Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rama Aji Kusuma

No : 38

Kelas : E9

Jaringan Keilmuan di Nusantara

Kerajaan-kerajaan Islam di wilayah nusantara memiliki peran penting dalam proses

terbentuknya jaringan keilmuan di nusantara.

Tahukah kamu bagaimana proses terbentuknya jaringan keilmuan di nusantara?

Dikutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, faktor terbentuknya jaringan

keilmuan di nusantara terkait istana sebagai pusat kekuasaan dan pendidikan.Serta

berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja menjadi pendorong munculnya

pendidikan dan pengajaran di masyarakat nusantara.

Lalu bagaimana proses terbentuknya jaringan keilmuan di nusantara?

Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid kesultanan sangat

ditentukan oleh dukungan penguasa.Sultan kerajaan Islam mendanai kegiatan-kegiatan

masjid, mendatangkan para ulama baik dari kalangan pribumi maupun dari

mancanegara terutama Timur Tengah.

Para ulama berfungsi sebagai pejabat-pejabat negara yang memberikan pengajaran

agama Islam di masjid-masjid negara di istana sultan. Para sultan dan pejabat tinggi

menimba ilmu dari para ulama.

Setelah terbentuk berbagai ulama hasil didikan dari istana-istana, maka murid-murid

melakukan pendidikan ke tingkatan yang lebih luas.Para murid ulama melakukan

pendidikan di rumah-rumah ulama untuk masyarakat umum, khususnya sebagai tempat

pendidikan dasar, layaknya kuttab di wilayah Arab.


Kuttab adalah lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masa Nabi Muhammad SAW

yang mengambil tempat di rumah-rumah ulama. Sedangkan di nusantara pendidikan

dasar berlangsung di rumah-rumah guru.Pelajaran yang diberikan terutama membaca

Al Qur'an, menghafal ayat-ayat pendek dan belajar bacaan salat lima waktu.

Diperkirakan, ini sama tuanya dengan kehadiran Islam di nusantara. Di nusantara,

masjid-masjid di pemukiman penduduk yang dikelola swadaya oleh masyarakat

menjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Di sinilah

terjadi demokratisasi pendidikan dalam sejarah Islam di nusantara. Karena memiliki

tingkat otonomi dan kebebasan tertentu, proses pendidikan dan pengajaran di masjid

mengalami perkembangan.

Bahkan berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang kompleks seperti

meunasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar di Kalimantan dan pesantren di Jawa.

Jaringan keilmuan di nusantara terbentuk mulai dari Malaka, Johor, Aceh Darussalam,

Minangkabau, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, Gota-Tallo, Bone,

Ternate, Tidore, Banjar, Papua dan lainnya.

Jaringan keilmuan menyatukan nusantara Berkembangnya pendidikan dan pengajaran

Islam telah menyatukan wilayah nusantara yang sangat luas. Dua hal yang

mempercepat proses penyatuan nusantara adalah penggunaan aksara Arab dan

bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca). Semua ilmu yang diberikan

di lembaga pendidikan Islam di nusantara ditulis dalam aksara Arab baik dalam bahasa

Arab maupun bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab disebut dengan banyak sebutan

seperti huruf Jawi (di Melayu) dan huruf pegon (di Jawa).

Luasnya penguasaan aksara Arab ke nusantara telah membuat para pengunjung asal

Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat kemampuan baca tulis. Pada

1579, orang Spanyol merampas sebuah kapal kecil dari Brunei. Orang Spanyol itu

menguji kemampuan menulis orang-orang Melayu yang menyatakan diri sebagai budak-

budak sultan. Dua dari tujuh orang dapat menulis dan semuanya mampu membaca

surat kabar berbahasa Melayu.


Wujud Akulturasi Budaya Lokal dengan Islam

Kebudayaan Indonesia semakin kaya dengan masuknya agama Islam.Adanya

proses akulturasi kemudian membuat kebudayaan baru Indonesia bercirikan

kebudayaan asli lokal, Hindu-Buddha, dan Islam.

Hasil proses akulturasi antara kebudayaan praIslam dengan setelah masuknya Islam

pun tidak hanya berbentuk kebendaan seperti seni bangunan, seni ukir, dan karya sastra,

tetapi juga menyangkut pola hidup dan tradisi masyarakat.Berikut ini contoh akulturasi

budaya Islam dengan budaya lokal dari berbagai bidang.

Seni bangunan

Bangunan yang dapat dijadikan contoh wujud akulturasi budaya lokal dengan Islam di

Indonesia adalah masjid, makam, dan keraton.Di berbagai daerah, bangunan masjid

mempunyai berbagai bentuk arsitektur sesuai dengan pengaruh budaya masing-

masing.Sebagai bentuk akulturasi, bangunan masjid selain menjadi tempat beribadah

juga mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan sosial, politik dan pendidikan

Islam.Selain masjid, wujud akulturasi kebudayaan lokal dan Islam adalah

makam.Makam biasanya dibuat dengan membangun cungkup atau kijing di atasnya.

Dalam Islam, tidak ada ajaran yang mengharuskan menggunakan dua hal tersebut,

karena kijing dan cungkup adalah pengaruh dari kebudayaan Hindu-Buddha yang lebih

dulu masuk di nusantara.Tempat tinggal sultan atau keraton juga salah satu

perwujudan akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal.

Hal ini dapat dilihat pada bangunan keraton kesultanan Islam di Jawa dan beberapa di

Sumatera yang merupakan perpaduan arsitektur budaya setempat dengan kebudayaan

Islam.
Seni ukir

Ketika kebudayaan Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, seni ukir dan pahat berkembang

pesat.Buktinya dapat dijumpai pada relief-relief dan patung yang dibuat pada periode

Kerajaan Hindu-Buddha.Berbeda dengan ajaran Islam, yang melarang untuk melukis

ataupun membuat tiruan makhluk hidup seperti patung.

Kendati demikian, berkembangnya pengaruh Islam di nusantara tidak membuat seni

pahat dan seni ukir hilang.Seni ukir tetap berkembang dengan berbagai modifikasi,

contohnya dapat dijumpai pada ukiran yang terdapat di masjid dan makam-makam

Islam.

Dikembangkan juga seni ukir dengan bentuk tulisan Arab atau kaligrafi yang dicampur

dengan ragam hias yang lain.

Aksara dan seni sastra

Ketika Islam masuk ke nusantara, abjad atau huruf-huruf Arab juga mulai digunakan di

Indonesia. Sebagai bentuk akulturasi, huruf Arab yang digunakan masyarakat setempat

menjadi lebih sederhana dan dipakai di daerah-daerah dengan penggunaan bahasa

daerah.Huruf Arab ini lebih dikenal dengan huruf Arab gundul, yang mulanya dipakai di

Sumatera lalu menyebar ke seluruh Indonesia. Dalam bidang sastra, banyak karya yang

ditulis pada masa pengislaman di Indonesia.Adapun karya-karya tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Hikayat

Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah yang menarik dan terkadang tidak

masuk akal.Beberapa contoh hikayat yang muncul pada masa pengaruh Islam adalah

Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Khaidir, Hikayat Sri Rama, dan masih banyak lainnya.
2. Babad

Babad berisi cerita sejarah, yang berisi campuran antara fakta, mitos, dan

kepercayaan.Contoh babad adalah Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, dan Babad

Mataram.

3. Suluk

Suluk adalah karya sastra berupa kitab-kitab yang isinya menjelaskan tentang tasawuf.

Salah satu contohnya adalah Suluk Wujil, yang berisi ajaran Sunan Bonang kepada Wujil,

yakni seorang kerdil yang pernah menjadi abdi di Kerajaan Majapahit.

Kesenian

Berikut ini beberapa bentuk kesenian yang muncul pada saat pengislaman di Indonesia.

1. Permainan debus

Permainan debus adalah tarian yang pada puncak acaranya para penari akan

menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini diawali

dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan selawat nabi.

2. Seudati Seudati adalah tarian dari Aceh yang asilnya dimainkan oleh delapan penari

sambil menyanyikan lagu yang isinya selawat nabi.

3. Wayang Ketika Islam masuk ke Indonesia, wayang yang merupakan kebudayaan asli

lokal dan pernah mengalami akulturasi dengan budaya Hindu-Buddha, kembali

mengalami penyesuaian.

Misalnya pada bentuk tubuh tokoh, di mana tangannya dibuat sangat panjang untuk

membedakan dengan manusia sesungguhnya.


Kalender

Pada masa kekuasaan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram, terjadi penggabungan

antara kalender Jawa dengan kalender Islam. Sultan Agung melakukan beberapa

penyesuaian dan perubahan mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka. Misalnya

bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadha diganti dengan Pasa.

Kalender ini dimulai pada 1 Muharam tahun 1043 H atau 1 Sura tahun 1555 Jawa,

tepatnya pada 8 Agustus 1633.

Tradisi

Sampai saat ini, masyarakat muslim Indonesia masih melakukan upacara-upacara

ritual yang memadukan tradisi setempat dengan kebudayaan muslim. Misalnya Hari

Raya Idul Fitri, yang dirayakan dengan silaturahmi antarkeluarga dan tetangga.

Kemudian sebagai bentuk dari rasa hormat terhadap orang tua dan nenek moyang,

masyarakat muslim Indonesia juga menjalankan tradisi berziarah. Selain itu,

masyarakat Jawa juga melakukan berbagai kegiatan selamatan dengan bentuk kenduri

yang dilakukan pada waktu tertentu.


Daftar Pustaka

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/19/193000969/jaringan-keilmuan-di-

nusantara

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jaringan Keilmuan di Nusantara",

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/19/193000969/jaringan-keilmuan-di-

nusantara?amp=1&page=2.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/28/110000679/wujud-akulturasi-budaya

-lokal-dengan-islam?page=5

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wujud Akulturasi Budaya Lokal

dengan Islam", https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/28/110000679/wujud-

akulturasi-budaya-lokal-dengan-islam?page=5.

Anda mungkin juga menyukai