Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SEJARAH

KARYA SASTRA PADA MASA KEEMASAN KERAJAAN KEDIRI

NAMA :

FELYSITAS YANET TARI


KELAS : X AKL 2
NO. : 02

SMK SAARASWATI 1 DENPASAR


TAHUN AJARAN 2019/2020
KISAH BARATAYUDA
Istilah Baratayuda berasal dari kata Bharatayuddha, yaitu judul sebuah naskah
kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada tahun 1157 oleh Mpu Sedah atas perintah
Maharaja Jayabhaya, raja Kerajaan Kadiri. Sebenarnya kitab Baratayuda yang ditulis untuk
simbolisme keadaan perang saudara antara Kerajaan Kediri dan Jenggala yang sama sama
keturunan Raja Erlangga . Keadaan perang saudara itu digambarkan seolah-olah seperti yang
tertulis dalam Kitab Mahabarata karya Vyasa yaitu perang antara Pandawa dan Kurawa yang
sebenarnya juga keturunan Vyasa sang penulis.

Perang keluarga Bharata atau Baratayudha adalah puncak dari perseteruan yang
terjadi antara Pandawa dan Kurawa. Semua ini bermula karena pihak Kurawa yang berambisi
untuk menguasai Astinapura secara penuh kemudian melakukan segala cara untuk
menyingkirkan Pandawa yang sebenarnya merupakan saudara mereka. Semua usaha tersebut
sebenarnya menemui kegagalan hingga hari terjadinya perang Baratayudha di padang
Kurusetra yang berlangsung selama 18 hari. Perang ini adalah puncak dari kisah
Mahabharata, yaitu sebuah dongeng pewayangan terkenal dari India.

Penyebab Perang Baratayudha

Pandu yang merupakan ayah dari para Kurawa pada suatu hari membawa pulang tiga
orang putri yang berasal dari tiga negara berbeda, bernama Kunti, Gendari dan Madri. Salah
satu dari ketiga putri tersebut kemudian diberikan sebagai persembahan kepara Dretarastra,
kakak Pandu yang buta. Putri yang terpilih adalah Gendari, karena Dretarastra yang buta
memilih dengan cara mengangkat satu persatu ketiga putri tersebut, dan Gendarilah yang
bobotnya paling berat. Dengan demikian ia mengasumsikan Gendari akan memiliki banyak
anak sesuai keinginannya sehingga Gendari sakit hati dan bersumpah bahwa keturunannya
akan menjadi musuh bebuyutan dari anak – anak Pandu. Sejak itu Gendari dan adiknya
Sengkuni selalu mendidik anak – anaknya yang jumlahnya seratus orang untuk selalu
bermusuhan dengan anak – anak dari Pandu.

Kedua putri yang lain yaitu Kunti dan Madri kemudian dinikahi oleh Pandu. Namun,
Pandu mendapatkan kutukan dari sepasang resi yang dipanahnya ketika sedang berwujud
rusa sehingga tidak dapat berhubungan dengan istri – istrinya. Pandu yang hidup seperti
pertapa meyakini jika ia tidak memiliki anak laki – laki maka ia akan masuk neraka. Kunti
kemudian menceritakan anugerah yang didapatnya dari seorang resi bernama Durvasa di
kerajaan ayahnya, yaitu mantra untuk memanggil para Dewa untuk bisa mendapatkan karunia
berupa seorang putra dari para dewa tersebut. Kunti kemudian memanggil Dewa Dharma,
dan lahirlah Yudhistira.Kemudian Dewa Vayu dan lahirlah Bhimasena, setelahnya Indradewa
lalu lahir Arjuna. Mantra tersebut tidak akan manjur lagi apabila digunakan lebih dari tiga
kali, maka Kunti mengajari Madri untuk melafalkannya demi mendapatkan anak lagi. Madri
memanggil Sang Kembar, yang merupakan tabib para Dewata. Kemudian Nakula dan
Sadewa pun lahir.

Setelah Pandu meninggal, anak – anak Pandawa selalu menjadi sasaran dari kejahatan
Kurawa. Yudhistira adalah putra Dinasti Kuru yang tertua, dan ia berhak menjadi Raja sejak
kerajaan Amarta telah diserahkan oleh Dretarastra kepada adiknya karena ia buta. Dretarastra
hanya menggantikan Pandu sebagai kepala pemerintahan sementara hingga Yudistira dewasa,
namun anak – anak Kurawa berpendapat lain karena sumpah ibunya tersebut. Duryudana
berambisi untuk menjadi raja dan menguasai takhta Dinasti Kuru, kemudian mengusahakan
segala cara termasuk mencoba membunuh Yushistira bersama saudara – saudaranya namun
selalu gagal karena mereka dilindungi oleh Widura dan Kresna.

Pemicu perang Baratayudha terjadi ketika Pandawa kalah dalam permainan dadu
dengan Kurawa, yang mengakibatkan Kerajaan Amarta diambil alih Kurawa dan Pandawa
menjalani hukuman dengan diasingkan di Hutan Kamiyaka selama 12 tahun, dan setahun
penyamaran sebagai rakyat jelata di Kerajaan Wirata. Setelah masa hukuman berakhir,
Kurawa tetap tidak mau menyerahkan kembali wilayah Amarta walaupun Pandawa hanya
menuntut bagiannya sebanyak lima wilayah desa..

Berlangsungnya Perang Baratayudha

Sejarah perang Baratayudha berlangsung di Padang Kurusetra, yang dianggap sebagai


tempat suci bagi penganut agama Hindu. Arti dari Kurusetra sendiri adalah ‘daratan Kuru’
yang disebut dengan nama lain Dharmakshetra atau ‘daratan keadilan’. Konon karena
kesuciannya maka dosa – dosa apapun yang dilakukan di padang ini pasti akan terampuni.
Pertempuran yang berlangsung selama 18 hari ini dimulai saat matahari terbit dan harus
segera diakhiri saat matahari terbenam. Pertempuran tersebut adalah peperangan sampai mati,
maka ksatria yang berhasil mempertahankan nyawanya adalah pemenang. Aturan perang
Baratayudha yang disebut sebagai Dharmayuddha ditetapkan kedua belah pihak adalah:

 Pertempuran dimulai saat matahari terbit dan berhenti saat matahari terbenam.
 Pertempuran harus dilakukan satu lawan satu, tidak boleh mengeroyok prajurit yang
sendirian.

 Dua ksatria diizinkan bertempur secara pribadi jika memiliki senjata atau kendaraan
yang sama, misal kuda, gajah atau kereta.

 Prajurit yang menyerahkan diri tidak boleh dibunuh,

 Prajurit yang menyerahkan diri harus menjadi tawanan perang atau budak

 Tidak boleh melukai atau membunuh ksatria yang tidak bersenjata.

 Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang sedang tidak sadar.

 Tidak boleh melukai atau membunuh orang yang tidak ikut dalam peperangan atau
binatang.

 Tidak boleh melukai dari belakang atau membunuh

 Tidak diizinkan menyerang wanita.

 Ada peraturan khusus untuk setiap jenis senjata, misal dilarang memukul bagian
pinggang ke bawah ketika sedang menggunakan gada.

 Tidak berperang dengan curang.

Aturan dalam sejarah perang Baratayudha ini sayangnya walaupun telah disepakati, tetap saja
dilanggar oleh kedua belah pihak. Awal sejarah perang Baratayudha adalah dengan
pengangkatan pimpinan perang dari kedua pihak. Drestadyumna adalah panglima perang
Pandawa, dan mereka mendapatkan sekutu dari seluruh kerajaan di India Utara. Sedangkan
Bhisma didaulat sebagai panglima perang Kurawa. Bisma setuju dengan harapan bahwa ia
dapat turut melindungi para Pandawa dengan cara tersebut. Pandawa yang memiliki jumlah
pasukan lebih kecil membentuk Formasi Bajra yang memungkinkan pasukan kecil
menyerang pasukan yang lebih besar. Sedangkan Kurawa memiliki sebelas divisi.

Akhir Perang Bharatayudha

Kemenangan dan kekalahan silih berganti dialami oleh Pandawa dan Kurawa selama hari –
hari pertempuran Baratayudha tersebut sampai pada hari kesepuluh ketika Pandawa
menyusun strategi baru untuk mengalahkan Bisma. Srikandi ditempatkan di kereta Arjuna,
dan Arjuna akan menyerang Bisma dari belakangnya. Srikandi adalah seorang wanita yang
berubah menjadi pria, karena itu ia digunakan sebagai tameng karena Bisma akan merasa
segan untuk menyerangnya. Selain itu Srikandi juga merupakan reinkarnasi Dewi Amba,
wanita yang meninggal karena disakiti oleh Bisma dan telah bersumpah akan terlahir kembali
sebagai pembunuh Bisma.

Ketika melihat Srikandi, Bisma menyadari bahwa akhirnya sudah dekat dan tidak
memberikan perlawanan berarti. Arjuna memanfaatkan hal itu dengan meluncurkan anak –
anak panah yang menembus zirah Bisma hingga ke dagingnya. Bisma mampu bertahan hidup
dengan ratusan panah yang menancap ke tubuhnya karena ia diberi anugerah untuk
menentukan waktu kematiannya sendiri sehingga ia masih sempat memberi wejangan ke para
cucunya yang berperang hingga menyaksikan kekalahan Kurawa.

Hampir semua prajurit dari kedua belah pihak tewas, dari pihak Pandawa hanya ada tujuh
senopati yang bertahan hidup diantaranya kelima Pandawa, Yuyutsu, dan Satyaki. Sedangkan
dari pihak Kurawa, hanya tersisa tiga senopati yang hidup yaitu Aswatama, Krepa, dan
Kertawarma. Yudhistira pada akhirnya dinobatkan sebagai Raja Hastinapura dan setelah
beberapa lama menyerahkan tahta kepada Parikesit, cucu Arjuna. Ia bersama para Pandawa
dan Drupadi  melakukan perjalanan spiritual dan mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan
akhir dari perjalanan mereka. Drupadi dan keempat Pandawa lainnya meninggal dalam
perjalanan tersebut hingga tersisa Yudhistira yang berhasil mencapai puncak, kemudian
dianugerahkan masuk surga oleh Dewa Dharma.

Anda mungkin juga menyukai