NATSAR
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Nazhariyah al-Adab
Disusun Oleh:
1. Latar Belakang
Karya sastra adalah salah satu bagian dari aset budaya suatu bangsa. Bangsa berbudaya
adalah bangsa yang tidak hanya memiliki hasil karya sastra bangsanya, tetapi juga
menghargai dan memberikan apresiasi terhadap karya sastra lainnya. Sastra juga merupakan
bagian dari entitas budaya yang praktiknya tercermin dalam karya-karya sastra. Semua
kebudayaan dan peradaban di dunia mengalami suatu periode perubahan yang mendalam,
termasuk kebudayaan dan peradaban bangsa Arab dengan segala totalitasnya.
Salah satu keistimewaan bangsa Arab adalah komposisi mereka yang mempunyai perhatian
besar terhadap bahasa dan keindahan sastranya karena mereka memiliki perasaan yang
halus dan ketajaman penilaian terhadap sesuatu. Hal ini menjadi faktor utama bagi mereka
untuk mempunyai kelebihan dan kemajuan dalam bahasa dan sastra. 1
Prosa Arab tidak kalah pentingnya ditimbang dengan syi’ir, kajian terhadap prosa sastra
Arab khususnya novel dan cerpen merupakan bidang yang paling diminati oleh para
pengkaji sastra Arab karena prosa lebih mudah dipahami daripada syi`ir. Dalam prosa,
secara umum bahasanya tidak terlalu padat, mayoritas menggunakan makna pertama dan
tidak mengenal prosodi gaya lama (`arudl) yang seringkali mendahulukan objeknya karena
ada kepentingan, bahkan terkadang sampai memenggal kata demi kepentingan qafiyah
(kesesuaian akhir baris).2
Para penulis Arab telah banyak mewarnai peradaban manusia dengan keahlian dan kecakapan
khas mereka dalam bersastra. Peradaban itu berkaitan dengan term kolektif untuk
menunjukkan kondisi suatu masyarakat yang beradab. Di antara ciri-ci-ri masyarakat beradab
adalah kemampuan mengkreasi budaya dan mewujudkannya dalam entitas budaya yang
adiluhung. Dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Arab mampu mengkreasi budaya,
1 Azizah, D. N. (2020). Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab . Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam,
4(2), hal. 121
2 Kamil, S. (2006). Al-Nasr al-Adabi (Prosa Sastra Arab) Karakteristik, Jenis, dan Unsur-Unsur Intrinsik. Al-Turas, 12(1), hal.
20
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Natsar?
2. Bagaimana perkembangan Natsar?
3. Berapa banyak ragam Natsar?
4. Apa saja unsur-unsur dalam Natsar?
5. Siapa saja para prosais Arab?
3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Mampu menjelaskan maksud dari Natsar.
2. Mengetahui perkembangan Natsar.
3. Memahami ragam Natsar.
4. Menguasai unsur-unsur Natsar.
5. Mengenali para prosais Arab.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Natsar
Terdapat banyak perbedaan definisi yang dikemukan oleh para ahli sastra Arab. Akan tetapi,
perbedaan ini hanyak terletak pada bahasa penyampaiannya saja. Namun, mengenai hakikat
sebuah prosa, mereka memiliki pendapat yang sama, seperti yang dikemukakan di bawah ini :
. فهو ال يتقيد بوزن وال قافية،النثر فهو ما ليس بشعر من الكالم المصقول المنمق
"Prosa adalah ungkapan atau tulisan yang tidak sama dengan Syi'r, ia tidak terkait dengan
wazan atau qafiyah"
3
Azizah, D. N. (2020). Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab . Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam,
4(2), hal. 124
Berdasarkan defenisi di atas, maka secara umum Natsr atau prosa dibagi kedalam tiga bagian:
a) Natsar korespondensi kenegaraan atau lainnya, b) Natsar yang ada dalam buku-buku
ilmiah, dan c) Natsar sastra. Yang membedakan antara ketiganya dapat dilihat dari gaya
bahasanya, karena gaya bahasa Natsar sastra lebih banyak menggunakan bahasa saja’
(kesesuaian akhir kata dalam kalimat prosa).5
2. Periodisasi Natsar
1) Masa Jahiliyah
Prosa pada masa ini memiliki tigkat bahasa tinggi, ringkas, padat dan berisi. Emosi dan rasa
bahasa serta nilai sastranya juga tetap tinggi, dikarenakan imajinasi dan simbol yang dipakai
sangat baik dan mengenai sasaran. Jenis prosa yang telah muncul pada masa ini diantaranya
adalah: Khithobah, Rosail, Amtsal dan Hikam6. Tokoh-tokoh yang banyak memunculkan
prosa pada masa ini diantaranya adalah Qus bin Sa’ah Al-Iyyadi, Kholifah Abu Bakar,
Hani’ bin Qo-bishoh. Berikut contoh khutbah pada masa Jahiliyah, yang disampaikan oleh
Hani’ Bin Qobishoh pada Pertempuran Dziqorin. Sebelum pertempuran tersebut
berlangsung, Hani membakar semangat para pasukannya dengan perkataannya:
4
Ahmad al-Iskandari dan Musthafa> ‘Anna. al-Wasith fi al-Adaby al-‘Arabi wa Tarukhuhu. Kairo: Dar al-Ma`arif, tth), hal. 21
5 Hula, I. R. (2016). Kaidah Intrinstik Prosa Imajinatif Arab dalam Ranah Kritik Sastra. `A Jamiy Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab, 5(1), 117.
6 Ismail, I. (2013). Al-Adab wa Fununuhu Dirosat wa Naqd. Kairo: Daaru Al-Fikr Al-‘Arobiy. Hal. 10
“Wahai sekalian kaum Bakr, orang yang kalah secara terhormat lebih baik dari orang yang
selamat karena lari dari medan juang. Sesungguhnya ketakutan tidak akan melepaskan
kalian dari ketentuan Tuhan, dan sesungguhnya kesabaran adalah jalan kemenangan.”
Dalam contoh khutbah di atas terdapat ciri-ciri seperti telah disebutkan sebelumnya, yaitu:
Kalimatnya ringkas dan lafadznya jelas. Kata-kata dalam khutbah tersebut ringkas
dan padat berisi himbau-an/nasihat dari pengarang, Hani’ Bin Qo-bishoh. Kalimat
dalam khutbah ini bersifat ringkas dengan tidak menggunakan gaya bahasa seperti
dalam syair-syair Arab, juga tidak menggunakan kalimat repetisi/pengulangan serta
lafadznya jelas tidak seperti dalam syair, penuh ambigu.
Makna yang mendalam. Khutbah ini bertemakan peperangan. Makna dari kalimat
dalam khutbah tersebut sangat menyentuh, di mana pengarang menggunakan kata-
kata yang penuh semangat, demi mengobarkan semangat para pasukannya. Dengan
begitu, makna dari khutbah tersebut langsung tertuju dan tertanam dalam jiwa
masing-masing prajurit saat itu.
Mengandung sajak (berakhirnya setiap ka-limat dengan huruf yang sama). Terlihat
dalam contoh khutbah di atas bait yang berirama. Sebagian besar kalimat dalam bait
khutbah ini memiliki akhiran berhuruf ر. (Ra`). Inilah salah satu keistimewaan dalam
khutbah pada masa Jahiliyah.
2) Masa Islam
Pada era Islam, bentuk prosa tidak berbeda jauh dengan prosa pada masa Jahiliyah, diantara
karakteristiknya adalah tidak menggunakan ungkapan-ungkapan yang sukar, jauh dari
lafadz asing, gaya bahasa yang mudah, maknanya dekat dan mengandung pesan untuk
umat. Adapun jenis-jenis prosa pada masa ini adalah Kitabah, Rosail, Qoshosh, dan
Tauqi’at. Sampai dengan sempurnanya wahyu Al-Qur’an, Rosulullah mempunyai 40
penulis wahyu (risalah), di antaranya adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin
‘Ash, dan Abdullah bin Harits bin Hisyam. Berikut adalah contoh risalah yang dituliskan
untuk Khalid bin Walid yaitu:
Pada contoh di atas, risalah tersebut tidak menggunakan gaya bahasa yang sukar, seperti
prosa pada masa Jahiliyyah yang banyak mengandung konotasi. Makna yang terkandung
sangatlah dalam, berisi wasiat untuk umat, yaitu tentang dakwah Khalid yang telah berhasil
diterima untuk membawa suatu Kabilah mempercayai agama Allah, kemudian risalah terse-
but ditujukan pula untuk memanggil Khalid kembali ke Kabilah Bani Al-Harits bin Ka’b. 7
3) Masa Umayyah
Macam-macam prosa yang berkembang pada masa ini adalah khithobah, rasail, dan
kitabah. Kitabah berkembang pesat pada masa ini, yaitu ketika islam tersebar pada masa ini
telah terjadi percampuran antara orang-orang arab dengan orang-orang as-ing yang
menyebabkan lisan al Arab tidak lagi murni seperti masa-masa awal islam. Sehingga pada
masa ini, dibukukan kitab nahwu yang ditulis oleh Abu al-Aswad al-Duali. Contoh prosa
pada zaman ini adalah salah satu surat yang dituliskan oleh Abdurrahman Al-Katib:8
- عز وجل- وابدءوا بعلم كتاب هللا، وتفقهوا في الدين،فتنافسوا يا معشر الكتاب في صنوف اآلداب
وتواصوا عليها بالذي هو أليق ألهل،والفرائض والعربية ؛ ثم أجدوا الخط ؛ فإنه حلية كتابتك
.الفضل و العدل و النبل من سلفكم
“Berlombalah kalian wahai para penulis dalam menghasilkan karya sastra, pelaja-rilah ilmu
agama kalian, mulailah dengan ilmu Kitabullah beserta ilmu warisnya dan kaidah-kaidah
bahasa arab, karena ia adalah pengasah lisan kalian, kemudian perindahlah tulisan tangan
kalian karena ia adalah perhiasan bagi karya kalian, saling me-nasehatilah kalian dengan
7 Azizah, D. N. (2020). Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab . Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam,
4(2). Hal. 126
8 Qa’ud, H. M. (2008). Tathowuru An-Natsr Al-‘Arobiy Fii Al-‘Ashr Al-Hadits. Riyadh: Daar An-Nashr Ad-Dauli. Hal.130
Pada masa Umayyah, perkembangan karya sastra sangat terlihat pada karya-karya yang telah
berbentuk tulisan dengan bahasa yang lebih teratur, didukung oleh karya Abu Aswad Ad-
Duali yang telah di-bukukan tentang kaidah bahasa arab (ilm nahwu). Penulisan prosa pada
masa ini memiliki gaya baru yang disebut tawazun (simetri sastra).
Gaya bahasa yang banyak digunakan dalam prosa dalah gaya bahasa yang mencontoh
keindahan gaya bahasa Al-Qur’an, walaupun sampai kapanpun tidak akan ada yang dapat
menyamai gaya bahasa tersebut. Contohnya terdapat pada cuplikan prosa di kalimat
وتواصوا عليها بالذي هو أليقkalimat tersebut meniru gaya bahasa beberapa kalimat dalam
Al-Qur’an dengan menggunakan idiom dan kaidah yang benar. Dalam mengawali tulisan,
mayoritas prosa pada masa ini telah terbentuk dengan kebiasaan untuk menyebut asma Allah.
Mayoritas tulisannya diawali dengan basmalah, ucapan rasa syukur, atau beberapa kata yang
ditujukan untuk mengingat asma-Nya.
4) Masa ‘Abasiyyah
Pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat
menarik dalam bidang prosa. Hal itu disebabkan antara lain karena dukungan para penguasa
dan kemampuan personal yang dimiliki masing-masing sastrawan. Banyak buku sastra dan
kumpulan nasihat serta uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing.
Pada masa ini juga telah muncul cerita yang berjudul alfu lailah wa lailah, hal ini yang
mempengaruhi munculnya novel di daerah Prancis. Selain itu, masa ini memiliki
perkembangan kritik sastra, salah satu buktinya ialah terbitnya buku yang berjudul An-Naqd
Al-Adab Asy-Syi’r karya Ibnu Qudamah. Diantara tokoh-tokoh yang masyhur pada zaman
tersebut adalah Abu Tamam, Al-Amidi, Al-Jurjani, Ibnu Qudamah, dan lain sebagainya
den-gan pemikiran dan karyanya masing-masing.9
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa masa ‘Abasiyyah memiliki
pembaharuan dalam penulisan prosa. Prosa tidak lagi disajikan hanya dengan sesuatu yang
bersifat nyata dengan bentuk pemberitahuan seperti halnya khitobah, kitabah, risalah dan
lain sebagainya. Namun, telah muncul karya bersifat fiksi seperti novel yang dapat diambil
hikmah atau pesannya dari kisah tersebut. Dengan kata lain, suatu hikmah atau pesan ke-
9 Idris, M. (2008). Kritik Sastra Arab: Pengertian, Sejarah, dan Aplikasinya. Yogyakarta: Sukses Offset. Hal.36
5) Masa Modern
Ciri-ciri prosa pada masa ini adalah lebih memperhatikan pemikiran daripada unsur gayanya,
tidak banyak menggunakan kata-kata retoris seperti saja’, tibaq, seperti pada masa
sebelumnya. Pemikirannya runtun dan sistematis, penulis tidak keluar dari satu gagasan ke
gagasan yang lain, kecuali gagasan yang satu telah selesai, penda-huluannya tidak terlalu
panjang, temanya cenderung pada tema yang sedang terjadi pada masyarakat, seperti masalah
poli-tik, sosial, dan agama. Perkembangan bahasa pun mengalami perubahan dari gaya
tradisional, kalimat yang panjang-panjang, dan penggunaan kosakata klasik berganti dengan
gaya yang sejalan dengan zaman, serba singkat, dan serba cepat.11
Terjadinya pembaharuan di bidang prosa pada masa ini disebabkan oleh munculnya para
reformis dan pemikir yang menyebabkan terjadinya pembaharuan dalam masyarakat Arab
dan Islam, seperti Muhammad Abdul Wahab (1703-1792) di Sau-di Arabia, Jamaludin al-
Afgani (1838-1897) di Afganistan, dan Muhammad Abduh (1839-1905) di Mesir, serta
Abdurrahman Kawakibi (1849-1902) di Syiria, serta munculnya sarana-sarana kebudayaan,
terutama bidang penerbitan dan surat kabar. Surat kabar mempunyai peran besar dalam pem-
baharuan prosa di negara-negara Arab, juga munculnya kesadaran politik dan sosial di
negara-negara Arab. 12
Perkembangan prosa Arab pada tahap ini mempunyai dua kecenderungan. Kecenderungan
pertama, mereka yang menyerukan agar berpegang teguh pada kebudayaan Arab dan Islam
yang asli dengan mengambil manfaat dari kebudayaan Barat. Di antara para pengarang yang
mempunyai kecenderungan seperti ini adalah: Mustafa Luthfi al-Manfaluti, Mus-tafa
Shadiq ar-Rafi’i (1881-1937), Abdul Aziz Bisyri (1886-1943), Syarkib Arsalan (1869-
10 Azizah, D. N. (2020). Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab . Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam,
4(2), 128
11 Andangdjaja, H. (1983). Puisi Arab Modern. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Hal. 13
3. Ragam Natsar
Ditinjau dari karakteristiknya, jenis prosa Arab secara garis besar terbagi menjadi dua
macam, diantaranya:14
1) Natsar Al`Adi ) (نثر العاديadalah sesuatu yang diucapkan seseorang dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Natsar Al-Fanni/Al-Adabi )األدبي/ (نثر الفنيadalah sesuatu yang dimaksudkan
untuk memberi efek/ pengaruh bagi jiwa pendengarnya.
Sedangkan bila ditinjau dari objek kajiannya secara umum natsar Arab terbagi ke
dalam dua jenis, yakni:
1) Prosa Sastra Non Imajinatif yakni prosa yang membahas tentang sastra, tetapi tidak
merupakan hasil imajinasi, dalam sastra Arab disebut al-Adab al-Washfi (Sastra
Deskriptif) atau Al-Ulum
> al-Adabiyah (Ilmu Sastra). Al-Adab al-Washfi terdiri dari
tiga bagian; Ta>rikh al-Adab, Naqd al-Adab, dan Nazhariyah al-Adab.
2) Prosa Sastra Imajinatif, adalah karya sastra dalam bentuk fiksi atau cerita rekaan,
yang bobot imajinasinya lebih besar dari pada cerita dalam biografi, otobiografi, dan
sejarah yang mendasarkan dirinya pada fakta dan realitas. Jenis prosa fiksi ini, baik
dalam sastra Arab modern maupun klasik, terbagi kedalam tiga genre, yakni
riwayah/hikayah/qissah (Novel/Roman), Uqshusiyah (Novelet), dan Masrahiyah
(Drama).
13 Azizah, D. N. (2020). Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab . Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam,
4(2), 129.
14 Hula, I. R. (2016). Kaidah Intrinstik Prosa Imajinatif Arab dalam Ranah Kritik Sastra. `A Jamiy Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab, 5(1)hal. 119.
1) Prosa Jahili terdiri dari Khutbah, Wasiat, Amtsal, Hikmah, Qishah, dan Saj`ul
Kuhhan.
a) Khutbah
Adalah ungkapan atau wacana yang ditujukan untuk orang banyak dan khlayak ramai dalam
rangka menjelaskan suatu perkara penting yang dipergunakan untuk mempengaruhi,
memotivasi, mempertahankan pendapat sendiri atau reaksi terhadap pendapat yang lain dan
mempertahankan mazhabnya. Contoh khutbah nikah Abu Thalib ketika nabi Muhammad
menikah dengan sayyidah Khadijah :
وزرع إسماعيل و جعل لنا بلدا حراما و بيتا،الحمد هلل الذي جعلنا من ذرية إبراىيم
ثم إن محمد بن عبد هللا ابن أخى من ال يوازن به فتى، وجعلنا الحكام على الناس،محجوزا
و مجدا و نبال وله فى خديجة بنت، و كرما و عقال،من قريش إنه رجح عليهم برا و فضال
. ولها فيه مثل ذلك وما احببتم من الصداق فعلي،خويلد رغبة
“ Segala puji milik Allah yang telah menjadikan kita termasuk keturunan nabi Ibrahim, dari
jalur Isma’il, dia telah menjadikan buat kita negeri yang dihormati dan baitullah yang
dikunjungi, dan dia telah menjadikan kita pemimpin manusia. Selanjutnya, bahwasanya
Muhammad ibnu Abdullah, putra saudara saya, pemuda yang tidak tertandingi pemuda
quraisy, ia mengungguli mereka dalam hal kebaikan, keutamaan, kemuliaan, kecerdasan,
keagungan dan kebangsawanan. Ia menyukai Khadijah binti Khuwailid. Begitu juga
sebaliknya. Apa yang kalian sukai dari mahar maka Aku yang akan menaggungnya.”
b) Wasiat
Adalah nasihat seseorang yang akan meninggal dunia atau akan berpisah kepada
seseorang yang dicintainya dalam rangka permohonan untuk mengerjakan sesuatu. Contoh
wasiat Ibnu Abd Manaf (ayah dari Abdul Muthallib) kepada kaum quraisy untuk memuliakan
kepada jama’ah haji:
وأوسطها انسابا و، أحسنها وجوىا وأعظمها احالما،أنتم سادة العرب... يا معشر قريش
أكرمكم بواليته وخصكم بجواره. انتم جيران بيت هللا...!!! يا معشر القريش.أقربها أرحاما
15 Sayib, A. (1964). Ushulu An-Naqd Al-Adaby. Kairo: Maktabah An-Nahdzoh Al-Mishri-yyah. Hal. 43
c) Amtsal
Bangsa Arab mulai bergegas membukukan amtsa>l sejak pertengahan abad pertama hijriyah.
Dimulai oleh Shahar al-Abdi pada masa Muawiyyah ibn Abi Sofyan, kemudian Ubaid ibn
Syariyyah. Pada abad kedua hijriyah penyusunan buku-buku amtsa>l berkembang pesat,
seperti yang ditulis oleh Mufaddal al-Dabyi. Pada abad ke-3 Abu Ubaid al-Qas> im ibn Sala> m
menulis buku amtsal yang kemudian disyarah Abu Ubaid al-Bakri dalam bukunya Fashl al-
Maqal fi syarhi Kitab> amtsalli Abi Ubaid al-Qas> im ibn Salam
> .
Amtsal adalah ungkapan atau kalimat-kalimat ringkas yang lahir dari suatu kejadian
kemudian menjadi terkenal dan menjadi pembicaraan orang banyak, hingga menjadi
perumpamaan atau kata-kata tiruan yang bertujuan untuk perbandingan, nasihat, prinsip
hidup atau aturan tingkah laku. Amtsal ada yang berbentuk natsr (prosa) dan juga
berbentuk nadham. Berikut ini adalah contoh amtsal jali dalam bentuk natsar :
d) Hikmah
Adalah ungkapan ringkas dan indah yang mengandung kebenaran yang dapat diterima dan
berisi petunjuk moral. Hikmah biasanya lahir dari orang-orang yang punya banyak
pengalaman, ilmu tinggi dan pengetahuan yang luas. Diantara contoh hikmah pada masa
jahiliyah adalah sebagai berikut:
e) Qishah
Adalah menceritakan hal-hal ajaib tentang nenek moyangnya, kejadian yang luar biasa atau
yang aneh, menceritakan ayya>m al-Arab, dan cerita tentang peperangan turut mendominasi
kumpulan kisah jahiliyyah. Seperti kisah pendek perang Ayyam al-Arab yaitu perang
Halimah.
f) Saj`ul Kuhhan
Pada masa jahiliyyah terdapat sekelompok orang yang mengaku mengetahui hal gaib, apa
yang terjadi besok, atas pemberitahuan pembantunya (khadda>m) yang berupa jin. Mereka
menjadi tempat kembali ketika kaumnya mempunyai problem. Mantra-mantra yang mereka
ucapkan inilah yang diebut saj’ul kuhhan. Yang biasanya kalimatnya pendek, kata-katanya
asing, ungkapannya berpola, dan diucapkan secara tidak jelas.
Diantara dukun- dukun pada akhir masa Jahiliyah adalah Sawa>d ibn Qa>rib al-Dawsy,
Al- Ma’mu>r al-Hari’i> dukun kabilah al-Harist ibn Ka’b, Khunnafar al-Himyari> diriwayatkan
bahwa dia masuk Islam setelah bermusyawarah dengan rewangnya syetan Syisshar. Dan
dukun terhebat dalam menciptakan sajak adalah salimah ibn Abi Hayat yang dikenal
dengan Uzza Sali>mah, dialah yang mengucapkan mantra berikut ini:
قد نفر المجد بنى العشراء للمجد، واقعة ببقعاء،”واالرض والسماء والعقاب والصقعاء
“والسناء
“ Demi bumi, demi langit, demi planet matahari yang menyinari buq’a. telah menang bani
Asyro dengan mendapatkan keagungan dan keluhuran.”
Selain dukun-dukun laki-laki yang telah disebutkan diatas, banyak juga dukun-dukun
perempuan seperti: Sya’tsa, Tsa’diyah, Zarqa’binti Zuhair, Ghaithalah al-Qurasyiyah dan
Zabra’.
Dalam literatur Arab, ada kalangan yang menyamakan antara Riwayah dengan Qissah, Ada
pula yang membedakkanya, Qishah tingkat ketebalannya berada di antara Riwayah dan
Qishah Qashirah. Menurut Mahmud Zihni, bahwa riwayah adalah cerita panjang yang
ketebalannya sekitar 250-400 halaman, atau sekitar 40.000-90.000 kata. Sedangkan Qissah
adalah cerita yang lebih pendek dari Riwayah dan lebih panjang dari Qissah Qashirah, yang
Jika dilihat dari segi jenisnya, Menurut Sumardjo novel dibagi menjadi tiga bagian, yakni
novel percintaan, novel petualang, dan novel fantasi. 17
Novel Percintaan ceritanya melibatkan antara peranan tokoh wanita da pria secara
imbang, bahkan kadang-kadang saling melebihi dan mendominasi, novel sejenis ini
adalah Laila Majnun, yang lahir pada masa bani Umayyah, tetapi ditulis oleh Syaikh
Nizami pada tahun 1188, serta novel Majdulin al-Manfaluti, dan Zuqaq Midaq oleh
Najib Mahfudz.
Novel pertualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita, jika wanita disebut
dalam novel jenis ini, penggambarannya hampir stereotrip dan kurang berperan.
Jenis novel petualangan adalah‚ bacaan kaum pria, karena tokoh-tokoh di dalamnya
adalah pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak masalah dunia lelaki yang
tidak ada hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam jenis novel petualangan ini
sering ada percintaanya juga, tetapi hanya bersifat sampingan belaka. Artinya
novel ini tidak semata-mata berbicara persoalan cinta. Salah satu contoh dari novel
ini adalah novel serial Aulad> Haratina, (Anak-anak kampung kami) karangan Najib
Mahfudz. 18
Novel fantasi adalah novel yang berbicara tentang hal-hal yang tidak realistis dan
serba tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini
mempergunakan karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar
untuk menyampaikan ide-ide penulisannya. Jenis novel ini lebih mementingkan ide,
16 al-Shaif, I. M. (1980). al-Naqd al-Adabi wal Balaghah. Kuwait: Wizarah al-Tarbiyah. Hal. 203
17 Sumardjo, J., & KM, S. (1997). Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia. Hal.29
Penggolongan tadi merupakan penggolongan pokok saja, sehingga dalam praktik, ketiga jenis
tadi sering dijumpai dalam satu novel. Penggolangan jenis ini dengan sendirinya hanya dapat
dilakukan dengna melihat kecenderungan mana yang terdapat dalam sebuah novel, apakah
banyak percintaannya, petualangannya atau fantasinya. 19
b) Qishah Qashi>rah
atau cerita pendek adalah cerita berbentuk prosa yang relative pendek. Kata pendek dalam
batas ini tidak jelas ukurannya. Ukuran pendek di sini diartikan sebagai dapat dibaca sekali
duduk dalam kurun waktu satu jam. Dikatakan pendek juga karena genre ini hanya
mempunyai efek tunggal, karakter plot, dan setting terbatas, tidak beragam dan tidak
kompleks. Cerita pendek dapat pula dibagi kedalam tiga kelompok, yakni cerita pendek
biasa, cerita pendek yang panjang (long short story, dan cerita pendek yang pendek (short-
short story).20
Dalam sastra Arab modern, para penulis cerita pendek adalah para novelis juga, antara lain
Taufiq al-Hakim dan Najib Mahfudz. Taufiq al- Hakim telah menulis 8 buku kumpula
cerpen, yang diantaranya adalah Madrasah al-Mughaffilin yang sebagainya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam buku kumpulan cerpen di Kampungnya ia
Tak Dihormati. Demikian juga dengan Najib Mahfud yang telah menulis 13 buku
kumpulan cerpen, antara lain Bait Sayyi’ al-Sum’ah yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia bersama Taufiq Hakim di atas.21
c) Uqshushah (Novelet)
Novelet adalah cerita yang berbentuk prosa yang panjangnya antara novel dan cerita pendek.
19 Hula, I. R. (2016). Kaidah Intrinstik Prosa Imajinatif Arab dalam Ranah Kritik Sastra. `A Jamiy Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab, 5(1), 126.
20 Sumardjo, J., & KM, S. (1997). Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia. Hal.31
21 Mahfudz, N., & al-Hakim, T. (1996). Dikampungnya Ia tak Dihormati. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya.
Yang menentukkan sebuah karya sastra sebagai drama atau bukan ada pada tiga hal, yakni:
1) Adanya dialog antar Tokoh, 2) Diciptakan bukan untuk dinikmati melalui pembacaan,
tetapi pementasan, 3) jika novel atau cerpen menceritakan suatu kejadian, drama adalah
kejadian di atas pentas atau rekonstruksi sebuah kejadian. 22
4. Unsur-Unsur Natsar
A. Intrinsik
Adalah unsur-unsur yang membangun dan mempengaruhi karya sastra dari dalam karya itu
sendiri, berikut ini adalah unsur-unsur intristik di dalam natsar :
1) Tokoh dan karakternya (As-Syakh-siyyat)
Tokoh adalah orang yang melakukan interaksi dengan berbagai wataknya, dapat dibedakan
menjadi dua, tokoh utama dan pembantu yang menjadi antara tokoh pro-tagonis dan
antagonis, ataupun statis yang tidak mengalami perkembangan watak dan tokoh berkembang.
2) Plot (alur/al-habakah)
Adalah keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita atau kontruksi yang
dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling
berkaitan dan diaki-batkan atau dialami oleh sang pelaku. Berdasarkan waktunya, plot
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
a) Plot lurus atau progresif, jika peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis.
b) Plot sorot balik (flashback), jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan tidak
bersifat kronologis.
c) Plot campuran.
Dalam plot atau alur, yang mendasar adalah adanya hubungan sebab akibat, jika tidak ada
hubungan sebab akibat itu berarti jalan cerita ()أحداث. Contoh sederhana yang membedakan
antara plot dan jalan cerita seperti: “Raja wafat karena diracun permaisurinya dan raja wafat
ketika permaisurinya berada di taman”. Yang pertama disebut plot dan yang kedua disebut
dengan jalan cerita. Berdasarkan alur, selain prosa sastra imajinatif dapat dibagi kedalam tiga
22 Hula, I. R. (2016). Kaidah Intrinstik Prosa Imajinatif Arab dalam Ranah Kritik Sastra. `A Jamiy Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab, 5(1), hal.127
Dalam Sastra Arab, gaya bahasa yang digunakan prosaic antara satu periode dengan periode
lain agak berbeda. Gaya bahasa prosa yang dominan pada periode awal Islam adalah gaya
bahasa sederhana yang tidak menyulitkan. Pada periode akhir Umayyah dan awal
Abbasiyah yang dominan adalah keselarasan ungkapan dengan makna, kuatnya bahasa
kiasan (tasybih> , isti’arah dan majaz ) ringkas, dan apa adanya. Sedangkan pada akhir
Abbasiyah, gaya bahasa yang dipilih sastrawan yang terus bertahan hingga abad
pertengahan adalah gaya bahasa badi` (yang memperindah bahasa), khususnya saja’ (prosa
yang frase-frasenya berirama). Adapun pada masa modern gaya bahasa yang digunakan
23 Hula, I. R. (2016). Kaidah Intrinstik Prosa Imajinatif Arab dalam Ranah Kritik Sastra. `A Jamiy Jurnal Bahasa dan Sastra
Arab, 5(1), hal.128
B. Ekstrinsik
Adalah unsur-unsur yang membangun atau mempengaruhi karya sastra dari luar karya itu
sendiri. Menurut Sumasari unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra
dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. 25 Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahawa tidak ada karya sastra yang tercipta hanya dengan unsur intrinsik saja, akan
tetapi, pasti dipengaruhi oleh unsur ekstrinsik. Terdapat 3 unsur ekstrinsik dalam prosa, yaitu:
3. Aliran penulis
Alirn penulis merupakan pandangan penulis yang dapat mempengaruhi sebuah karya
sastra, serta menggambarkan prinsip atau pandangan hidup dalam menghasilkan karya
sastra. Maka dari itu, aliran sangat erat dengan sikap atau jiwa penulis, serta objek
yang dikemukakan dalam karyanya.
Berikut ini contoh unsur ekstrinsik yang terdapat dalam cerpen عمارةkarya Kamil Kailani:
Umarah adalah anak yang malas dan tinggal bersama ibunya yang bekerja sebagai tukang
jahit. Karena kemalasannya, ibunya sampai menyerah untuk mendidiknya. Sampai suatu
ketika, ia dikeluarkan dari sekolah karena kemalasannya. Sehingga ibunya sangat marah dan
24 Universitas Imam Muhammad bin Sa’ud (1412).al-Balaghah wa al-Naqd. Riyadh: UIMS. hal.175
25 Sumasari. Y.J. (2014). Analisis unsur-unsur intrinsik dalam hikayat cerita taifa. Pena: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasta,
(4)2. hal.72
Unsur Ekstrinsik
Nilai-nilai dalam cerpen.
Kedermawanan, perjuangan, kekeluargaan, dan kerja keras.
Latar belakang penulis dan kepenulisan.
Kamel Kailani lahir di Kairo pada tahun 1897, ia adalah penulis Mesir yang menulis
karya sastra tentang anak-anak hingga dijuluki sebagai pelopor sastra anak-anak.
Kejeniusannya dalam menulis karya sastra anak, membuat karyanya diterjemahkan ke
dalam beberapa bahasa, seperti China, Rusia, Spanyol, Inggris, Prancis, India, dan Arab.
Cerpen Umarah ini juga ditulis dengan menghubungkan kehidupan beliau yang sangat
gigih dalam pembuatan prosa dan puisi, bahkan dapat memotivasi anak-anak agar tidak
mudah menyerah dalam melakukan banyak hal. Kepenulisannya menyadarkan para orang
tua juga bahwa tidak selamanya nakal itu selalu bergantung pada orang tua dan
membebaninya akan tetapi ada waktunya para anak-anak menjadi dewasa dan membantu
orang tuanya sehingga mempunyai semangat hidup dan kebanggaan.
Aliran penulis.
Aliran penulis ini adalah Realisme karena dalam cerpen ini terlihat bahwa keadaan
tercekam dan takut dapat membuat orang bertindak segala hal dan bertindak realistis
sebagaimana cerita Umarah sang pemalas dan bodoh yang takut dikeluarkan dari rumah
oleh ibunya Ia pun berkerja dalam segala bidang untuk mendapatkan upah, bahkan karena
26
Kailani, K. (2012). Umarah. Kairo: Mu’assisah Handawi li al-Ta’lim wa al-Tsaqafah. Hal. 5
Secara garis besar, perkembangan prosais Arab dapat dibagi menjadi dua periode: Klasik dan
Modern. Berikut ini beberapa prosais Arab beserta karya-karyanya:27
A. Masa Klasik
27 Kamil, S. (2011). Sejarah Prosa Imaginatif (Novel) Arab; dari Klasik Hingga Kontemporer. LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa dan
Sastra, 3(2), hal. 43
B. Masa Modern
1. Pada periode ini, prosa fiksi Arab ditandai dengan persentuhan dunia Arab
dengan terjemahan prosa sastra Barat. Salah satunya adalah Mawaqi’ Aflaq fi
Waqai’ Tilmak (Tempat terjadinya alam dalam cerita Tilmak), hasil
terjemahan bebas dari at-Thahthawi (1801-1873 M).
2. Pada masa ini pula, prosa jenis maqamat masih tetap disenangi. Hal ini bisa
dilihat dari karya Muhammad al-Muwallihi (w. 1930) yang menulis Maqamat
Hadis Isa bin Hisyam (Cerita Isa bin Hisyam) tahun 1908, kemudian Hafizh
Ibrahim (w. 1932) yang menulis Maqamat Layali Satih (Malam-Malam
Panjang) tahun 1906, serta Muhammad Luthfi Jum’ah yang menulis Maqamat
Layali al-Ruh al-Ha’ir (Malam-Malam Jiwa yang Gundah) tahun 1912.
3. Al-Manfaluthi (1876-1924) mulai mengembangkan novel dan cerpen bercorak
romantis. Mayoritas karya sastranya sendiri berbentuk cerpen dan esai sosial.
Hal ini antara lain terdapat dalam sebagian dari an-Nadzarat (Berbagai
Tinjauan) yang merupakan magnum opus-nya, al-‘Abarat (Berbagai Air
Mata), dan Mukhtarat al-Manfaluthi (Kapita Selekta al-Manfaluthi).
4. Husein Haikal (1888-1956 M) berhasil membuat novel Zainab menjadi
paling diakui oleh kritikus Barat yan terbit pada tahun 1913. Selain itu,
novel yang juga cukup berpengaruh adalah novel Sarah, sebuah novel semi
autobiografi karya Abbas Mahmud al-‘Aqqad (1889-1973 M).
5. Taufiq Hakim menerbitkan novel ‘Audah ar-Ruh pada tahun 1932 di Mesir
dari tangannya pula lahir beberapa karya .sastra realis dokumenter, seperti
‘Ushfur min as-Syarq (Burung Pipit dari Timur) dan Yaumiyyat Naib fi al- Aryaf
(Hari-Hari Sang Pemimpin Desa).
6. Di tangan Mahmud Taymur (1894-1973 M), prosa sastra Arab berkembang
lebih jauh. Ia telah menghasilkan beberapa novel di antaranya: Kleobatra fi
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Prosa sastra arab merupakan karangan bebas yang tidak terikat dengan wazan dan qafiyah
seperti bentuk puisi. Bentuk prosa telah melalui perkembangan yang sangat pesat dimulai dari
zaman Jahiliyyah hingga zaman modern dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pada masa
Jahili-yyah, gaya bahasa yang digunakan dalam prosa masih kaya akan konotasi atau ke-
ambiguitasan, layaknya syi’r. Sebagian besar berisi tentang seruan untuk mengobarkan
semangat.Kemudian pada masa Islam, termasuk masa Umayyah dan ‘Abbasiyah, gaya bahasa
yang digunakan semakin teratur, dan mudah dimengerti, salah satu fak-torya adalah turunnya
28 Dhaif, S. (1980). al-Fann wa Mazahibuhu fi an-Nastr al’Arabi. Kairo: Dar al-Ma’arif, hal. 305
Prosa pada masa modern dapat dikategorikan menjadi dua kubu, yaitu prosa imajinatif dan
prosa non imajinatif. Prosa non imajinatif terdiri dari sejarah sastra, kritik sastra, dan teori
sastra, sedangkan prosa imajinatif adalah karya yang berbentuk seperti novel, cerpen, novelet,
dan drama, tiak harus dengan suatu hal yang nyata. Di dalam prosa imajinatif terdapat dua
unsur yang harus diperhatikan, yaitu unsur intrinstik dan ekstrinsik.
2. Saran
Segala sesuatu akan menjadi indah dan mengandung manfaat jika diwarnai dengan sastra
karena pada dasarnya sastra itu adalah keindahan dan kemanfaatan. Untuk dapat memahami
dan menguasainya dengan baik dibutuhkan pemahaman dasar seputar natsar (prosa). Oleh
karena itu penulis berharap makalah ini dapat membantu dan memudahkan dalam memahami
hal-hal yang berkaitan dengan natsar (prosa). Penulis juga menyadari bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari kata sempurna, di lain waktu dan kesempatan penulis akan berusaha
untuk lebih jelas dan terperinci dalam menjelaskannya dengan menggunakan sumber dan
referensi yang jauh lebih banyak lagi yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
Daftar Pustaka
Azizah, D. N. (2020). Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab . Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan
dan Sejarah Islam, 4(2), 121-132.
Hula, I. R. (2016). Kaidah Intrinstik Prosa Imajinatif Arab dalam Ranah Kritik Sastra. `A Jamiy Jurnal
Bahasa dan Sastra Arab, 5(1), 117-130.
Idris, M. (2008). Kritik Sastra Arab: Pengertian, Sejarah, dan Aplikasinya. Yogyakarta: Sukses Offset.
Ismail, I. (2013). Al-Adab wa Fununuhu Dirosat wa Naqd. Kairo: Daaru Al-Fikr Al-‘Arobiy.
Kamil, S. (2011). Sejarah Prosa Imaginatif (Novel) Arab; dari Klasik Hingga Kontemporer.
LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 3(2).
Kamil, S. (2006). Al-Nasr al-Adabi (Prosa Sastra Arab) Karakteristik, Jenis, dan Unsur-Unsur Intrinsik.
Al-Turas, 12(1), 20-29.
Mahfudz, N., & al-Hakim, T. (1996). Dikampungnya Ia tak Dihormati. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Qa’ud, H. M. (2008). Tathowuru An-Natsr Al-‘Arobiy Fii Al-‘Ashr Al-Hadits. Riyadh: Daar
An-Nashr Ad-Dauli.
Sumasari. Y.J. (2014). Analisis unsur-unsur intrinsik dalam hikayat cerita taifa. Pena: Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sasta, 4(2), 68-75.