Al Qur'an adalah kitab Allah yang sempurna. Allah menurunkan Al-Qur'an kepada nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam agar menjadi petunjuk bagi penduduk bumi.
Al Qur'an telah mengumpulkan bangsa arab di atas satu bahasa yaitu bahasa Quraisy, maka
merekapun melepaskan dialek dialeknya. Jika para sastrawan pada masa jahiliah telah
memberikan pengaruh kepada kaumnya karena mereka menyusun banyak Qasidah dan
memberikan khutbah mereka dengan bahasa Quraisy.
Al Qur'an telah mengganti perasaan, emosi, dan gaya bahasa bangsa Arab dengan lemah
lembut.
Kosa kata yang islami telah tersebar dalam bahasa seperti shalat, zakat, shiyam, haji, qiyam,
ruku', sujud wudhu, mukmin, kafir, iman dsb. Maka tampaklah pengaruh Al Qur'an dalam banyak
gaya bahasa para penyair dan dalam banyak maknanya.
Al Qur'an telah meluaskan makna karena mereka mengambil dari tempat yang tidak pernah
habis.
Sumber sastra islam
Para khatib dan penulis telah bersandar pada Al Qur'an yang menjadi sumber penting untuk
menopang sebuah khotbah dan surat.
2. Hadist
Hadist As Syarif adalah perkataan yang bersumber dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
atau perbuatan yang dilakukan oleh beliau.
Hadist adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al Qur'an dan merupakan penjelas
Al Qur'an karena apa yang datang darinya dijelaskan oleh hadist. Mayoritas hadist
mengumpulkan banyak makna dalam ungkapan yang sedikit.
Hadist juga berperan dalam menyebarkan bahasa Arab. Umat Islam yang bukan bangsa Arab
mempelajari hadist sehingga menjadikan mereka hapal.
Setelah manusia memindahkan hadist-hadist Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam banyak
ungkapan-ungkapan yang tersebar dan tersiar di dalam bahasa Arab.
Sumber sastra islam
Banyak ungkapan dan susunan kalimat hadist yang muncul di dalam sastra Islam,
karena hadist banyak dihapal oleh para sastrawan seperti para pengkhotbah, penyair
atau penulis.
Para penyair telah memperluas pengetahuannya mengenai cara menghapal,
meriwayatkan hadist dan mengambil manfaat dari ungkapan dan makna hadist.
Sedangkan para Khatib mengambil manfaat dari makna hadist dan gaya bahasanya
sehingga bahasa mereka menjadi lurus serta dapat menguatkan dalil mereka. Para
penulis banyak mengambil tema
Syair pada
Masa Permulaan
Islam
ketika Rasul SAW diutus di Mekah sudah banyak penyair dan setelah Rasul hijrah ke
Mekah para penyair bertindak zalim dan bertindak sewenang-wenang terhadap Rasul
dan umat islam maka penyair Anshor terdorong untuk membela islam. permusuhan ini
telah memaksa para penyair Mekah untuk memperbanyak puisi.
Ketika wahyu turun, Ibnu Khaldun melihat bahwa para penyair telah menjauhi puisi.
saat mereka menyadari bahwa islam tidak melarang puisi maka mereka kembali
berpuisi.
Puisi di Mekah dan Madinah telah tumbuh dengan pesat disebabkan kemunculan islam.
hanya saja setelah penaklukan mekah puisi melemah, para penyair kembali terkekang
dan tidak membebaskan lisan mereka.
Islam tidak senang puisi yang buruk dan jelek akan tetapi islam tidak melarang puisi.
Al-qur'an mengatakan bahwa:
"Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat, Tidakkah kamu melihat
bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah (sebagian penyair itu suka
mempermainkan kata-kata, tidak mempunyai tujuan yang baik, dan tidak mempunyai
pendirian), dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak
mengerjakan(nya)?, kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan
beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah
menderita kezaliman (karena menjawab puisi orang kafir). Dan orang-orang yang
zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali." (Q.S Asyu'ara
224-227)
Pada ayat tadi kita tidak akan menemukan pelarangan terhadap puisi dan hadits
memang tidak senang dengan puisi yang jelek tetapi tidak mengharamkan puisi
berdasarkan bukti perkataan Rasul SAW:
""إن من الشعر لحكمة
"Sesungguhnya diantara puisi terdapat pelajaran"
Yang diarang dari puisi adalah sesuatu yang dapat mendatangkan kemusyrikan dan
mengenyampingkan Islam atau mengganti prinsip-prinsipnya sedangkan selain dari itu
maka yang datang ke dalam puisi tidak dilarang.
Tujuan Syair
pada Masa
Permulaan
Islam
a. pujian (al-madh)
Para penyair memuji Rasul karena beliau memberikan petunjuk, cahaya, Al-Qur'an
ditambah lagi keberanian dan kedermawanannya. Setelah Rasul wafat, para penyair pujian
mulai berkurang dan menjadikan pujian bukan lagi suatu tujuan bagi mereka.
Beberapa penyair Al-madh pada masa itu ialah Abdullah Ibn Ruwahah, K'a'ab bin
Zubair, dan An-Nabighoh Al-Judiy.
b. ejekan (al-hija')
Ejekan dan sindiran telah menyala bagaikan api diantara para penyair Mekah
dan Madinah setelah Rasul hijrah dari Mekah. Para penyair mempergunakan makna puisi
ejekan yang telah disusun untuk menjatuhkan lawan agar lawan lari dari medan
pertempuran dan ketakutan. Ada juga yang mempergunakan maknanya untuk mengejek
kekufuran dan kemusyrikan.
Salah satu tokoh penyair Al-Hija' pada masa itu adalah Harist Ibn Hisyam
c. semangat (hamasah)
Dari awal kemunculan Islam, puisi hamasah telah mengiringi dakwah Islam. Puisi itulah yang
memotivasi para pejuang muslim berperang dan memandang mulia kaum muslim karena
dimenangkan atas para musuh. Di antara penyair yang memiliki banyak puisi hamasah
adalah ka'ab bin malik.
Al-risa' mengandung makna pujian untuk si mayit serta permintaan rahmat bagi si mayit, dan
juga meminta si mayit masuk surga karena ia mencintai Rasul.
Karakteristik
Syair pada
Awal Islam
MAKNA SYAIR
Pada masa kemunculan Islam puisi digunakan sebesar-besarnya
untuk melayani aqidah islamiyah dan ia berbeda dengan puisi
jahiliah yang tidak memiliki batas-batas jahiliah, sedangkan puisi
pada masa Islam memilih makna yang akan melayani Islam dan
memperluas cakupannya.
Atau dari sumber lain mengatakan salah satu bait dari qasidah Burdah yaitu :"
Amin tadzajurin jiranin bi dzi salami mazajta dam'an jara min muqlatin bi dami?"
Dan pada tahun ke 26 Hijriah, Ka'ab bin Zuhair meninggal dunia.
شكرا جزيال