Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AKULTURASI DAN KEBUDAYAN ISLAM

Untuk memenuhi tugas “Sejarah Indonesia”


Yang dibina oleh “Bapak Faisal Adim”

Oleh Kelompok 10:


Nur Ainia
Nur Hidayanti
Febi Febrianti

KELAS X-IPA 2
UPT. SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI I ARJASA
DINAS PENDIDIKAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP
2018
DAFTAR ISI

SAMPUL
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................
1.1. Latar Belakang..................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................
1.3. Tujuan dan Manfaat..........................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN.........................................................................................
1.
2.
2.1. Pengertian Akulturasi.......................................................................................
2.2. Proses Akulturasi dan Kebudayaan Asal..........................................................

BAB III : PENUTUP.................................................................................................


1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................
3.2. Saran.................................................................................................................
BAB I
PNDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebelum islam masuk kebumi nusantara, sudah banyak terdapat suku
bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, sosial dan budaya di
nusantara yang berkembang. Semua itu tidak terlepas dari pengaruh sebelumnya,
yatu kebudayaan nenek moyang (animisme dan dinamisme), dan hindu budha
yang berkembang lebih dulu dari pada islam. Setelah masuknya islam ke
nusantara, terbukti budaya dan ajaran islam mulai berkembang. Hal ini tidak bisa
terlepas dari peran mubaligh-mubaligh dan peran wali songo di jawa. Bukti bahwa
ajaran islam sudah dikerjakan masyarakat nusantara. Di kota-kota besar dan kecil
yang sudah islam, terdapat bangunan-bangunan masjid yang digunakan untuk
berjamaah. Hal itu merupakan bukti budaya yang telah berkembang di nusantara.
Agama dan budaya islam yang masuk ke Indonesia mempengaruhi
kebudayaan asli Indonesia sehingga menimbulkan akulturasi ke budayaan
sehingga akhirnya corak baru kebudayaan Indonesia di nusantara terdapat banyak
bangunan yang akulturatif dan budaya non fisik yang merupakan perpaduan
antara budaya islam dan budaya lain. Berkembangnya kebudayaan islam di
kepulauan Indonesia telah menambah khasanah budaya nasional Indonesia serta
untuk memberikan dan menentukan corak kebudayaan bangsa Indonesia. Akan
tetapi karna kebudayan yang berkembang di Indonesia begitu kuat di lingkungan
masyarakat maka berkembangnya kebudayan islam tidak menggantikan atau
memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Dengan demikian terjadi akulturasi
antara kebudayan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada. Hasil proses
akulturasi antara kebudayaan pra-Islam dengan ketika Islam masuk tidak hanya
berbentuk fisik kebendaan seperti seni bangunan, seni ukir atau pahat, dan karya
sastra teapi juga menyangkut pola hidup dan kebudayaan non fisk lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Akulturasi?
2. Bagaimana Proses Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui dan memahami apa itu Akulturasi
2. Mengetahui dan memahami tentang proses aklturasi dan perkembangan budaya
islam
BAB II
PEMBAHASAN
1.
2.
2.1. Pengertian Akulturasi
Akultuasi berasal dari istilah latin “Aculturate”, yang berarti “tumbuh
dan berkembang bersama-sama”. Bila diartikan secara umum dapat didefinisikan
bahwa Akulturasi (aculturation, dalam bahasa inggris) merupakan perpaduan dua
atau lebih kebudayaan, sehingga muncul budaya baru tetapi tidak menghilangkan
budaya lama. Biasanya proses akulturasi terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Sehingga antara satu budaya dan budaya lainnya saling memiliki pengaruh kuat.
Kemudian budaya baru yang tercipta akan disepakati bersama sebagai budaya
baru suatu kelompok.
2.2. Proses Akulturasi Islam dan Kebudayaan Asal
1. Seni Bangunan
Seni dan asitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik
dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam
ini terutama masjid, menara serta makam.
Masjid dan Menara
Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada
perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan pra-Islam yang telah ada
sebelumnya. Beberapa contoh seni bangunan Islam yang menonjol adalah
masjid yang berfungsi sebagai tempat beribadah bagi orang islam.
Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas
semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya
ganjil 1, 3 dan 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk
memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan mustaka.
 Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang
ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan
kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat.
Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
 Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun
atau bahkan
Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
 Makam-makam kuno dibangunan di atas bukit atau tempat-tempat yang
tinggi.
 Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan jirat atau
kijang, nisannya juga terbuat dari batu.
 Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang di sebut dengan
cungkup atau kubba.
 Dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara
makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam.
 Di dekat makam biasanya dibangun masjid makam dan biasanya makam
tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam
Sendang Duwur di Tuban.
Makam-makam yang terletak di tempat-tempat tinggi menunjukan
kesinambungan tradisi yang merupakan pengejewantahan pendirian punden-
punden berundak pada masa megalitik. Tradisi tersebut dilanjutkan pada masa
Hindu-Budha dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi. Antara
lain Candi Dieng yang berketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut,
Candi Gedongsanga, Candi Borobudur, Percandian Prambanan dan lan-lain.
Setelah kebudayaan Indonesia Hindu-Budha megalami keruntuhan
unsur seni bangunan keagamaan masih diteruskan. Beberapa contoh akulturasi
bangunan keagamaan antara lain sebagai berikut:
 Makam-makam yang lokasinya di atas bukit, makam yang paling atas
adalah yang dianggap paling dihormati misalnya Sunan Gunun Jati atau
Syarif Hidayatullah di Gunung Sembung, di bagian teratas kompleks
pemakaman Imogiri ialah makam Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Kompleks makam yang mengambil tempat datar misalnya di Kota Gede,
orang yang paling dihormati ditempatkan di bagian tengah.
 Makam Walisongo dan sultan-sultan pada umunya ditempatkan dalam
bangunan yang disebut cungkup yang masih bergaya kuno dan juga
dalam bangunan yang sudah diperbaharui. Cungkup-cungkup yang
termasuk kuno antara lain cungkup makam Sunan Giri, sunan Derajat
dan Sunan Gunung Jati.
Di samping bangunan makam, terdapat tradisi pemakaman yang
sebenarnya bukan berasal dari ajaran Islam. Misalnya, jenazah dimasukkan ke
dalam peti. Pada zaman kuno ada peti batu, kubur batu dan lainnya. Sering
pula di atas kubur diletakkan bunga-bunga. Pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-
100, satu tahun, dua tahun dan 1000 hari diadakan selamatan. Saji-sajian dan
selamatan adalah unsur pengaruh kebudayaan pra-Islam, tetapi doa-doanya
secara Islam.
2. Seni Ukir
Pada masa perkembangan Islam di zaman madya, berkembang ajaran
bahwa seni ukir, patung dan melukis makhluk hidup, apalagi manusia secara
nyata, tidak diperbolehkan. Di Indonesia ajaran tersebut ditaati. Hal ini
menyebabkan seni patung di Indnesia pada zaman madya, kurang
berkembang. Padahal pada masa sebelumnya seni patung sangat berkembang,
baik patung-patung bentuk manusia maupun binatang. Akan tetapi, sesudah
zaman madya, seni patung berkembang seperti yang dapat kita saksikan
sekarang ini.
Walaupun seni patung untuk menggambarkan makhluk hidup secara
nyata tidak diperbolehkan. Akan tetapi, seni pahat atau seni ukir terus
berkembang. Para seniman tidak ragu-ragu mengembangkan seni hias dan seni
ukir dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan seperti yang telah
dikembangkan sebelumnya. Kemudian juga ditambah seni hias dengan huruf
Arab (kaligrafi). Bahkan muncul kreasi baru, yaitu kalau terpaksa ingin
melukiskan makhluk hidup, akan disamar dengan berbagai hiasan, sehingga
tidak lagi jelas-jelas berwujud binatang atau manusia.
3. Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap
bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab,
bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah
Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu
tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di
samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak
digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam
adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha
dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian
wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang
dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi
ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman
Hindu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau
tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa).
Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir
Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai
peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad
Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya
Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena
berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari
baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau
Jawa.
4. Bidang Kesenian
Di Indonesia islam menghasilkan kesenian bernapas islam yang
bertujuan untuk menyebarkan ajaran islam. Kesenian tersebut misalnya
sebagai berikut:
a. Permainan debus, yaitu tarian yang pada puncak acara para penari
menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini
diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al-Quran dan shalawat Nabi.
Tarian ini terdapat di Banten dan minangkabau.
b. Seudati, sebuah bentuk tarian dari aceh. Seudati berasal dari kata syaidati
yang artinya permainan orang-orangbesar. Seudati sering disebut saman
artinya delapan. Tarian ini aslinya dimainkan oleh delapan orang penari.
Para pemain menyanyikan lagu yang isinya antara lain salawat nabi.
c. Wayang termasuk wayang kulit, pertunjukan wayang sudah berkembang
sejak zaman Hindu, akan tetapi pada zaman Islam terus dikembangkan.
Kemudian berdasarkan cerita Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan
wayang golek.
5. Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah
berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah
Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami
keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang
bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. 
Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau
Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi
dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
6. Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah
mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam
kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing,
pon, wage dan kliwon. Apakah sebelumnya Anda pernah
mengetahui/mengenal hari-hari pasaran? Setelah berkembangnya Islam Sultan
Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan
perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-
nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti
dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai
dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga
dipergunakan.
Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau
tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
7. Cara Berpakaian dan Kebiasaan
Dalam pergaulan akulturasi budaya sangat kental terasa, baik dari
kebiasaan maupun cara berpakaian. Misalkan saja pada zaman dahulu, pakaian
jawa masih banyak dipakai, baik oleh kalangan bawah, menengah maupun
atas. Seiring dengan masuknya islam, pakaian berubah dari budaya jawa
menjadi budaya Islam. Sehingga muncullah jubah dan gamis.
Kemudian jawa islam mengakulturasi budaya cina, maka muncullah baju
koko atau baju takwa. Selain itu kebiasaan-kebiasaannyajuga berubah. Salah
satu contohnya adalah kalimat salam “Assalamualaikum” yang digunakan saat
bertemu, berkomunikasi maupun saling menyapa.
Demikianlah uraian materi tentang wujud akulturasi kebudayaan
Indonesia dan kebudayaan Islam, sebenarnya masih banyak contoh wujud
akulturasi yang lain, untuk itu silahkan diskusikan dengan teman-teman Anda,
mencari wujud akulturasi dari berbagai pelaksanaan peringatan hari-hari besar
Islam atau upacara-upacara yang berhubungan dengan keagamaan.
Sejarah masuknya Islam di Nusantara menimbulkan banyak tafsiran dari
para ahli sejarah dengan argumentasinya yang mempertanyakan kapan, dimana
dan bagaiaman proses masuknya Islam di Indonseia. Wacana ini sudah
diungkapkan melalui berbagai seminar yang dilakukan para ahli sejarah baik
Barat maupun Timur. Barat cenderung mengatakan masuknya Islam di Nusantara
abad ke-13 M, yang antara lain dipelopori oleh Snouck Hugronye, J.P. Moquete,
R.A. Kern Pijnappel. Sementara para ahli Sejarah Timur lebih memusatkan
perhatian pada baad ke-7 M dipelopori oleh Prof. Hamka, T. W. Arnold, Syed
Naguib Al Atta yang berpendapat bahwa sebelum abd ke-7 M sudah terjalin
hubunngan perdagangan dan pelayaran bangsa Arab, India dan Cina di Indonesia
(Nusantara), melalui Pantai Timur Sumatera. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada beberapa teori yang diungkapakan para ahli sejarah tentang deskripsi
masuknya Islam di Nusantara yaitu sebagai berikut :
1. Teori Gujarat (India)
Teori ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonseia pada
abad ke-13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar teori
ini adalah: Pertama, kurangnya fakta yamg menjelasakan peranan bangsa Aab
dalam penyebaran di Indonesia. Kedua, karena adanya hubungan dagang
Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia-Cambay-Timur
Tengah-Eropa. Ketiga, adanya batu nisan Sultan Samudera Pasai yaitu Malik
Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat (Azra, 2002, hlm 22).
2. Teori Arab (Mekkah)
Teori ini merupakan teori yang baru muncul sebagai sanggahan
terhadap teori lama yaitu Gujarat. Teori Makkah berpendapat Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke-7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar
teori ini adalah : Pertama, pada abad ke-7 yaitu tahun 674 di panatai Barat
Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab), dengan pertimbangan
bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad
ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina. Kedua, Kerajaan Samudera Pasai
menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’I terbesar
pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat atau India adalah
penganut mazhab Hanafi. Ketiga, Raja-raja Samudera Pasai menggunakan
gelar Al-Malik, yaitu gelar tersebut bersala dari Mesir.
3. Teori Cina
Teori ini menyatakan bahwa Islam datang bukan dari Timur Tengah,
Arab maupun Gujarat ataupun India tetapi dari daratan Cina, dimana pada abad
ke-9 M banyak orang Muslim Cina di Kanton dan wilayah Cina Selatan yang
mengungsi ke Jawa, sebagian ke Kedah dan Sumatera karena “pada masa
pemrintahan Huan Chou terjadi penumpasan terhadap penduduk Kanton dan
wilayah Cina Selatan yang mayoritas pendudknya beragama Islam”
(Alqurtuby, 2003, hlm. 215).
Memang tidak dapat dipungkiri penagruh Cina sangat kental dalam
arsitektur pada Masjid kuno di Demak, Banten. Selain itu perlu diketahui juga
“pada abad ke-8 M s/d 11 M sudah ada pemukiman Arab Muslim di wilayah
Cina  dan di Campa yang memnag sudah mengadakan hubungan perdagangan
dengan Indonesia” (Yusuf, 2006, hlm.42).
4. Teori Persia
Dalam teori ini lebih menekankan pada Islam masuk ke Indonsia abad
ke-13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah
kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia. Yang
diungkapakan oleh Hosein Djajadininggrat (1963, hlm. 102) menyatakan
bahwa :
“Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M di Sumatera yang
berpusat di Samudera Pasai, pembawanya bersal dari Persia (Iran) dengan
argumentasinya adanya persamaan budaya yang berkembang dikalangan
masyarakat Indonesia dengan budayua yang ada di Persia seperti adanya
peringatan 10 Muhram atau Asyura yang merupakan tradisi yang berkembang
dalam masyarakat Syiah untuk memperingati hari kematian Hasan dan Husein
cucu Nabi Muhammad. Di Sumatera Barat peringatan tersebut disebut dengan
upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan
bubur Syuro. Kemudian adanya persamaan antara ajaran al-Hallaj, tokoh sufi
Iran Syeikh Siti Jenar”.
Menyimak uraian di atas, dapatlah dipahami bagaimana masing-
masing para sejarawan menyimpulkan dengan teori-teori yang
dikemukakannya lebih banyak merefleksikan argumentasinya pada masalah
masuknya Islam di Indonesia sebagai akibat dari adanya hubungan antara para
pedagang Arab, India, Cina, Persia, yang didukung oleh letak geografis
Indonesia yang sangat strategis sebagai jalur pelayaran dan perdagangan antar
pedagang anatar pedagang tersebut, yang lebih terfokuskan pada wilayah ujung
Barat dan Timur Sumatera karena daerah ini sebagai kota bandar yang harus
disinggahi lebih dahulu sebelum selat Malaka menuju kawasan Asia Timur
terutama daratan Cina.
Tentu keempat teori tersebut masing-masing memliki kebenaran dan
kelemahannya. Dengan berbagai deskripsi yang dipaparkan maka Islam masuk
ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 dan mengalami
perkembangannya pada abad ke-13 sebagai kekuatan politik. Yang memegang
peranan dalam penyebarannya adalah para pedagang bangsa Arab, Persia dan
Gujarat (India) dan para pedagang Cina yang sudah memeluk ajaarn Islam.
BAB III
PENUTUP
1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan
Akulturasi brasal dari bahasa latin “Aculturate”, yang berarti “tumbuh
dan berkembang bersama-sama”. Bila diartikan secara umum dapat didefinisikan
bahwa Akulturasi (aculturation, dalam bahasa inggris) merupakan perpaduan dua
atau lebih kebudayaan, sehingga muncul budaya baru tetapi tidak menghilangkan
budaya lama. Biasanya proses akulturasi terjadi dalam kurun waktu yang lama.
Sehingga antara satu budaya dan budaya lainnya saling memiliki pengaruh kuat.
Kemudian budaya baru yang tercipta akan disepakati bersama sebagai budaya
baru suatu kelompok.
3.2. Saran
Akulturasi menyebabkan budaya indonesia sangat beragam. Oleh sebab
itu Bhineka Tunggal Ika menjadi sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan
beragama, kita harus mengingat itu!

Anda mungkin juga menyukai