Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Akulturasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akulturasi adalah percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi.

Menurut Merriam Webster Dictionary, akulturasi adalah penggabungan budaya sebagai hasil
dari kontak yang berkepanjangan. Sedangkan menurut Dictionary, akulturasi adalah proses
mengadopsi ciri-ciri budaya atau pola sosial kelompok lain.

Mengutip UK Essays, Suinn dan Khoo mendefinisikan akulturasi adalah proses yang dapat
terjadi ketika dua atau lebih budaya berinteraksi.

Akulturasi dan perkembangan budaya Islam


Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, berkembangnya kebudayaan Islam di nusantara
menambah khasanah budaya nasional, memberikan dan menentukan corak pada kebudayaan
bangsa Indonesia.

Perkembangan budaya Islam tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah
ada di Indonesia. Karena kebudayaan yang berkembang di nusantara sudah begitu kuat di
lingkungan masyarakat. Sehingga terjadi akuturasi antara kebudayaan Islam dengan
kebudayaan yang sudah ada.

Hasil proses akulturasi antara kebudayaan masa pra-Islam dengan masa Islam masuk
berbentuk fisik kebendaan (seni bangunan, seni ukir atau pahat dan karya sastra) serta pola
hidup dan kebudayaan non fisik.

Bentuk lain akulturasi kebudayaan pra-Islam dan kebudayaan Islam adalah upacara kelahiran,
perkawinan, kematian, selamatan pada waktu tertentu berbentuk kenduri pada masyarakat
Jawa.

Misal selamatan (kenduri) 10 Muharam untuk memeringati Hasan-Husen (putra Ali bin Abu
Thalib), Maulid Nabi (untuk memeringati kelahiran Nabi Muhammad), dan Ruwahan
(Nyadran) untuk menghormati para leluhur atau sanak keluarga yang sudah meninggal.
contoh bentuk akulturasi budaya Islam dengan budaya Indonesia:

 Seni bangunan

Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan
akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam di
Indonesia adalah masjid, menara dan makam.

Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid yang berfungsi utama sebagai
tempat beribadah. Selain itu juga sebagai pusat kebudayaan bagi orang-orang
Muslim.

Ciri-ciri masjid kuno di Indonesia adalah:

1. Beratap tumpang atau bersusun, semakin ke atas semakin kecil, tingkat paling atas
berbentuk limas, dan jumlah tumpang biasanya ganjil.

2. Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan. Waktu
salat ditandai dengan memukul beduk atau kentongan.

3. Umumnya didirikan di ibukota atau dekat istana kerajaan, di atas bukit atau dekat
makam.

Contoh bangunan masjid kuno adalah Masjid Menara Kudus dan Masjid Banten.

Makam-makam zaman Islam biasanya berlokasi dekat dengan masjid agung, bekas
kota pusat kesultanan. Contoh makam sultan-sultan Demak di samping Masjid
Agung Demak, makam raja-raja Mataram Islam Kota Gede DI Yogyakarta.

 Seni ukir

Seni hias yang berkembang adalah seni ukir dengan motif daun-daunan dan bunga-
bungaan, kaligrafi huruf Arab. Muncul kreasi baru yaitu bila terpaksa melukiskan
makhluk hidup disamarkan dengan berbagai hiasan agar tidak jelas berwujud hewan
atau manusia.

Contoh ukiran di mimbar Masjid Gelgel Klungkung, Bali dan ukiran di Masjid
Mantingan, Jepara Jawa Tengah.
 Aksara dan seni sastra

Perkembangan Islam di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang aksara


atau tulisan. Abjad Arab untuk menulis bahasa Arab mulai digunakan di
Indonesia. Huruf Arab digunakan di bidang seni ukir. Berkembang seni kaligrafi.

Perkembangan sastra di zaman madya terpengaruh sastra Islam dan Persia tetapi
tidak lepas dari pengaruh unsur sastra sebelumnya. Sehingga terjadi akulturasi
antara sastra Islam dengan sastra zaman pra-Islam.

Seni sastra zaman Islam berkembang di Melayu dan Jawa. Bentuk seni sastra Islam
berupa hikayat, babad, syair, dan suluk.

 Kesenian

Di Indonesia, Islam memunculkan kesenian bernafas Islam yang bertujuan


menyebarkan ajaran Islam. Kesenian berupa permainan debus, tarian Seudati dari
Aceh, dan pertunjukan wayang.

 Kalender

Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, kalender Islam
dibenahi. Perhitungan tahun yang dipakai berdasarkan peredaran bulan (komariyah)
yang disebut tahun Hijriyah. Umar menetapkan 1 Hijriyah pada 14 September 622
Masehi.

Sistem kalender itu berpengaruh di Indonesia. Bukti perkembangan sistem


penanggalan kalender paling nyata adalah sistem kalender ciptaan Sultan Agung. Ia
melakukan sedikit perubahan nama-nama bulan pada tahun Saka.

Misal bulan Muharam diganti nama Sura dan Ramadhan diganti dengan Pasa.
Kalender tersebut dimulai 1 Muharam 1043 Hijriyah. Kalender Sultan Agung dimulai
pada 1 Sura 1555 Jawa (8 Agustus 1633 Masehi).

Anda mungkin juga menyukai