dengan bagian pendahuluan yang menyajikan
bab tentang penjelasan Qira‟at sab‟ah dan menyebutkan 14 riwayat
masyhur beserta dengan sanad dari masing-masing riwayat yang sampai
kepada Rasulullah SAW. Bab selanjutnya menjelaskan tentang idgham,
imalah, hamzah, mad, waqaf, ra‟, lam, dan perbedaan bacaan para imam,
kemudian disebutkan farsy al-Huruf nya. Kitab Al-Iqna‟ fi al-Qira‟at al-
Sab‟I di anggap sebagai revisi syarh dan pelengkap terhadap kitab al-Taisir
karya al-Dani.
8. HIrz al-Amani wa Wajh al-Tahani
Kitab HIrz al-Amani wa Wajh al-Tahani atau yang lebih di kenal
dengan Al-Syathibiyyah atau allamiyah merupakan karya dari Imam al-
Qasim bin Firruh bin Khalaf al-Syathibi,
Imam al-Qasim bin Firruh bin Khalaf al-Syathibi,juga di kenal
sebagai ulama hadis, tafsir dan bahasa. Meskipun di lahirkan dalam
keadaan buta, tetapi Al-Syathibi dikenal sangat cerdas. Bahkan salah satu
sumber menyebutkan bahwa ia sering tampil melebihi kebanyakan orang
yang normal penlihatannya. Pola hidupnya sangat sederhana, pendiam dan
selalu dalam keadaan suci.

Kitab ini termasuk salah satu karya terbaik dalam ilmu Qira‟at,
karena kitab ini menghimpun riwayat imam Qira‟at sab‟ah yang
mutawatir. Tujuan di tuliskannya kitab ini adalah untuk memudahkan
mempelajari ilmu Qira‟at. Kitab ini memiliki 1173 bagian. Yang
menjadikan rujukan utama dari kitab ini adalah kitab al-Taisir karangan
Abu „Amr „Utsman bin Sa‟id al-Dani.
9. An-Nasyr fi al-Qira‟atul-„Asyr
An-Nasyr fi al-Qira‟atul-„Asyr merupakan kitab karya Ibnu al-
Jazari. Dalam kitab ini penyusun menghimpun riwayat-riwayat dan
metode yang dilakukan secara mutawatir serta menyebutkan sanad yang
bersambung. Kitab ini merupakan jejak yang sangat berharga dalam ilmu
Qira‟at karena memuat jalur periwayatan di dalamnya.
Kitab ini berisi tentang Qira‟at „Asyrah dan berbentuk Nazam serta
menggunakan Musthalahat al-Syathibi untuk memudahkan setiap orang
dalam memahami kaidah-kaidah dalam qira‟at „Asyr. Nazam dalam kitab
ini berbentuk Bahr al-Rijzi, dengan sedikit lafaz akan tetapi mengandung
banyak makna, yang didalamnya berisi kumpalan thariqah-Thariqah para
Qurra‟ beserta periwayatannya. Kitab ini mengutip thariqah syatibiyyah
dan kitab al-Taisir karangan Abu „Amr al-Dani. Dalam kitab ini
dicantumkan pula kelamahan pada kedua kitab itu baik dari segi bacaan,
periwayatan serta metode. Nazam dalam kitab ini mencapai 1000 bait yang
kemudian disyarahkan oleh Abu al-Qasim al-Nawiri.
10. Ghayat al-Nihayah fi Thabaqat al-Qura‟

Kitab ini merupakan karya Syams al-Din Abu al-Khair Muhammad


bin Muhammad bin al-Jazari (833 H) seorang ahli Qira‟at pada zamannya.
Didalam kitab ini pengarang juga menyebutkan kitab-kitab lainnya yang
membahas permasalahan qira‟at yang sama, diantaranya kitab al-Taisir,
kitab Jami‟ al-Bayan karya al-Dani dan beberapa kitab lainnya.

11. Ithaf fadla‟ al-Basyrbi al-Qira‟at al-arba‟ah „Asyarah

Penulis kitab ini adalah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin
Abdu al-Ghani yang sering di juluki dengan Syihab al-Din dan ia juga
terkenal dengan nama al-Bina al-Dhimiyati. Ia dilahirkan di DImyath.
Kitab ini membahas tentang :

a. Pengenalan terhadap ilmu Qira‟at. Pada bagian ini penulis


menjelaskan tentang pembagian Qira‟at. Kemudian ia juga
mengenalkan tentang ulama Qira‟at yang 14 beserta riwayat dan
Thariqahnya dan menyebutkan sebab di nisbatkannya bacaan
QIra‟at kepada imam-imam tersebut.
b. Rasm Utsmani dan kaidah-kaidahnya, serta segala sesuatu yang
berkaitan dengan kaidah rasm, dan
c. Penjelasan dasar-dasar ilmu Qira‟at.
BAB III
D. Penututp

proses perkembangan ilmu Qira‟at menjadi dua priode, yaitu : pertama,


periode riwayat syafawiyyah (periwayatan melalui lisan) Kedua, periode
pembukuan ilmu qira‟at

Masa penyusunan ilmu Qira‟at dimulai pada masa pertumbuhan yaitu


pengkodifikasian ilmu Qira‟at dengan menghimpun riwayat tanpa adanya
penyaringan kualitas terhadap periwayatan tersebut dan masa kematangan
yang dimulai dengan munculnya para ulama yang mulai menghimpun kitab
qira‟at.

Dan pada abad ke-2 qira‟at mulai menjadi sebuah disiplin ilmu mandiri
karena banyak peminat yang ingin mempelajarinya. Hingga pada abad ke-3
pengkodifikasian ilmu qira‟at dimulai oleh Abu „Ubaid al-Qasim bin Sallam
(224H) yang menghimpun qira‟at dari 25 orang perawi ini dalam sebuah buku
yang berjudul al-Qira‟at . Dan selanjutnya muncul seorang tokoh yang
mempelopori Imam qira‟at menjadi tujuh orang, ia adalah Ibnu Mujahid, yang
menyederhanakan imam qira‟at dan menulisnya dalam sebuah buku “al -
Sab‟ah”. Dan setelahnya banyak ulama‟ yang memberikan pendapat lain
sehingga dapat kita temukan qira‟at khamsah, qira‟at „asyr dan lain sebagainya
Daftar pustaka

Abu Syahbah, Muhammad bin Muhammad, Al madkhol li Dirosati al-Quran al- Karim,
(kairo, Maktabah Sunnah, 2002)

Al-Dani, Imam Abi „Amru Utsman bin Sa‟id, Al-taisir fi Qiro‟at Sab‟ah, (Bairut:Dar al-Kitab
al-Arobi, cet. Ke-2, 1984)

Al-Hafidz al-„Ilmi, Kholid Muhammad,al-Manhu al-Ilahiyyah fi Jam‟I al -Qira‟atal-Sab‟a


min Thariq al -Syatibiyyah, (Madinah: Maktabah Dar al-Zaman,cet. 1, 1998)

Kahhalah, Umar Ridha, Mu`jam al Mu`allifiin wa Taraajim MushannifinAl kutub Al


`Arabiyyah, (Beirut Daar Ihyaa at Turats al `Arabi,tth) jilid 1

Widyawawti, Romlah dkk. Ilmu Qiro’at 1. (Ciputat: IIQ Press,2015)

Thohir, Abi, al-Unwan fi al-Qiro‟at as-Sab‟a, (Saudi: Jami‟ah Ummul Qura)

Zarkasy, Al-Burhan fi Ulum al-Qur‟an, (Kairo: Dar at-Turats)

Anda mungkin juga menyukai