Disusun oleh:
Hanif Fakhrunnisa (C1011020)
Rahmat Hidayat (C1011038)
Larangan Rasulullah terhadap syair karena syair itu menjadikan hilang akalnya ketika
membuat sebuah syair, sehingga banyak para penyair yang hilang akalnya menyeru atau
mempengaruhi masyarakatnya dengan syairnya.
Larangan Allah SWT kepada Rasulullah agar tidak menjadi penyair seperti larangan-
Nya agar tidak menjadi penyihir dan dukun/peramal. Allah menjadikan Nabi SAW sebagai
oarng yang Ummi/tidak bisa baca tulis dengan alasan untuk menetapkan kenabian Nabi
Muhammad SAW.
Pandangan Islam terhadap syair itu ada dua macam. Yang pertama, suatu syair akan
dipandang terpuji oleh Islam jika syair itu digunakan dengan maksud dan cara yang baik.
Sebaliknya jika syair itu digunakan dengan maksud dan cara yang tidak terpuji maka Islam
akan menganggapnya sebagai suatu yang tidak terhormat. (Wargadinata)
Dalam sejarah perkembangan agama islam di zaman Nabi syair sangat berfungsi
sekali untuk mengadakan berbagai macam komunikasi. Untuk itu Nabi juga berusaha untuk
memupuk beberapa orang penyair Islam yang dapat membela kepentingan Islam di hadapan
lawan-lawannya.
Terbukti, dalam sebuah riwayat pernah dikatakan bahwa Nabi berseru kepada Hasaan
bin Tsabit r.a “Balaslah ejekan kaum musyrikin itu, semoga Jibril akan menyertaimu. Kalau
semua sahabatku berperang dengan senjata maka berperangalah kamu dengan lidahmu”
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam menghadapi kenyataan yang semacam ini banyak dari pada penyair yang
terpengaruh oleh keindahan dan ketinggian Sastra Al-Qur’an. Akhirnya banyak dari mereka
yang tunduk dan membekukan diri dari mengarang syair.
1. Pada umumnya seluruh kegiatan penyair yang baru masuk Islam banyak ditujukan
untuk membantu suksesnya dakwah Islamiah. Karena sejak agama Islam
diproklamirkan oleh Nabi, agama ini telah banyak mendapatkan rongrongan dari
musuh-musuh Islam.
2. Selain itu karena turunnya wahyu tidak sekaligus, maka setiap orang yang baru masuk
Islam berusaha sekuatnya untuk mengikuti seluruh ajaran yang terkandung di
dalamnya.
Dengan demikian, jiwa penyair Arab telah berubah total menjadi penyair-penyair
Islam yang baik budi pekertinya. Isi kandungan syairnya juga terbatas dalam hal yang baik
pula, lebih terarahkan tujuannya kepada pembelaan terhadap perkembangan agama Islam.
Penyair-penyair yang masih aktif bersyair pada masa perkembangan agama Islam,
setiap saatnya selalu menanti perintah Nabi saw. Bila ada ejekan dari orang kafir, maka Nabi
langsung memerintahkan salah seorang dari penyair Islam untuk menjawab ejekan itu.
Adapun pada buku “al-Islam wa asy- Syi’ir” karya Saami Makiy al-‘Aaniy, tujuan-
tujuan syair dalam naungan Islam dibagi menjadi 3, yaitu:
BAB III
KESIMPULAN
Puisi-puisi pada masa Islam pun berkembang. Puisi pada masa Islam ini sedikit
berbeda dengan puisi-puisi pada masa jahiliyah. Karakteristik puisi pada masa Islam yaitu
menggunakan al Quran dan Hadis sebagai rujukan dan menjauhi hal-hal yang bersifat
jahiliyah dan bertentangan dengan ruh keislaman. Sedangkan style dan lafaz yang digunakan
itu banyak menggunakan istilah-istilah keagamaan karena pemilihan lafaznya cukup ketat
yaitu merujuk pada al quran, lafaznya pun bukan dari lafaz asing serta mendominasi uslub
perkotaan (hadlar) di atas gaya bahasa pedalaman (badiyah).
Ibtisam Marhun Shaffar berpendapat bahwa sastra Islam itu kemunculannya sejak
kemunculan agama Islam dan tetap ada sampai sekarang. Pada awalnya Islam melarang
untuk bersyair atau menjadi penyair karena syair yang dibuat oleh para penyair sebelum
Islam datang, mereka hanya menjadikan manusia lalai dengan Allah SWT. Kemudian setelah
berkembangnya Islam turunlah Surat Asy-Syuara’ ayat 224-227 yang menjelaskan adanya
penyair yang membuat lalai manusia dan menjauhkan mereka dari Allah SWT dan ada
penyair yang selalu mengingat Allah SWT dan mengajak manusia untuk taat kepada Allah.
Dengan demikian sastra Islam adalah penggambaran kehidupan, manusia, alam semesta
dalam bentuk seni yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Wargadinata, Wildana. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. UIN Malang Press: Malang