Anda di halaman 1dari 3

BENTUK UKIRAN KALIGRAFI AL-QUR’AN DI MASJID-MASJID

KERATON SURAKARTA ANALISIS VISUAL


(Masjid Agung Surakarta, Masjid Al-Fatih,
Masjid Al-Wustho, Masjid Laweyan)

Kaligrafi atau khat merupakan kesenian khas Arab, yang mana bidang ini
sangat menarik untuk dibicarakan. Daya tarik yang disuguhkan oleh kaligrafi
adalah pada dinamika pertumbuhannya dan gaya penulisannya yang diciptakan
dari kaligrafer terdahulu yang didalamya mengandung makna luhur. 1 Keberadaan
kaligrafi tentunya dipengaruhi oleh al-Qur’an dan Hadis yang menjadikan
kaligrafi memiliki daya tarik visual yang dirasakan oleh mata dan hati. Dimana
visual tersebut disematkan oleh para kaligrafer yang mengubah sifat kaligrafi
yang dulunya dikenal sebagai “kaligrafi Arab”, menjadi “kaligrafi Islam”.2
Masuknya seni kaligrafi di Indonesia bisa dikatakan bersamaan dengan
masuknya kebudayaan islam juga. Terbukti pada abad ke-13 terdapat nisan serta
naskah kuno yang bertuliskan askara arab (pegon) dengan gaya kufi. Seiring
berjalannya waktu kaligrafi tidak hanya dituliskan pada nisan dan naskah-naskah
kuno saja, melainkan dikreasikan pada media seperti kertas, kayu, logam, dan
medium lainnya.
Pada abad 17 muncullah kecenderungan dari para kaligrafer dalam
menggambar makhluk bernyawa dengan ayat-ayat al-Qur’an, kaul ulama atau
simbol kepahlawanan Ali bin Abi Thalin dan Fatimah. Sedangkan pada abad 19
hingga 20 para kaligrafer menulis pada mushaf, buku agama, dan dekorasi masjid
dengan mengkombinasikan gaya tsulus, naskhi, farasi, diwani jali, kufi, dan
riq’ah.3
Penelitian ini akan membahas tentang kaligrafi yang berada di masjid-masjid
Indonesia terkhususnya di daerah Keraton Surakarta, diantaranya Masjid Agung
Surakarta, Masjid al-Fatih Kepatihan, Masjid al-Wushto Mangkunegaran, dan

1
Islah Gusmian, “Kaligrafi Islam; Dari Nalar Seni Hingga Simbolisme Spiritual,” Al-Jami’ah
41, no. 1 (2003): 108–132.
2
Ibid.
3
A R Sirojuddin, “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam Di Indonesia” (n.d.): 219–232.
Masjid Laweyan. Masjid adalah sumber utama atau titik sentral dalam
menghidupkan al-Qur’an ditengah masyarakat. Dari kegiatan yang dilakukan
dalam masjid seperti adzan, sholat, pengajian, tadarus, dan masih banyak lagi. 4
Dan dari konstruksi bangunan yang memiliki simbol-simbol islam, salah satunya
inskripsi5 atau ukiran kaligrafi.
Adapun kaligrafi yang tampilkan oleh masjid-masjid keraton padahal masjid-
masjid keraton masih memiliki keterhubungan dalam hal sejarah. Walaupun pada
umumnya kaligrafi yang berada pada satu masjid dengan masjid lainnya berbeda-
beda ayat al-Qur’annya.
.
.
.
Kaligrafi yang berada di Masjid mempunyai pesona yang bermacam-macam,
ada yang dilukis, diukir dan adapula yang dipahat di dinding, ternit, mimbar, tiang
bahkan gapura masjid. Hal tersebut menunjukkan bahwa seni kaligrafi islam yang
divisualisasikan lewat bangunan masjid. Bilamana kita berkunjung di Keraton
Surakarta, maka akan terlihat akulturasi agama dan budaya lewat estetika.
Kaligrafi tersebut dipahat dengan beragam tulisan diantaranya ayat-ayat al-
Qur’an, hadis-hadis nabi, arab pegon, dan sejarah pembangunan masjid. Disini
Peneliti tertarik untuk mengeksplorasi ukiran kaligrafi dengan ayat-ayat al-
Qur’an. Tentunya segala sesuatu memiliki makna serta tujuan tersendiri. hal ini
menunjukkan bahwa masjid dan keraton merupakan simbol islam yang menjelma
dalam budaya jawa.
Selain alasan diatas, peneliti memiliki alasan lain yaitu adanya fakta bahwa
tradisi hiasan kaligrafi pada masjid-masjid dilaksanakan pada masa modern, dan
pada abad 16 jarang ditemukannya kaligrafi di sekitaran masjid paling sedikit
adalah tanda peringatan berdirinya masjid tersebut. Disini peneliti tidak hanya
akan menguak makna dibalik kaligrafi pada masjid-masjid tersebut, tetapi akan

4
Heddy Shri Ashima-Putra, “THE LIVING AL-QUR ’ AN : Beberapa Perspektif
Antropologi,” Jurnal: Walisongo 20, no. 1 (2012): 235–260.
5
Tawalinuddin Haris, “Inskripsi Ashabul Kahfi Pada Mihrab Masjid Agung Surakarta,”
Jurnal : Suhuf 5, no. 1 (2012): 97–115.
memilah mana saja kaligrafi yang masih asli di masjid-masjid keraton surakarta
dengan menelisik sejarah perkembangan kaligrafi.
Penelitian ini memiliki konteks kemunculan kaligrafi di masjid-masjid
Keraton Surakarta, dimana hal tersebut menunjukkan bahwasanya al-Qur’an itu
eksis di tengah masyarakat khususnya Keraton Surakarta. Maka dari itu peneliti
mengangkat sebuah judul BENTUK UKIRAN KALIGRAFI AL-QUR’AN DI
MASJID-MASJID KERATON SURAKARTA ANALISIS VISUAL ISLAM
(Masjid Agung Surakarta, Masjid Al-Fatih, Masjid Al-Wustho, Masjid
Laweyan).

Anda mungkin juga menyukai