Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Transisi Kehidupan Penyair Dua Masa:


Masa Jahiliyah dan Islam

Makalah ini disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tarikh Al-Adab Al-Araby Fil ‘Ashril Qodim

Dosen Pengampu:
Arif Mustofa, M.Pd.

Disusun Oleh Kel.VII:


1. Indah Rarasati (200301110147)
2. Syifa’usy Syarofin Naufal (200301110155)
3. Ummi Hasanah (200301110170)
4. Nur Muhammad Taqiyyuddin S. (200301110173)
5. Muhammad Hasbi Asshidiqi (200301110176)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2
2.1 Pergeseran Konteks Syair pada Masa Jahiliyah hingga Masa Awal
Islam............................................................................................ 2
2.2 Biografi Para Penyair Masa Awal Islam..................................... 2
2.3 Pengaruh Yang Ditimbulkan Dari Perubahan Yang Dibawa Oleh
Islam Dalam Kehidupan Para Penyar Jahiliyyah ....................... 5
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 8
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 8
3.2 Saran .......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ii

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Datangnya islam membawa pengaruh besar pada keberadaan bangsa Arab
khususnya kehidupan orang Arab yang sarat akan kejahiliyahan, salah satunya
adalah dalam bidang sastra. Keberadaan sastra pada masa awal islam dikenal dengan
adab al-Muhadhramain, sebuah karya sastra yang berkembang atau muncul pada
dua masa, yaitu masa Jahiliyah dan awal islam. Jenis sastra Arab ini memiliki
karakteristik sejarah dan nilai sejarah yang sangat besar, karena jenis sastra ini hidup
pada masa jahiliyah sampai awal islam serta menggambarkannya dengan sangat
detail[ CITATION alN95 \l 1033 ].
Periode awal islam adalah kelanjutan dari periode pra islam. Orang telah
mengenal syair pada masa sebelumnya, bedanya pada masa awal islam telah ada
yang namanya Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam dan hadist Rasulullah yang
memiliki peran sangat penting dalam periode ini. Maka, otomatis bahasa Arab yang
berkembang pada periodesasi ini mendapat banyak pengaruh dari Al-Qur’an dan
hadist Rasulullah SAW atau dalam kata lain syair yang berkembang pada masa ini
sudah sangat lekat kaitannya dengan agama islam.
Namun, perpindahan ini tidak berjalan mulus begitu saja, banyak sekali
halangan bahkan penolakan. Syair merupakan simbol kemuliaan dan kemegahan
orang-orang Arab, mereka memamerkan kecerdasan, kefasihan, dan semua yang
ingin mereka pamerkan melalui syair. Kemudian, agama islam datang dan mengajak
mereka pada tauhid, tentu saja hal ini sangat mengagetkan mereka.
Para penyair berbeda-beda dalam menghadapi hal ini. Ada yang benar-benar
menentang, ada yang berusaha memahami, ada yang mulai meninggalkan syiar
karena memilih untuk fokus beribadah, dan ada juga yang tetap bersyair dengan
nafas islam. Para penyair yang hidup dalam dua masa, antara lain; Labid ibn
Rabi’ah, Abu Sufyan, Hassan ibn Tsabit, Ka’ab ibn Malik, Abdullah bin Rawahah,
Abbas bin Mirdas, dll[CITATION Fit08 \l 1033 ].

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pergeseran Konteks Syair pada Masa Jahiliyah hingga Masa Awal Islam
Pergeseran Konteks Syair pada Masa Jahiliyah hingga Masa Awal Islam
Hingga ketika islam semakin meluas menyebar ke hampir semua penjuru Jazirah
Arab, maka muncullah banyak pola penggunaan bahasa yang berbeda. Di masa
Jahiliyah, bahasa menjadi wadah kreativitas seni dan kebanggaan. Pada masa ketika
islam memegang tampuk pimpinan bangsa Arab, bahasa Arab dan syair-syairnya
menjadi media dakwah ke berbagai suku bangsa hingga keluar dari Jazirah, selain
juga menjadi bahasa ritual umat islam sehari-hari.
Perubahan fungsi bahasa itu tentu melahirkan beberapa perubahan yang cukup
fundamental. Ada beberapa aspek bahasa Arab yang berubah karena islam, antara
lain: (1) matinya kosa kata Jahiliyah yang dianggap tidak pantas oleh ajaran Islam;
(2) masuknya banyak kosakata ‘Ajam ke dalam bahasa Arab karena islam sudah
menyebar hingga keluar Jazirah, dan (3) perluasan makna terjadi pada beberapa
kosakata Jahiliyah. Selain ada kosakata yang dihilangkan, juga ada kosakata yang
mengalami perubahan makna. Hal itu menjadi penyebab dalam kajian semantik
(Dalalah) kosakata bahasa Arab dikenal pembagian makna lughatan (etimologis) dan
syar’an/istilahan (terminologis)[ CITATION Sya21 \l 1057 ].
Beberapa kosakata Arab Jahiliyah pun mengalami perubahan makna. Syair-
syair yang dipandang tidak sopan, seperti syair-syair yang memuji kemolekan
wanita (Gazhal dan Tasybib) mulai kehilangan pamor. Kegiatan mereka untuk
menggubah syair mulai tidak segemilang era Jahiliyah dulu. Pendek kata, bahasa
Arab di masa islam mengalami perubahan signifikan terutama dalam hal tujuannya.
Di masa Jahiliyah, syair menjadi senjata untuk menghantam suku lain [ CITATION
Sya21 \l 1057 ].

2.2 Biografi Para Penyair Masa Awal Islam


1. Hasan Bin Tsabit
Nama lengkapmya adalah Abu Walid Hasan bin Tsabit al Anshari,
penyair Rasulullah, pujangga muhadarmin dan termasuk Bani Najjar penduduk
Madinah. Dia termasuk sahabat yang mempunyai kemampuan dalam berpuisi.
Karena berasal dari kaum yang dikenal sebagai kaum yang punya cita rasa puisi

2
yang bagus. Dibesarkan di zaman jahiliyah dan mempunyai nama pada waktu
itu, dapat bertemu dengan pujangga-pujangganya bahkan dapat mengatasi
sebagian besar dari mereka, memuji raja-raja Manadzirah dan Ghasaniah dimasa
jahiliyah dan pergi menemui mereka, mendapatkan hadiah-hadiah dan
pemberian-pemberian dari mereka. Yang paling banyak mendapatkan pujian-
pujianya adalah keluarga Jafirah dari raja Ghasan karena antara penduduk
Yatsrib (Madinah) dan Ghasaniyah ada hubungan kerabat dan bertetangga.
Maka dia menerima pemberian-pemberianya terus menerus tanpa putus, sampai
dia masih menerima pemberian itu setelah masuk Islam dan mereka masuk
Nasrani.
Setelah Rasullullah berhijrah ke Madinah dan orang-orang Anshor
masuk Islam, dia masuk Islam bersama mereka dan membela agama dengan
lisan sebagaimana kaumnya membelanya dengan pedang. Perkataanya yang
mengandung hinaan dan kemarahan terhadap musuh-musuh Nabi mempunyai
pengaruh-pengaruh yang positif.
Hassan hidup sebagai pejuang atas nama Islam dan Muslim dan
eksplotasinya yang bertentangan dengan puisinya menyanyikan tentang
eksplotasi perang, dan Nabi membagi setelah kembali dari invasi seperti
pejuang yang berpartisipasi di dalamnya dengan pedangnya. Dan ketika
Rasulullah meninggal Hasan berdiri di samping kaumnya, kaum Anshor,
membela hak mereka atas kekhalifahan, tetapi para imigran memonopoli
otoritas dan posisi kaum Anshar melemah, dan para khalifah mengabaikan
Hassan dan mencegah orang-orang mendengarkan puisinya karena mereka
disibukan dengan berita penaklukan.
Berkat Pembelaanya terhadap Islam, Hassan menjadi penyair Islam dan
penyair Nabi, dan sindiranya terhadap kaum musyrik di dalamnya banyak
kecabulan dan fitnah, dan maknanya lebih ke pra-Islam daripada Islam. Namun
peran Hassan dalam berbicara terbatas pada aspek linguistik, sedangkan untuk
berbicara di medan perang, Hassan tidak memiliki partisipasi yang efektif
karena usianya yang sudah tua.
Puisi-puisi Hasan pada masa jahiliyah cukup keras, asing, bahasanya dan
sukar. Setelah masuk Islam puisinya menjadi halus, baik susunan atau arti-
artinya. Kebanyakan puisi yang dibuat adalah bertema satire, pujian, dan
kebanggaan terhadap dirinya dan kaumnya.
3
2. Ka’ab Ibn Malik al-Anshari
Nama lengkapnya adalah Amru Ibn al-Taqin Ibn Ka’ab Ibn Suwad Ibn
Ghanam Ibn Salamah al-Anshari. Dia dijuluki Abu Abdullah, Abu
Abdurrahman, Abu Muhammad dan Abu Basyir. Pada masa jahiliyah Ka’ab
sering disebut dengan Abu Basyir dan ketika masuk Islam Rasulullah
menjulukinya dengan Abu Abdullah dia termasuk di antara golongan para
sahabat Anshar yang pertama kali masuk Islam, juga termasuk para sahabat
yang menyaksikan bai'at aqabah dan banyak mengikuti berbagai peperangan
dalam Islam seperti perang badar uhud, Fathul Makkah, khaibar, muktah, thoif
dan Tabuk.
Ketika turun ayat yang menggambarkan bahwa Allah melarang puisi
dan kedudukan penyair yang hanya berbuat sia-sia di hadapan Allah, seketika
itu kakak menghadap Rasulullah dan meminta penjelasan tentang hal itu.
Rasulullah mengatakan bahwa seorang mukmin itu berjihad dengan pedangan
dan lisannya. Sehingga legalah hati ka’ab dan dia bertambah getol dan
menyampaikan puisi-puisinya yang sarat dengan semangat membela agama
Allah di hadapan musuh-musuh kaum muslimin. Puisi Ka’ab termasuk puisi
yang bagus, kasidah-kasidahnya banyak meneyeritakan tentang suasana perang.

3. Al-Hathi’ah/ Al-Hutay’ah
Al-hati’ah nama lengkapnya adalah Abu Malika Jarwal bin Aws bin
Malik, salah seorang penyair al-muhadramain, yaitu mereka yang mengenal
masa jahiliyah dan Islam. Dia bertubuh pendek sehingga mendapat julukan
Hati’ah (seorang laki-laki yang pendek). Ada perbedaan pendapat tentang alasan
memanggil al hatihah dengan nama ini, karena pendeknya pendekatan dengan
bumi; itu datang dalam kamus Lisan al-Arab bahwa al- hati’ah kecil dari hutta,
yang mengalahkan tanah atau kaki pendek,dan dikatakan bahwa itu disebut
damamahnya, damamah berarti jelek dalam penampilan dan kecil dalam tubuh.
Puisi-puisinya banyak bercerita tentang huja’ ( puisi satire) baik itu mengejek
dirinya sendiri ataupun keluarganya.
Setelah masuk islam dia tetap fokus pada puisi sajaknya sampai-sampai
Khalifah Umar bin Khattab menjalankannya dan mengancam akan memotong
4
lidahnya. Hanya saja al-Hati’ah menyampaikan qasidahnya untuk meminta
belas kasih Umar, maka Umar pun melepaskannya, dan melarangnya untuk
mengejek orang lain. Akan tetapi setelah Umar wafat, dia kembali mengejek
orang dengan puisi-puisinya. Hal itu berlangsung hingga al-hati’ah wafat pada
masa pemerintahan muawiyah pada usia 80 tahun.

4. Abbas bin Mirdas


Salah seorang di antara mereka adalah Abbas bin Mirdas, seorang
mualaf yang baru saja memeluk Islam dan harus dijinakkan hatinya. Abbas ini
sebelumnya terkenal sebagai penyair ulung. Syair-syairnya begitu populer pada
zamannya. Terdorong oleh perasaan tidak puasnya, ia mencela Rasulullah
dengan bersyair. Ketika hal ini sampai kepada Nabi, beliau segera bangkit dan
marah seraya berkata, “Andai kata Rasulullah sudah tidak bisa berbuat adil,
siapa lagi yang akan menegakkan keadilan? Semoga Allah selalu melimpahkan
rahmat kepada Musa, saudaraku. Ia telah banyak disakiti oleh kaumnya
melebihi apa yang kualami, tetapi ia tetap tabah dan sabar. Bawa ke sini orang
itu, dan potong lidahnya!”.
Mendengar perintah Rasul tersebut, para sahabat, termasuk Umar dan
Ali, langsung mencari si penyair itu. Ketika ia ditemukan, hampir saja Umar
memotong lidahnya, sebagaimana pesan Nabi. Untunglah ada Ali. Ia segera
menyeret si penyair yang sudah pucat pasi itu karena ketakutan. Mereka menuju
ke sebuah lapangan yang masih dipenuhi binatang ternak hasil rampasan
perang. Kepada Abbas, Ali bin Abi Thalib lalu berkata, “Ambillah (ternak-
ternak dan harta rampasan perang ini) sebanyak yang kamu suka.” “Apa!
Begitukah cara Rasulullah memotong lidahku? Demi Allah, aku tidak mau
mengambil sedikit pun,” ujar Abbas dengan rona merah padam karena malu.
Sejak saat itu, Abbas tidak pernah mendendangkan lagi syair yang ditujukan
kepada Rasulullah. kecuali puji-pujian.

2.3 Pengaruh Yang Ditimbulkan Dari Perubahan Yang Dibawa Oleh Islam Dalam
Kehidupan Para Penyar Jahiliyyah
Pada zaman Jahiliyah, kemampuan membuat syair merupakan salah satu
parameter intelektualitas seseorang kala itu.  Banyak penyair-penyair handal kala itu,

5
salah satunya disebabkan adanya pergelaran atau festival syair dan puisi Arab yang
dilaksanakan di pasar-pasar. Tidak sedikit, sering terjadi konflik yang dipicu karena
dendangan syair-syair yang saling menghantam antar suku, merayu para wanita serta
perihal negatif lainnya yang salah satunya disebabkan karena orang-orang Jahiliyah
tidak mempunyai kitab suci, tidak ada Nabi, dan tidak punya sumber hukum. Saat
islam masuk, syair-syair yang bernilai negatif, diganti bahkan dibuang yang
disesuaikan dengan nilai-nilai religiositas islam dan sebagai media untuk berdakwah.
Hal ini menjadi pertimbangan penulis karena syair merupakan bagian dari kekayaan
intelektual dari bahasa Arab itu sendiri, sehingga perlu diketahui karakteristik syair-
syair pada masa pra islam hingga masuknya islam.
Periode awal islam adalah kelanjutan dari periode pra islam. Orang telah
mengenal syair pada masa sebelumnya, bedanya pada masa awal islam telah ada
yang namanya Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam dan hadist Rasulullah yang
memiliki peran sangat penting dalam periode ini. Maka, otomatis bahasa Arab yang
berkembang pada periodesasi ini mendapat banyak pengaruh dari Al-Qur’an dan
hadist Rasulullah SAW atau dalam kata lain syair yang berkembang pada masa ini
sudah sangat lekat kaitannya dengan agama islam.
Namun, perpindahan ini tidak berjalan mulus begitu saja, banyak sekali
halangan bahkan penolakan. Syair merupakan simbol kemuliaan dan kemegahan
orang-orang Arab, mereka memamerkan kecerdasan, kefasihan, dan semua yang
ingin mereka pamerkan melalui syair. Kemudian, agama islam datang dan mengajak
mereka pada tauhid, tentu saja hal ini sangat mengagetkan mereka.
Para penyair berbeda-beda dalam menghadapi hal ini. Ada yang benar-benar
menentang, ada yang berusaha memahami, ada yang mulai meninggalkan syair
karena memilih untuk fokus beribadah, dan ada juga yang tetap bersyair dengan
nafas islam.
Menurut Juzif Al-Hasyim (1968: 235-236), bahwa pada masa permulaan Islam
muncul empat tingkatan kelompok para penyair, yaitu:
1. Kelompok yang meninggalkan puisi dan langsung beribadah hanya kepada Allah,
seperti Labid bin Rabi'ah al-'Amiri.
2. Kelompok penyanyi yang melakukan pada Nabi dan objek Nabi, seperti: Abu
Sufyan al-Harits bin Abdul Muthollib, Ka'ab bin Asyraf.
3. Kelompok yang terdiri dari penolong-penolong Nabi dan para sahabatnya. Para
puisi ini telah membuktikan orang-orang musyrik lewat puisi-puisinya, seperti:
6
Hasan bin Tsabit al-Anshary, Ka'ab bin Malik, 'Abdullah bin Rawahah, dan Ka'ab
bin Zuhair.
4. Kelompok penyair yang tetap berpuisi sebagaimana mestinya mereka tetap
berpuisi pada masa jahiliyah dulu. Akan tetapi mereka membatasi apa yang
dilakukan oleh agama Islam. Penyair jenis ini banyak sekali, seperti: Abu Dahbal
al Jahiy, Al-Nabighah al-Ja'diy, Mu'an bin Aus, 'Amru bin Mu'ad Yakrab,
Mutammim bin Nawirah, Abu Mahjan al-Tsaqofiy, Al-Hathiyah, dan lainnya.
Diantara contoh perubahan yang dibawa oleh islam terhadap kehidupan
penyair jahiliyyah yakni Hasan bn Tsabit yang terletak pada syairnya yang mana
puisinya pada masa Jahiliyah adalah:
ِ َ‫ونَسود يوم الناَئبا‬
‫ت َو َن ْعتلى‬ َ َْ ُ ْ ُ َ َ‫َولََق ْد ُت َقلِ ُدناَ اْ َلع ِشْيَر َة أ ََمَرها‬
‫ب قابلنا سواء الفصل‬ ِ
ُ ‫َو يُصْي‬ ‫َو يَ ُس ْو ُد َسيّدنا جحاجح سادة‬

‫َف ُهم َو نفصل كل أمر ُمعضل‬ ‫هم ِخطاَبة‬ َ ‫َوحُت اَ ِو ُل األ‬


ُ ُ‫َمر امل‬
‫َو مَىَت حَنْكم يَف الرَبِ يَة نعدل‬ ‫َوَتُز ْو ُر أَبْواَب امللُوك روكابُنا‬
ُ
Beberapa bait puisinya setelah ia masuk Islam adalah berikut:

‫قَ ْد َبَّيُن ْوا َسنَنا للناَ ِس تُتبع‬ ‫إن ال َذ َاوب ِم ْن فهر َو إِ ْخ َوهِت م‬
َّ

‫شرعُ ْوا‬ ِ ِ ْ َ‫ضى هِبَا ُك ُّل َم ْن َكان‬


َ ‫ت َسر ْيَرته َت ْقوى اإلله َو بااأل َْمر الذ ْي‬ َ ‫َيْر‬
ْ‫أ َْو حاََولُْواَ يِف ْ أَ ْشياَ َعهم نَ َفعُوا‬ ‫هم‬
ُ ‫دو‬
ُّ ‫ضّرواْ َع‬
َ ْ‫وم إذَا حاََربُوا‬
َ َ‫ق‬

7
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
1. Ada beberapa aspek bahasa Arab yang berubah karena islam, antara lain:
a. Matinya kosa kata Jahiliyah yang dianggap tidak pantas oleh ajaran Islam
b. Masuknya banyak kosakata ‘Ajam ke dalam bahasa Arab karena islam sudah
menyebar hingga keluar Jazirah
c. Perluasan makna terjadi pada beberapa kosakata Jahiliyah. Selain ada kosakata
yang dihilangkan, juga ada kosakata yang mengalami perubahan makna. Hal
itu menjadi penyebab dalam kajian semantik (Dalalah) kosakata bahasa Arab
dikenal pembagian makna lughatan (etimologis) dan syar’an/istilahan
(terminologis). Beberapa kosakata Arab Jahiliyah pun mengalami perubahan
makna.
2. Dalam menghadapi zaman awal kedatangan islam ini, para penyair memiliki
pandangan dan sikap yang berbeda-beda, ada yang benar-benar menentang, ada
yang berusaha memahami, ada yang mulai meninggalkan syair karena memilih
untuk fokus beribadah, dan ada juga yang tetap bersyair dengan nafas islam.

3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan akan sikap penyair-penyair jahiliyah pada masa
awal Islam dan banyaknya perubahan yang dibawa Islam pada masa itu, diharapkan
bagi pembaca agar dapat memahami bahwa Islam membawa dampak posistif bagi
para penyair dan karyanya, yang sebelumnya banyak syair-syair Arab jahiliyah
mengandung unsur kekejian, kebencian atau hinaan bagi suatu orang atau kaum pada
masa itu, akan tetapi dengan pedoman Al-Qur’an dan Hadist, para penyair bisa lebih
menyiptakan syair yang lembut serta berbentuk pujian-pujian yang baik.

8
DAFTAR PUSTAKA

al-Nadwa. (1995). Syu'ara Al-Rasul. Al-Hind: Maktabah Al-Firdaus.


Mufid, M. (1993). Diwan Al-Huthay'ah. Beirut: Daar Kutub Al-'Ilmiyah.
Saleh, M. I. (2016). ‫الخصائص الفنية في أشعار حسان بن ثابت‬. Jurnal Adabiyah, 16.
Syaifuji, I. (2021). Pergeseran Konteks Syair Arab pada Masa Jahiliyah Hingga
Masa Awal Islam. Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 10.
Warganita.Fitriani. (2008). Sastra Arab dan Lintas Budaya (Vol. 1). (A. Hamid,
Ed.) Malang: UIN Malang Press.

ii

Anda mungkin juga menyukai