Anda di halaman 1dari 7

TUGAS SEJARAH

“AKULTURASI BUDAYA NUSANTARA”


Nama : Felysitas Yanet Tari
No :2
Kelas : X AKL 2

AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDHA DAN ISLAM DENGAN BUDAYA


NUSANTARA

Akulturasi budaya adalah suatu proses pencampuran antara unsur-umsur kebudayaan yang
satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan yang
baru merupakan jhasil pencampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian atau ciri
khasnya. Jadi, untuk dapat beralkulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Akulturasi adalah pencampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling melengkapi. Sedangkan budaya adalah
pikiran, akal budi; adat istiadat; sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang
(maju, beradab). Jadi, jika dilihat dari pengertian masing-masing kata, akulturasi budaya
adalah pencampuran dua atau lebih adat istiadat, pemikiran, atau akal budi yang berkaitan
dengan kebudayaan yang saling bertemu dan melengkapi.

Adapun syarat ataupun ciri-ciri yang ada di akulturasi budaya adalah sebagai berikut:

a. Dibutuhkan kontak atau interaksi antar kebudayaan secara berkesinambungan.

b. Hasilnya merupakan sedikit perubahan pada fenomena kebudayaan atau psikologis antara
orang-orang yang saling berinteraksi tersebut, biasanya berlanjut pada generasi berikutnya.

c. Dengan adanya dua aspek sebelumnya, kita dapat membedakan antara proses dan tahap;
adanya aktivitas yang dinamis selama dan setelah kontak, dan adanya hasil secara jangka
panjang dari proses yang relatif stabil; hasil akhirnya mungkin mencakup tidak hanya
perubahan-perubahan pada fenomena yang ada, tetapi juga pada fenomena baru yang
dihasilkan oleh proses interaksi kebudayaan.

Di Indonesia, begitu banyak kebudayaan budaya baru yang jadi karena adanya akulturasi
budaya ini, ini memberikan dampak yang positif sehingga budaya di Indonesia semakin
beragam. Adapun contoh akulturasi disini adalah antara kebudayaan Hindu-Budha dan Islam
dengan kebudayaan yang ada di Indonesia sendiri.

A. Akulturasi Budaya Hindu -Budha dengan Budaya Indonesia


1. Seni Bangunan
Akulturasi kedua kebuyaan ini menghasilkan seni bangunan yang beragam di
Indonesia. Misalnya, bentuk-bentuk candi di Indonesia yang merupakan hasil dari
akulturasi antar Hindu-Budha dengan unsur budaya asli Indonesia. Bangunan megah,
bagian-bagian candi, dan patung-patung dewa adalah unsur dari India yang
merupakan ‘pembawa’ agama Hindu ke Indonesia. Bentuk candi di Indonesia aslinya
adalah punden berunduk (atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan
yang berupa teras atau trap berganda). Contoh perwujudan akulturasi dana seni
bangunan adalah Candi Borobudur, dan bangunan rumah-rumah atau pura yang
banyak terdapat di Bali.
2. Seni Rupa dan Seni Ukir

Akulturasi ini dapaf dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian-
bagian candi. Misalnya, relief pada Candi Borobudur Di dinding pagaf langkan yang
merupakan pahatan riwayat sang Budha, disektarnya terdapat lingkungan alam
Indonesia seperti rumah panggung (rumah adat Jambi) dan burung merpati. Hiasan
relief makara yang sangat indah, pada dasarnya adalah motif binatang dan tumbuh-
tumbuhan, yang sudah dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-binatang itu
dipandang suci, maka diabadikan dengan cara dilukis.

3. Seni Pertunjukan

JLA Brandes berpendapat bahwa Gamelan adalah salah satu instrumen diantara seni
pertunjukan asil yang dimiliki oleh Indonesia sebelum unsur-unsur budaya dari India
masuk. Selama berabad-abad, gamelan telah mengalami perkembangan dengan
masuknya unsur budaya baru baik pada segi bentuk maupun kualitas.

Macam-macam gamelan itu sendiri dapat dikelompokkan dalam:

 Xylophones
 Chordophones
 Membranophones
 Aerophones
 Tidophones

4. Contoh Akulturasi Sistem Kepercayaan


Sejak masa pra aksara, masyarakat di Kepulauan Indonesia sudah mengenali adanya
simbol-simbol yang bermakna filosofis. misalnya jika terddapat orang yang
meninggal, di dalam kuburnya disertai dengan beberapa benda. Diantara benda
tersebut biasanya terdapat lukisan orang yang sedang naik perahu, yang bermakna
bahwa orang yang telah wafat, rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan
yang membahagiakan yakni alam baka.

5. Seni Sastra dan Seni Aksarsr


Masuknya budaya India di Indonesia membawa pengaruh perkembangan seni sastra
yang cukup besar di Indonesia. Seni Sastra pada masa itu ada yang berbentuk puisi
dan ada juga yang berbentuk prosa. dilihar dari isinya, kesusastraan dikelompokkan
menjadi 3, yaitu:
 Kitab hukum
 Tutur (Pitutur kitab keagamaan)
 Wiracarita (Kepahlawanan)
Bentuk wiracarita sangat populer di Indonesia. Misal seperti Bharatayuda, yang
digubah Mpu Panuluh dan Mpu Sedah. Karya Sastra yang semakin berkembang
terutama yang bersumber dari Ramayana dan Mahabharata ini, yang telah
memunculkan seni pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit yang ada di
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sudah sangat mendarah familiar. Cerita di dalam
pertunjukan wayang kulit ini berasal dari India, namun wayangnya berasal dari
Indonesia asli.
6. Sistem Kepercayaan

Bangunan keagamaan seperti candi sangat dikenal pada masa Hindu Budha. Hal
tersebut terlihat jelas di mana pada sosok bangunan sakral peninggalan Hindu, seperti
Candi Gedungsongo maupun Candi Sewu. Bangunan pertapaan wihara juga
merupakan bangunan yang berundak. Terlihat di beberapa Candi Tikus, Candi
Jalatunda, dan Candi Plaosan. Bangunan suci berundak tersebut sebenarnya telah
berkembang pada zaman pra aksara, yang menggambarkan alam semesta yang
bertingkat. Tingkat paling atas adalah tempat semayam para roh leluhur (nenek
moyang).
7. Sistem Pemerintahan

Contoh akulturasi terakhir yang bisa dijelaskan di bacaan ini afalah sistem
pemerintahan yang ‘diwariskan’ di Indonesia. Sesudah datangnya Budaya India di
Indonesia, dikenal adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang
dimaksud ialah semacam pemerintah di suatu daerah tertentu (seperti desa). Rakyat
mengangkat seorang kepala suku (pemimpin). Orang yang dipilih sebagai kepala suku
biasanya orang yang sudah tua (senior) dapat membimbing, berwibawa, arif, memiliki
kelebihan tertentu seperti di bidang ekonomi dan biasanya dianggap mempunyai
semacam kekuatan gaib atau kesaktian. Sesudah pengaruh budaya India masuk, maka
pemimpin tadi diubah menjadi raja kemudian wilayahnya disebut sebagai wilayah
kerajaan. Contoh nya seperti di Kutai.

B. Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Nusantara


Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan
yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia
kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan
karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan
kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak
berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses
akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut
perilaku masyarakat Indonesia.
1.Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam,
istana. Masjid Aceh merupakan salah satu masjid kuno di Indonesia. Ciri-ciri masjid kuno
diantaranya adalah:
 Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin
kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5.
Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan
keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
 Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di
luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau
bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan
merupakan budaya asli Indonesia.
 Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau
bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan
makam.
Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada
bangunan makam. Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
 Makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang keramat.
 Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing,
nisannya juga terbuat dari batu.
 Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup
atau kubba.
 Dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam
dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada
yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi
bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
 Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan
biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid
makam Sendang Duwur seperti yang tampak pada gambar 2 tersebut.
Bangunan istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga
memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias, maupun
dari seni patungnya contohnya istana Kasultanan Yogyakarta dilengkapi dengan patung
penjaga Dwarapala (Hindu).
2.Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula
Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, misalnya
ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir. Ukiran ataupun hiasan,
selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang.
3. Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau
tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai
untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti
lazimnya tulisan Arab.
Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak
digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang. Sedangkan dalam
seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari
perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat
pengaruh Persia.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara
yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi
ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
 Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh
sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis
dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal
yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima
(Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
 Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa
sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
 Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk
Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
 Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk
kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
4.Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan
yang bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh
kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan
sebagainya.
Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan
dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
5. Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal
Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini
ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah
berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti
Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama
hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran
pada kalender saka juga dipergunakan.
Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1
Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.

Anda mungkin juga menyukai