Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KALIGRAFI

ADRI IMADUDDIN
2013920002

Abstrak
Setiap peradaban mempunyai ciri masing-masing, serta ada kebanggaan tersendiri
yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok. Hal tersebut tercipta melalui cipta karsa manusia
yang mempunyai kecintaan tinggi dalam kesenian, sehingga terciptanya karya-karya yang
kemudian menjadi ciri dari kelompok tersebut.
Salah satu bentuk cipta karsa manusia adalah tulisan. Tulisan kini telah menjadi
salah satu penghubung antara satu dengan yang lainnya, dengan tulisan hal yang sulit
dipahami menjadi mudah dipahami. Bahkan dari tulisan, lahirlah karya-karya besar di
berbagai bidang. Seperti Mushaf Al-Qur’an adalah hasil dari adanya tulisan.

Key Word: Naskhi, Kufi, gaya tulisan.

A. Sejarah Munculnya Kaligrafi Arab


Kaligrafi ialah sebuah hasil karya seni dalam bentuk tulisan yang indah. Gabungan dua
kata kalios dan graphia dalam bahasa Yunani bermakna indah dan coretan atau tulisan. Arti
sesungguhnya dari kaligrafi adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf
tunggal, peletakannya, serta cara-cara penerapannya menjadi sebuah tulisan yang tersusun.
Kaligrafi adalah sebua seni arsitektur rohani, yang dalam prosesnya melalui alat
jasmani. Kaligrafi atau khath, digambarkan sebagai kecantikan rasa, penasehat pikiran,
senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dari berbagai masalah kehidupan.1
Ada beberapa teori-teori tentang awal mula munculnya kaligrafi, diantaranya sebagai
berikut:
1. Teori Taufiqi
Munculnya teori ini merujuk dari penafsiran terhadap sumber-sumber islam
yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Teori demikian menggambarkan bahwa bahasa
Arab adalah pemberian dari Allah SWT (Taufiqi) kepada Nabi Adam A.S dan para
Nabi-nabi lainnya.2

1
Didin Sirojuddin, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000) hlm. 3-5
2
Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, (Darul Gharb al-Islami, 1994)
hlm. 18
Menurut Muhamad Ibn Yahya As-Suli dalam kitabnya Adab al-Kitab, ia
mengambil riwayat dari Ka’ab bin al-Akhbar, dari Ibnu Abbas dan Ibnu Faris
bahwa yang mebuat tulisan Arab, Suryani dan jenis-jenis tulisan lainnya adalah
Adam As. ia menulisnya diatas tanah lalu memahatnya.
Di dalam al-Qur’an, dalil yang digunakan adalah pada Q.S. al-‘Alaq
ayat 1-5 dan Q.S. al-Qalam ayat 1. Di dalam kedua surat tersebut disebutkan kata-
kata iqra’ (bacalah) dan al-qalam (pena), yang menunjukkan bahwa kemampuan
membaca dan menulis adalah pemberian dari Allah SWT.3
2. Teori Selatan
Menurut teori ini, bahasa Arab bersumber dari masyarakat Himyar di
wilayah Yaman, sebelah selatan Jazirah Arab. Bahasa ini berkembang seiring
dengan luasnya wilayah negeri Saba’ dan Himyar. Namun tidak ada bukti fisik yang
dijadikan rujukan, tetapi statemen para pelaku sejarah yang ditulis oleh para pakar
Islam. Misalnya oleh al-Qalqasyandi: Dikatakan di hadapan Abu Sufyan bin
Umayyah, paman Abu Sufyan bin Harb, awal munculnya tulisan adalah dari
Yaman.4
Ibnu Khaldun memperkuat pendapat teori ini dalam Muqaddimah, bahwa khat
Arab yang pertama dikenal adalah khat Himyari dan kemudian tersebar ke Hirah, Tha’if
dan Quraisy.5

3. Teori Utara
Teori ini juga menganggap bahwa tulisan Arab bukan semata- mata
pemberian langsung dari Allah swt., tetapi proses perkembangan yang dilakukan
oleh manusia sendiri. Teori ini disebut juga dengan teori Hirah. Teori ini
didukung oleh data-data fisik yang berupa batu ukiran dengan tulisan model
Nabati.
Teori ini didasarkan atas riwayat Ibn Abbas bin Hisyam tentang cerita al-
Balazari mengenai tiga orang dari kaum Thay’ di Baqqah, Maramir bin Murrah,
Aslam bin Sadrah, dan’Amir bin Jadrah. Mereka mengukir huruf hijaiyah dengan
model tulisan Suryani, Balok dan Latin.6

4. Teori Baru
Teori ini adalah teori yang paling dipercaya sekarang, yang mengemukakan
bahwa orang-orang Arab dahulu mengadopsi tulisan mereka dari suku nabati, ras
arab yang menempati wilayah jazirah Arabia di negeri Yordania. Kerajaan nabati
yang mempunyai kekuasaan menbentang dari semenanjung Jazirah Arab hingga k e

3
Salih Ibrahim al-Hasan, Al-Kitabah al-Arabiyyah min an-Nuqusy Ila kitab al-Makhtuht, (Riyadh: Darul
Fayshal ats-Tsaqafy, 2003) hlm. 18
4
Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, hlm. 18-19
5
Ibnu Khaldun, Muqaddimah,. (Beirut: Darul Kitab al-Lubnani, 1979) hlm. 746
6
Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, hlm. 21
wilayah utara. Hal ini diperkuat oleh temuan pahatan-pahatan purbakalayang
itemukan kaum orientalis seperti makam Umm Jimal, Huron dan lain sebagainya.7

B. Perkembangan Kaligrafi
1. Pada Masa Pra Islam
Pada masa pra-Islam, pengembangan tulisan mulai dari model tulisan sederhana hingga
sampai pada model simbolis. Berikut adalah masa perkembangannya:
I. Masa tulisan gambar
Pada masa ini, tulisan berupa gambar yang disadur dari alam dan memiliki
arti sesuai dengan gambar tersebut. Misalnya: gambar batu, artinya memang
batu. Tidak ada arti lain yang lebih luas atau berbeda dari gambarnya.
II. Masa tulisan simbol arti
Pada masa ini, tulisan adalah berupa gambar yang disadur dari alam,
tetapi gambar tersebut memiliki arti yang lebih luas dan berbeda dari gambar
semestinya. Misalnya: gambar matahari sebagai lambing siang hari atau
terang. Akan tetapi gambar tersebut bukan berupa lambang bunyi yang
dijadikan sebagai alat komuniasi verbal.

2. Masa Rasulullah SAW dan Khulafa’ al-Rasyidin.


Pada masa Rasulullah saw, masyarakat Arab sudah memiliki tulisan sendiri meskipun
masih sangat sederhana, yakni dengan model Kufi klasik yang tidak memiliki penanda
vokal (syakal) dan pembeda konsonan (jumlah dan posisi titik pada huruf yang sama).
Selain itu, masih belum di kenal penanda kalimat yang berupa titik, koma, ataupun
hiasan tulisan.
Berikut ini adalah contoh tulisan Arab di masa Rasulullah saw yang ditulis oleh
sahabat Rasulullah saw Al-‘A’la al-Hadrami dalam bentuk surat resmi kepada Mundzir bin
Sawi seorang raja di daerah Bahrain yang berisiskan ajakan untuk memeluk Islam:8

7
D. Sirojudin AR, Dinamika Kaligrafi Islam,(Jakarta: Darul ‘Ulum Press, 1992) hlm. 11
8
Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, hlm. 64
‫‪Transliterasi dalam bentuk tulisan Arab:‬‬

‫بسم هللا الرحمن الرحيم من رسول هللا إلى‬


‫المنذر بن ساوي سالم عليك فإني أحمد هللا‬
‫إليك الذي ال إله غيره وأشهد أن ال إله إال‬
‫هللا وأن محمدا عبده ورسوله أما بعد فإني أذكر‬
‫ك هللا عز وجل فإنه ينصح فإنما ينصح لنفسه وإنه من يطع‬
‫رسلي قد أثنو عليك بخير هللا وقد شفعتك في‬
‫قومك فاترك للمسلمين ما أسلمو عليه وعفوت عن أهل‬
‫الذنوب فاقبل منهم وإنك مهما تصلح فإن نعزلك عن عملك ومن‬
‫ما مر من يهوديته أو مجوسيته فعليه الجزية‪.‬‬

‫‪3. Pada Masa Periode Bani Umayyah‬‬


‫‪Pada Masa ini mulai muncul “Nuqthah” atau titik dalam huruf untuk membedakan satu‬‬
‫‪huruf dengan yang lainnya. Dan “Syakal” atau baris untuk mempermudah pelafalan bunyi‬‬
‫‪konsonan huruf.9‬‬

‫‪9‬‬
‫‪Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, hlm. 83‬‬
Pada masa ini telah muncul gaya-gaya penulisan khat diantaranya mudawwar (bundar),
mutsallats (segitiga), dan ti’im (kembar). dari tiga gaya tersebut muncul berbagai variasi tulisan
seperti mail (miring), Masyq (membesar), Naskh (inskriptif), dan Khufi. Dari beberapa variasi
tersebut Naskh dan Khufi adalah model variasi yang paling banyak diminati dan berkembang
menjadi menjadi model-model lain.
Diantara kaligrafer Bani Umayyah yang paling termashyur mengembangkan tulisan kursif
adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil,
Nisf danTsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain
sehingga menjadi lebih sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan
pena besar pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas) yang tidak
terpotong. Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir
dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri miring digunakan
oleh masyarakat luas.

4. Pada Masa Periode Bani Abbasiyyah


Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin
banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn 'Ajlan yang hidup pada masa
Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M) dan Ishaq ibn Muhammad pada masa
Khalifah al-Manshur (754-775) dan al-Mahdi (775-786). Ishaq memberikan kontribusi
yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan
pemakaiannya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu
Muqlah. Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya
yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga
unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf
alif, dan lingkaran. Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan
disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam
macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa'
dan Tauqi' . Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah
yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Selain Ibnu Muqlah, Khalid bin Abi Hiyaj adalah salah satu kaligrafer yang terkenal
pada masa ini. Ia berjasa dalam penulisan mushaf pada masa permulaaan.10

5. Perkembangan Kaligrafi di Indonesia


Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali
ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini bukan

10
Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, hlm. 113
tanpa alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang
dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya kufi telah berkembang pada
abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik
(wafat 495 H/ 1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15. Bahkan diakui
pula sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk
penulisan batu nisan [ada makam-makam, huruf arab tersebut (baca: kaligrafi) memang
juga banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang,
naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala
surat dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut diistilahkan
dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.

Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia
yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca dan media lainnya.
Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-Qur'an tua dengan bahan
kertas deluangdan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis al-Qur'an telah banyak
dirintis oleh para ulama besar di pesantren-pesantren smenjak abad ke-16, meskipun tidak
semua ulama dan santri yang piawai menulis kaligrafi dengan indah dan benar. Amat sulit
mencari seorang khattat yang ditokohkan di penghujung abad ke-19 atau awal abad ke-20,
karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang
memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru
keluar sekitar 1961 karangan Muhammad Abdur Muhili berjudul "Tulisan Indah" serta
karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul "Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis
Halus Huruf Arab" tahun 1971.

Pada tahun 1985, KH. Didin Sirajuddin AR mendirikan LEMKA (Lembaga Kaligrafi
dan Al-Qur’an). Lembaga ini pertama muncul di kawasan ciputat sekitar Universitas Islam
Indonesia dan kini berpusat di kelurahan Kramat Kota Sukabumi.11

C. TOKOH-TOKOH BERPENGARUH DALAM KALIGRAFI


1. Ibnu Muqlah
Ibnu Muqlah adalah seorang penulis budayawan dan salah satu perintis dlam sejarah
kaligrafi Arab yang mempunyai nama Abu Ali Muhammad ibn Ali ibn al-Hasan ibn
Abdullah ibn Muqlah. Ia dilahirkan di Baghdad pada 272 H (889 M). Ia pernah menjabat
sebagai perdana menteri tiga kali berturut-turut di bawah khalifah Al-Radhi pada masa
akhir kejayaan dinasti Abbasiyah.12
Kemasyhuran Ibnu Muqlah sebagai kaligrafer melebihi popularitasnya sebagai seorang
perdana menteri. Para sejarawan di bidang kaligrafi Arab berpendapat, bahwa Ibnu Muqlah
adalah pencetus dalam peletakan dasar-dasar Khat Naskhi pada masa kekuasaan

11
Materi diakses dari:
http://ponpes-lemka.blogspot.com/2008/10/home.html
12
D. Sirojudin AR, Dinamika Kaligrafi Islam,(Jakarta: Darul ‘Ulum Press, 1992) hlm. 81
Abbasiyah. Ia adalah penemu rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi seperti Mudawwar
(membulat elastis), huruf alif , dan titik. Ia berpendapat bahwa setia huruf harus terdiri
berdasarkan standar ketentuan tersebut.13
Namun banyak kaum orientalis dan sejumlah peneliti dibidang kaligrafi Arab yang
tidak menerima pendapat ini, diantaranya Dr. Ibrahim Jam’ah yang menganggap bahwa
pendapat yang mengatakan bahwa Ibnu Muqlah adalah pencetus dalam peletakan dasar
Naskhi adalah pendapat yang keliru. Alasannya tekhnik mudawwar telah dikenal jauh
sebelum Ibnu Muqlah. pahatan Nammarah pada 328 M, sebagai bukti bahwa tekhnik
mudawar sudah ada pada jenis tulisan Khat Kufi yang biasa memiliki ciri kubisme. Begitu
pula dalam pahatan Umm al-Jimal pada abad ke 6 M.14 (lihat gambar pada lampiran)

2. Ali Ibnu Hilal


Ali Ibnu Hilal adalah seorang kaligrafer dari Baghdad yang sangat terkenal, ia lebih
dikenal denagan Ibnu Bawwab, karena ia adalah anak dari seorang Bawwab (jurukunci)
pengadilan di Baghdad. Ia adalah murid dari Muhammad Ibnu Asad dan Muhammad al-
Simsimani, keduanya adalah murid-murid dari Ibnu Muqlah.
Pada mulanya, Ibnu Bawwab bekerja sebagai spesialis pelukis tembok, kemudian
beralih kepada ilstrasi buku sambil mempercantik gaya tulisan yang berkembang. Ibnu
Bawwab telah memberikan perhatian yang besar pada seluruh aliran kaligrafi Ibnu Muqlah,
terutama Naskhi dan Tsuluts. Ia merekonstruksi pokok-pokok aturan tulisan yang dirintis
pendahulunya (Ibnu Muqlah) yang membuat kagum para pendatang kemudian. Diantara
hasil olahannya, dapat dilihat pada pembaharuan bentuk khat yang dikenal dengan Rayhani
dan Muhaqqaq. Ia pernah menulis al-Qur’an sebanyak 64 buah dan salah satunya ditulis
dengan khat Raihani. Diantara hasil kaligrafi Ibnu Bawwab yang dapat dinikmati sampai
sekarang terdapat di perpustakaan Hagia Sofia (Aya Sofia) di Istanbul dan satu naskah Al-
Qur’an Karim tersimpan di Perpustakaan Shestarapeti di kota Dublin, Irlandia.15

3. Yaqut al-Mu’tashimi
Kaligrafer yang juga penyair ini mengembangkan metode baru penulisan huruf arab
serta memelopori penulisan menggunakan bambu yang dipotong miring sebagai pena.
Yaqut dikenal melalui filsafatnya tentang kaligrafi, “Al-khaththu handasatun ruhaniyyatun
dhaharat bi alatin jasmaniyyatin (Kaligrafi adalah geometri spiritual yang diekspresikan
melalui alat jasmani).” Berkat kelihaiannya, gaya Khath Tsuluts berkembang menjadi
bentuk ornamental yang dekoratif.

13
Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, (Darul Gharb al-Islami, 1994)
hlm. 113
14
D. Sirojudin AR, Dinamika Kaligrafi Islam, hlm. 85.
15
Ibid, hlm. 89-90
4. Ibnu Syekh

Ia Merupakan salah satu bagian dari maestro kaligrafi terbesar sepanjang sejarah
Utsmani dan menjadi kiblat para kaligrafier-kaligrafier pada masa itu. Pada zamannya,
Sultan Bayazid II (Sultan Utsmani yang memerintah pada 1481-1512 M) belajar kaligrafi
padanya. Dan karya-karya yang ditinggalkannya menjadi ‘rumus’ bagi pengembangan
penulisan khath selanjutnya.

5. Hasyim Muhammad al-Baghdadi

Dilahirkan di Baghdad pada 1917, Hasyim telah mempelajari kaligrafi sejak usia
remaja. Usai memperoleh gelar Diploma dari Mulla ‘Ali Al-Fadli pada tahun 1943, ia
meneruskan studinya di Royal Institute of Calligraphy Kairo dan lulus pada 1944. Di tahun
yang sama, ia memperoleh ijazah dari dua kaligrafer terkenal, Sayyid Ibrahim, Muhammad
Husni dan Hamid Al-Amidi. Hasyim yang pernah menerbitkan sebuah buku koleksi khath
miliknya berjudul “Qawaidh Khatthil Araby“” (Kaidah Penulisan Khath Arab)”. Hingga
kini buku tersebut merupakan kitab panduan kaligrafi Arab yang paling fenomenal dan
dijadikan referensi bagi pelajar kaligrafi Arab di dunia Islam.16

6. Didin Sirajuddin AR
Didin Sirajuddin berasal dari kuningan, Jawa barat. Lahir di desa karangtawang 15 Juli
1957. Ia adalah alumni pondok pesantren gontor (1969-1975). Bakatnya berkembang ketika di
gontor, dengan bakat yang besar dalam seni lukis ia mendirikan sebuah sanggar pelukis di
Pondok Pesantren Gontor.
Memiliki keinginan untuk masuk ASRI (Akademi Seni rupa Indonesia) tetapi tidak
diizinkan oleh orang tuanya. Tetapi minatnya yang besar dalam hal melukis selalu
mendorongnya untuk terus berkarya. Pada 1986, ia menjadi dewan hakim kaligrafi pada MTQ
Nasional XIII di padang. Konsentrasinya yang besar pada seni kaligrafi membuatnya diangkat
sebagai dosen mata kuliah kaligrafi UIN Syarif Hidayatulloh sejak tahun 1983 sampai sekarang
di fakultas Adab.
Pada 1985, ia mendirikan sebuah lembaga yang membuka program pembinaan bakat
menulis kaligrafi antar pelajar dan mahasiswa se Jakarta yang diberi nama Lembaga Kaligradi

16
Harian REPUBLIKA. 2012, Khazanah; Tokoh Kaligrafi Dunia, 14 April 2012
Al-Qur’an (LEMKA). Tujuan besarnya adalah ingin membentuk kader-kader yang mumpuni
dalam bidang kaligrafi dan melestarikan serta kaligrafi di Indonesia.17

D. Peran Kaligrafi Terhadap Perkembangan Keilmuan


1. Realita Kajian Kaligrafi Saat ini
Perkembangan seni kaligrafi saat ini kajiannya sudah mencapai pada dataran
bagaimana eksistensi kaligrafi telah mampu berperan dalam bidang keilmuan lain yang
mendukungnya, misalnya; Al-Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, Pendidikan dan Pengajaran,
Ekonomi, Eksakta, Filsafat, Identitas Sosial dan bahkan telah menjadi salah satu kajian seni
yang menarik terutama dalam seni rupa. Fenomena perkembangannya di Indonesiadiawali
dengan peran beberapa kegiatan dan bentuk hasil karya yang terpampang. Bentuk kegiatan
kaligrafi telah diadakan baik struktural maupun non-struktural, yakni seperti kegiatan
musabaqah, pengajaran dan latihan dan pameran kaligrafi. Di sisi lain corak hail karya
kaligrafi yang terpajang sebagai dekorasi masjid, panggung dan ruang juga ikut
meramaikan suasana kaligrafi serta dalam naskah bukupun yang bertuliskan Al-Qur’an,
Hadits, maupun terkait bahasa arab-tidak sedikit yang dapat kita nikmati proporsi bentuk
hurufnya. Semuanya telah menarik banyak orang untuk lebih jauh mengetahui bagaimana
sebenarnya realita yang ada dibalik huruf arab tersebut atau terangnya dalam wilayah
keilmuan kaligrafi baik praktis maupun wacananya.

Banyak model para pengkaji keilmuan kaligrafi disini terutama dalam wacana
kaligrafi kedepan, ada yang berangkat dari praktisi kaligrafi tradisional, seniman lukis,
sastra, bahkan pengamat dari kalangan penikmat dan pecinta kaligrafi. Adalah menarik bila
kajian kaligrafi dapat dipertemukan dengan keilmuan lain. Dimana sebuah proses integrasi
keilmuan mutlak saling mendukung dan tidak ada bedanya dalam kewajiban untuk
mendalaminya. Sedangkan model pemaparan gagasan dan ide tersebut tertuang dalam
makalah diskusi, kuratorial pameran, buku kaligrafi khusus, jurnal ilmiah, hingga karya
ilmiah kampus seperti skripsi, dan sebenarnya embrio kajian kaligrafi melalui skripsi ini
sudah banyak dilakukan, namun hasil pemikiran mereka belum tersalurkan secara baik dan
kontinyu karena belum adanya wadah yang menampung.

Bila menilik pada literatur yang berkenaan dengan sejarah kaligrafi lebih lanjut,
bahwa fungsi atau motif awal kaligrafi pada masa shahabat Nabi adalah hanya sebagai
dokumentasi wahyu- atau istilah yang dikemukakan oleh AD. Pirous sebagai media
komunikasi. Artinya kaligrafi sebagai bentuk tulisan yang berstruktur dan berarti- sangat
berperan dalam wilayah visualitas dan bahkan memengaruhi verbalitas wahyu. Perannya
tidak hanya berhenti pada hal tersebut, akan tetapi bahwa visualitas wahyu yang ditorehkan
oleh kaligrafi merupakan salah satu bentuk sebuah keagungan kitab suci al-Qur’an yang
telah diwahyukan kepada nabi sekaligus rasul pilihan, yaitu Nabi Muhammad SAW.

17
D. Sirojudin AR, Dinamika Kaligrafi Islam, hlm. Tentang penulis
Tentang hubungan keduanya telah dikaji lebih dalam oleh Ilham Khoiri dalam buku Al-
Qur’an dan Kaligrafi Arab- yang merupakan jelmaan karya skripsinya.

Kaligrafi masa sekarang ini juga telah menjadi sebuah ajang bergengsi atau media
ekspresi seni yang luar biasa, dari sekedar bentuk tradisional dengan tinta hitam dan dengan
ornamen arabesk hingga oleh para perupa ia mendapatkan polesan kombinasi desain dan
tatawarna yang indah. Semuanya saling melengkapi dan hal ini juga perlu diketahui oleh
seorang kaligrafer. Jadi, bukan alasan lagi sekarang untuk mengeklaim siapa yang paling
benar sebagai khathath sejati, serta alasan untuk tidak mengkaji kaligrafi secara
komprehensif, disebabkan lebih menyenangi bidang kajian kaligrafi tertentu. Hal ini akan
dapat mengurangi aura kualitas karya kaligrafinya. Dan sementara ini proses pembinaan
sebagai media ekspresi ini dapat diajarkan dan dibiasakan mulai anak menginjak umur
empat tahunan dengan memberi materi dengan penekanan aspek bermain, mewarnai,
hingga menulis sederhana. Langkah tersebut bila terus menerus dilakukan disertai dengan
kesesuaian materi dalam tahapan pengembangannya, maka ketika sudah besar, ia akan
menjadi pengkaji kaligrafi yang handal. Dan bahkan sangat dimungkinkan sebagai kader
komprehensif dalm bidang kaligrafi. Kajian ini akan lebih terarah lagi bila terkait dengan
dunia pendidikan dan pengajaran dengan segala perangkatnya.

Urgensi kaligrafi dalam kajian diatas merupakan bukti keterkaitannya dalam semua
disiplin ilmu yang ada bahkan sangat dimungkinkan akan mampu mengarah pada wacana
yang sangat bermanfaat seperti psikologi kaligrafi, filsafat seni kaligrafi meskipun hal
tersebut perlu waktu dan dana besar untuk mewujudkannya. Bukan hal yang mustahil
sekarang dan dua tahun kedepan kajian-kajian kaligrafi akan menembus dunia akademik
khusus seperti Institut Kaligrafi, yang embrionya telah ada dalam jurusan bahasa dan sastra
Arab- sebagai bagian mata kuliah 2 SKS, serta adanya model pembelajarannya yang telah
dipraktekkan oleh lembaga yang dikelola oleh komunitas seperti Griya Seni Kaligrafi
Arabiyaa Yogyakarta, meskipun masih secara sederhana dan baru mulai
mengembangkannya, maupun telah digagas secara individual. Sebenarnya Universitas
Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Wonosobo telah membahas dan membuka kegiatan khusus
kaligrafi secara akademik, akan tetapi belum terealisasi dengan baik.

2. Sebuah Tawaran Aplikatif

Dari dasar diatas dapat diletakkan bahwa wilayah studi kaligrafi saat ini merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan untuk menuju profesionalitas seorang khathath atau
kaligafer, diantaranya;

1. Sejarah

- Kaligrafi Arab memiliki rentetan sejarah panjang


- Urgensi sejarah sebagai dasar wujud (eksistensi) kaligrafi

- Aplikasinya dalam memengaruhi kaligrafer dalam berkarya

- Upaya studi tokoh-tokoh yang berperan dan pandangan-pandangannya

2. Hubungan Kaligrafi dengan ilmu lain

- Al Qur’an

- Hadits

- Bahasa Arab

- Seni Rupa

- Filologi

- Metafisika/Spiritual

- Logika

- Eksakta

- Filsafat

- Ekonomi

- Sosial

- Psikologi , dan lain-lain

3. Praktis; menekankan pembelajaran kaligrafi mengkaji bentuk, proses pembinaan


huruf, manajemen penyusunan, dan teknis pelaksanaannya. Selain itu adalah
pengkajian bentuk dan format pembelajarannya yang baik bagi kader baru atau
menekankan pada manajemen berkaligrafi praktis. Dari dasar ini seseorang yang
tekun akan dapat menemukan gaya tersendiri atau khas yang juga dilandasi
keilmuan akan temuannya pada aspek sejarahnya, praktisnya, serta makna atau nilai
yang terkandung di dalamnya.

4. Makna atau Nilai; Yakni sejauh mana nilai yang ditawarkan oleh kaligrafi melalui
simbol-simbol dari bentuk huruf, maupun dalam sebuah susunan. Adakah
relevansinya dengan keadaan, situasi dan kondisi yang memengaruhinya, termasuk
disini adalah keilmuannya. Setelah itu mengupas apa yang ada dalam tiap-tiap jenis
khat.

5. Studi khusus wacana dari pendapat atau hasil penelitian seseorang dalam kaligrafi
yang menyangkut bagaimana wacana kaligrafi ke depan.

Dari keseluruhan wilayah studi kaligrafi diatas dapat dirangkum, bahwa kajian
kaligrafi meliputi kajian secara mikro dan makro. Secara Mikro yakni kajian seputar
praktik berkaligrafi hingga berkarya, sedangkan secara makro adalah dalam wilayah
studi sejarah, hubungannya dengan ilmu lain, makna atau nilai, serta studi khusus
wacana dari pendapat atau hasil penelitian seseorang dalam kaligrafi yang
menyangkut bagaimana wacana kaligrafi ke depan.

E. Pengaruh Al-Qur’an Terhadap Perkembangan Kaligrafi


1. Motivasi Normatif
Motivasi normatif al_Qur’an merupakan salah satu bentuk pengaruh al-Qur’an terhadap
perkembangan kaligrafi Arab. Yang dimaksud dengan motivasi normatif disini adalah semangat
yang dimunculkan ayat-ayat al-Qur’an yang berupa norma-norma yang memiliki daya pengaruh
terhadap kesadaran dan tingkah laku umat Islam dalam hubungannya dengan tulis menulis yang
ada pada gilirannya akan mendorong kemajuan kaligrafi Arab. Menurut David James, bahwa
faktor keberhasilan kaligrafi Arab dalam meraih level yang tinggi, hanya mungkin dimengerti
dari konsekwensi hubungannta dengan Al-Qur’an18.
2. Penulisan Al-Qur’an
Motivasi normatid al-Qur’an untuk mendalami tulis menulis kemudian mendapatkan
19

momentumnya secara praktis, semarak dan serempak dalam suatu aktifitas yang dinamakan
penulisan al-Qur’an, atau sebuah usaha untuk merekm kata-kata al-Qur’an dalam bentuk huruf-
huruf yang tertuliskan.
Pada masa awal Islam, metode hafalan masih cukup dominan dikalangan masyarakat Arab.
Hanya ada segelintir orang yang memiliki kemampuan ini. Bahkan Nabi Muhammad pun
sampai sekarang masih diyakini sebagai Ummi.
Meski demikian, beliau sesungguhnya telah memerintahkan penulisan al-Qur’an. dimana
setelah hijrah ke Madinah, beliau meiliki juru tulis yang biasa diperintahkan untuk menulis
wahyu, diantara mereka adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, dan
lain sebagainya. Sementara itu sahabat-sahabat lain juga bayak yang menulis al-Qur’an dalam
dokumen-dokumennya masing-masing atas inisiatif sendiri. Semangat penulisan ini semakin

18
Ilham Khoiri R, Al-Qur’an dan Kaligrafi Arab; Peran Kitab Suci dalam Transformasi Budaya, (Ciputat:
Logos, 1999) hlm. 85
19
Ibid, hlm. 111
marak, ketika setelah kemenangan di perang Badar dengan menahan orang-orang Quraisy
yangpandau membaca dan menulis.20

F. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa, semakin berkembangnya peradaban manusia
maka akan banyak keindahan-keindahan yang tercipta melalui karya-karya yang muncul karena
perkembangan yang dialaminya,
Seperti halnya kaligrafi, berawal dari gaya-gaya tulisan kufi yang hanya berbentuk seperti
balok atau kubisme, namun seiring perkembangan zaman kaligrafi telah berkembang sehingga
tercipta gaya-gaya baru dalam kaligrafi seperti Naskhi, Tsuluts, dan gaya-gaya lainnya.

DAFTAR PUSTAKA:
Sirojuddin, Didin. Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
al-Jaburi, Yahya Wahib. Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, (Darul
Gharb al-Islami, 1994)
al-Hasan, Salih Ibrahim .,Al-Kitabah al-Arabiyyah min an-Nuqusy Ila kitab al-Makhtuht,
(Riyadh: Darul Fayshal ats-Tsaqafy, 2003)
Ibnu Khaldun, Muqaddimah,. (Beirut: Darul Kitab al-Lubnani, 1979)
Yahya Wahib al-Jaburi, Al-Khath wa al-Kitabah fi al-Hadarah al-Arabiyyah, hlm. 21
Sirojuddin, Didin, Dinamika Kaligrafi Islam,(Jakarta: Darul ‘Ulum Press, 1992)
al-Ibari, Ibrahim, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, terj. Saad Abdul Wahid, (Jakarta:
Rajawali Press, 1995)
Khoiri ,Ilham, Al-Qur’an dan Kaligrafi Arab; Peran Kitab Suci dalam Transformasi
Budaya, (Ciputat: Logos, 1999)
Materi diakses dari:
http://ponpes-lemka.blogspot.com/2008/10/home.html
Harian REPUBLIKA. 2012, Khazanah; Tokoh Kaligrafi Dunia, 14 April 2012

20
Ibrahim al-Ibari, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, terj. Saad Abdul Wahid, (Jakarta: Rajawali Press, 1995)
hlm. 41

Anda mungkin juga menyukai