KELAS : X MIPA
Proses terbentuknya jaringan Nusantara terutama melalui jalur perdagangan laut. Selat
Malaka, sebagai pintu gerbang, memainkan peran penting dalam hubungan perdagangan antara
Cina, India, dan wilayah Nusantara. Hubungan perdagangan ini mengukuhkan Nusantara sebagai
negara kepulauan yang dipersatukan oleh perdagangan laut.. Sejak zaman praaksara, masyarakat
Nusantara telah melakukan aktivitas perdagangan baik secara lokal maupun regional. Dari aktivitas
ini, muncul proses terbentuknya jaringan Nusantara melalui perdagangan. Nusantara, yang kaya
akan sumber daya alam, terutama rempah-rempah, menjadi pusat perdagangan yang diminati oleh
banyak bangsa di dunia. Pusat-pusat integrasi Nusantara terbentuk melalui penguasaan laut dan
jalur-jalur perdagangan yang menghubungkan wilayah-wilayah Nusantara dengan Cina, India, dan
wilayah lainnya. Komoditas perdagangan utama pada saat itu adalah rempah-rempah seperti kayu
cengkih dan pala. Salah satu faktor yang mendorong terbentuknya jaringan Nusantara adalah
kekayaan alam Indonesia, terutama rempah-rempah. Rempah-rempah menjadi komoditas
perdagangan yang diminati oleh banyak bangsa di dunia.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya interaksi bangsa Indonesia dan bangsa-
bangsa asing adalah letak geografis Indonesia yang sangat strategis. Salah satu interaksi tersebut
adalah datangnya bangsa India ke Indonesia. Adapun dampak adanya interaksi tersebut adalah
masuknya pengaruh kebudayaan dan agama Hindu-Buddha di Indonesia. Masuknya budaya Hindu-
Buddha di Indonesia menyebabkan munculnya akulturasi kebudayaan Hindu-Buddha dengan
kebudayaan asli Indonesia. Akulturasi kebudayaan adalah suatu proses percampuran antara unsur-
unsur kebudayaan yang satu dan kebudayaan yang lain sehingga membentuk kebudayaan baru,
kebudayaan baru hasil percampuran tersebut tidak kehilangan kepribadian atau ciri khasnya. Oleh
karena itu, untuk dapat berakulturasi masing-masing kebudayaan harus seimbang.
Kebudayaan Hindu - Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja, tetapi
melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia Hal
tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut.
1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga
masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia yang disebut dengan local genius. Local
genius adalah suatu kecakapan dalam menerima kebudayaan asing dan mengolahnya menjadi suatu
kebudayaan yang selaras dengan kepribadian bangsa.
Berdasarkan dari sudut pandang akulturasi budaya, masuknya pengaruh budaya dan agama Hindu-
Buddha di Indonesia dibedakan menjadi tiga periode :
1. Periode Awal
Pada periode ini (abad ke-5-ke-11 M) pengaruh unsur budaya Hindu-Buddha lebih kuat dan
lebih menonjol daripada unsur kebudayaan asli Indonesia. Hal tersebut tampak pada peninggalan-
peninggalan patung-patung Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa di kerajaan-kerajaan seperti Kerajaan
Kutai, Kerajaan Tarumanegara, dan Kerajaan Mataram Kuno dengan ciri-ciri India.
2. Periode Tengah
Pada periode ini (abad ke-11-ke-16 M) unsur Hindu-Buddha dan Indonesia berimbang. Hal
tersebut disebabkan unsur Hindu-Buddha melemah, sedangkan unsur Indonesia semakin menguat.
Hal tersebut tampak pada peninggalan-peninggalan dari zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di
Jawa Timur, seperti Kerajaan Singasari, Kerajaan Kediri, dan Kerajaan Majapahit.
3. Periode Akhir
Pada periode ini (abad ke-16 sampai dengan sekarang) unsur Indonesia lebih kuat
dibandingkan dengan periode sebelumya. Adapun unsur Hindu-Buddha semakin surut. Di Bali
dapat dilihat candi berubah menjadi pura. Upacara ngaben lebih banyak menunjukkan unsur budaya
asli Bali daripada unsur budaya India.
Berikut contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Buddha dan kebudayaan asli
Indonesia:
1. Seni Bangunan
Di Indonesia pada umumnya bangunan candi merupakan bentuk akulturasi antara unsur
budaya Hindu-Buddha dan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung- patung
perwujudan dewa atau Buddha, serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur- unsur dan India
a. Candi
Salah satu contoh bentuk akulturasi antara kebudayaan Hindu-Buddha dan kebudayaan
Indonesia adalah Candi Borobudur. Pada hakikatnya bentuk candi di Indonesia adalah punden
berundak yang merupakan unsur asli Indonesia. Candi merupakan sebuah bangunan yang berasal
dari zaman kekuasaan kerajaan- kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia. Untuk candi yang mendapat
pengaruh Hindu, kata candi berasal dari kata candika yaitu salah satu nama dari Dewi Durga (dewi
maut). Candi juga berasal dari kata cinandi yang berarti makam.
Pembuatan candi pada masa pengaruh Hindu diperuntukkan sebagai makam dari orang-
orang terkemuka atau para raja yang wafat. Candi dalam agama Buddha merupakan sebuah tempat
pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui Sang Buddha Gautama. Contoh candi Hindu
adalah Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Gebang, kelompok Candi Dieng, Candi Gedong
Songo, Candi Penataran, dan Candi Cangkuang. Adapun contoh candi Buddha adalah Candi
Borobudur, Candi Sari, Candi Plaosan, Candi Banyunibo, Candi Sumberawan, dan Candi Muara
Takus. Pada umumnya bangunan candi terdiri dari tiga bagian yaitu sebagai berikut.
1) Bhurloka, adalah bagian bawah candi yang melambangkan kehidupan dunia fana.
2) Bhurvaloka, adalah bagian candi yang melambangkan tahap pembersihan dan pemurnian jiwa
3) Svarloka, melambangkan tempat para dewa atau jiwa yang telah disucikan.
Meskipun struktur bangunan semua candi sama, ada perbedaan antara bentuk candi di Jawa
Tengah dan candi di Jawa Timur. Ciri candi di Jawa Tengah berbentuk tambun dengan hiasan kala
makara di atas gawang pintu masuk, puncak candi berbentuk stupa, bahan utamanya batu andesit,
dan umumnya menghadap ke timur. Adapun ciri candi di Jawa Timur berbentuk lebih ramping,
puncak candi berbentuk kubus dan di atas gawang pintu terdapat hiasan kala atau wujud kepala
raksasa yang bentuknya lebih sederhana dari kala makara, bahan utama dari batu bata, dan
umumnya menghadap ke barat.
Ciri utama candi bercorak Hindu yaitu adanya ratna (hiasan berbentuk bunga teratai yang masih
kuncup) di puncaknya, relief (ukiran-ukiran yang membentuk suatu seni cerita atau ajaran) di
dinding-dindingnya, arca Trimurti, Durga mahisa suramardini, Agastya, serta Ganesha (baik dalam
bilik candi maupun relung dinding candi).
Ciri utama candi bercorak Buddha adalah banyaknya patung Buddha atribut sederhana serta
bangunan stupa dengan patung Buddha di dalamnya. Selain itu, di kening Buddha selalu terdapat
bintik kecil yang disebut dengan urna (sebuah tanda yang menyimbolkan mata ketiga, yang mampu
memandang ke dunia nirwana).
b. Stupa
Bangunan stupa pada masa India Kuno digunakan sebagai makam atau tempat
penyimpanan abu kalangan bangsawan/tokoh tertentu. Berikut tiga bagian dari bangunan stupa :
1) Andah, melambangkan dunia bawah tempat manusia yang masih dikuasai hawa nafsu.
2) Yanthra, merupakan suatu benda untuk memusatkan pikiran saat bermeditasi,
3) Cakra, melambangkan nirwana tempat para dewa
Jika dibandingkan dengan di India dan Asia Timur, bangunan stupa di Indonesia memiliki
kekhasan tersendiri. Di tempat lain bangunan stupa berdiri sendiri, sedang- kan di Indonesia
bangunan stupa menjadi bagian dari candi atau kompleks candi tertentu.