Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dirasat
Syi’riyyah
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Kelompok 6
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayahnya, sehingga tersusunlah dan terselesaikannya makalah ini yang berjudul
“Analisa Sya’ir Masa Abbas Awal; Al-Buhturi dan Sya’irnya” yang ditujukan
untuk memnuhi mata kuliah Dirasat Syi’riyah.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada nabi besar kita ialah
pemimpin dari seluruh para nabi Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing
umatnya dari kebodohan hingga seribu satu ilmu dikuasai umatnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Judul Makalah.....................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................1
BAB II Pembahasan............................................................................................3
2.1. Sejarah.....................................................................................................3
3.1. Kesimpulan..............................................................................................10
Daftar Pustaka.....................................................................................................1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Puisi di kalangan bangsa Arab sudah dikenal sejak zaman Jahiliyah. Puisi
adalah salah satu seni yang indah dari seni sastra lainnya. Puisi merupakan bentuk
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif
yang dituangkan sebagai tulisan. Puisi adalah sebuah struktur yang antar
bagiannya saling berhubungan dengan erat/ berkoherensi (Pradopo, 1987: 303).
Puisi adalah diwanul arab. Diwan adalah kumpulan doku-men puisi-puisi yang
dikumpulkan dalam satu buku (Darwis, 2005: 6). Menurut mereka puisi adalah
kebaikan yang sudah menjadi budaya mereka. Pada awal tahun hijriah mereka
berlomba-lomba dalam membuat puisi. Banyak orang arab berdatangan ke pasar-
pasar untuk membacakan puisi yang paling baik untuk ditampilkan di depan para
penguasa dan raja-raja di zamannya. Sebagian mereka ada yang membaca puisi
dalam rangka memuji, mengecam, mencaci, bahkan merindukan kekasihnya (Ali,
1990: 13).
1
3. Apa saja syair-syair karya Al-Buhturi?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Masa ini berlangsung selama kurang lebih 1 abad yang diawali oleh
khalifah pertama Abbasiyah Abu Abbas pada tahun 132 H hingga
meninggalnya khalifah Al-Wasiq pada tahun 232 H. Periode awal dikatakan
sebagai masa keeamasan karena berhasil memperluas wilayah kekuasaanya
dari ujung barat dekat lautan Atlantik sampai sungai Indus dan dari Laut
Kaspia hingga sungai Nil.2
1
Betty Mauli Rosa Bustam, dkk, Sejarah Sastra Arab dari Beragam Perspektif (Penerbit
Deepublish), hal 50.
2
Betty Mauli Rosa Bustam, dkk, Sejarah Sastra Arab dari Beragam Perspektif (Penerbit
Deepublish), hal 51.
3
Betty Mauli Rosa Bustam, dkk, Sejarah Sastra Arab dari Beragam Perspektif (Penerbit
Deepublish), hal 51.
3
(khamr), syiir madh (pujian), syiir haja’, syiir ratsa’, syiir fakhr dan hamasah,
dan syiir zuhd.4
Al-Buhturi atau Abu ‘Ubadah al-Walid bin ‘Ubaid at-Tha’I adalah seorang
penyair yang mendapatkan gelar penyair terkenal setelah Abu Nawas.
Al-Buhturi lahir pada tahun 206 H di daerah Manbij yang terletak antara
Efrat dan Aleppo, di tengah-tengah kabilah Thai yang mayoritas orang-orang
Arab Badui yang tinggal di tepi sungai Efrat. Di saat Al-Buhturi masih muda, Al-
Buhturi mengunjungi Abu Tamam dengan tujuan untuk mengutip atau meniru
metode penciptaan karyanya tanpa melampaui batas.5 Kebanyakan para ulama
menceritakan, salah satunya adalah Abu Abas Al-Mubarid bahwa Al-Buhturi
melanjutkan karya Abu Tamam, mengulangi, mengingat langkahnya, Abu Tamam
adalah orang yang dicintainya yang telah menuntun dan yang membantunya,
karena beliau sama-sama orang Thai. Pada suatu ketika Abu Tamam berkata
kepada Al-Buhturi: “ demi Allah engkau wahai anakku, besok akan menjadi raja
penyair setelahku”, kemudian prediksi tersebut menjadi kenyataan. Al-Buhturi
menjadi pemimpin sya’ir yang masyhur dalam bidang sastra dan sya’ir setelah
Abu Tamam wafat. Al-Buhturi tinggal di Irak untuk melayani Al-Mutawakkil dan
juga mentrinya Al-Fath ibn Khaqan sampai beliau terbunuh, setelah itu Al-
Buhturi kembali ke Manbij, dan beliau meninggal pada tahun 284 H.6
4
ما لكم ال تقولون أحسنت؟ هذ واهلل ما ال يحسن أحد أن: ويقول للمسلمين،أحسنت واهلل
يقول مثله
Demi Allah aku lebih baik, kemudian beliau mengatakan kepada orang-
orang: adakah diantara kalian yang bisa berbicara lebih baik dariku? Demi
Allah tidak ada seorangpun yang bisa berbicara lebih baik sepertiku.7
7
Ibid
8
Ahmad Iskandari dan Mushtafa ‘Inaany, Al-Wasit fil Adabil ‘Arabi wa Tarikhihi, juz 5,
(Mesir: Mutba’ah Al-Mu’arif, 1925), hlm. 267.
9
Ibid, hlm.268.
5
mereka tidur, ia memekarkan bunga dengan embun seolah-olah
menyiarkan berita yang tersembunyi, musim semi mengembalikan
pakiannya dari daun-daun pohon seolah-olah engkau mnyebarkan suatu
hiasan yang berwarna, musim semi tiba lalu melahirkan kebahagiaan,
mata mengeluarkan kotorannya ketika berihram, lembutnya angin tipis
membuatku menduga akan datang seoarang kekasih yang hidup serba
kecukupan.”
6
2.5 Karakteristik Seni Syair Al-Buhturi
a. Susunan Sajak (bina’ al-qosidah)
Diperlihatkan bahwa sajak dalam syair thobiah (alam) Al-Buhturi
mengambil bentuk-bentuk yang berbeda dan beberapa susunan. Maka syair
alam memakai sajak yang beragam dengan tujuan penyair yang
mendeskripsikan sajak pujian untuk kholifah atau Menteri, sajak
fakhr(kebanggaan), sajak ratsa’ (duka cita) itu tampak dalam Sebagian besar
puisi Al-Buhturi.12 Seperti satu contoh untuk syair madh, yaitu:
12
Abdul Hadi Abu Ali, Ath-Thabi’ah fi Syi’r Al-Buhturi (Kairo: Jami’ah Al-Azhar, 1988),
hal. 144.
13
Abdul Hadi Abu Ali, Ath-Thabi’ah fi Syi’r Al-Buhturi (Kairo: Jami’ah Al-Azhar, 1988),
hal. 145.
7
Bahasa yang digunakan Al-Buhturi dalam syairnya pada umumnya seperti
sebagian besar penyair masa Abbasiyah yang menjaga kesempurnaan bahasa,
kaidah-kaidahnya, nahwunya, melekat kepada segi balagoh, tergambar
kefasihannya, dan terasa di dalam syairnya dan tidak tidak ada keanehan.
Adapun berkenaan dengan gaya bahasa menurut Al-Buhturi yang menarik dan
halus.14
c. Khoyal (Imajinasi)
Hasan Darwisy berpendapat bahwa imajinasi dari syair Al-Buhturi
memilki makna psikologis, jadi merupakan suatu penggantian sesuatu yang
tidak ada di dunia nyata yaitu ungkapan dari kecemasan dan kekurangan yang
dialaminya. Anggapan ini didukung oleh munculnya bayangan ini di
mayoritas pendahuluan puisinya. Bagian ini diungkapan penyair itu sendiri
sebelum berpindah ke kata pujian atau sebagainya dan itu dapat dilihat sebab
keterasingan yang panjang terhadap kekasihnya (Ulwah) karena dia menetap
di suatu kota dan selalu menggembara. Berdasarkan hal tersebut, mengunjungi
bayangan dunia mimpi yang merupakan pergantian dari yang di dunia nyata
lalu keistimewaan Al-Buhturi bergantung kepada pancaran perasaanya dan
jauhnya tempat tinggal antara dirinya dengan kekasihnya, lalu bayangan yang
sejenis menggantikan posisi penglihatan di dunia nyata.15 Contoh:
الزائِ ِر
ّ ال ِ َ أر ٌق يُ َش َّر ُد بال َخي# وعندنَا،ت
َ َ َ يف ُز ْر َ ال َع َلو َة َك
ُ َأ َخي
ِ ش ُّق على الملِم ال َخ
اط ِر ُ َ ي، ق َف ْر# بم ْه َم ٍه
ّ ُ َ حنُ َ َون،َم بنا
ّ أل،يف
ٌ َط
ض َو ِام ِر ِ ،ود
َ كالق ِس ّي ٍ ُحات ق ُ َر ْو# اه ُم ُ طير َك َر ٍ
ُ ُضى إلى ُش ْعث ت َ أف
اح الغَائِ ِر ِ
ّ ض ِل َهل َْهلَة
ِ َالصب ْ َ ِم ْن ف# َوتَ َس ْربَلوا،حتى إذا َن َزعُوا ال ّد َجى
ِ يَ ْك ِس ْر َن ِم ْن نَظَ ِر الن# بأعي ٍن،حال
ُّعاس ال َفاتِ ِر ِ ب الر
ّ ِ إلى ُش َع،َو َر َم ْوا
ناح الطّائِ ِر ِ مس َتل َْم ُع في َج ِ ِ
ُ ش ّ َوال# ،ًلسة َ خ،ف بالتّحيّة َ فأسع
َ ،ْأه َوى
14
Abdul Hadi Abu Ali, Ath-Thabi’ah fi Syi’r Al-Buhturi (Kairo: Jami’ah Al-Azhar, 1988),
hal. 148.
15
Tagrid Musa Muhamad Ali, Tesis: “Al-Khoso’ish Al-Fanniya fi Syi’ri Al-Buhturi”
(Sudan: Jami’ah As-Sudan li Al-Ulum wa At-Tiknulujia, 2020), Hal. 91.
8
Syair tersebut membangun koneksi positif antara kata الزائِر
ّ الِ َ ال َخيuntuk
berjalan melalui gurun dengan kata َأر ٌقyang memabantu untuk melanjutkan
perjalanan dan takut terhadap bayangan berjalan yang tidak dimulai kecuali bagi
orang yang tidur.16
16
Tagrid Musa Muhamad Ali, Tesis: “Al-Khoso’ish Al-Fanniya fi Syi’ri Al-Buhturi”
(Sudan: Jami’ah As-Sudan li Al-Ulum wa At-Tiknulujia, 2020), Hal. 92.
9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Iskandari, Ahmad dan Mushtafa ‘Inaany. 1925. Al-Wasit fil Adabil ‘Arabi wa
Tarikhihi, juz 5. (Mesir: Mutba’ah Al-Mu’arif).
Az-zait, Ahmad Husain, Taarikhul Adabil ‘Arabi, (Kairo: Dar Nahdhah.
Al-Bustani, Butrus. 2013. ‘Udaba’ Al-Arab fi Al-Ashr Al-Abbasiyah (Kairo:
Hindawi).
Ali, Abdul Hadi Abu. 1988. Ath-Thabi’ah fi Syi’r Al-Buhturi (Kairo: Jami’ah Al-
Azhar).
Bustam, Betty Mauli Rosa, dkk. 2015. Sejarah Sastra Arab dari Beragam
Perspektif: Yogyakarta: Penerbit Deepublish
Tesis
Ali, Tagrid Musa Muhamad. 2020. “Al-Khoso’ish Al-Fanniya fi Syi’ri Al-Buhturi”
(Sudan: Jami’ah As-Sudan li Al-Ulum wa At-Tiknulujia).
11