Anda di halaman 1dari 14

GENRE SYAIR

DALAM SASTRA ISLAM

Disusun oleh:
Hanif Fakhrunnisa (C1011020)
Rahmat Hidayat (C1011038)

Jurusan Sastra Arab


Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Definisi Syair
Menurut pandangan bangsa Arab, puisi adalah sebagai puncak keindahan dalam
sastra. Sebab puisi itu adalah suatu bentuk gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan
dan keindahan daya khayal. Karena itu bangsa Arab lebih menyenangi puisi dibandingkan
dengan hasil sastra lainnya (Wargadinata, 2008:87)
Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima, rima dan tata puitika
yang lain, gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga
mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus
lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus (Zaidan, 1994:159-160).
Syair dalam bahasa Arab memiliki arti “al-’ilm” (pengetahuan), dikatakan Asy’arahu
ibn al-Amr berarti A’lamahu (memberitahukan suatu persoalan), oleh karena itu Asy-Sya`ir
berarti Al-’Alim (orang yang mengetahui).
2. Pandangan Islam Tentang Syair (Puisi)
Para ilmuwan banyak berbicara mengenai posisi syair dalam masa Islam dan pada
masa kenabian dengan bentuk yang khusus. Mereka berpendapat bahwasanya Islam pada
dasarnya tidak mendukung adanya syair. Dengan dasar penilaian para ilmuwan ini maka syair
menjadi melemah karena Islam sendiri dalam pandangannya telah mengkritik terhadap syair.

Larangan Rasulullah terhadap syair karena syair itu menjadikan hilang akalnya ketika
membuat sebuah syair, sehingga banyak para penyair yang hilang akalnya menyeru atau
mempengaruhi masyarakatnya dengan syairnya.

Larangan Allah SWT kepada Rasulullah agar tidak menjadi penyair seperti larangan-
Nya agar tidak menjadi penyihir dan dukun/peramal. Allah menjadikan Nabi SAW sebagai
oarng yang Ummi/tidak bisa baca tulis dengan alasan untuk menetapkan kenabian Nabi
Muhammad SAW.

Firman Allah dalam Surat Asy-Syuara ayat 224-227


(224) “Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat”
(225) “Tidakkah engkau melihat bahwa mereka mengembara ke setiap lembah”
(226) “dan mereka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya”
(227) “kecuali penyair2 yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat
Allah dan mendapat kemenangan setelah terdzalimi. Dan orang dzalim kelak
akan tahu ke tempat mereka akan kembali”
Para mufassir memahami bahwa maksud dari ayat di atas terdapat para penyair yang
dengan segaja meyelewengkan yang benar kepada keburukan dan mereka mengatakan akan
tetapi mereka tidak melakukannya. Kemudian dalam ayat terakhir ada penyair yang selalu
mengingat Allah dan menolong orang-orang muslim dari celaan orang-orang kafir.
Demikian itulah keberadaan Islam secara umum yaitu mengajak manusia untuk
berfikir, mentadaburi dan pembagian antara mukmin dan kafir di mana orang-orang mukmin
itu mengerjakan kebajikan dan beriman dengan ayat-ayat Allah SWT. Jadi dengan demikian,
seorang penyair mukmin tidak bisa disamakan dengan para penyair pada umumnya yang
cenderung melalaikan kepada mengingat Allah SWT.
Ayat yang turun tersebut dimaksudkan kepada para penyair musyrik yaitu, Abdullah
Az-Zab’ari, Hubairah bin Wahab, Masafi’ bin Abd Manaf, Abi Izzah Al-Jamachi, dan
Umayyah bin Abi As-Shalt. Mereka mengatakan : “kami mengatakan seperti apa yang
dikatakan oleh Muhammad, mereka itu mencela Nabi Muhammad, kemudian orang-orang
berkumpul dan mendengarkan syair-syair mereka sehingga orang-orang yang mengikutinya
mereka itulah orang-orang yang lalai.
Para penyair muslim seperti Abdullah bin Rawahah, Hassan bin Tsabit, dan Ka’ab bin
Malik menghadap kepada Rasulullah SAW dan mereka menangis seraya berkata : “Allah
telah memberitahu dengan turunnya ayat ini dan kita adalah penyair”. Kemudian Rasulullah
membacakan sebuah ayat.
Dengan ayat tersebut, jelas menjadi bukti bahwa seorang muslim itu boleh menjadi
penyair dengan syarat tidak membuat orang lalai akan mengingat Allah SWT.

Pandangan Islam terhadap syair itu ada dua macam. Yang pertama, suatu syair akan
dipandang terpuji oleh Islam jika syair itu digunakan dengan maksud dan cara yang baik.
Sebaliknya jika syair itu digunakan dengan maksud dan cara yang tidak terpuji maka Islam
akan menganggapnya sebagai suatu yang tidak terhormat. (Wargadinata)

Dalam sejarah perkembangan agama islam di zaman Nabi syair sangat berfungsi
sekali untuk mengadakan berbagai macam komunikasi. Untuk itu Nabi juga berusaha untuk
memupuk beberapa orang penyair Islam yang dapat membela kepentingan Islam di hadapan
lawan-lawannya.
Terbukti, dalam sebuah riwayat pernah dikatakan bahwa Nabi berseru kepada Hasaan
bin Tsabit r.a “Balaslah ejekan kaum musyrikin itu, semoga Jibril akan menyertaimu. Kalau
semua sahabatku berperang dengan senjata maka berperangalah kamu dengan lidahmu”
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Syair dan Penyair pada masa awal Islam


Sebelum lahirnya agama Islam, syair telah dikenal dalam masyarakat Arab, sebagai
salah satu alat komunikasi yang paling banyak berperan, baik di masa damai maupun di masa
perang. Kegemaran bangsa Arab terhadap syair besar sekali. Karena pada umumnya mereka
menggunakan syair sebagai alat membanggakan keunggulan mereka. Tapi setelah datangnya
Islam ke tengah-tengah bangsa Arab, bangsa Arab banyak yang memperdalami ajaran ajaran
Islam. Semuanya banyak yang merasa kagum terhadap kefasihan Al-Qur’an, serta merasakan
betapa tinggi sastranya.

Dalam menghadapi kenyataan yang semacam ini banyak dari pada penyair yang
terpengaruh oleh keindahan dan ketinggian Sastra Al-Qur’an. Akhirnya banyak dari mereka
yang tunduk dan membekukan diri dari mengarang syair.

Faktor-faktor yang menyebabkan para penyair menghentikan kegiatan bersyair pada


masa itu adalah:

1. Pada umumnya seluruh kegiatan penyair yang baru masuk Islam banyak ditujukan
untuk membantu suksesnya dakwah Islamiah. Karena sejak agama Islam
diproklamirkan oleh Nabi, agama ini telah banyak mendapatkan rongrongan dari
musuh-musuh Islam.
2. Selain itu karena turunnya wahyu tidak sekaligus, maka setiap orang yang baru masuk
Islam berusaha sekuatnya untuk mengikuti seluruh ajaran yang terkandung di
dalamnya.

Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan para penyair Islam banyak yang


membekukan diri dan menghentikan segala kegiatan bersyair dengan menghafalkan ayat-ayat
Al-Qur’an dan membacanya siang-malam demi untuk mensukseskan tersiarnya dakwah
Islamiah.

Dengan demikian, jiwa penyair Arab telah berubah total menjadi penyair-penyair
Islam yang baik budi pekertinya. Isi kandungan syairnya juga terbatas dalam hal yang baik
pula, lebih terarahkan tujuannya kepada pembelaan terhadap perkembangan agama Islam.
Penyair-penyair yang masih aktif bersyair pada masa perkembangan agama Islam,
setiap saatnya selalu menanti perintah Nabi saw. Bila ada ejekan dari orang kafir, maka Nabi
langsung memerintahkan salah seorang dari penyair Islam untuk menjawab ejekan itu.

Walaupun demikian keadaannya namun keaktifan mereka sangat berkurang sekali.


Sebab sebagian besar dari waktu mereka digunakan untuk menghafal dan mempelajari Al-
Qur’an dan As-Sunnah, di samping mereka turut berjihad beserta Nabi untuk mensukseskan
dakwah Islamiah.

B. Karakteristik Syair (Puisi) dalam Sastra Islam


1. Alquran dan Hadis sebagai rujukan
2. sarana dakwah dan dorongan untuk jihad fi sabilillah.
3. jawaban/bantahan atas tantangan para penyair kafir.
4. Menjauhi hal-hal yang bersifat jahiliah dan bertentangan dengan ruh
keislaman.
5. ada penggunaan istilah-istilah keagamaan.
C. Tujuan Syair (Puisi) dalam Sastra Islam

Pada awal munculnya Islam, syair mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Menyebarkan akidah agama serta penetapan hukum-hukumnya, dan


menganjurkan kaum muslimin untuk mengikutinya terutama sekali pada masa
Nabi dan khulafa al-rasyidin.
2. Dorongan untuk perang dan untuk mendapatkan persaksian di sisi Allah
karena menegakkan kalimatullah yaitu pada masa krisis dalam perang, dalam
menaklukkan kota-kota di sekitar jazirah Arab.
3. Al-Hija’, yaitu mula-mula untuk membela agama Islam, menyerang orang-
orang Arab musyrik dan caci maki tersebut tidak melanggar batas-batas
keperwiraan dan telah mendapat izin dari Nabi, yaitu seperti puisi-puisi yang
diucapkan oleh Hassan ibn Tsabit dalam serangannya terhadap orang-orang
Quraisy dan sanak keluarga Nabi dari Bani Manaf
4. Penggambaran peperangan dan penguasaan terhadap kota-kota serta
bagaiamana cara pengepungannya dan sebagainya.
5. Pujian. Pada prinsip dasar agama Islam sedikit sekali adanya puji-pujian.
Tetapi setelah khulafa al-rasyidin mulai dikembangkan, pujian adalah suatu
hal yang penting sebagai tiang negara dan untuk memperkokoh kedudukan
khalifah. (Wargadinata)

Adapun pada buku “al-Islam wa asy- Syi’ir” karya Saami Makiy al-‘Aaniy, tujuan-
tujuan syair dalam naungan Islam dibagi menjadi 3, yaitu:

1. tujuan-tujuan yang menjadikan orang-orang muslim hijrah lebih baik


2. Tujuan-tujuan yang sesuai dengan pengajaran agama
3. Penggolongan dalam tujuan-tujuan baru, seperti syair keagamaan dan politik,
syair peringatan, penolakan, dan pengenalan Islam, hal ini merupakan
penambahan-penambahan baru pada tujuan syair.
D. Para Penyair Sastra Islam
1. Hassan bin Tsabit
Beliau lebih dikenal dengan “Syairul Rasul” (penyairnya nabi), karena beliau telah
mencurahkan segala kepandaiannya untuk membela agama Islam. Pernah
diriwayatkan bahwa pada suatu ketika ada rombongan Kabilah Bani Tamim datang
berkunjung kepada Nabi. Untuk menyambut kedatangan orang Bani Tamim itu
sahabat Hasan memuji mereka di sisi nabi dalam suatu bait syairnya sebagai berikut.
‫اس تُتَبَّ ُع‬
ِ ّ‫سنَنًا للن‬
ُ ‫قَ ْد َبيَّنُوا‬ َ ‫ب ِم ْن ِف ْه ٍر َو‬
‫إخو ِت ِه ْم‬ َ ‫إن الذّ َوا ِئ‬
ّ
ُ ‫باألمر الّذي ش ََر‬
‫عوا‬ ِ ‫ت ََقوى االلهُ َو‬ ُ‫يرتُه‬
َ ‫س ِر‬ ْ ‫ضى بِها ُك ُّل َم ْن َكان‬
َ ‫َت‬ َ ‫يَر‬
‫أوحاولُوا النّف َع في أشيا ِع ِه ْم نَفَعُوا‬
َ ‫عد َُّو ُه ْم‬
َ ‫ض ُّروا‬ َ ‫قَو ٌم إذا َح‬
َ ‫اربُوا‬
Artinya:
“Sesungguhnya penghulu itu hanya dari suku Fihr dan saudara-saudaranya. Yang
telah menerangkan kepada manusia suatu agama agar diikutinya. Yaitu agama yang
disenangi oleh setiap orang yang hatinya bertakwa kepada Tuhan dan mengikuti
syariatnya. Kaum itu jika berperang akan membinasakan musuh-musuhnya ataupun
akan merebut kemenangan bagi pengikutnya. (Wargadinata)
2. Nabigha Al-Ja’dy
Nabigha Al-Ja’dy setelah masuk Islam beliau mulai mengubah syairnya untuk memuji
Nabi dan ajaran yang dibawanya
َ ‫َويَتلُ ْو ِكت َابًا َكال ُم َج َّرةِ نَيّرا‬ ‫سو َل هللاِ إ ْذ جا َء بال ُهدَى‬
ُ ‫أت َيتُ َر‬
ِ ّ‫َو ُكنتُ ِمنَ الن‬
‫ار ال ُمخ ِوفَ ِة أحْ ذَ َرا‬ ‫ضى ِب ِفع ِلها‬ َ ّ ‫على الت‬
َ ‫قوى و أر‬ َ ‫أقي ُم‬
Artinya:
Aku datang kepada Rasulullah yang datang membawa petunjuk dan membacakan
kitab Al-Qur’an yang amat cemerlang.
Aku tepati ketakwaan dan rela pula dengan syariatnya, dan aku sangat takut sekali
dari api amat mengerikan (Wargadinata)
3. Abu Nuwas
Abu Nawas adalah Abu Ali Hasan bin Hani’ al-Hakami, seorang penyair yang
sangat masyhur pada zaman Bani Abbasiyyah. Kepiawaiannya dalam menggubah
qoshidah syair membuat dia sangat terkenal di berbagai kalangan, sehingga dia
dianggap sebagai pemimpin para penyair di zamannya.
...‫إلهي لست للفردوس أهال‬
...‫وال أقوى على نار الجحيم‬
...‫فهب لي توبة واغفر ذنوبي‬
...‫فإنّك غافر الذّنب العظيم‬
...‫الرمال‬
ّ ‫ذنوبي مثل أعداد‬
...‫فهب لي توبة ياذا الجالل‬
...‫وعمري ناقص في ك ّل يوم‬
‫وذنبي زائد كيف احتمال؟؟؟‬
...‫إلهي عبدك العاصي أتاك‬
‫مقرا بالذّنوب وقد دعاك‬
ّ
...‫فإن تغفر فأنت لذاك أهل‬
‫وإن تطرد فمن نرجو سواك؟؟؟‬
Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga
Artinya
Tapi aku tidak kuat dalam neraka
Maka berilah aku taubat (ampunan) dan ampunilah dosaku
Sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar
Dosaku bagaikan bilangan pasir
Maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan
Umurku ini setiap hari berkurang
Sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya???
Wahai Tuhanku! Hamba-Mu yang berbuat dosa telah datang kepada-Mu
Dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada-Mu
Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah ahli pengampun
Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada
Engkau???
4. Imam Syafi’i
Imam al-Syafi'i Rahimahullah sudah sangat dikenal sebagai Imam Madzhab
Fiqh Syafi'iyyah. Banyak karya yang lahir dari buah penanya, atau pun karya-karya
mengenainya. Namun, sebagaimana para Imam Madzhab lainnya, satu sisi dari
kompetensi yang dimiliki oleh beliau adalah menulis karya sastra, khususnya puisi,
yang bercita rasa sastra tinggi.
‫فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق هللا إيـــاك أنــــصح‬
‫فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح‬
Artinya:
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu.
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan
juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka
hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa.
[Diwan al-Imam al-Syafi'i, hal. 107)
Tentang Cinta
Engkau durhaka kepada Allah,
dan sekaligus menaruh cinta kepada-Nya.
Ini adalah suatu kemustahilan.
Apabila benar engkau mencintai-Nya,
pastilah engkau taati semua perintah-Nya.
Sesungguhnya orang menaruh cinta,
Tentulah bersedia mentaati perintah orang yang dicintainya.
Dia telah kirimkan nikmat-Nya kepadamu,
setiap saat dan tak ada rasa syukur,
yang engkau panjatkan kepada-Nya.
5. Helvy Tiana Rosa
Helvy Tiana Rosa lahir di Medan 2 April 1970. Ia menyelesaikan S1 dan S2 di
Fakultas Sastra/ Fakultas Ilmu Budaya, UI dan kini merampungkan S3 bidang
Pendidikan Bahasa, di Universitas Negeri Jakarta. Selain dikenal sebagai sastrawan,
ia adalah Dosen Fakultas Bahasa dan Seni, UNJ.
Kepada Tuan Teroris
Kau masih berteriak-teriak gelegar ke setiap penjuru,
menciutkan nyali banyak negeri. “Usamah, Abdullah, Umar,
Muhammad, Ibrahim” itu nama-nama para teroris,
katamu dan kau menyebut penuh prasangka nama-nama
para ulama dalam daftar yang sungguh panjang
Pada saat yang sama, kau sang pemimpin polisi dunia,
menikmati pertunjukan di Palestina sambil memaki para
pejuang kemerdekaan Palestina sebagai teroris serta
bersalaman dengan Sharon sang penjagal
Padahal Palestina berjuang untuk merdeka dari kebiadaban
Zionis Israel
Kangen
Telah kutuliskan puisi-puisi itu
sejak usiamu 26 tahun
ketika pertama kali kita bertukar senyum
pada jarak pandang yang begitu dekat
Kau ingat,
saat kubisikkan mungkin aku tak perlu matahari,
bulan atau bintang lagi
cukup kau, cahaya yang Dia kirimkan untukku
Ah, apa kau masih menyimpan puisi-puisi itu?
Belasan tahun kemudian
aku masih menikmati
mengirimimu puisi
hingga hari ini
aku pun menjelma hujan yang enggan berhenti di berandamu
bersama angin yang selalu kasmaran
Kau tahu, aku masih saja menatapmu
dengan mataku yang dulu
lelaki sederhana berhati samudera
yang selalu membawaku berlabuh padaNya
Pada berkali masa, kau pernah berkata,
"Aku tahu, Aku hanya ingin menikahi jiwamu selalu"
6. Ahmadun Yosi Herfanda
Dilahirkan di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, 17 Januari 1958. dikenal
sebagai sastrawan Indonesia yang banyak menulis esei sastra dan sajak sufistik.
Namun, penyair Indonesia dari generasi 1980-an ini juga banyak menulis sajak-sajak
sosial-religius.
Sembahyang Rumputan
walau kaubungkam suara azan
walau kaugusur rumah-rumah tuhan
aku rumputan
takkan berhenti sembahyang
:inna shalaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi rabbil ‘alamin
topan menyapu luas padang
tubuhku bergoyang-goyang
tapi tetap teguh dalam sembahyang
akarku yang mengurat di bumi
tak berhenti mengucap shalawat nabi
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan jiwa dan badan
yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan habis-habisan
walau kautebang aku
akan tumbuh sebagai rumput baru
walau kaubakar daun-daunku
akan bersemi melebihi dulu
aku rumputan
kekasih tuhan
di kota-kota disingkirkan
alam memeliharaku subur di hutan
aku rumputan
tak pernah lupa sembahyang
:sesungguhnya shalatku dan ibadahku
hidupku dan matiku hanyalah
bagi allah tuhan sekalian alam
pada kambing dan kerbau
daun-daun hijau kupersembahkan
pada tanah akar kupertahankan
agar tak kehilangan asal keberadaan
di bumi terendah aku berada
tapi zikirku menggema
menggetarkan jagat raya
: la ilaaha illalah
muhammadar rasululah
aku rumputan
kekasih tuhan
seluruh gerakku
adalah sembahyang

BAB III
KESIMPULAN

Puisi-puisi pada masa Islam pun berkembang. Puisi pada masa Islam ini sedikit
berbeda dengan puisi-puisi pada masa jahiliyah. Karakteristik puisi pada masa Islam yaitu
menggunakan al Quran dan Hadis sebagai rujukan dan menjauhi hal-hal yang bersifat
jahiliyah dan bertentangan dengan ruh keislaman. Sedangkan style dan lafaz yang digunakan
itu banyak menggunakan istilah-istilah keagamaan karena pemilihan lafaznya cukup ketat
yaitu merujuk pada al quran, lafaznya pun bukan dari lafaz asing serta mendominasi uslub
perkotaan (hadlar) di atas gaya bahasa pedalaman (badiyah).
Ibtisam Marhun Shaffar berpendapat bahwa sastra Islam itu kemunculannya sejak
kemunculan agama Islam dan tetap ada sampai sekarang. Pada awalnya Islam melarang
untuk bersyair atau menjadi penyair karena syair yang dibuat oleh para penyair sebelum
Islam datang, mereka hanya menjadikan manusia lalai dengan Allah SWT. Kemudian setelah
berkembangnya Islam turunlah Surat Asy-Syuara’ ayat 224-227 yang menjelaskan adanya
penyair yang membuat lalai manusia dan menjauhkan mereka dari Allah SWT dan ada
penyair yang selalu mengingat Allah SWT dan mengajak manusia untuk taat kepada Allah.
Dengan demikian sastra Islam adalah penggambaran kehidupan, manusia, alam semesta
dalam bentuk seni yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Dhaif, Syauqi. 1963. al-‘Ashru al Islami. Darul ma’arif: Mesir


Farukh, Umar. 1981. Tarekh al Adab al Arabi. Darul ilmi lilmalayin: Beirut
http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/ahmadun.html
http://maulidamulyarahmawati.wordpress.com/2011/01/17/puisi-ahmadun-yosi-herfanda-
sembahyang-rumputan/
http://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain-lain/puisi-puisi-helvy-
tiana-rosa
http://pustakasilebah.blogspot.com/2013/03/syair-abu-nawas.html
Mansur, Fadlil Munawwar. 2011. Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Nayf Makruf. 2008. al-Adab al-Islaamiy. Dar an-Nafaes: Bairut-Lebanon

Saami Makiy al-‘Aaniy.1996. AL-ISLAM WA ASY-SYI’IR. Aalimu al-Ma’rifah: Kuwait

Wargadinata, Wildana. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. UIN Malang Press: Malang

Anda mungkin juga menyukai