Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU QIRO’AT

Penyusun:
1. Mochammad Royhan Maulana
2. Hasanah Lillah Mudawwamah
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Kata kunci: Pengetahuan, keterampilan, dan sikap
Capaian pembelajaran yang hendak dicapai dari kajian
tentang “Sejarah Perkembangan Ilmu Qiro’at” yaitu:
1. Mahasiswa dapat memahami kajian tentang
Sejarah Ilmu Qiro’at.
2. Mahasiswa memiliki keterampilan kerja
menerapkan konsep tentang Ilmu Qiro’at.
3. Mahasiswa memiliki sikap berupa rasa percaya diri
dan dapat mengamalkan ilmu yang didapat dalam
kehidupan sehari-hari.

B. INDIKATOR KETERCAPAIAN PEMBELAJARAN


Kajian tentang Sejarah Perkembangan Ilmu Qiro’at
dikatakan tuntas ketika mahasiswa sudah mencapai
indiaktor-indikator tersebut:
1. Memahami tentang konseptual Sejarah
Perkembangan Ilmu Qiro’at
2. Terampil dalam menerapkan tentang konseptual
Ilmu Qiro’at
3. Memiliki sikap yang relevan dengan Ilmu Qiro’at

1
C. MATERI PEMBELAJARAN TENTANG SEJARAH
PERKEMBANGAN ILMU QIRO’AT.

A. Perkembangan Ilmu Qira’at


Terdapat perbedaan pendapat tentang waktu mulainya di
turunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal ini, yaitu
pertama ada yang mengatakan qira’at mulai di turunkan di
Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an. Alasannya adalah
bahwa Sebagian besar surat-surat yang terdapat pada Al-Qur’an
itu di turunkan di Makkah atau makkiyah dan dimana terdapat
juga di dalamnya qira’at yang terdapat pada surat-surat yang di
turunkan di Madinah atau madaniyah. Maka dari itu menunjukkan
bahwa qira’at ini sudah mulai turun di Makkah.
Kedua, ada juga yang mengatakan qira’at mulai di
turunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana sudah
mulai banyak orang yang masuk Islam dan saling berbeda
ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh
hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab
shahihnya, demikian juga Ibnu Jarir ath-Thabari dalam kitab
tafsirnya. Isi hadits tersebut menunjukkan tentang waktu
dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf ialah
sesudah hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar yang disebutkan
dalam hadits tersebut terletak di dekast kota Madinah.
Masing-masing pendapat ini mempunyai dasar yang kuat,
namun dua pendapat itu dapat kita kompromikan, bahwa Qiraat

2
memang mulai di turunkan di Makkah bersamaan dengan
turunnya al-Qur’an, akan tetapi ketika di Makkah qira’at belum
begitu di butuhkan karena belum adanya perbedaan dialek, hanya
memakai satu lahjah yaitu Quraisy. Qira’at mulai di pakai setelah
Nabi Muhammad di Madinah, dimana mulai banyak orang yang
masuk Islam dari berbagai qabilah yang bermacam-macam dan
dialek yang berbeda.1
Terlepas dari perbedaan di atas, pembahasan tentang masa
kodifikasi ilmu qira’at berarti membahas sejarah perjalanan ilmu
qira’at. Perjalanan sejarah ilmu qira’at terbagi atas beberapa fase,
yaitu:
1. Pada Masa Rasulullah dan Sahabat
Periode pertama ini ialah periode perkembangan qira’at.
Orisinilitas Al-qur’an yang sangat terjaga tidak lepas dari proses
turunnya Al-qur’an yang secara gradual bukan langsung
keseluruhannya sehingga mempermudah umat dalam memahami
dan menghafalkannya. Secara talaqi Rasulullah mendapatkan
wahyu dari Jibril, begitu pula Rasul menyampaikannya kepada
para sahabat yang di hafal dengat sangat cermat dan sempurna,
apalagi dengan garansi dari Allah yang akan menjaga Al-qur’an
sendiri. Dan dalam masa penurunan al-Qur’an ini meski
disandarkan pada hafalan yang kuat milik Rasul dan sahabatnya,
selain para sahabat terkadang menuliskan hafalannya pada daun
atau pelepah dan lainnya, Rasul juga menunjuk beberapa sahabat
yang dapat membaca dan menulis untuk menjadi sekretaris

Zainal Mustopa, “Perkembangan Ilmu Qira’at”, Makalah, Februari 2015.


3
wahyu atau katibul wahyi yang bertugas melakukan dokumentasi
al-Qur’an dalam sebuah catatan dan melakukan pengecekan
antara dokumentasi satu dengan yang lainnya.
Dengan menyebarnya Islam di jazirah Arab maka al-Qur’an
berhadapan dengan pluralistik dalam sistem linguistik bangsa
Arab, karena setiap kabilah akan memiliki dialek atau lahjat sendiri
dalam pengucapan Bahasa kesehariannya. Seperti yang terjadi
pada suku Tamim yang sering menggunakan vocal “e”, lalu suku
Hijaz yang cenderung melunakkan pelafalan huruf hamzah.
Namun meski bangsa Arab memiliki banyak suku dan bahasa,
mereka memiliki kesepakatan untuk menggunakan bahasa
Quraisy sebagai bahasa bersama, baik dalam hal perdagangan
ataupun berhaji mengunjungi masjidil haram, juga interaksi antar
suku. Maka Allah menurunkan Al-qur’an pada awalnya dengan
bahasa Quraisy yang menjadi bahasa umum bagi bangsa Arab.
Terlepas dari itu, sejak aawal Nabi Muhammad telah
menyadari keadaan masyarakat bangsa Arab, setiap kabilah
memiliki dialek Bahasa yang sangat khas dan berbeda dengan
kabilah yang lain. Sehingga Nabi memohon kepada Allah SWT
agar tidak menurunkan Al-Qur’an dengan satu huruf saja.
Permintaan tersebut dapat kita ketahui melalui sabda beliau;
“Dari Ubay bin Ka’ab dia berkata ; Rasulullah SAW menjumpai Jibril
AS sembari berkata, “Wahai Jibril, alu telah diutus kepada sebuah
umat yang ummiy (buta aksara). Di antara mereka ada yang lanjut
usia, hamba sahaya lelaki maupun perempuan, dan orang yang
sama sekali tidak mengenal aksara”. Maka Jibril berkata; “wahai
Muhammad, sesungguhnya Al-Qur’an itu di turunkan tujuh huruf”.

4
Hadits di atas menjelaskan bahwa turunnya Al-Qur’an
dengan tujuh huruf tersebut merupakan sebuah kemudahan dari
Allah, dan di harapkan dapat menampung ragam bacaan kabilah-
kabilah bangsa Arab. Para ulama’ berbeda pendapat dalam
menjelaskan makna tujuh huruf tersebut. Menurut imam As-
Suyuthi makna tersebut tidak kurang dari 40
2
penafsiran Diantaranya adalah Tujuh Bahasa dari Bahasa-bahasa
yang terkenal di kalangan bangsa Arab, yaitu Bahasa Quraisy,
Huzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanat, Tamim, dan Bahasa Yaman 3.
Dengan adanya ragam huruf yang di turunkan tersebut hal
itu sangat membantu kabilah bangsa Arab. akhirnya setiap kaum
atau kabilah diizinkan untuk menggunakan bacaan yang menurut
mereka mudah sebagaimana yang telah mereka gunakan seperti
biasanya, baik dari segi idhar, idhghom, imalah, isymam, hamzah,
mad,dan lainnya. Dan keseluruhan ini sanadnya disandarkan pada
nabi Muhammad dan telah dikumpulkan oleh Utsman dalam
sebuah mushaf. Maka pada dasarnya ilmu qira’ah ini sudah ada
sejak zaman Rasulullah, hanya saja terbatas pada para sahabat
yang menekuni bacaan tersebut mempelajarinya hingga
mengajarkannya. Dengan keingintahuan sahabat akan ayat yang
turun selanjutnya mereka menghafalkannya hingga
membacakannya di hadapan Nabi untuk disimak.
Beranjak ke dalam perkembangan qiro’at pada masa
sahabat ini tidak bisa lepas dari awal pengumpulan al-qur’an
2
Ahmad Fathoni, Kaidah Qiraat Tujuh, Jilid I (Jakarta: Institut PTIQ dan
Institut IlmuAl-Qur’an ( IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press, 2005) hal. 3.
3
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. Aunur Rafiq
El-Mazni, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006) hal 197.
5
untuk dkumpulkan dan dibukukan dalam sebuah mushaf pada
zaman Abu Bakar dan Utsman. Setelah rasulullah wafat, banyak
orang munafik yang mengaku sebagai nabi palsu sehingga Abu
Bakar memerangi para nabi palsu dan orang-orang yang murtad,
sehingga terjadilah perang yang disebut perang yamamah yang
menyebabkan banyak para penghafal Al-quran yang berguguran
di medan perang, yaitu sekitar 70 sahabat penghafal Al-Qur’an
yang telah gugur. Setelah kejadian tersebut Umar bin Khattab
mempunyai keinginan untuk mengkodifikasi Al-qur’an didalam
satu mushaf demi menjaga supaya tidak hilang bersama gugurnya
para penghafal quran. Namun hal ini belum disetujui oleh Khalifah
Abu Bakar pada saat itu, karena merasa itu tidak diajarkan oleh
Rasul, tetapi Umar bin Khattab pun menjelaskan tujuan
keinginannya ialah agar terjaga kemurnian Al-quran, sehingga
Allah pun membukakan hatinya, bahwa hal ini merupakan pilihan
terbaik. Kemudian dimulailah pengumpulan ayat Al-qur’an ini
dengan menjadikan Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin. Karena ia
juga pernah menjadi sekretaris wahyu Rasulullah, dan termasuk
memiliki hafalan yang kuat dan dibantu oleh bebrapa sahabat
lainnya seperti; Ubay bin Ka’ab, Ibnu Mas’ud, Utsman, ‘Ali,
Thalhah, Huzaifah al-Yaman dan sahabat lainnya.
Dengan proses yang ketat dan cermat akhirnya
tersusunlah al-qur’an yang mencakup semua jenis qiroat.
Kemudian Al-quran tersebut disimpan dikediaman Abu Bakar
hingga beliau wafat. Setelah Abu Bakar wafat, Al-qur’an tersebut
dijaga oleh Umar bin Khattab. Di masa Umar, mushaf itu di
perintahkan untuk disalin ke dalam lembaran (shahifah). Umar

6
tidak mengganti lagi shahifah itu, karena memang hanya utnuk
dijadikan sebagai naskah orisinal, bukan sebagai bahan hafalan.
Setelah itu, mushaf di serahkan kepada Hafshah, istri Rasulullah.
Pada saat itu semua memahami perbedaaan pada qiro’at
Al-qur’an karena mereka meyakini bahwa semua bersumber dari
Rasulullah. Namun, tidak dapat dipungkiri bagi sebagian umat
muslim yang tidak hidup pada zaman Rasululah mulai merasa
terusik jiwanya dengan perbedaan qiroat tersebut. Kondisi pun
mulai parah ketika mereka mulai memperdebatkan dan saling
menyalahkan. Kejadian ini memicu khalifah Utsman untuk
membuat satu mushaf yang akan menjadi rujukan utama kaum
muslim. Dan mushaf ini akan mereprentasikan perbedaan qiro’at.
Sehinga mushaf ini akan berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang
mencakup keseluruhan qiro’at. Kemudian dibentuklah sebuah tim
yang akan menyusun mushaf yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Said bin Al-ash dan Abdurrahm bin Al-harits. Dengan
meminjam mushaf pada masa Abu Bakar kepada Hafshah putri
Umar untuk dijadikan sebagai panduan dalam pembukuan Al-
quran. Kemudian telah disepakati mushaf akan ditulis dalam
bahasa pertama kali turunnya Al-quran yaitu bahasa Quraisy,
selama tidak ada perbedaan presepsi antar anggota tim. 4
Pembukuan Al-qur’an ini pun menghasilkan beberapa
mushaf yang dinamai sebagai mushaf utsmani. Jika mushaf Abu
Bakar mencakup seluruh Qiro’at, berbeda dengan mushaf
utsmani yang hanya mencakup satu wajah qiroat saja. Dengan
adanya mushaf ini, diharapkan tidak ada peselisihan lagi didalam

4
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara, hal. 51
7
masalah perbedaan Qiro’at apalagi sampai saling mengkafirkan
satu sama lain. Mushaf Utsmani tersebut di tulis menjadi lima
eksemplar, meskipun ada yang menyebutkan tujuh eksemplar.
Khalifah Utsman mengirim mushaf-mushaf tersebut beserta guru
ahli qira’at Al-Qur’an. Diantara kota yang menerima mushaf
tersebut adalah; Makkah sebagai arsip negara, Syam (Damaskus)
beserta al-Mughirah bin Abi Syihab, Basrah beserta ‘Amir bin ‘Abd
al-Qais, Kufah beserta Abu ‘Abdirrahman al-Sulami dan Madinah
dengan Zaid bin Tsabit. Pendistribusian mushaf ke banyak
kawasan inilah yang menjadi faktor utama terbentuknya
madzhab-madzhab qiro’at di beberapa kawasan Islam. Dan
menjadi cikal bakal lahirnya imam qiro’at yang dipopulerkan oleh
Ibnu Mujahid sebagai imam qiro’aat sab’ah.

3. Kodifikasi Qiro’at Sebagai Sebuah Ilmu


Periode pembukuan qira’at dimulai sejak Abu Aswad
melakukan upaya pemberian tanda baca. Periode ini berlangsung
dari tahun 60 H sampai tahun 255 H. 5 Sejak tahun itu, ulama mulai
menaruh minat melalukan pembukuan terhadap qira’at al-Qur’an
yang diawali dari tahap pertumbuhan, kemudian mulai mengalami
masa kematangan dan menjadi salah satu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri pada abad kedua hijriyah (generasi tabi’in). Seorang
ulama yang diduga pertama kali membukukan qira’at dan
menghimpunnya menjadi salah satu buku adalah Abu ‘Ubaid al-
Qasim bin Sallam (W. 224 H) dalam karyanya al-Qira’at. Di dalam

5
Nabil bin Muhammad Ibrahim, Ilm al-Qira’at: Nasy’atuhu, Athwaruhu,
Atsaruhu Fi al-Ulum asySyar’iyah, hal 99
8
kitab ini, Abu ‘Ubaid mengangkat qira’at yang diriwayatkan oleh
25 imam termasuk di dalamnya imam qira’at tujuh. 6
Namun ada juga sebagian ulama yang yang menyatakan
bahwa orang yang diduga pertama kali membukukan qira’at
adalah Yahya bin Ya’mar (W. 90 H) salah seorang murid Abu
Aswad ad-Du’ali, namun dalam karyanya tidak menghimpun
macam-macam perbedaan bacaan dan lebih fokus pada
pemberian harakat. Sejak saat itu, ilmu qira’at terus mengalami
perkembangan menyusul berikutnya adalah Abdullah bin ‘Amir
(W. 118 H), Aban bin Tsaghlab (W. 141 H), Abu ‘Amr (W. 156 H),
Hamzah azZayyat (W. 156 H) dan lain sebagainya. 7 Ulama lainnya
yang mulai menjadikan qira’at sebagai cabang tersendiri dalam
‘ulum al-Qur’an di antaranya adalah Abu Syamah ad-Dimasyqi (W.
665 H).
Pada abad kedua hijriyah, lahirlah ahli-ahli qira’at
bimbingan shahabat, di antaranya Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’ (W.
130 H), Nafi’ bin Abdurahman (W. 169 H) - qurra’ wilayah
Madinah-, Ibn Katsir ad-Dary (W. 120 H), Humaid bin Qais al-A’raj
(W. 123 H) –qurra’ wilayah Mekah-, Abdullah alYahshubi atau Ibn
‘Amir (W. 118 H) –qari’ dari Syam-, Abu ‘Amr (W. 154 H) –qari’ dari
Bashrah-, ‘Ashim al-Jahdari (W. 128 H), ‘Ashim bin Abi an-Najud
(W. 127 H), Hamzah bin Hubaib Az-Zayyat (W. 188 H), Sulaiman al-
Masy (W. 119 H) –qurra’ dari Kufah-. Di masa tabi’in inilah masa
keemasan dan kematangan disiplin ilmu qira’at berlangsung.

6
Subhi ash-Shalih, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ilmi Li al-
Malayin, T.th), hal 103
7
Nabil bin Muhammad Ibrahim, Ilm al-Qira’at: Nasy’atuhu, Athwaruhu,
Atsaruhu Fi al-Ulum asySyar’iyah, hal 99-103
9
Antusias masyarakat dalam mengkaji ilmu ini sangat besar hingga
muncul ide dari Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam (W. 224 H) untuk
menulis sebuah buku yang berjudul “al-Qira’at”. Dalam karyanya
ini, ia mengangkat 25 qira’at, termasuk di dalamnya imam qira’at
sab’ah.
Karya ini semakin mempertegas lahirnya disiplin ilmu
qira’at. Usaha untuk menyusun kitab qira’at pun ditindaklanjuti
oleh Ahmad bin Jubair al-Kufi (W. 258 H) dengan menulis kitab “al-
Qira’at al-Khamsah”, Isma’il bin Ishaq al-Maliki (W. 282 H) dengan
menyusun kitab qira’at yang mengangkat 20 qira’at, termasuk di
dalamnya imam qira’at sab’ah, ath-Thabari (W. 310 H) menyusun
karya yang diberi nama “al-Jami’” dengan mengangkat kurang
lebih 20 qira’at, Abu Bakar ad-Dajuni (W. 324 H) menyusun kitab
qira’at dengan memasukkan Abu Ja’far (salah satu imam qira’at
sepuluh) dan Ibn Mujahid (W. 324 H) mengarang buku berjudul
“Kitab as-Sab’ah Fi al-Qira’at” yang mengangkat nama imam-
imam qira’at tujuh.8

Tujuh imam itu adalah :


1. Dari Madinah: Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim al-Ashfihani (w.
169 H)
2. Dari Makah: Abdullah bin Katsir al-Makki (w. 120 H)
3. Dari Bashrah: Abu ‘Amr al-Bashri (w. 154 H)
4. Dari Syam: Abdullah bin Amr al-Syami (w. 118 H)

8
Lihat Romlah Widayati, DKK, Serial Qira’at: Buku 1 Modul Pembelajaran
Ilmu Qira’at, hal 26-27
10
5. Dari Kufah: terpilih tiga imam, Ashim bin Abi al-Najud (w.
127 H)
6. Dari Kufah: Hamzah bin Habib al-Zayat (w. 156 H)
7. Dari Kufah: Ali bin Hamzah al-Kisa’i (w. 198 H) 9

Paska Kitab Sab’ah ini, ada begitu banyak kitab-kitab


qira’at yang ditulis para ulama. Berikut diantaranya yang
paling popular yaitu : al-Taysir fi al-Qira’at al Sab’i yang
diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qira’at
al-Sab’i karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi Qira’at al-‘Asyr karya
Ibn al-Jazari dan Itaf Fudala’ al-Basyar fi al-Qira’at al-Arba’ah
‘Asyara karya Imam al-Dimyati al Banna, dan masih banyak
lagi.10

4.Pengamalan Ilmu Qira’at sampai pada masa sekarang

Sedikit sekali sebelum itu, generasi muda yang


mempelajari ilmu qira’at ini. Akan tetapi pada masa sekarang,
ghirah para penuntut ilmu kembali merekah untuk mempejari dan
menguasai ilmu qira’at dengan baik. Beberapa fakta mengenai hal
ini dari berbagai kriteria di bawah ini.
a) Tersiarnya qira’at di Kawasan kaum muslimin
Al-Qur’an dicetak dalam berbagai macam Riwayat sudah
sangat nyata terjadi. Sebagian besar daerah muslim dengan
Riwayat Hafsh menyebabkan teredar luasnya cetakan AL-

9
Lihat Romlah Widayati, DKK, Serial Qira’at: Buku 1 Modul Pembelajaran
Ilmu Qira’at, hal 26-27
10
Ilmu Qira’At Al-Qur'an: Sebuah Pengantar Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-
Qur‟an dan Hadis Vol. 3, Hal. 6 M. hidayat N,
11
Qur’an Riwayat dari Imam ‘Ashim ini. Disusul oleh Riwayat
yang berbeda, yaitu mushaf Al-Qur’am dengan Riwayat Warsy
dari Imam Nafi’ yang dicetak di percetakan Al-Qur’an Raja
Fahd bin Abdul Aziz di kota Madinah, Maroko, Qatar, juga
Suriah. Sedangkan Qira’at Imam Nafi’ Riwayat Qalun dicetak
di Tunisia, Libya, dan Al Jazair. Selanjutnya di Madinah al-
Munawarah dan sudan, dicetak mushaf alquran Riwayat al-
Duri.
Mushaf-mushaf dengan berbeda Riwayat ini mempunyai
perbedaan ringan dari segi tulisan serta harakat sesuai
Riwayatnya. Bahkan untuk mencegah keraguan dan dugaan
kesalahan penulisan oleh pembaca Al-Qur’an, maka pihak
percetakan menuliskan jenis qira’at maupun Riwayat pada
kedua belah sisi sampul.

b) Kaset Rekaman
Islam memanfaatkan teknologi informasi yang semakin
canggih ini untuk kemajuan da’wah Islamiyah, salah satunya
adalah dengan rekaman dalam bentuk kaset-kaset Al-Qur’an
yang memuat suara para qari dengan berbagai macam qira’at.
Rekaman Al-Qur’an Riwayat Imam Hafsh sudah banyak
direkam oleh ratusan qari’. Sedangkan Riwayat Warsy
direkam oleh syaikh Mahmud Khalil al-Hushari dan beberapa
qari lainnya. Lalu Riwayat Qalun Muhammad Busininah dan
suara Syaikh Ali bin Abdurrahman al-Huzaifi. Sedangkan
riwayat al-Duri direkam dengan suara Ali bin Abdurrahman al-
Huzaifi dan Mahmud Khalil al-Hushari.
Bacaan Al-Qur’an qira’at sab’ah pun direkam dalam
bentuk CD dan aplikasi komputer lainnya dengan suara Syaikh
Ibrahim al Jarmi, serta diterbitkannya ensiklopedi dalam ilmu
Tajwid berdasarkan qira’at Imam ‘Ashim riwayat Hafsh
12
thariqah Syatibiyyah yang ditulis oleh Dr. Muhammad Khalid
Manshur. Fakultas Ilmu Al-Qur’an di Universitas Madinah.
Beliau juga dengan memakai metode pengajaran yang baik
telah menyusun ensiklopedi qira’at sepuluh yang direkam
dalam bentuk kaset .

c) Kepedulian Lembaga dan Fakultas terhadap Ilmu Qira’at


Berdirinya pusat-pusat pembelajaran qira’at di berbagai
tempat wilayah muslimin, menghidupkan dan menjaga
Kembali ilmu qira’at ini dengan dipelajari melalui cara talaqqi
dan musafahah. Berikut diantaranya Lembaga dan fakultas
yang berfokus pada ilmu qira’at yaitu:
1. Ma’had al Qira’ah di Kairo Mesir. Pada tahun 1946 M/1365
H, ma’had ini didirikan dengan mempelajari qira’at
sepuluh dari thariq syatibiyyah dan ad-Durrah serta thariq
al-Thayyibah.
2. Kulliyah Al-Qur’an berdiri di Madinah al-Munawarah pada
tahun 1394 H. Selain qira’at sepuluh melalui thariq
syatibuyyah dan al-Durrah dipelajari, ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan Al-Qur’an seperti materi tafsir pun
dipelajari disini.
3. Jami’ah Al-Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman di Sudan yang
berdiri pada tahun 1990 M/1410 H. Lembaga ini tidak
hanya mengajarkan qira’at sepuluh dan ulumul Qur’an,
tetapi mengajarkan juga ilmu-ilmu syari’at islam.
4. Kuliah Tinggi Al-Qur’an di Yaman yang bangun pada tahun
1994 setingkat strata satu dan memberikan ijazah
bersanad terhadap mata kuliah Al-Qur’an.
5. Jurusan qira’at Al-Qur’an Universitas al-Balqa’ di Yordania
yang baru dibuka pada tahun ajaran 2000/2001. Para
pelajar yang belajar di jurusan ini dapat mempelajari
13
qira’at sepuluh dari thariq syatibiyyah dan ad-Durrah.
Mereka juga akan mempelajari qira’at Syaz, i’jaz Al-Qur’an
penulisan rasm utsmani dan lain sebagainya dari ilmu-ilmu
syariat yang sangat bermanfaat bagi masa depan mereka
6. Al-Jam’iyyah al-Muhafazah di Yordania ini didirikan pada
tahun 1991 dan fokus kepada pengajaran qira’at sepuluh.
Di tempat ini juga dipelajari ilmu tajwid dan diberikannya
ijazah qira’at sepuluh atau sebagiannya.

Tidak hanya Lembaga dan fakultas saja yang focus di


bidang ilmu qira’at ini, tetapi sudah banyak dan semakin kuat
perkembangan qira’at dengan diadakannya berbagai kegiatan
Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yang memperlombakan
beberapa bacaan qira’at Al-Qur’an.11

D. RANGKUMAN
Qiro’at hakikatnya telah ditemukan pada masa Rasulullah
namun hanya sebatas para sahabat yang menekuni dan
mempelajarinya juga mengajari beberapa orang (dr) yang
berminat untuk belajar padanya. Dan pada masa sahabat,
sepeninggal Rasulullah khalifah Abu Bakar mengkodifikasikan al-
Qur’an dengan menyertakan seluruh bacaan qiro’at didalamnya.
Namun di masa setelahnya para muslimin banyak yang berdebat
tentang ikhtilaf qiro’at dan saat keadaan mulai memburuk maka
khalifah Utsman ingin membuat satu mushaf yang hanya

Khairunnas Jamal & Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at, Kalimedia, hal. 11
37-42
14
mencantumkan satu qiro’at saja supaya tidak lagi terjadi
perselisihan. Dan pendistribusian mushaf ini menyertakan para
qori yang kompeten bacaan pada mushafnya, yang disebarkan ke
beberapa distrik islam. Dan pada abad ke-2 qiro’at mulai menjadi
sebuah disiplin ilmu karena banyak peminat yang ingin
mempelajarinya. Hingga pada abad ke-3 pengkodifikasian ilmu
qiroat dimulai oleh Abu Ubaid Al-qasim bin Sallam (224 H) yang
menghimpun qiro’at dari 25 orang perawi ini dalam sebuah buku
yang berjudul Al-qiro’at. Dan selanjutnya muncul seorang tokoh
yang mempelopori imam qiro’at menjadi tujuh orang, ia adalah
Ibnu Mujahid yang menyederhanakan imam qiro’at dan
menulisnya dalam sebuah buku al-Sab’ah. Kemudian setelah itu
banyak ulama yang memberikan pendapat lain sehingga dapat
kita temukan qiro’at khamsah, qiro’at asyr dan lain sebagainya.

E. PENDALAMAN CAPAIAN MATERI

No Soal Jawaban
a B c d e
1 Siapakah penulis kitab Abdul Imam Imam Abu Al-duri
al-Budur al-Zahirah fi fatah al- Ashim Abu Al-
Qira’at al-Asyr al- Qodi Dawud harits
Mutawatirah:

2 Qiro’ah sab’ah menjadi Nafi’ ibn Ibn Ashikm Ibn Ibn Katsir

15
masyhur dipermulaan Nu’aim Amir Al- Mujahi
abad kedua Hijriah dan Khufy d
terus berkembang di
abad ketiga hijriah.
Siapakah yang
membukukan qira’ah
sab’ah tersebut?
3 Siapa pemberi tanda Ibnu Abu Abu Ibnu Imam
baca pada Al-Qur’an Katsir Aswad Huraira Mujta Nafi’
saat periode Ad- h hid
pembukuan Al-Qur’an? Duali
4 Ketika menyebarnya Hamzah Ya’kub Nafi’ ibn Abu Ibnu Amir
umat Islam ke kota- Nu’aim Amr
kota besar, maka
mereka membaca al-
Quran menurut bacaan
masing-masing imam
mereka, yang tentu
saja terdapat
perbedaan antara satu
dengan yang lain. oleh
karna itu orang-orang
madinah mengikuti
bacaan imam?
5 Siapakah imam Abu Ibnu Ibnu Ibnu Hamzah
pertama yang `Ubaid Al- Katsir Amr
menuliskan ilmu Qiro’at Al jazari

16
dengan menghimpun Qasim
Qiro’at dari 25 orang bin
perawi? Salam
6 Berapakah sahabat 68 70 71 77 80
yang gugur dalam
perang yamamah?
7 Seorang ulama yang Al- al- Al- Taisir Al- An-nasyr
bernama Abu Ubaid Al- Qiro’at Sab’ah Umm Fi Qiro’at
qasim bin Sallam Al-Asyr
mengkodifikasikan ilmu
Qiro’at dengan
menghimpun qira’at
dari 25 orang perawi
dalam bukunya yang
berjudul?
8 Lembaga ini berdiri Kulliyah Kuliah Ma’had Jam’iy Al-
pada tahun 1994 Al- tinggi Al- ah Al- jam’iyah
setingkat strata satu Quran di Qiroah Quran al-
dan memberikan ijazah di yaman dan muhafza
bersanad terhadap madina ilmu- h
mata kuliah Al-Quran . h ilmu
Lembaga tersebut keisla
ialah… man
9 Pada masa Abu Bakar Perang Peran Perang Peran Perang
terjadi perang yang Yamam g Uhud g Waddan
menyebabkan ah Khand Badar
banyaknya penghafal aq
17
Al-quran yang
berguguran. Perang
apakah itu?
10 Siapa yang pertama kali Abu Utsma Ali bin Zain Umar bin
mengusulkan tentang Bakar n bin Abi bin Khattab
pengumpulan atau Ash- Affan Thalib Harits
pembukuan Al-quran shiddiq

F. REFERENSI

Al-Dani, Imam Abi Amru Utsman bin Sa’id, Al-taisir fi Qiro’at


Sab’ah, (Bairut: Dar al-Kitab al-Arobi, cet. Ke-2,
1984)
Al-Hafidz al-‘Ilmi, Kholid Muhammad, al-Manhu al-Ilahiyyah fi Jam’I
al-Qira’at al-Sab’a min Thariq al-Syatibiyyah,
(Madinah: Maktabah Dar al-Zaman, cet. 1, 1998)
Al-Jazari, Ibnu, Thayyibah al-Nasyr fi al-Qira’at al-„Asyr, (Madinah:
Maktabah Dar al-Huda, 2000)
Al-Qaththan,Manna Khalil,Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Riyadh;
Mansyurat al- ‘Ashri al-Hadist, cetakan ke-2, 1990)
Al-Turmudzi,Muhammad bin „Isa, Sunan al-Turmudzi, (Bairut: Dar
Ihya Turats al-Arabi, jilid V)

18
Anwar,Rusydie, S. Thi, Pengantar Ulumul Qur‟an dan Ulumul
Hadits, (jogja: penerbit Diva, Cet. Pertama)
Assulaimani, Abdullah bin Hamid bin Ahmad,Mushtalah al-Isyarat fi
Qira’ati al-Zawaid al-Marwiyah An Tsiqat, (Disertasi)
Djunaedi, Wawan, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, (Jakarta:
Pustaka STAINU cet. Kedua 2008)
Zarkasy, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Kairo: Dar at-Turats)
Mustopa Zainal. 2015. Perkembangan Ilmu Qira’at. Makalah.
Furqoniyah, Qurota a’yun. “Sejarah Ilmu Qira’at”,
https://www.academia.edu/29489870/Sejarah_Ilm
u_Qira’at , diakses pada tanggal 28 Mei 2022 pukul
14.35

Sholihah, I. (2021). Mengenal Ilmu Qira’at dalam al-Qur’an. Jurnal


Samawat, Volume 05 (Nomor 01 Tahun 2021), hal
21-26. Diakses dari
file:///C:/Users/lenovo/Downloads/256-515-1-
SM.pdf.

Jamal, K., & Putra, A. (2020). Pengantar Ilmu Qira'at.


Yogyakarta: Kalimedia.

Noor, M. H. (2002). ILMU QIRA’AT AL-QUR'AN: Sebuah Pengantar.


Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan Hadits, 3 No. 1, 6.

Ilmu Qira’At Al-Qur'an: Sebuah Pengantar Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-


Qur‟an dan Hadis Vol. 3, Hal. 6 M. hidayat N,

19
Ahmad Fathoni, Kaidah Qiraat Tujuh, Jilid I (Jakarta: Institut PTIQ
dan Institut IlmuAl-Qur’an ( IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press,
2005) hal. 3.

Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. Aunur


Rafiq El-Mazni, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006) hal 197

20

Anda mungkin juga menyukai