Pada zaman dahulu kala, terdapat seorang laki- laki yang sangat sederhana,
bersahaja dan suci jiwanya. Ia dikaruniai seorang anak laki- laki yang sangat cerdik dan
fasih dalam berbicara...laki- laki itu sering menghabiskan waktunya bersama sang
anak....mereka benar-benar seperti sepasang sahabat sejati...
Kita dapat melihat bagaimana perbedaan usia dan jarak waktu tidak terlihat di
antara keduanya. Seperti kain idaman yang terbuat dari sutra. Keduanya terlihat kompak
dan saling memahami antara satu dengan yang lain. Sayangnya, mereka berdua memiliki
ilmu pengetahuan yang sama tentang hakikat keberadaan alam dan segala sesuatu yang
ada di dalamnya. Oleh karena itu, ketika sang anak tidak tahu...sang ayah-pun akan
mengalami hal yang sama...
Pada suatu hari, sang ayah memandang anaknya dan berkata: Terima kasih
Allah!... Sambil mengusap kepala anaknya, sang ayah berkata: Engkaulah nikmat
paling berharga yang Allah berikan kepadaku!... Maka, sang anak-pun berkata:
Ayah...engkau selalu berbicara tentang Allah...perlihatkanlah Allah kepadaku!...
Dengan sangat kaget, sang ayah berkata: Apa yang engkau ucapkan tadi anakku?!...
Sang ayah mengucapkan kata-kata tersebut dengan wajah terlihat bingung. Ini adalah
sebuah pertanyaan anak kecil, yang ia sendiri tidak tahu apa jawaban yang harus ia
berikan kepadanya....
Sang ayah-pun terdiam dan berfikir. Setelah itu, ia berpaling kepada anaknya.
Dengan suara perlahan dan ragu-ragu, ia berbicara kepada anaknya: Anakku, benarkah
kamu memintaku untuk memperlihatkan Allah kepadamu? Dengan wajah tanpa dosa,
sang anak-pun menjawab: Ya, benar...perlihatknlah Allah kepadaku ayah!... Dengan
setengah bergumam, sang ayah berkata: Bagaimana aku dapat memperlihatkan sesuatu
yang tidak pernah aku lihat sebelumnya?!...
Mendengar kata-kata itu, sang anak semakin mencecarnya dengan pertanyaan:
Mengapa ayah...mengapa engkau belum pernah melihatnya? Dengan perlahan, sang
ayah menjawab: Karena aku tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya... Sang anak
terus memaksa: Dan seandainya aku meminta ayah untuk pergi dan melihatnya...,
barulah setelah itu, ayah perlihatkan Ia kepadaku...bagaimana? Dengan semangat, sang
ayah menjawab: Aku akan melakukannya anakku....aku akan melakukannya.....
Sang ayah-pun bangkit dari duduknya...ia menghabiskan waktunya pada hari itu
dengan menelusuri jalan-jalan di sekeliling kota. Ia terus bertanya tentang masalah yang
dihadapinya kepada orang-orang. Sayangnya, mereka tidak dapat menjawabnya. Mereka
telah disibukkan oleh perkara dunia dan sudah lupa dengan Allah...
Akhirnya, ia-pun pergi kepada para ulama. Maka, para ulama itu berusaha untuk
berbicara dan mendebatnya dengan teks-teks keagamaan juga berbagai susunan kata yang
berhubungan dengan ajaran agama. Sayangnya, tidak ada satu-pun dari mereka yang
dapat membuatnya puas. Akhirnya, laki- laki ini meninggalkan mereka dengan putus asa...
Ia terus menelusuri jalan-jalan kota tanpa arah tujuan, sambil berkata kepada
dirinya sendiri: Apakah aku harus pulang kepada anakku dengan tangan kosong, tanpa
membawa pesanannya? Pada akhirnya, ia bertemu dengan seorang kakek tua yang
memberi tahu dengan perkataannya: Pergilah ke pinggir kota. Di sana, kamu akan
menemukan seorang kakek tua, ahli ibadah. Setiap ia meminta dari Allah, pasti
permintaannya itu dikabulkan....mungkin...di sanalah kamu akan mendapatkan seluruh
pemecahan permasalahanmu!
Dengan semangat, sang ayah-pun pergi kepada kakek itu dan berkata
kepadanya: Aku datang kepadamu untuk mengadukan sebuah permasalahan. Saya
harap, anda tidak akan membuat saya kecewa dan merasa gagal. Si kakek tua itu-pun
mengangkat kepalanya sambil berkata dengan suara yang begitu dalam dan lembut:
Beritahukanlah keinginanmu itu anakku!...
Sang ayah-pun akhirnya berkata: Kakek, aku mohon anda berkenan
memperlihatkan Allah kepadaku!... Sang kakek-pun terlihat berfikir dan memegang
jenggotnya yang sudah memutih dengan tangannya. Setelah itu, ia berkata: Apakah
kamu menyadari, apa yang kamu katakan tadi? Dengan harap- harap cemas, sang ayah
menjawab: Benar kakek...aku ingin anda memperlihatkn Allah kepadaku!... Dengan
suara lembut dan dalam, sang kakek kembali berkata: Anakku!...Allah tidak akan dapat
dilihat oleh mata kasat kita....dan Allah tidak akan dapat disentuh oleh fisik luar
kita....apakah kita dapat menelusuri kedalaman laut dengan jari-jari yang hanya dapat
menelusuri kedalaman sebuah gelas?!...
Dengan penuh penasaran, laki- laki itu kembali bertanya: Lalu, bagaimana aku
dapat melihat-Nya? Si kakek menjawab: Apabila Allah membukakan ruhmu... Laki-
laki itu terus bertanya lagi: Dan kapan Allah akan membuka ruhku? Sang kakek
menjawab: Seandainya kamu beruntung mendapatkan cinta-Nya... Laki- laki itu-pun
langsung bersujud dan menuangkan debu di dahinya. Setelah itu, ia mengambil tangan
kakek tua yang ahli ibadah itu sambil berkata: Kakek...engkau adalah orang shalih ahli
ibadah...pintalah kepada Allah untuk memberikan kepadaku sepotong cintanya...
Sang kakek-pun akhirnya menyambut tangan laki- laki tersebut dengan lemah
lembut dan berkata: Tenang nak...pintalah sedikit demi sedikit... Laki- laki itu-pun
kembali berkata: Baiklah, kalau begitu, berikan cinta-Nya kepadaku. Sekalipun, hanya
sebesar satu dirham... Si kakek langsung berkata: Dasar tamak!...itu terlalu banyak...
Laki- laki itu kembali berkata: Baiklah...kalau begitu, bagaimana dengan seperempat
dirham.... Si kakek menjawab: Turunkan lagi...turunkan!...
Laki- laki itu lalu berkata: Apakah engkau tidak dapat meminta cintanya.
Sekalipun, hanya seberat biji jagung saja?... Sang kakek kemud ian berkata: Tidak
bisa... Laki- laki itu meminta lagi: Bagaimana seandainya jika setengah berat biji
gandum... Sang kakek menjawab: Ya, mungkin saja... si kakek-pun mengangkat
kepalanya memandang ke arah langit sambil berkata: Ya Allah...berikanlah rasa cinta-
Mu kepadanya. Sekalipun, hanya seberat setengah biji jagung!...
Laki- laki ini-pun akhirnya pergi dan meninggalkan si kakek....hari- haripun
berlalu...keluarga laki- laki ini, anak dan juga sahabat-sahabatnya datang ke orang tua tadi
dengan berbondong-bondong. Mereka mengatakan bahwa semenjak hari itu, laki- laki
yang tidak lain ayah dari anak ini tidak pulang ke rumah dan keluarganya. Ia menghilang
begitu saja...dan tidak ada satu-pun orang yang mengetahuinya...sang kakek ahli ibadah-
pun berdiri dengan gelisah... akhirnya ia memutuskan untuk ikut mencari laki- laki tadi.
Setelah berhari- hari mencari, akhirnya mereka bertemu dengan sekelompok
pengembala yang mengatakan bahwa ada seorang laki- laki gila yang naik ke atas gunung.
Akhirnya, mereka segera mengikuti jejaknya dan menemukan laki- laki tersebut berdiri di
tengah-tengah padang pasir. Pandangannya lurus ke arah langit. Mereka-pun
mengucapkan salam kepadanya. Akan tetapi...laki- laki itu tidak menjawabnya...
Maka, si kakek ahli ibadah tadi berkata kepadanya: Masih ingatkah kamu
kepadaku....aku kakek ahli ibadah yang kamu datangi... Akan tetapi, laki- laki itu tidak
juga bergerak. Maka, giliran anak laki- lakinya yang maju dengan harap-harap cemas.
Kemudian, ia berkata dengan suaranya yang kecil dan lembut: Ayah...apakah engkau
tidak mengenalku?... Sayangnya...tidak ada satu gerakan-pun dari laki- laki itu setelah
mendengar suara anaknya.
Akhirnya, keluarga laki- laki yang berada di sekelilingnya itu berteriak dan
berusaha membangunkan kesadarannya. Akan tetapi, si kakek ahli ibadah tadi
menggeleng- gelengkan kepalanya sambil berkata kepada mereka: Tidak ada
manfaatnya!...bagaimana mungkin orang yang telah mendapatkan cinta Allah. Sekalipun,
beratnya hanya setengah biji jagung, dapat mendengar perkataan manusia!...Demi Allah,
seandainya kalian memotong dirinya dengan gergaji sekalipun, ia tidak akan menyadari
hal itu!...
Kini, giliran anak kecil itu yang menjerit pilu: Ini adalah kesalahanku...aku- lah
yang memintanya untuk memperlihatkan Allah kepadaku!... Si kakek ahli ibadah-pun
akhirnya melirik kepada sang anak. Dengan suara perlahan, ia berkata, seakan
mengucapkan kata-kata itu kepada dirinya sendiri: Apakah kamu dapat melihat? Cahaya
Allah yang hanya seberat setengah biji jagung saja telah mampu menghancurkan struktur
tubuh manusia dan menghancurkan susunan jaringan saraf manusia!...
Sang Pejuang
1
Oratorio bermakna puji Tuhan!
Bapak mengucapkan kata-kata itu dengan suara tertekan. Seolah-olah, ia
tenggelam dalam ketidak percayaan. Akan tetapi...laki- laki asing yang mendatanginya
segera mengucapkan kembali kata-kata tadi dengan jujur dan tulus: Selama aku masih
memiliki kesempatan untuk mendapatkan ini semua. Aku datang kepadamu untuk
bertaubat. Betapa meruginya diriku seandainya kamu mencemoo h dan meragukan semua
ucapanku...Segala sesuatu pastilah ada akhirnya. Dan...pastilah pada suatu hari, aku juga
akan melihat pintu kebenaran. Dan kembali ke dalamnya. Sebagaimana, pastilah...pada
suatu hari, aku juga akan merindukan kasih sayang Tuhan. Kemudian, menjauhkan diri
dari perang batin yang begitu panjang dan tidak bermanfaat tersebut.
Aku akan berhenti merencanakan kejahatan dan melawan Tuhan. Membenci
hidangan yang buruk-buruk dan merindukan makanan yang baik-baik. Benar, Ambillah
segala sesuatu yang kalian inginkan dariku. Siksalah diriku dengan siksa yang paling
pedih. Jatuhkanlah kepadaku hukuman yang seberat-beratnya. Akan tetapi....demi Tuhan
yang memiliki langit...jangan kalian larang diriku untuk merasakan nimatnya kebaikan.
Sekalipun, hanya beberapa saat. Aku juga ingin merasakan apa rasa perbuatan yang
orang-orang sebut sebagai kebaikan. Kalian- lah yang memilikinya. Akan tetapi,
mengapa kalian menyembunyikannya dariku!?
Si laki- laki yang tidak lain syaitan ini berkata lagi: Aku telah menjalani hidup
yang sangat panjang ini. aku telah menjalaninya semenjak zaman dahulu. Ketika aku
beranjak dewasa....Ketika aku masih mencoba untuk bertahan....Ketika aku
bersabar.....Ketika aku mencoba menghibur diri dan mengatakan bahwa aku telah
memiliki segalanya. Dan aku sudah merasa cukup dengan semua yang kumiliki.
Aku berusaha untuk menghibur diri bahwa aku tidak membutuhkan Tuhan.
Sehingga aku tidak dituntut untuk tertunduk patuh kepada-Nya. Aku juga tidak butuh dan
tidak perduli apakah orang-orang mau menyembahku atau tidak sama sekali. Aku selalu
menjadi penguasa di setiap tempat. Sampai di sini, yang telah dilapisi oleh dinding-
dinding (gereja). Tempat orang bertaubat dan terpancangnya kayu salib. Akan
tetapi...apalah arti semuanya itu. Seandainya aku masih merasakan diri ini terpasung.
Dengan terpatah-patah, Syaitan berkata: Tolonglah diriku. Bawalah aku
menuju kasih sayang Tuhan kalian. Pertemukanlah diriku dengan-Nya. Sekalipun, hanya
sekali. Setelah itu, lemparkanlah diriku ke neraka Jahannam. Aku telah berusaha sekuat
tenaga...diriku juga adalah orang yang beriman. Itu semuanya adalah harapanku...menjadi
salah satu di antara orang-orang yang baik dan beriman. Dimana mereka selalu
menghabiskan waktu-waktunya di gereja. Mereka bersujud kepada Tuhan, dan dengan
tenang membaca Injil. Bergembira dengan datangnya hari kelahiran Isa al Masih. Mereka
selalu mengulang perkataannya dan menerapkan dalam setiap perbuatan mereka.
Laki- laki tadi berkata lagi: Wahai bapak, wakil al Masih, aku datang dan
bersimpuh di kedua kakimu, agar engkau meraihku dengan kedua tanganmu dan
memasukkan aku ke dalam naungan agama. Niscaya, engkau akan melihatku termasuk ke
dalam golongan generasi gereja terbaik. Dan berada di tengah-tengah orang baik dan
jujur.
Bapak-pun terhenyak di tempat duduknya setelah mendengar pengakuan yang
sangat mengejutkan, tapi tulus itu. Akan tetapi, belum selesai dari keterkejutan dan
ungkapan si syaitan, sang pendeta berkata dengan marah: Kamu!! Kamu Iblis..akan
masuk ke dalam agama?! Si Iblis menjawab: Mengapa tidak?...mengapa Al Masih
harus berkata: Saya akan mengatakan, penguasa langit akan berbahagia dengan satu
orang yang melakukan kesalahan kemudian bertaubat. Dan orang yang melakukan lebih
dari sembilan puluh sembilan kebaikan sudah tidak memerlukan taubat lagi!
Apakah Al Masih membeda-bedakan antara satu manusia dengan manusia
lainnya? Bukankah antara satu manusia dengan manusia lainnya tidak memiliki
perbedaan di hadapan pintu pengampunan? Bukankah mereka tidak menutupkan pint u
taubat untukku? Biarkanlah diriku bertaubat....masukkanlah aku ke dalam agama. Dan
dengarkanlah, rasakan keimanan yang meresap ke dalam hatiku!
Sang pendeta-pun terjatuh dalam rasa bingung. Ia semakin dilanda keraguan. Ia
mencoba untuk berfikir dan berfikir...sampai akhirnya...ia berteriak: Tidak...tidak..saya
tidak dapat melakukan semuanya ini!
Seolah-olah, suara musik mengiringi kesombongan bapak Marcell Louis.
Alunan musik klasik-pun melebarkan sayapnya ke angkasa raya. Menyertai daya
imajinasi sang pendeta yang terus mengambang di awan sana. Ia terus berfikir:
Seandainya Iblis beriman, maka apa tugas gereja setelah ini? Apa yang akan dilakukan
Vatikan, musium dan peninggalan agamanya yang sangat banyak. Semuanya itu akan
kehilangan maknanya, kehilangan keindahannya, tujuan dan harapannya. Gereja
Sakistain yang dihiasi oleh lukisan Michael Anggelo tentang Dosa Hawa, para nabi,
bencana alam dan hari perhitungan di hari akhir. Di samping, masih ada juga ruang
pertemuan dan istana-istana hasil goresan kuas Rafael yang menggambarkan bagaimana
Allah menciptakan cahaya dan keluar dari surga Firdaus. Atau, sebuah lukisan yang
menggambarkan pembaptisan Al Masih....semuanya itu akan ikut terhapus...
Selain itu, bukankah Iblis adalah fokus bahasan dalam dua kitab suci; baik versi
perjanjian lama maupun baru. Bagaimana semuanya itu akan dihapuskan tanpa
menghapus lukisan, legenda, makna dan kalimat-kalimat yang selama ini menghiasi hati
orang-orang yang beriman? Bagaimana mungkin aku menghancurkan anggapan mereka
selama ini terhadap syaitan? Lalu, bagaimana dengan makna hari pembalasan nanti,
seandainya keburukan dihapuskan di dunia ini?
Apakah orang-orang yang mengikuti syaitan sebelum ia beriman akan dihitung
amal perbuatannya? Atau, justru akan dihapuskan b egitu saja...haruskah taubat Iblis
diterima? Lalu, untuk apa dunia ini ada, seandainya keburukan dihapuskan? Bagaiman
dengan peperangan dunia yang telah menjadikan masyarakat Kristen Eropa sebagai tuan
manusia?! Bagaimana pula dengan berbagai perdebatan di bidang teologi, logika nalar
dan dunia materi yang dipicu oleh cahaya nalar dan ilmu pengetahuan?!
Tidak...ini adalah permasalahan yang sangat berbahaya. Dan bukan hak seorang
pendeta untuk memutuskannya. Membuang keburukan dan menghapuskannya dari dunia
ini. Karena hal tersebut hanya akan mengakibatkan timbulnya ledakan yang tidak dapat
terbayangkan besarnya...
Bapak-pun mengangkat dan memalingkan kepalanya kepada Iblis dengan penuh
berat hati. Kemudian ia berkata: Kenapa engkau datang kepadaku, dan buka n kepada
yang lainnya? Mengapa kau justru memilih agama Nasrani dan bukan agama-agama
lainnya? Si Iblis menjawab: Peringatan kelahiran Isa al Masih ini telah mengilhamiku
untuk datang kemari...
Kemudian sang pendeta berkata: Pergilah wahai... Perkataan bapak pendeta
terputus. Kemudian, ia melanjutkan: Aku tidak tahu harus memanggilmu siapa? Apakah
kamu dapat membayangkan jika ini benar-benar terjadi?....setelah namamu tercatat
sebagai makhluk yang bertaubat, maka akan terjadi peristiwa yang sangat besar! Tidak!
Pihak gereja tidak akan dapat mengabulkan permintaanmu...pergilah ke agama
lain..sesuai dengan kehendak hatimu. Setelah berbicara itu, sang pendeta langsung
meninggalkannya...
**********
Syaitan-pun keluar dari dalam gereja. Ia merasa dirinya telah gagal dan terhina.
Akan tetapi, ia tidak kehilangan harapan. Pintu menuju Tuhan sangatlah banyak. Maka,
ia-pun pergi menuju pintu yang lain, pendeta Yahudi.
Ia-pun menemui pemimpin bangsa Israil, seperti halnya ia menemui pemimpin
umat Nasrani. Dan sama, pendeta tersebut-pun mendengarkan seluruh harapan syaitan.
Setelah Syaitan selesai bicaranya, pendeta Yahudi itu-pun berkata: Apakah kamu ingin
menjadi seorang Yahudi? Si Syaitan menjawab: Aku hanya ingin menggapai ridlo
Allah!
Maka, sang pendeta Yahudi tadi-pun berbicara panjang lebar...: Seandainya
Allah mengampuni Iblis dan menghapus keburukan dari bumi, maka untuk apa Allah
membedakan antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya? Kemudian, sang pendeta
tadi meneruskan: Bani Israil adalah bangsa pilihan. Maka, seandainya ini semuanya
terjadi, tidak akan ada lagi yang membenarkan agama ini.
Padahal, Bani Israil telah menjadi bangsa pilihan di antara bangsa-bangsa lain.
Selain itu, bangsa Israil juga memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk
ciptaan Allah yang lain. Masalah perekonomian misalnya, bangsa Israel telah menguasai
bidang itu dari generasi ke generasi. Semuanya itu akan hilang begitu saja dengan
hilangnya keburukan dari dalam jiwa mereka. Dan dengan hilangnya keburukan dari
dalam jiwa manusia, berarti hilang pula rasa iri hati dan tamak, hancurnya sikap
egosentris dan keinginan diri. Padahal, semuanya itu merupakan faktor utama dalam
meraih sebuah kekuasaan. Keimanan Iblis akan menghancurkan nama baik bangsa
Yahudi dan menghancurkan kehormatan Bani Israil.
Akhirnya, pendeta Yahudi ini-pun mengangkat kepalanya dengan nada
mengejek: Kita tidak memiliki kebiasaan untuk memberikan kabar gembira. Kita juga
tidak membutuhkan orang lain untuk masuk ke dalam agama kami...apalagi, Iblis!
Pergilah dari kami. Datangilah agama lain yang dapat menerimamu...
**********
Akhirnya, Iblis keluar dari tempat ibadah umat Yahudi tersebut. Ia kembali
mendapatkan kegagalan dan rasa hina. Akan tetapi, ia belum juga putus asa. Ia merasa,
bahwa di hadapannya masih ada pintu yang lain. Agama Islam...
Oleh karena itu, ia-pun segera menuju kepada syaikh Azhar. Akhirnya, ia
bertemu dengan orang alim tersebut. Sama seperti sebelumnya, sang alim-pun
mendengarkan seluruh cerita yang dikisahkan oleh Iblis. Setelah selesai, sang alim tadi
memalingkan wajahnya kepada Syaitan dan berkata: Seorang syaitan ingin beriman?!
Benar-benar perbuatan yang sangat mulia...akan tetapi...
Syaitan langsung menimpali: Kenapa? Bukankah termasuk ke dalam hak
manusia untuk masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong? Bukankah
tertulis di dalam kitab Allah: Maka, bertasbihlah dengan mensucikan nama Tuhanmu.
Dan mohonlah ampun kepada-Nya. Karena, sesungguhnya ia adalah dzat yang maha
penerima taubat? Maka, inilah diriku. Aku yang akan bertasbih dengan mensucikan nama
Allah dan memohon ampun kepada-Nya. Dan aku ingin masuk ke dalam agama-Nya
dengan ikhlas dan tulus. Aku ingin menyerahkan seluruh jiwaku dengan sebaik-baik
penyerahan diri. Dan aku akan menjadi pengikut terbaik di antara orang-orang yang
mendapatkan petunjuk!
Kemudian, syaikh Azhar berusaha untuk membayangkan, apa yang akan
terjandi nanti, seandainya Syaitan masuk Islam. Bagaimana dengan bacaan al Quran
(didalamnya bercerita tentang keburukan syaitan)? Apakah manusia harus meninggalkan
bacaan: Aku berlindung kepada Allah dari godaan Syaitan yang terkutuk? Seandainya
ayat ini dihilangkan, maka akan banyak ayat-ayat al Quran lain yang akan dibuang.
Karena, banyak sekali kalimat dalam al Quran yang menggambarkan bahwa Syaitan
adalah makhluk terkutuk. Dan setiap orang diberikan peringatan untuk tidak melakukan
perbuatan yang dilakukan olehnya.
Sebagaimana syaitan juga dianggap sebagai makhluk kotor dan selalu
menggoda manusia. Semuanya itu tertulis dalam banyak tempat dalam al Quran.
Bagaimana seorang syaikh Azhar dapat menerima keislaman seorang syaitan, tanpa
mengindahkan ajaran Islam secara keseluruhan?!...
Syaikh Azhar-pun mengangkat kepalanya dan memandang kepada Iblis, sambil
berkata: Engkau telah datang kepadaku dan meminta sesuatu yang tidak dapat aku
terima. Di samping, hal tersebut sudah berada jauh di luar kekuasaan dan
kemampuanku...sehingga, tanganku ini tidak dapat memberikan segala harapan yang
engkau pinta. Dan dalam hal ini, kamu telah salah memilih arah untuk datang dan
mengadukan permasalahanmu kepadaku.
Dengan perasaan sedih dan putus asa, Iblis berkata: Lalu, kepada siapa aku
harus mengadu? Syaikh Azhar-pun mengusulkan: Adukanlah kepada sumber yang
memiliki agama ini? Bagaimana seandainya engkau mengembalikan semua
permasalahanmu kepada Allah? Bukankah itu yang dilakukan oleh setiap makhluk Allah
yang ingin dekat dengan-Nya?! Setengah bergumam, Iblis berkata: Ya...akan tetapi,
dirimu adalah manusia yang memiliki kelebihan dibanding ma nusia lainnya. Dengan
keheranan, syaikh Azhar bertanya: Maksudnya?
Kemudian, Iblis berkata: Aku tidak ingin membedakan diriku dengan yang
lain. Aku tidak ingin langsung naik ke langit yang paling tinggi; berbicara dengan para
malaikat dan betemu para nabi. Sekalipun, semuanya itu dapat aku lakukan dengan
mudah. Bagaimanapun juga, aku harus dapat membuktikan kemampuanku dan menjaga
kehormatanku. Oleh karena itu, aku tidak memperkenankan diriku untuk mengetuk pintu
langit dengan tongkat kekuasaanku. Seperti yang biasa dilakukan oleh para malaikat.
Aku juga enggan untuk menggoncangkan langit dengan suaraku. Aku juga tidak
mau menghancurkan langit dengan teriakanku. Kemudian, meletakkan pedangku dan
menyerahkan senjataku. Dan tertunduk seperti menyerahnya satu penguasa kepada
penguasa yang lain. Akan tetapi, aku ingin memasuki pintu agama sebagai seorang yang
tidak memiliki apa-apa. Aku tidak mau merayap dengan kedua kakiku menghadap para
malaikat dengan debu menutupi kepalaku. Oleh karena itu, aku telah me mohon petunjuk
dan ampunan dari tempat peribadatan Yahudi, gereja dan masjid sebagaimana manusia
paling hina dan lemah mencari pengampunan.
Untuk beberapa saat...syaikh Azhar-pun terdiam dan merenung. Sambil
mengusap-usap jenggotnya, ia berkata: Tekad yang baik dan jangan sampai kau tunda
lagi, lakukanlah sekarang! Akan tetapi, sekalipun engkau telah menceritakan semuanya
dengan tulus...aku jujur kepadamu....tugasku hanyalah meninggikan kalimat Islam dan
menjaga kehormatan Azhar. Dan dengan sangat menyesa l, aku tidak dapat meletakkan
tanganku di tanganmu. Dengan perasaan sedih...Iblis pun berkata: Terima kasih....
**********
Iblis telah megucapkan salam terakhirnya untuk syaikh Azhar. Ia merasa dirinya
sangat hina dan tidak berdaya. Ia keluar dari dalam masjid dengan rasa putus asa yang
memenuhi rongga jiwanya. Ia-pun menelusuri sepanjang jalan, tanpa arah tujuan. Ia
melihat kebebasan yang dimiliki anak kecil. Maka, ia-pun mulai terlarut. Hatinya
merasakan kedamaian setiap kali melihat segala sesuatu yang suci dan bebas merdeka
untuk berbuat apapun yang diinginkannya.
Setelah itu, ia-pun melihat pemandangan yang sangat indah...orang-orang shalih
yang tengah mengerjakan perbuatan baik. Maka, hatinya mulai merindukan kembali
udara kebaikan. Dimana semua perbuatan tersebut akan membuahkan perbaikan, takwa
dan keimanan di dalam hati orang-orang pilihan tersebut. Seakan...pada saat itu ia tengah
berada di sebuah toko. Kemudian, ia mengulurkan tangannya untuk meraih barang yang
diinginkan. Sayangnya, ia tidak dapat melakukannya. Ia telah dihalangi oleh batasan-
batasan tertentu. Dan ia terlalu lemah untuk menyingkirkan batasan itu. Ia hanya dapat
melihatnya dengan pandangan bingung dan kacau...ia telah dipasung dan tidak
diperbolehkan merasakan indahnya nilai- nilai kebaikan. Semua itu telah menorehkan
luka yang sangat mendalam pada jiwa syaitan!
Ia-pun menjerit dengan penuh rasa sakit. Jeritannya itu terdengar di seantero
langit dan menembus awan-awan. Ia-pun naik menembus langit. Tidak ada kesabaran
yang tersisa dalam dirinya. Ketika itu, jasadnya bergetar hebat merasakan kepedihan dan
kehancuran. Ia-pun melesat terus naik ke langit paling atas...
Sesampainya di atas, ia mengetuk pintu langit. Bahkan, ia memukulnya dengan
keras. Ia benar-benar telah kehilangan kesabaran. Seakan-akan, ia pengemis yang
mengetuk pintu rumah untuk mencari sesuap nasi ketika matahari hendak tenggelam....
Pada saat itu...malaikat Jibril datang membukakan pintu. Ia-pun berkata: Apa
yang kamu inginkan? Iblis menjawab: Taubat Dengan ke heranan, Jibril bertanya lagi:
Sekarang?! Iblis bertanya: Apakah aku datang terlambat?! Jibril berkata kembali:
Bahkan, kamu datang sebelum waktu yang ditentukan. Kamu tidak dapat merubah
keputusan yang telah berlaku. Sebagaimana, kamu juga tidak dapa t membalikkan kondisi
yang telah digariskan Tuhan. Karena semuanya itu sudah menjadi sebuah ketetapan.
Kamu akan kembali, persis seperti ketika kamu datang. Dan hiduplah kamu di dunia
terserah dirimu....
Iblis-pun berkata dengan penuh emosi: Kamu juga?! Ia semakin merasakan
putus asa, Iblis berkata: Ah...Aku memang sudah tidak bisa merasakan nikmatnya
kebaikan..! Malaikat menimpali perkataan Iblis: Kau memang terhalang untuk
mendapatkan kebaikan. Seharusnya, kau kembali mengulurkan tanganmu ke..... Belum
selesai Jibril berkata, Iblis menyambung: Pohon terlarang? Jibril menjawab: Benar.
Dan tidak ada yang dapat menolongmu dari dosa perbuatan ini. Sebagaimana engkau juga
telah memasukkan Hawa ke dalam dosa yang sama sebelumnya. Pada hari, dirinya
meminta Adam untuk memakan buah pohon terlarang!
Kemudian, Iblis bertanya dengan penuh harap: Bukankah Allah menjanjikan
rahmat dan ampunan bagi hamba-Nya?! Malaikat menjawab: Rahmat dan ampunan
tidak harus berarti menghapuskan hukum penciptaan. Dengan p ilu, Iblis berkata:
Betapa aku makhluk Allah yang paling hina. Malaikat menjawab: Benar. Akan tetapi,
kepergianmu dari dunia berarti menghilangkan beberapa unsur kehidupan dan
menghancurkan dinding-dinding ketentuan Tuhan. Menghilangkan beberapa keutamaan
dan mencampur adukkan berbagai pembagian. Menghapuskan warna kehidupan dan
menghancurkan beberapa cirinya.
Karena, makna keutamaan tidak akan pernah ada. Kecuali, dengan adanya
kehinaan. Sebagaimana tidak akan ada kebenaran seandainya tidak ada kebatilan. Tidak
ada yang baik-baik seandainya tidak ada yang buruk. Tidak akan ada putih seandainya
tidak ada hitam. Tidak akan ada cahaya, seandainya tidak ada kegelapan. Bahkan, tidak
akan ada kebaikan seandainya tidak ada keburukan. Bahkan, manusia tidak aka n dapat
melihat cahaya Tuhan. Kecuali, setelah melihat kegelapan duniamu. Keberadaanmu di
dunia sangatlah penting. Dan bumi akan tetap tertunduk kepada ketentuan Allah terhadap
manusia!
Akhirnya, Iblis berkata kepada dirinya sendiri: Keberadaaanku sangat lah
penting untuk melestarikan nilai-nilai kebaikan itu sendiri?! Jiwaku yang selalu berada
dalam kegelapan, harus tetap seperti ini untuk mempertahankan cahaya Allah! Aku akan
menjalani seluruh ketentuan hidupku yang sangat buruk. Semuanya itu kulakukan demi
terwujudnya kebaikan dan menjaga kesucian Allah. Akan tetapi, apakah murka Allah
masih akan tetap menimpaku, sebagaimana kutukannya terhadap namaku. Sekalipun,
hatiku selalu diliputi niat yang baik dan nurani yang mulia?!...
Jibril menjawab: Ya, kau harus tetap menjadi seorang yang terkutuk sampai
akhir zaman. Seandainya hilang sifat terkutuk dari dirimu...hilang pula segala sesuatu
yang telah ditentukan oleh Allah...
Iblis berkata dengan perasaan yang sangat tertekan: Ya Allah, aku memohon
ampunanmu! Mengapa aku harus menanggung beban yang begitu berat. Mengapa engkau
memberikan keputusan yang sangat mengerikan ini kepadaku? Mengapa sekarang ini
engkau tidak menjadikan diriku sebagai salah satu malaikatmu. Aku akan
rela....sekalipun, engkau menempatkan diriku sebagai malaikat yang memiliki tingkatan
yang paling rendah. Sehingga, aku dapat mencintaimu dan mencinta cahaya kebenaran-
Mu. Dan engkau dapat membalas kecintaanku itu dengan kasih sayang-Mu dan pujian
dari manusia?
Inilah diriku yang mencintaimu dengan sepotong cinta yang tidak ada
bandingnya. Sepotong cinta yang mengharuskan diriku melakukan pengorbanan ini.
Sebuah cinta yang tidak disadari oleh para malaikat, juga tidak diketahui oleh manusia.
Sebuah cinta yang memaksa diriku untuk rela memakai pakaian dosa. Bersandiwara,
seolah diriku adalah pembangkang-Mu.
Sebuah cinta yang menuntut diriku untuk menanggung kutukan-Mu dan caci
maki manusia. Sepotong cinta yang tidak memperkenankan diriku untuk berdoa
kepadamu dan membuat diriku senang. Sebuah cinta yang memperkenankan diriku untuk
selalu didekat-Mu. Sebuah cinta yang seandainya terdapat pada seorang hamba Allah
yang shalih, maka hatinya akan dipenuhi oleh cahaya Allah. Sepotong cinta yang
terpaksa harus aku sembunyikan. Bahkan, ketika aku berusaha mencapai cahaya-Nya,
cahaya itu enggan untuk aku dekati....
Iblis-pun menangis...
Akhirnya, air matanya terjatuh ke bumi. Cucuran air matanya tak ubah seperti
air yang terjatuh dari kelembaban awan. Bahkan, air mata tersebut seperti cahaya bintang
jatuh di kegelapan malam. Atau, lempengan batu meteor yang melintasi bumi!
Jibril-pun merasa terharu bercampur was-was. Sambil mencoba membuatnya
terdiam, Jibril berkata: Sudahlah..sudahlah...! Air matamu terjatuh ke bumi dan
menimpa kepala hamba Allah! Maka, seketika itu pula Iblis berhenti menangis. Sambil
merasakan kepedihannya, iblis bergumam, seolah berbicara kepada dirinya sendiri:
Ya...sampai air mataku saja dapat membuat kehancuran bagi mereka!
Ia-pun terdiam. Air matannya telah surut. Dan akhirnya, dengan menurunkan
nada suaranya, Jibril berkata: Sekarang, terimalah takdirmu...jalankanlah kewajiban dan
tugasmu dengan baik. Janganlah gelisah, merasa sakit atau membantah semua yang
diperintahkan Allah kepadamu...
Iblis menjawab perkataan Jibril: Membantah? Seandainya aku ingin
membantah dan membangkang, pastilah aku dapat melakukannya dengan mudah. Setelah
itu, aku akan berbuat dosa dan keluar dari hukum Allah. Aku akan berontak dan tidak taat
dengan perintah Allah. Semuanya dapat kulakukan hanya dengan diam untuk sesaat dan
tidak menggoda manusia. Atau, aku dapat membuktikan pembangkanganku dengan
berhenti sejenak untuk tidak menjalankan tugas ini....Selain itu, untuk membuktikan
pemberontakanku, bisa saja aku mencegah manusia dari perbuatan bur uk. Sekalipun,
hanya satu menit saja. Dan bumi akan menjadi seperti sesuatu yang engkau gambarkan
tadi...
Semua unsur kehidupan akan hancur dan dinding-dindingnya akan tergoyah.
Aku adalah makhluk Allah yang mencintai-Nya. Dan bukan ingin melakukan perlawanan
kepada-Nya. Aku percaya, semua ini telah Allah rencanakan, mengapa Allah
berkehendak seperti ini dalam membangun bumi! Karena, hanya Allah- lah yang
mengetahui semua rahasia di balik penciptaan hukum dan undang- undang-Nya!
Jibril akhirnya berkata kepada Iblis: Kembalilah kepada pekerjaanmu! Iblis
menjawab: Aku akan kembali menutupi jati diriku dengan jubah kutukan. Dan tidak
tahu, kapan aku dapat melepaskannya....
Biasanya, para aktor yang ada di bumi akan memerankan seorang lakon
penjahat dan berbuat buruk untuk sementara waktu. Dan mereka tahu, bahwa peran
tersebut akan mereka tinggalkan dalam beberapa jam kemudian. Setelah itu, mereka akan
kembali menjadi orang terhormat dan suci. Bahkan, mereka benar-benar memiliki
kedudukan dengan perannya tersebut. Sedangkan aku...
Jibril kembali menghibur: Sudahlah...kamu harus dapat menanggung semua
ini. Karena, setiap makhluk yang mencintai Tuhannya, pasti harus berkorban dan dapat
menahan semua ini.. Iblis menjawab: Aku telah melakukan sesuatu lebih dar i sebuah
pengorbanan. Orang yang berperang di jalan Allah pasti akan tercatat di sisi Allah
sebagai seorang syahid. Dan aku telah berkorban di jalan-Nya lebih dari sebuah
kematian. Seandianya yang aku jalani ini dianggap sebagai sebuah
pertempuran...seandainya aku menemukan kematian di dalamnya...seandainya aku
digolongkan ke dalam tentara-Nya..
Aku harus hidup dengan membohongi perasaanku! Aku berusaha untuk
membenci dan mengutuk diriku. Bahkan, dalam sekejap saja, aku dapat melakukannya
sampai berkali-kali. Akan tetapi, aku tetap tidak dapat merasakan kematian. Sampai
akhirnya aku harus membunuh diriku atau mendorong diriku agar terbunuh di jalan
Allah. Sayangnya, sekalipun aku telah melakukannya dengan susah payah, aku masih
termasuk ke dalam makhluk Tuhan yang dibenci dan mendapat murka-Nya. Semuanya
lebih buruk dari sekedar makna kematian...
Bahkan, aku tidak diperkenankan untuk menikmati kasih sayang Tuhan. Atau,
sekedar bersimpuh dan meminta ampunan..atau menjadi bagian dalam pasukan jihad...
Jibril mulai melihat genangan air mata di kedua kelopak mata Iblis. Ia-pun
segera berkata: Sudahlah...sudahlah jangan menangis! Jangan lupa, air matamu dapat
menyebabkan kehancuran...tawamu dapat menyebabkan goncangan. Janganlah
melibatkan emosimu. Kasihanilah manusia....pergilah, sabar dan tetaplah dalam koridor
kewajibanmu...
Iblis termenung dan berfikir cukup lama...akan tetapi, pada akhirnya ia pergi
juga. Dengan suara perlahan, hampir tidak terdengar, ia berkata: Kamu benar....!
Iblis-pun meninggalkan langit dengan penuh ketaatan. Ia turun ke bumi dengan
pasrah. Akan tetapi, terdengar helaan nafas panjang keluar dari dalam rongga jiwanya,
membakar kekosongan. Kepergiannya diiringi gema jeritan bintang-bintang. Seakan,
mereka ikut bersamanya mengeluarkan tangisan darah....
Dari kedalaman hatinya ia berkata: Aku adalah pejuang....aku adalah
pejuang....!
Pak Pos!!
Aku mengenalnya ketika berada di tepi pantai...orang asing itu. Laki- laki
pembawa tas yang biasanya dipakai oleh para pekerja di kantor pos. Pada saat itu, orang
tersebut sedang bermalas-malasan dan bersantai. Bahkan, terlihat seperti orang bodoh!
Aku melihat pandangannya yang kosong....Pandangan seseorang yang tengah diterpa
sakit secara kejiwaan. Ia terlihat bingung dan lemah...
Begitupun dilihat dari caranya duduk. Laki- laki tersebut terlihat seperti tengah
merasakan lelah dan letih yang sangat memuncak. Bahkan, sepertinya, ia sudah bosan
dengan semua yang dialaminya; baik dengan dirinya ataupun kehidupan yang ada
dihadapannya. Karena, laki- laki itu terus diam dan tidak berbicara, sempat terbayang
dalam benakku, sepertinya, mulut laki- laki ini hanya dapat mengucapkan satu kata saja:
Ah!!
Akhirnya, akupun mendekatinya dan menyapanya dengan sopan: Apabila tidak
salah, sepertinya anda seorang pak pos yang tengah cuti... Laki- laki itu menjawab
pertanyaan tadi tanpa memalingkan pandangannya ke arahku. Ia mengucapkan
jawabannya dengan tawa tertahan, seakan penuh beban: Cuti!. Akupun berkata lagi:
Mengapa tidak? Bukankah sudah menjadi hak anda untuk mendapatkan dan menikmati
libur mingguan? Laki- laki tadi akhirnya menjawab: Aku tidak pernah merasakan cuti
barang satu haripun seumur hidupku.
Secara spontan akupun berkata: Betapa kejamnya lembaga yang membawahi
kantor pos!! Apakah tidak ada undang-undang atau sistem hukum yang mengatur tentang
masalah cuti?!! Laki- laki tadi menjawab ringan: Kantor pos tidak pernah mengenal
yang namanya libur, tuan!! Aku-pun bertanya keheranan: Apa yang kamu katakan
tadi?!
Tanpa memperdulikanku yang tengah keheranan, laki- laki tadi berkata lagi:
Tuan, bayangkanlah! Aku bangun setiap hari bersamaan dengan datangnya fajar. Setelah
berbenah, akupun segera menyambar tasku yang sudah penuh dengan surat. Saking
banyaknya, surat-surat yang ada di dalamnya sudah tidak terhitung jumlahnya. Sehingga,
saya merasa, setiap manusia yang ada di seluruh penjuru dunia ini, memiliki satu surat
yang ada di dalam tasku ini. Dan sudah menjadi kewajibanku untuk berkeliling dan
menyampaikan surat-surat tersebut kepada yang dituju secara adil dan bijaksana...
Ketika hari hendak menjelang malam, aku harus selesai menyebarkan surat-
surat ini. Sampai tasku ini kosong. Sehingga, pada hari selanjutnya aku dapat mengisi
tasku ini dengan surat-surat baru lainnya. Dan memberikannya kepada o rang satu-
persatu. Dan begitulah seterusnya...
Hari terus bergulir tanpa henti, manusia tidak pernah punah dan tasku-pun tidak
pernah kosong...tidak ada yang habis...kecuali kesabaranku. Tapi, apalah dayaku?
Bagaimanapun juga, aku harus mengerjakan tugasku. Jika tidak, maka surat-surat itu
akan menumpuk. Dan aku harus mengelilingkan surat selama dua hari selama satu hari?!
Itu hanya akan membuatku terjatuh dalam kesulitan....
Dengan masih terkesima, akupun berkata: Aneh sekali! Apakah tidak ada
pegawai lain di kantor pos, selain dirimu?! Laki- laki tadi menjawab: Tidak ada. Akulah
satu-satunya pekerja yang bertugas di kantor tersebut. Masih penasaran, akupun terus
memberondongnya dengan berbagai pertanyaan: Apakah itu sebuah bukti pengabaian
atau buruknya koordinasi lembaga tersebut?! Laki- laki tadi menjawab: Entahlah, aku
tidak tahu. Yang aku tahu, ketika aku merasa terkekang, karena begitu banyaknya tugas
yang harus aku kerjakan, aku-pun datang ke tempat ini untuk berteriak dan mengadukan
nasibku kepada angin....Biasanya, setelah itu, akan hilang rasa pesimis dan apatis yang
menderaku...
Aku kembali bertanya: Apakah kamu dapat menyebarkan surat ini dalam satu
hari?! Dengan arif, laki- laki tadi menjawab: Aku menyebarkan surat-surat ini, sesuai
dengan kemampuanku. Karena, manusia tidak dapat dituntut dengan segala sesuatu, di
luar kemampuannya. Dan sampai saat ini, tidak ada satu orang-pun yang menghukumi
kesalahanku. Sekalipun, aku yakin, pasti banyak sekali kesalahan yang telah aku lakukan.
Yang penting, ketika aku pulang, aku tidak menyisakan satu surat-pun di dalam tasku!
**********
**********
2
Pound adalah: Mata uang Mesir
ini juga menerima mereka dengan senang hati. Akan tetapi, kedua matamu telah
membuat mereka buta dan wajahmu telah membuat mereka tidak dapat tertawa!
Kedua tangan laki- laki tadi mendorongku dengan kasar. Kemudian ia berkata:
Tolong, anda tidak usah ikut berbicara lagi. Diam! Seandainya aku diharuskan untuk
memilih antara musim semi dengan musim gugur, yang buruk dan yang baik. Atau, aku
harus memisahkan antara mana yang berhak dan mana yang tidak berhak, niscaya aku
tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini dalam satu hari!...
Akupun kembali angkat bicara: Bukankah tiap-tiap manusia memiliki surat
yang kini berada di tanganmu. Sehingga, kamu harus memberikannya kepada mereka.
Bukankah setiap manusia memiliki hak yang tersimpan pada saudaranya yang lain?
Laki- laki itu kembali membentakku: Sudah kuulang dari tadi, aku tidak dapat
melakukan hal- hal yang mustahil aku lakukan!...Kasihanilah diriku! Apakah ada satu
orang saja yang mengasihi dan memaafkan diriku; baik di bumi ataupun di langit!
Mereka yang ada di langit berkata kepadaku: Karena k elalaianmu, kamu akan
mendapatkan murka manusia. Dan kalian yang ada di bumi berteriak kepadaku: Yang
ini telah mendapatkan haknya. Sedangkan yang ini belum!... Sedangkan kalian enggan
untuk membuka mata lebar- lebar bahwa diriku ini teraniaya. Sekarang, pandanganku
telah kabur tidak bercahaya dan akalku-pun telah terjajah. Semuanya itu berlaku, karena
tugasku yang sangat melelahkan dari hari ke hari.
Wahai manusia, ucapkanlah puji syukur kepada Tuhan kalian! Sesungguhnya,
kedua mataku ini dapat melihat kedalaman jiwa kalian. Dan aku menyebarkan seluruh
yang ada dalam tasku kepada kalian dari hari ke hari. Dan hanya itulah batas
kemampuanku! Oleh karena itu, barang siapa yang mendekatiku atau aku yang
mendekatinya, aku akan mengeluarkan dan memberikan segala sesuatu yang tersentuh
oleh jemariku. Sesuai dengan kemampuanku. Aku pasti akan memberi mereka segala
sesuatu yang aku dapatkan dari dalam tasku. Atau, barang-barang lain yang dengan
sengaja aku simpan di dalamnya. Sesuai dengan siapa aku bertemu dan kondisi seperti
apa yang aku hadapi.
Adapun tuntutan agar diriku dapat berlaku adil dan seimbang dalam
memberikan hak kepada manusia. Atau, tiap-tiap individu diwajibkan unutk memberikan
hak yang semestinya kepada sesama saudaranya yang lain, merupakan tugas yang sangat
berat. Semuanya itu akan mengharuskan aku untuk berlari. Dan terus terang, aku tidak
mampu untuk memikulnya. Karena semua usaha tersebut sudah berada di luar
kekuasaanku. Terserah, katakanlah aku ini orang yang malas...terserah kalian!
Katakanlah aku orang yag telah berbuat aniaya atau melalaikan tugas. Karena
aku tidak akan melakukan apapun. Selain, apa yang kalian lihat selama ini. Dan barang
siapa yang keberatan, kalian berhak untuk memberitakannya...terserah! Dan setiap kalian
bebas untuk menyerukan keberatan kepadaku melalui surat setiap hari, maka setiap itu
pula jumlah surat akan terus bertambah banyak!
**********
Akhirnya, tukang pos aneh tadi berlalu dariku dan meninggalkan pantai.
Meninggalkan diriku yang terus menyelami kedalaman fikiranku sendiri dan tenggelam
dalam renunganku. Sampai akhirnya suara teriakan kegirangan memecahkan keheningan
dan segala hal yang berkecamuk dalam fikiranku. Suara itu datang dari nelayan yang
telah mendapatkan ikan dan nenek tua yang berbahagia ka rena mendapatkan hadiah
besar. Maka, akupun bangun dari duduk dan berteriak layaknya seperti orang gila: Hai
pak pos!..Tunggu!...Aku lupa untuk meminta sesuatu darimu...Berikan surat-surat itu
kepadaku...keluarkan semua yang ada di tasmu!...
**********
Sayangnya, pak pos tadi telah menghilang dari pandanganku. Akhirnya, dengan
putus asa, aku duduk lagi di tepi pantai. Aku tidak mendapatkan dirinya. Aku hanya dapat
duduk di sisa-sisa debu yang dapat aku genggam. Sambil menggigit ujung jari karena
menyesal, akupun berkata: Tuhan telah memberikan kutukannya kepadaku!...padahal,
kesempatan emas itu sudah ada tepat di sini, di sampingku. Tepatnya, dalam tas pak pos
yang penuh dengan surat. Dimana pak pos tadi dapat memberikannya kepadaku, sesuai
dengan kehendakku!
Akan tetapi, semuanya telah menjadi ketentuan yang maha kuasa. Dan Allah
telah mencegahnya untuk sampai kepadaku. Diriku yang disibukkan dengan
kemaslahatanku pribadi dan ia sibuk dengan fikirannya untuk memberikan yang terbaik
kepadaku. Sehingga, waktuku hilang begitu saja dipergunakan untuk mengobrol...dan aku
tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun darinya. Kecuali, sebuah
percakapan!...Seandainya aku tidak terlalu berdebat lama dan jauh berfikir, niscaya ia
akan mengulurkan tangannya kepadaku. Dan niscaya, hari ini aku akan menjadi seorang
Rachel dan Qarun!...
**********
Akulah Ke matian!...
Al kisah. Terdapat sebuah batu karang yang dikelilingi oleh laut luas dan
deburan ombak. Suasana seperti itu layaknya seperti kalung permata yang terhias manis
di leher para pengiring seorang putri. Di puncak batu karang tersebut, duduklah seorang
pemuda yang sedang memegang buku di tangannya. Ia tidak mempelajarinya. Karena
terkadang, pada suatu waktu, ia mengamati langit yang tidak memiliki ujung. Setelah it u,
ia-pun melihat ke kedalaman laut.
Tidak diragukan lagi. Ada satu suara yang berbisik memanggilnya. Akan tetapi,
ia merasa bingung, apakah suara tersebut datang dari buku yang tengah ada di
genggamannya. Atau, datang dari tanah yang jauh. Atau, mungkin saja datang dari
kedalaman laut? Ia mendengar suara itu datang dari seluruh penjuru. Bahasanya sangat
familiar dan bisa difahami olehnya. Suaranya juga sudah tidak asing lagi di
pendengarannya. Dan tibalah waktunya rasa penasaran tersebut memuncak. Akhirnya,
pemuda tadi bangkit dan berdiri. Seakan-akan sesuatu tengah menariknya. Sampai
akhirnya, ia menceburkan diri ke dalam lautan...
Tidak berselang lama, ia merasakan banyak sekali para penyelam dan pembawa
lampu sorot di tengah lautan. Mereka mengatakan bahwa ada seorang yang tenggelam di
tengah lautan. Suasana pantai semakin ramai dan orang-orangpun berbondong-bondong
membanjiri kawasan tersebut. Teriakan-teriakan orang-pun sahut menyahut menambah
suasana semakin berisik. Tidak sampai disitu, perahu-perahu penyelamat juga segera
diturunkan. Orang-orang yang sangat berani mengambil resiko dan memiliki keahlian
berenang-pun segera terjun ke laut. Orang-orang tersebut mulai merasa, bahwa semua
usaha yang telah mereka lakukan sia-sia belaka...
Usaha yang mereka lakukan semakin di ambang keputus asaan. Ketika pertama
kali orang itu tenggelam, tangannya masih terlihat menggapai-gapai. Akan tetapi, pada
detik-detik terakhir, tangan tersebut hilang. Dan tidak pernah muncul lagi. Pernah, tangan
itu sesekali muncul ke permukaan terbawa ombak. Sayangnya, sebelum para penolong
tersebut sampai ke tempat tersebut, orang tadi telah tenggelam lagi ke kedalaman lautan.
Dan orang-orang hanya dapat mengikuti orang yang hilang tersebut dengan hati getir...
Banyak sudah air mata yang mengalir karena menyayangkan kepergian orang
tadi. Mulut orang-orang juga ikut berkomat-kamit. Merasa kasihan dengan orang itu.
Bahkan, orang-orang tersebut yakin, sepertinya orang tersebut sudah tidak dapat
tertolong. Tidak ada satupun orang yang beranggapan bahwa orang tersebut masih
hidup...
Akan tetapi, sebuah jeritan kegembiraan memecah kesunyian udara yang muram
mencekam tersebut. Orang-orangpun berpaling ke arah datangnya suara tersebut.
Ternyata, seorang gadis dengan mempergunakan perahu karet kecil berwarna terang
datang dari arah belakang batu karang. Gadis tersebut membawa tubuh pemuda yang
tenggelam di hadapannya. Si gadis meletakkan pemuda tersebut tepat di bagian depan
perahunya. Seolah-oleh ia membawa barang-barang belanjaannya yang ia beli dari pasar.
Ia terlihat sangat gembira dan bersuka ria di tengah lautan. Dengan terengah-engah, ia
berteriak: Hey..hey...Haloo...
Setelah sampai di pantai, orang-orang segera memeriksa jasad yang dibawa
gadis tadi. Dan ternyata, jasad itu masih hidup...
Orang-orang-pun berhamburan mendekati tepi pantai menuju si gadis.
Begitupula dengan regu penyelam dan penyelamat, mereka mendekati si gadis dan
mengambil pemuda yang tenggelam tadi. Kemudian, menyerahkannya kepada petugas
ambulans. Akhirnya, si gadis berjalan dengan langkah bangga. Dan disekelilingnya,
orang-orang semakin bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi pada pemuda itu...
Si gadis tadi akhirnya angkat bicara. Ia mengatakan bahwa sebenarnya, ia telah
melihat peristiwa tersebut dari awal sampai akhir. Ketika itu, ia sedang mendayung
perahu karetnya dekat batu karang. Pada saat itulah ia melihat seorang pemuda yang
bangkit dari duduknya. Ia berdiri tegak di atas kedua kakinya. Pemuda tersebut berada
pas di puncak batu karang. Kemudian, ia melemparkan buku yang ada di tangannya. Dan
terjun ke laut. Seketika itu juga aku bergegas menunju ke arahnya. Dengan seluruh
kekuatan, aku mencoba untuk menyelamatkannya. Sekalipun, aku harus bertarung
dengan gelombang ombak yang cukup besar. Akhirnya, akupun berhasil mencengkram
tangannya. Aku berusaha untuk menariknya pada bagian depan perahu yang terbuat dari
kayu. Ketika aku menolongnya, pemuda itu sudah limbung tidak memiliki kekuatan dan
hilang kesadarannya....
Jadi, semuanya itu aksi bunuh diri?! Mengapa ia mau bunuh diri?! Inilah
pertanyaan yang keluar dari mulut orang-orang yang ada di sana!....
Terkadang, sebuah peristiwa membutuhkan pelacakan. Terlebih, peristiwa ini
dianggap sebagai peristiwa yang sangat misterius. Bunuh diri merupakan salah satu
tindak kejahatan pidana yang harus diusut sampai tuntas. Dan dalam tindak kejahatan
pidana, biasanya diserahkan kepada bagian public prosecution (jaksa penuntut umum).
Syukurnya, kondisi kesehatan orang yang tenggelam tadi tidak begitu
mengkhawatirkan. Sehingga, tidak menunggu lama, pemuda tersebutpun sadar. Ia-pun
dapat kembali menjalani kehidupannya secara normal. Setelah sehat, ia-pun didudukkan
di hadapan para jaksa penuntut. Pada saat itu, juga hadir si gadis yang menolongnya,
untuk memberikan kesaksian. Gadis itu terus menceritakan kronologi kejadian. Setelah
selesai, jaksa penuntut umum berpaling kepada si pemuda dan berkata: Apa unsur di
belakang semua ini. Sehingga, mendorong anda untuk bunuh diri?
Si pemuda tadi tidak menjawab. Malah, ia menatap gad is tadi dari ujung rambut
sampai ujung kakinya. Bukan terpesona oleh kecantikannya, akan tetapi...ia
menyembunyikan rasa marah di dadanya. Dengan geram, si pemuda berkata: Dan apa
hak nona ini dalam mencegahku melakukan tindakan bunuh diri?!
Jaksa penuntut umum-pun mengernyitkan dahinya. Ia sedikit bingung. Akan
tetapi, ia berusaha untuk berucap. Tapi, sebelum kata-kata tersebut keluar dari mulutnya,
gadis tadi menjawab pertanyaan si pemuda: Seandainya anda melihat sapu tangan saya
terjatuh di jalanan, apakah anda tidak memperbolehkan saya untuk mengambilnya lagi.
Atau, seandainya anda melihat dan mengambilnya, apakah anda tidak akan
mengembalikannya kepada saya? Seandainya bunuh diri anda anggap sebagai hak pribadi
anda. Apakah saya juga tidak berhak menyelamatkannya. Terlebih, ketika saya melihat
kehidupan anda tengah berada di ambang pintu kematian. Nyawa anda terlempar di
tengah lautan dan saya hanya mencoba untuk meraih dan mengembalikannya kepada
anda?!
Dengan suara keras menahan kemarahan, pemuda tersebut berkata: Bukan itu
masalahnya nona! Materi pembicaraan kita sama sekali berlawanan dengan apa yang
anda ucapkan tadi. Sapu tangan milik anda itu tidak terjatuh begitu saja di jalanan. Tapi,
sengaja anda jatuhkan dari tangan anda. Dan memang, itulah yang anda inginkan.
Tegasnya, anda menjatuhkannya dengan sengaja...Seandainya ada salah seorang yang
melihat anda dengan sengaja melemparkan sapu tangan itu di jalanan atau di laut,
kemudian ia mengambil dan mengembalikannya lagi, apakah anda masih menganggap
bahwa ia berhak melakukan semuanya itu?...
Tidak mau kalah, si gadis berkata: Akan tetapi, sapu tangan itu... Belum
selesai si gadis mengucapkan kata-katanya secara sempurna, ketua tim jaksa penuntut
umum dengan berang membentak: Sudah...kita tidak usah membahas tentang masalah
sapu tangan itu lagi...pembicaraan seperi itu bukan permasalahan yang tengah kita bahas
sekarang ini di tempat ini. Sekarang, kita tengah membicarakan masalah kejahatan bunuh
diri.
Dan kau pemuda! Aku telah melemparkan pertanyaan yang sangat jelas
kepadamu: apa yang menyebabkan dirimu terdorong untuk melakukan hal tersebut? Dan
seharusnya, kamu menjawab pertanyaan ini dengan singkat dan padat. Tanpa harus keluar
dari permasalahan ini....silahkan!...
Si pemuda tadi akhirnya menjawab dengan ketus: Tulislah oleh kalian semua.
Unsur penyebab bunuh diriku, sama seperti yang sudah biasa terjadi. Aku telah terilhami
dari berbagai bacaan di koran-koran. Semua berawal dari keterbatasan tanganku dalam
berusaha. Dan aku merasa putus asa!
Pada saat itu, ketua tim jaksa penuntut umum berkata: Apakah anda lupa apa
yang telah anda ucapkan kepada panitera proses pengadilan ini. Pada saat itu, anda
mengatakan kepadanya bahwa anda berasal dari keluarga berada. Dan anda hidup dari
hasil tanah yang anda dapatkan dari warisan kedua orang tua anda?!
Dengan cuek, pemuda itu menjawab: Ya sudah! Tulislah: penyebabnya adalah,
aku idiot, gila atau otakku lemah!
Ketua tim jaksa penuntut umum tadi berkata lagi: Apakah anda lupa apa yang
telah anda ucapkan kepada panitera proses pengadilan ini. Pada saat itu, anda mengatakan
kepadanya bahwa anda telah mendapatkan gelar master dari jurusan filsafat di sebuah
universitas!?
Saking kesalnya, pemuda tadi berkata: Katakanlah bapak ketua tim jaksa
penuntut umum, apa urusan anda dengan kehidupan saya. Saya ingin hidup atau mati, itu
adalah hak saya?!
Ketua tim tadi berkata: Aneh! Apakah anda tidak mengetahui bahwa bunuh
diri termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan?
Si pemuda tadi menjawab: Yang saya tahu, bunuh diri merupakan sebuah
keinginan untuk pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Apakah anda tidak
membaca pengumuman kematian di koran-koran. Di sana tertulis si pulan telah berpindah
dari dunia ke akhirat. Sebagaimana berpindahnya orang-orang yang ingin menghabiskan
musim panas dari kota Kairo ke Alexandria. Jadi, anggaplah saya seperti orang-orang
yang ingin menikmati musim panas tersebut. Saya telah berusaha untuk meninggalkan
seluruh kehidupan dunia ini. Apakah saya tidak berhak untuk berpindah dari dunia ini ke
dunia lain?...
Ketua tim tadi-pun berkata lagi: Begitu saja? tanpa paspor atau karcis? Atau,
setidaknya memiliki surat idzin? Si pemuda tadi bertanya dengan kesal: Apakah sampai
pada hal- hal seperti ini juga membutuhkan proses seperti itu?
Sang ketua menjawab: Tentu saja! Apakah anda menyangka bahwa semuanya
akan dibiarkan begitu saja. Sehingga, anda dapat berpindah dari satu dunia ke dunia lain
dengan seenaknya. Dan anda berfikir bahwa diri anda dapat bersembunyi dan akan
terbebas dari semuanya itu? Anda harus tahu...setiap orang yang melakukan perjalanan
secara sembunyi-sembunyi, telah dianggap sebagai orang yang menyalahi hukum. Dan
termasuk ke dalamnya, orang yang akan melakukan perjalanan ke dunia lain!....
Pemuda tadi berkata: Jadi, anda menganggap bahwa saya seorang yang
menyalahi hukum, karena saya telah melakukan perjalanan tanpa idzin ataupun
perintah?....Baiklah, akan tetapi, anda tidak berhak untuk mempertanyakan kepada saya,
apa penyebab yang mendorong saya melakukan perjalanan!...Karena, bisa jadi semuanya
itu saya lakukan untuk mencari suasana baru, lari dari orang-orang yang telah saya
hutangi, bertemu dengan seorang bangsawan dan penguasa, atau mengakhiri seluruh
derita yang saya rasakan semakin berat bergelayut di pundak ini...
Sang ketua akhirnya angkat bicara kembali: Berikanlah kesempatan kepada
saya untuk mengingatkan anda dengan sesuatu. Yang namanya unsur penyebab, mengapa
seseorang harus melakukan perjalanan selalu diminta oleh petugas imigrasi. Khususnya,
ketika ia akan berpindah selamanya dan menetap di sebuah tempat lainnya. Hal tersebut
selalu dilakukan, ketika seseorang hendak berpindah dari satu negara ke negara lainnya.
Apalagi, perpindahan yang anda lakukan adalah perpindahan dari satu dunia ke dunia
yang lain?!...
Dengan perasaan kesal bercampur kecewa, si pemuda tadi mendengus:
Huh...dasar manusia! Oh kebebasan yang hilang dari muka bumi!....
Akhirnya, pemuda itu hanya termenung dan menopangkan kepalanya di kedua
telapak tangannya. Sang jaksa penuntut umum akhirnya memberikan kesempatan kepada
si pemuda untuk melakukan hal tersebut. Sebagai tanda belas kasihan dan meringankan
beban yang tengah di ada di pundaknya. Sampai akhirnya, sang pemuda itu menegakkan
kepalanya kembali dan melemparkan pandangannya kepada sang ketua. Kemudian, ia
berbicara: Apakah anda akan tetap memberikan keputusan?
Sang ketua menjawab: Benar, engkau harus menjawab seluruh pertanyaan
kami.
Maka, sambil bersiap-siap berdiri, pemuda tadi menjawab: Baiklah, tulis
bahwa penyebabnya adalah: Aku sakit jiwa! Hanya itulah jawaban yang kumiliki....
Sepertinya, tim jaksa penuntut umum tidak merasa puas dengan jawaban ini.
Akan tetapi, mereka tidak memilki pilihan lain. Akhirnya, selesai sudah proses dakwaan
tersebut. Dan pengadilan-pun segera ditutup. Setelah itu, mahkamah mempersilahkan
sang pemuda dan para hadirin untuk meninggalkan ruangan....
Belum juga sang pemuda sampai di jalanan, gadis yang menyelamatkan
nyawanya menyusulnya dari belakang. Ia berkata: Aku harap, rasa marahmu terhadapku
telah hilang. Pemuda itupun langsung berpaling kepada gadis tadi: Kemarahanku tidak
akan pernah hilang. Selama dirimu masih hidup. Dengan tercengang, si gadis berkata:
Sebesar inikah kamu melihat diriku ini telah menghancurkan dirimu? Setengah
bergumam, pemuda itu berkata: Seandainya engkau tidak berbuat serampangan,
tentunya aku telah berada di dunia yang lebih indah!
Dengan keheranan, si gadis mengulang perkataan pemuda tadi: Aku bertindak
serampangan?! Dengan kesal, pemuda tadi berucap: Selamat tinggal nona, selamat
tinggal!... Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, sang pemuda meloncat dari atas pilar
bangunan, supaya dirinya dapat dengan cepat menyentuhkan kakinya di jalanan. Dan
tiba-tiba saja, sebuah mobil angkutan barang yang penuh sesak hampir menabraknya.
Bahkan, roda mobilnya-pun hampir memporak porandakan tubuhnya. Seandainya tangan
gadis tadi tidak menariknya ke belakang. Dan mengembalikannya ke pilar tadi dengan
selamat. Sebagaimana asalnya.
Maka, sang pemuda tersebut melemparkan pandagannya dengan penuh api
kemarahan. Si gadis tahu apa makna tatapan tajam pemuda tersebut. Dengan suara yang
lemah, bingung dan penuh dengan permintaan maaf, ia berkata: Baiklah, jangan kau
menatapku seperti itu. Semua ini adalah salahku. Dan kamu berhak melakukannya.
Dengan menggelengkan kepalanya penuh marah, pemuda itu berkata. Sepertinya, ia
berbicara pada dirinya sendiri: Semuanya tidak akan berhasil! Selama kamu masih
hidup, maka selama itu pula aku tidak akan merasakan indahnya kematian dengan kedua
mataku!
Sekali lagi, si gadis tadi mengucapkan maafnya: Jadi, apa yang harus aku
perbuat sekarang!? Api kemarahan sang pemuda semakin terbakar, ia-pun berkata
dengan penuh emosi: Cukup sudah...cukup! Aku telah tertimpa musibah dan
sekarang....selesai! Darimana kamu datang wahai makhluk Tuhan (yang dimaksud gadis
tadi)? Engkau telah menghancurkan akal dan jalan hidupku. Dan kau telah mengacaukan
seluruh rencanaku. Engkau berusaha untuk berdiri di antara diriku dan keinginanku
selama ini!? Beritahukan kepadaku, bagaimana agar aku dapat lari jauh darimu....Katakan
kepadaku! Bagaimana caranya agar aku dapat lari darimu. Supaya aku dapat bertemu
dengan kematian?!
Si gadis sudah tidak dapat menyembunyikan keinginannya untuk tertawa. Akan
tetapi, ia berusaha untuk memasang tampang serius. Kemudian, ia berkata: Kamu
mendapatkan musibah!? Mengapa kamu tidak menganggap bahwa diriku ini adalah
malaikat pelindungmu? Dengan kemarahan yang semakin menjadi-jadi, si pemuda tadi
berkata: Seandainya kamu benar-benar malaikat pelindungku, setidaknya, kamu dapat
membuat aku melupakanmu. Atau, mengabulkan semua yang aku inginkan....
Si gadis akhirnya bertanya lagi: Apa yang kamu inginkan? Kematian? Si
pemuda menjawab: Ya, benar. Si gadis memandang pemuda tadi dengan penuh selidik.
Kemudian, ia berkata: Aku tidak pernah mengira bahwa kematian memiliki keinginan
seperti halnya jiwa manusia. Aku juga tidak tahu bahwa kematian dapat membuat
manusia terlena dan tidak perlu membutuhkan perto longan! Aku harus benar-benar
mengetahui bahwa diriku telah melakukan kesalahan dengan melarangmu untuk
melakukan keinginan yang kamu anggap terpuji! Akan tetapi, masalahnya sangat
sederhana sekali. Sehingga, dalam sekejap saja, memungkinkan saya untuk memperbaiki
kesalahan tersebut....
Dengan antusias, pemuda itu bertanya: Bagaimana caranya? Si gadis
menjawab ringan: Kamu masih ada di hadapanku, batu karang itu masih terpancang
gagah di dekat laut yang belum kering. Si pemuda tadi bertanya lagi: Jadi, aku dapat
melemparkan diriku ke dalam lautan untuk kedua kalinya? Si gadis berkata: Dan aku
akan duduk di puncak batu karang, membaca bukumu sambil melihatmu merenggang
nyawa di dalam air. Aku berjanji tidak akan mengangkat kepalaku dari lembaran bukumu
yang tengah kubaca, sampai aku dapat menyelesaikannya dengan perlahan- lahan. Setelah
itu, barulah aku akan melemparkan pandanganku kepadamu dan mengasihanimu...kamu
senang? dengan sangat bahagia, gadis itu-pun mengajak si pemuda sambil berkata:
Kalau begitu, mari!
Pemuda tadi seperti mendapatkan kebahagiaan tersendiri. Dengan semangat ia
berkata: Ya, marilah! Ia mengucapkan kata-kata tersebut dengan mantap dan tekad
bulat. Ia-pun berlalu sambil bersenandung Betapa indahnya menjadi tuan manusia. Di
sampingnya, berjalan gadis tadi dengan langkah yang bersemangat seperti dirinya. Tiba-
tiba, pemuda tadi membalikkan badannya kepada si gadis. Ia berkata: Aku pergi untuk
menemukan kematian. Sedangkan kamu....apa keperluanmu?
Dengan sederhana, si gadis menjawab: Aku akan menyerahkanmu kepada
kematian dengan kedua belah tanganku. Sebagaimana aku juga telah menolongmu dari
kematian seperti dulu!... Akhirnya, si pemuda mengangguk-angguk dan berkata:
Oh..kalau begitu, marilah!
Akhirnya, keduanya manusia ini sampai di depan lautan. Keduanya dapat
melihat batu karang dengan jelas. Akan tetapi, tiba-tiba gadis tadi berkata: Aku punya
sedikit ganjalan. Bagaimana seandainya kita tidak mengusik lagi cerita batu karang.
Lebih baik, kita mempergunakan pakaian renang dan meloncat dari tebing yang tinggi
untuk berenang di lautan. Setelah itu.... Belum selesai si gadis menghabiskan
kalimatnya, si pemuda berkata: Akan tetapi, aku tidak dapat berenang. Si gadis
menjawab lagi: Apakah itu masalah bagimu. Bukankah dirimu ingin tenggelam?!... Si
pemuda-pun berfikir. Akhirnya ia berkata: Benar juga katamu. Baiklah, setelah itu apa?
Si gadis kembali meneruskan perkataannya: Setelah itu, kamu meloncat dari
atas tebing dan terjatuh di antara deburan ombak. Tentunya, di sebuah tempat yang paling
indah menurutmu. Itu adalah sebuah kematian yang mengundang kontroversi dan jarang
terjadi!...Bagaimana menurutmu?! Pemuda itu berusaha untuk berfikir. Kemudian
berkata: Tidak nyonya besar! Aku tidak mau agungnya sebuah nilai kematian
menjadikan diriku orang yang hina. Aku adalah seorang pemuda yang sungguh-sungguh
dalam menghadapi hidup. Aku akan menutup kehidupanku tersebut dengan kematian
secara indah dan bukan dengan kematian yang buruk?! Dasar perempuan?! Ini jadi
pelajaran. Jangan sampai kalian mempercayai kaum perempuan. Karena kalian hanya
akan mendapatkan kekecewaan dan semuanya akan sia-sia!...Pergi dariku, kau
perempuan!...
Si gadis segera menentramkan: Jangan marah!...Ayolah kita menuju ke batu
karang itu!....
Tidak berselang lama, kedua pemuda pemudi itu telah sampai di puncak batu
karang. Melihat keduanya di atas sana, kita seperti melihat sepasang kekasih yang tengah
lari dari keramaian manusia dan kesibukan hidup di bumi. Tidak ada satu-pun orang yang
dapat mengartikan lain, selain itu. Sekalipun, orang tersebut sangat mahir dalam
mempergunakan ilmu firasat. Pasti mereka akan beranggapan bawha kedua makhluk
Tuhan ini tengah bercinta...
Pastilah orang-orang yang melihat sepasang burung camar cantik yang tengah
duduk berduaan, terpisah dari keramaian sambil melepaskan pandangan ke lautan lepas
dengan pandangan yang lembut dengan fikiran yang sama. Dan tiba-tiba saja....mereka
merasakan adanya keterikatan hati yang sangat asing. Ikatan tersebut terasa telah
mengikat antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka juga merasa heran dengan
fikiran yang terus berputar dalam otak mereka selama satu jam itu?!...
Keheningan yang telah berjalan cukup lama tersebut akhirnya dipecahkan oleh
suara si gadis tadi: Sudah menjadi kewajibanku untuk menasehatimu. Fikirkanlah
kembali niatmu... Si pemuda menjawab dengan hampa: Aku tidak membutuhkan
nasehatmu. Si gadis tersenyum kecut: Kamu bebas menentukan pilihan. Sambil
menempelkan jari telunjuk di bibirnya, si pemuda berkata: Pssst!....idzinkan aku untuk
mendengarkan bisikan ombak yang memanggilku. Suara itu datang dari nun jauh di
sana...Bahkan, ia datang dari laut yang sangat dalam. Apakah kamu tidak
mendengarnya?....
Si gadis kembali menatap sang pemuda yang ada di sampingnya de ngan penuh
selidik. Ia ingin menembus kedalaman jiwa sang pemuda. Kemudian, ia berkata:
Bisikan-bisikan itu kembali memanggilmu? Dengarlah...aku bukanlah ketua tim jaksa
penuntut umum yang berada di hadapan panitera. Dan kamu adalah orang yang tengah
berada di ambang kematian. Aku tidak akan menjadi penghalang antara dirimu dan
kematian, sebagaimana perjanjian kita tadi...akan tetapi, apakah kamu rela melihat orang
lain melakukan hal yang sama denganmu. Percayalah padaku, aku akan menjaga
rahasiamu dan aku tidak akan membicarakannya kepada satu manusia-pun. Katakanlah,
apa yang mendorongmu untuk bunuh diri?....
Sang pemuda tidak menjawab ataupun memalingkan mukanya kepada si
gadis...ia malah memandang air laut. Sehingga, si gadis hanya mampu menatap dan
menunggu gerak bibir sang pemuda untuk berbicara. Ketika si gadis telah bosan
menunggu sang pemuda yang hanya diam, ia mulai berkata lagi: Sebabnya sudah
jelas...pasti karena perempuan!... Si pemuda-pun memalingkan wajahnya ke arah si
gadis. Ia memandang perempuan yang ada di sampingnya tersebut dengan pandangan
yang aneh. Seolah menahan tawa. Kemudian, ia kembali ke posisinya semula.
Memandang air laut tanpa mengeluarkan satu huruf-pun dari mulutnya.
Dengan suara yang seolah mendesak dan yakin, si gadis ke mbali berkata:
Pastilah itu penyebabnya. Demi seorang perempuan yang sangat berarti dalam hidupmu.
Atau, mungkin karena dirimu tidak mendapatkan satu orang perempuan-pun!...
Akhirnya, pemuda tadi membalikkan tubuhnya dan berkata dengan lembut
kepada si gadis: Mengapa kamu menempatkan seorang perempuan, seolah-olah ia
makhluk terpenting di dunia ini?! Dengan penuh selidik, si gadis mengajukan
pertanyaan: Jadi, apa sebenarnya rahasianya?... Si pemuda menjawab: Apakah kamu
merasa perlu untuk mengetahuinya? Dengan cepat si gadis menjawab: Perlu sekali!..
Si pemuda menjawab: Jadi, ketahuilah, tidak ada rahasia di balik semuanya itu.
Semuanya itu, aku lakukan hanya karena aku ingin keluar dari kehidupan ini. Aku ingin
keluar dari sini dengan begitu saja....bagaimana menurutmu? Si gadis menjawab: Kamu
telah memasuki kehidupan ini secara terpaksa. Oleh karena itu, kamu ingin keluar sesuai
dengan keinginanmu.... Si pemuda tadi berkata lagi: Dan aku hampir saja keluar dari
kehidupan ini. Seandainya kamu tidak ikut campur dan masuk ke dalam sebuah urusan
yang tidak kamu ketahui...
Dengan menunduk, si gadis berkata: Kamu berhak mengatakan itu semua. Ini
semuanya merupakan pelajaran bagiku di masa yang akan datang. Sekalipun, terkadang
kita tidak kuat dalam menahan diri untuk mengingatkan orang yang sedang lupa...inilah
kehidupan yang kamu benci...lihatlah ke dalamnya...bukankah di dalamnya terdapat
pemandangan yang sangat indah? Kamu tidak melihat nun jauh di sana di kedalaman laut
selain tangan-tangan kematian yang memanggil dan mengajakmu.
Berbeda dengan manusia yang ada dan hidup di sekelilingmu. Mereka
memandang segala sesuatu dengan senang. Lihatlah kepada anak-anak kecil, perempuan,
orang tua juga laki- laki yang berkecipak di air dan bermain di pasir pantai...mereka
semuanya berbahagia dan tertawa riang. Seakan-akan mereka tengah mendengarkan
alunan nyanyi- nyanyian yang datang dari berbagai arah dan mengajak mereka untuk tetap
hidup...
Si pemuda-pun terlihat gelisah. Ia menghembuskan nafasnya, seakan ada beban
berat menggelayut di dalam dadanya. Ia berkata: Dalam pandanganku, kehidupan ini
sangat buruk...apakah kamu tidak melihat bola mataku dan pandanganku ini?! Skenario
film tidak membuatku berubah fikiran dan terkesan dengan alur ceritanya. Sehingga, aku
tetap ingin keluar dari kehidupan ini. Para pemirsa yang ada di dalam ruangan bioskop itu
dapat memegang tanganku dan mendudukkan aku kembali. Aku sudah terlanjur benci
dengan kehidupan ini....sekalipun, pada saat itu, mereka akan berkata kepadaku: Alur
cerita di film ini sangat bagus dan menyentuh. Tinggallah sampai selesai?!
Dengan kesal, si gadis berkata: Tidak ada satu-pun yang memegang
tanganmu...silahkan..matilah...!
Akhirnya, si gadis menjauh dari tempat pemuda itu dan duduk menghadap ke
arah lain. Sedangkan pemuda tadi hanya terdiam di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun.
Setelah selang beberapa waktu, ia mulai menggeser tempat duduknya dan mendekati
tempat duduk si gadis. Ia berkata: Dan siapa yang akan menjamin, ketika aku
melemparkan diri ke laut, kamu tidak akan menolongku?!
Dengan mata melotot, si gadis berkata: Siapa yang menjamin katamu? Apakah
kamu masih membutuhkan jaminan dan semacamnya? Idzinkanlah saya untuk
berkata....saya sudah berkorban terlalu banyak...oleh karena itu, saya katakan kepadamu,
ketika kamu berada di sisiku, kamu akan merasa tenang. Dan matilah sesuai dengan
kehendakmu...akan tetapi, sangat jelas sekali bahwa keberanianmu telah hilang...dan
sekarang, kamu mencoba untuk mencari-cari alasan dan argumen...
Dengan marah, pemuda tersebut berteriak kepada si gadis: Aku?! Kamu tidak
tahu siapa aku....akan tetapi, kamu akan melihat siapa diriku... Dengan tenang, si gadis
menjawab: Aku telah mengenal dan tahu, siapa dirimu... Dengan suara keras, pemuda
tadi bertanya lagi: Jam berapa sekarang? Aku akan mati sebentar lagi... Dengan nada
ejekan, si gadis berkata: Oh...apakah harus sesuai dengan jam? Sudahlah, cepatlah
melompat dan tenggelam ke dalsar laut!... Sang pemuda menjawab: Aku bebas untuk
menentukan waktu sendiri... Si gadis berkata dengan sinis: Ayolah, cepat lakukan apa
yang kamu inginkan. Dan jangan membiarkanku menunggu lebih dari ini!
Kemudian, gadis itu-pun mengeluarkan cermin kecilnya, dan mulai merapikan
rambutnya dengan perlahan. Tidak hanya itu, si gadis juga berdandan dan melihat dirinya
di cermin. Sedangkan pemuda tadi berdiri tegak seperti patung. Ia tidak tahu, apa yang
harus ia lakukan...Dan tiba-tiba, si gadis mengeluarkan suara dan menyanyikan sebuah
lagu yang cukup terkenal. Akhirnya, si pemuda tadi-pun berkata dengan nada marah:
Kamu!...Bernyanyi!?... Si gadis menjawab perkataan sang pemuda tanpa mengalihkan
pandangan ke arahnya: Ya, tentu saja. Aku sedang menunggumu melakukan aksi bunuh
diri!
Akhirnya, pemuda tersebut membiarkan tingkah laku si gadis dengan geram.
Kemudian, ia bersiap menuju ke tengah lautan...sambil berjalan, ia berteriak: Selamat
tinggal! Sebelum aku merenggang nyawaku untuk yang terakhir...aku ingatkan kau
dengan janjimu. Berusahalah untuk tetap di tempatmu dan tidak menolongku... Si gadis
memotong perkataan si pemuda dengan suara tenang: Tenang saja...
Si pemuda-pun mulai berjalan ke tengah lautan. Ia mengangkat kedua
tangannya dan berteriak: Satu...dua...ti... Belum selesai hitungan ke tiga, dari mulut si
gadis keluar tawa yang sangat keras. Si pemuda itupun menurunkan tangannya dan
memalingkan wajahnya kepada si gadis dengan murka. Dengan posisi tetap pada cermin
dan jari-jarinya menghapus lipstik di kedua bibirnya, si gadis-pun segera berkata:
Maafkan aku...aku telah memoleskan lipstik di bibirku dengan jariku. Dan ternyata, aku
memolesnya terlalu banyak...lihat!...
Dengan kesal, si pemuda berkata: Apakah ini tingkah laku seorang perempuan
ketika melihat laki- laki ada di hadapannya?! Si gadispun berkata ringan: Maafkan aku.
Tidak perlu marah! Aku akan meneruskan dandanku nanti saja...Ayolah teruskan apa
yang telah kamu lakukan..sekarang...aku di bawah kendalimu...silahkan... Kemudian, si
gadis-pun memasukkan cerminnya dan memperbaiki duduknya...
Akan tetapi, sepertinya sang pemuda telah putus asa...bukan putus asa karena
gagal menjalani hidup. Akan tetapi, karena selalu gagal untuk menuju kematian.
Akhirnya, ia-pun duduk dan menopang kepalanya dengan kedua telapak tangannya. Ia
seperti sedang berfikir keras dan berada dalam puncak kebingungan. Ia berjalan mondar-
mandir, seolah tengah membuat sebuah teori. Kondisinya sangat menghawatirkan.
Sehingga, mengundang orang untuk mengasihaninya.
Akhirnya...si gadis tadi-pun mendekatinya sambil berkata: Janganlah menyiksa
dirimu...lihatlah ke belakang...ingat kehidupanmu di masa lalu...terkadang, kita akan
melihat di dalamnya... Belum juga si gadis selesai bicara, pemuda tadi memotongnya
dan berkata: Tidak...tidak ada kebaikan yang dapat aku lihat di dalamnya. Karena,
semua yang pernah kulalui selalu buruk dan tidak pantas. Kamu tidak dapat
menggambarkan apa yang aku fikirkan. Karena kamu tidak berfikir dengan
kepalamu...dan mayoritas manusia memang seperti itu...
Apakah kamu tahu, apa itu arti kehidupan? Bagimu, kehidupan hanya sebatas
cermin...dimana cermin tersebut dapat memantulkan kecantikan wajahmu. Padahal,
belum tentu cermin dapat menggambarkan manusia dengan benar; Tinggi, pendek,
gemuk ataupun kurus. Aku telah berusaha untuk berinteraksi dengan kehid upan ini.
Sayangnya, aku tidak pernah menemukan sebuah nilai kebenaran yang absolut. Maka,
segala sesuatu yang kita sebut dengan kebaikan, kecantikan, keadilan, kemerdekaan dan
lain sebagainya hanyalah kumpulan sesuatu yang memiliki sifat yang tidak pernah
permanen dan bertahan lama. Bahkan, bukanya menuju sebuah perubahan dan masuk ke
dalam inti yang baru, malah ia berubah sebaliknya...
Terkadang, dengan berlalunya waktu, kemerdekaan dapat berubah menjadi
perbudakan. Keadilan, pada akhirnya akan menjadi kedlaliman. Wajah yang cantik, lama
kelamaan akan berubah menjadi jelek. Kebaikan akan berubah menjadi keburukan.
Sampai-sampai, secara geografis, tata letak tempat di dunia ini tidak ada yang permanen.
Bagian timur yang membentang luas, secara tiba-tiba telah dijajah dan dikuasai barat.
Keindahan bulan dan bintang-bintang di angkasa raya, dimana para penyair menyanjung-
nyanjungnya, akan menjadi suatu momok yang mengerikan, tatkala jaraknya berubah.
Oleh karena itu, dalam kehidupan ini tidak ada yang namanya kebenaran hakiki. Segala
sesuatu tergantung kepada ruang dan waktu.
Jadi, dimana letak kebenaran cermin itu? Bahkan, terkadang cermin itu
memantulkan gambaran yang sebaliknya; tinggi, pendek, gemuk, kurus, cantik dan jelek.
Semuanya selalu berubah tatkala kita menjauhkan posisi cermin. Padahal, kebenaran
tersebut letaknya sangat jauh, bahkan berlawanan dengan pantulan cermin tersebut!
Apakah aku salah seandainya aku mencoba untuk keluar dan mencari hakikat keberadaan
diriku?! Apa menurutmu sekarang...apakah kamu masih memiliki pendapat yang
bersebrangan denganku?
Sejenak, si gadis terdiam...ia terus berfikir keras sambil memandang pemuda
yang ada di hadapannya. Kemudian, ia berkata: Apakah kamu telah memendam
semuanya itu begitu lama? Si pemuda tadi menjawab penuh selidik: Benar. Dari mana
kamu tahu hal itu? Si pemuda mengucapkan kata-kata tersebut dengan cepat. Tapi, ia
tidak tergesa- gesa untuk meninggalkan si gadis...dalam kepala si gadis timbul berbagai
prasangka, jangan-jangan, laki- laki itu ingin menyiksa dan mengorbankannya juga. Tapi,
si gadis kembali berfikir bahwa sang pemuda tidak mungkin memiliki fikiran seperti itu.
Ia-pun segera berkata dengan lemah lembut: Apakah kamu menyadari,
mengapa kamu memiliki fikiran untuk bunuh diri? Ini merupakan pertanyaan yang
sederhana...kamu naik ke puncak batu karang...apakah kamu tidak memperhatikan orang-
orang yang naik ke puncak piramid paling besar. Mereka akan merasa kepala mereka
berputar dan serasa bumi memanggil mereka. Seandainya tangan mereka tidak
mendapatkan sandaran, niscaya mereka akan terjatuh. Atau, menjatuhkan diri sendiri ke
atas bumi, tanpa mereka sadari? Akan tetapi, hal tersebut mustahil terjadi pada orang-
orang yang berjalan di atas bumi. Mereka tidak akan merasa pusing karena ketinggia n.
Yang akhirnya dapat membuat mereka terjatuh!...menurutku...kamu harus berobat.
Karena kamu memiliki penyakit trauma ketinggian. Apakah kamu tahu apa obatnya?
Isilah hidupmu dengan perbuatan-perbuatan bodoh!....
Ketika pemuda tersebut mendengar perkataan si gadis, ia langsung protes:
Perbuatan-perbuatan bodoh?! Aku, orang yang selalu berfikir dan merenung sepanjang
usiaku melakukan hal tersebut?!
Si gadis berkata dengan suara tenang: Mengapa kamu terlalu memposisikan
praktek berfikir sedemikian tinggi dalam kehidupan?! Dengan setengah tidak percaya,
pemuda itu bertanya: Apa yang kamu ucapkan? Si gadis berkata: Dengarlah,
makanlah tongkol jagung rebus yang dijual di samping jalan besar. Setelah itu, isilah
ususmu dengan setengah ons ketimun hijau yang telah dikupas kulitnya... Dengan
terbengong-bengong, si pemuda berkata: Ya Tuhan, yang maha menjaga!... Si gadis
kembali berkata: Setelah itu, nikahilah seorang perempuan. Dimana kamu dapat
membantunya dan ia dapat membantumu....mengisi satu bagian dalam hidupmu dengan
canda tawa, kesenangan dunia dan anak-anak....
Si pemuda semakin bingung: Menikah?!... Si gadis kembali meneruskan
perkataannya: Dan seandainya kamu meminta diriku untuk berkorban demi
menyembuhkanmu, maka aku akan menyerahkan jiwaku kepadamu seperti layaknya obat
yang ada dalam botol. Di dalamnya, ada sebuah kertas... Si pemuda tadi memotong dan
meneruskan perkataan si gadis: Merah!...
Si pemuda-pun langsung bangkit dari duduknya dengan cepat dan berdiri tegak
di atas kedua kakinya. Pada saat itu, si gadis tidak menyadari apa yang akan dilakukan
oleh si pemuda. Sampai akhirnya ia tercengang karena si pemuda telah terjun di antara
gulungan ombak. Laki- laki itu benar-benar telah melemparkan dirinya ke lautan, sebelum
si gadis menyadari apa yang terjadi....
Untuk beberapa saat, si gadis hanya terpaku dan tidak tahu apa yang harus ia
perbuat...sampai pada akhirnya, naluri kemanusiaannya melakukan sesuatu di luar
kesadarannya. Akhirnya, ia juga melemparkan dirinya ke dalam air dan berusaha meraih
si pemuda. Kemudian, ia membawanya ke tepi batu karang. Ia-pun segera memberikan
pertolongan pertama. Sampai akhirnya pemuda tadi tersadar dan membuka kedua
matanya. Dan...ia mendapatkan dirinya dalam pangkuan si gadis. Dengan kaget, sang
pemuda berkata: Kamu? Dengan tersenyum, gadis itupun berkata: Bukankah kamu
menginginkan rangkulan kematian? Sang pemuda menjawab lemas: Ya, benar...
Akhirnya, si gadis-pun menjawab: Akulah kematian itu!...
Mengapa Iblis menentang Tuhan? Kisah tersebut sudah tidak asing lagi. Sebuah
kisah yang tertulis dalam kitab-kitab samawi. Dan sebagai manusia, tidak ada alasan bagi
kita untuk meragukannya. Akan tetapi, ada beberapa kisah dalam al Quran yang dicomot
oleh para seniman. Dalam artian, mereka akan menciptakan alur cerita lain yang diambil
dari kisah yang sama. Dan sepertinya, tidak salah rasanya apabila kita mengetengahkan
salah satu dari alur cerita tersebut. Akan tetapi, alur tersebut hanya kita jadikan sebagai
bahan candaan dan bukan keyakinan...
Dalam sejarah sang penyelamat dikatakan, bahwa sebelum melaksanakan dosa
dan melawan perintah Tuhannya, iblis bernama Azazil. Ia termasuk ke dalam golongan
malaikat yang paling mulia di sisi Allah. Bahkan, ia dianggap sebagai salah sat u dari
empat malaikat terpenting. Di samping itu, ia juga merupakan pimpinan malaikat langit.
Allah memberikan tugas kepadanya sebagai penjaga surga. Tidak hanya itu, ia juga
menjadi pemimpin di bumi. Ia termasuk salah seorang malaikat yang sangat rajin da n
paling banyak memiliki ilmu pengetahuan.
Ketika Allah telah selesai menciptakan makhluk yang dikehendaki-Nya, Ia-pun
naik ke atas Arasy. Pada saat itu, Allah telah menempatkan kedudukan iblis di atas
malaikat. Maka, dalam hati iblis terbersit sebuah keyakinan bahwa Allah telah
memberikannya nilai lebih dibanding para malaikat lainnya.
Dan baiklah, kita akan memulai kisah ini. Kisah ini terjadi setelah Allah
menciptakan Adam secara sempurna. Pada saat itu, Allah telah menciptakan Adam
dengan kekuasaan-Nya. Kisah ini diawali ketika Allah memerintahkan malaikat Jibril
untuk mengambil segenggam tanah dari bumi. Karena Allah akan menciptakan Adam
dari materi tersebut. Ketika Jibril mengulurkan tangannya untuk mengambil segenggam
tanah dari bumi. Bumi-pun terperanjat dan berkata: Aku berlindung kepada Allah
darimu yang akan mengambil sesuatu dariku. Akhirnya, malaikat Jibrilpun
mengurungkan niatnya untuk mengambil tanah tadi.
Setelah itu, Allah mengutus malaikat Mikail. Ia diberikan tugas yang sama oleh
Allah dengan malaikat Jibril. Dan pada akhirnya, ia-pun mengalami nasib yang sama
dengan Jibril. Pada akhirnya, Allah mengutus malaikat maut. Ketika itu, bumi kembali
berkata: Aku berlindung kepada Allah darimu yang akan mengambil sesuatu dariku.
Malaikat mautpun menjawab: Aku juga berlindung kepada Allah agar aku tidak kembali
tanpa menyelesaikan tugas yang diperintahkan-Nya kepadaku.
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, akhirnya ia mngulurkan tangannya dan
mengambil segenggam tanah dari muka bumi. Pada saat itu, malaikat maut tidak
mengambil tanah tersebut dari satu tempat saja. Akan tetapi, ia mengambil dari debu
yang berwarna putih, kemerahan dan hitam. Dari sini, akhirnya kita dapat mlihat bahwa
anak cucu Adam lahir dengan warna kulit yang beragam.
Dari tanah inilah Allah menciptakan jasad Adam. Ketika malaikat lewat di
depan jasad ini, mereka-pun terperanjat. Bahkan, iblis juga mengalami hal yang sama
dengan malaikat. Ketika itu, iblis memukulnya dan berteriak ke dalam jasad tersebut.
Akan tetapi, suaranya terdengar menggema dalam jasad tersebut. Sama, seperti ketika
dirinya berteriak dalam barang-barang yang terbuat dari tembikar. Akan terdengar suara
berisik...
Setelah jasad Adam tercipta, akhirnya Allah meniupkan ruh-Nya kepada
makhluk ciptaan-Nya tersebut. Ketika ruh masuk ke dalam kepalanya, Adam-pun bersin.
Ketika ruh masuk ke dalam kedua matanya, Adam melihat ke buah-buahan yang ada di
surga. Ketika ruh masuk ke dalam perutnya, ia-pun merasa lapar. Dan setelah itu,
sempurna sudah penciptaan Adam. Maka, lahirlah makhluk Allah yang paling indah dan
ciptaan paling mengagumkan ini...
Allah-pun memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada salah satu tanda
kebesaran Allah yang sangat agung ini. Akhirnya, mereka semuanya bersujud. Kecuali,
iblis. Ia melihat kepada mukjizat tersebut dengan bosan. Kemudian, ia memalingkan
mukanya dan menggoncangkan pundaknya. Setelah itu, ia berlalu masuk ke dalam surga.
Ia berjalan sembunyi-sembunyi, seolah tidak melihat apa yang baru saja ditemuinya. Ia
berlaku sombong. Sehingga, ia enggan untuk bersujud kepada ciptaan Allah yang terbuat
dari tanah.
Di tengah jalan, ia berpapasan dengan ular cerdik yang telah mengetahui berita
keberadaan makhluk baru ciptaan Allah. Maka, makhluk yang satu itu-pun mencegat iblis
dan berteriak: Azazil!....Ada apa denganmu? Mengapa kamu tidak melakukan sesuatu
yang dilakukan oleh yang lainnya? Dengan sombong, iblis menjawab: Aku harus
bersujud kepada makhluk ini?! Ular cerdik mencoba menasehati: Jangan sampai rasa iri
memakan hatimu. Ketahuilah, perintah tersebut merupakan perbuatan yang sangat
agung. Masih dengan kesombongannya, iblis menjawab: Apanya yang agung? Apakah
yang kau maksud tanah darimana dia berasal?
Ular cerdik menjawab pertanyaan iblis dengan ringan: Bagaimanapun juga,
tanah lebih utama dibanding dengan api, dimana kamu tercipta darinya.... Dengan murka
iblis menghardik: Apa yang kamu ucapkan tadi wahai ular hina? Ular cerdik kembali
berkata: Tanah memiliki kadar keseimbangan, sifat pengasih, menerima apa adanya dan
dapat tumbuh berkembang... Tidak mau kalah, iblis-pun berkata: Apakah kamu tidak
tahu, apa kelebihan api?
Dengan cuek, ular cerdik menjawab: Paling-paling, api hanya memiliki sifat
serampangan, senang meremehkan yang lain, cepat melampaui batas dan membakar?
Dengan marah iblis berkata: Dasar makhluk munafik! Yang aku lihat hanyalah makhluk
yang bolong! Benarkah Allah yang telah menciptakannya dengan bentuk seperti itu?
Ular cerdik menjawab dengan tenang: Allah telah menciptakannya dengan
kekuasaan-Nya. Setelah itu, ia meniupkan ruh-Nya ke dalam jasad Adam. Dan
mengajarkan nama- nama segala sesuatu...ini semuanya merupakan kemuliaan di atas
kemuliaan. Dengan penuh tanda tanya, Iblis bertanya kepada ular: Mengajarkannya
nama-nama segala sesuatu? Si ular menjawab: Benar...karena Allah telah memberikan
akal kepadanya. Sehingga, dengan akal tersebut manusia dapat mengetahui dan
memahami segala sesuatu. Allah juga telah memberikannya jiwa. Sehingga, Adam dapat
menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya.
Allah juga telah memberikan hati kepadanya. Sehingga, dengan hati tersebut ia
dapat menumbuhkan perasaan sayang dan cinta. Dan semuanya itu tidak dimiliki oleh
para malaikat. Mereka adalah makhluk yang hidup di Arasy dan mengalami kematian.
Pada satu waktu, mereka akan menjadi makhluk Tuhan yang tidak dapat dipisahkan dari
jenisnya yang lain. Akan tetapi, pada saat yang lain, mereka dapat terpisah begitu saja
dari sesama jenisnya. Terkadang, mereka bersatu. Tapi, terkadang terpisah-pisah. Mereka
dapat berfikir dengan sendirinya dan menjalani kehidupannya sendiri. Selain itu, pada
saat-saat tertentu, mereka dapat menentukan keputusan apa yang akan ia jalani dalam
hidup. Seakan-akan, ia adalah tuhan kecil....
Iblis terlihat masih penasaran: Allah meniupkan ruh-Nya kepada makhluk
tersebut!... Ular bertanya kepada iblis: Apa sekarang kamu telah mengerti? Begitulah
Adam Azazil...sekaranglah waktunya untukmu agar dapat memahami semuanya.
Akhirnya, iblis berkata: Dan sekaranglah waktunya diriku mengikrarkan bahwa diriku
juga mampu menciptakan sesuatu yang berasal dari tiupan ruhku!.. Iblis mengucapkan
kata-kata tersebut. Seolah-olah, ia berbicara kepada dirinya sendiri. Ia-pun bergegas pergi
dan berlalu dari hadapan si ular. Supaya dirinya tidak mendengar suara tawa ular yang
terus mengejek dan menghinanya.
Akhirnya, iblis-pun pergi ke berbagai tempat hanya untuk mendapatkan tanah.
Sampai akhirnya ia sangat gembira karena berhasil mendapatkannya. Kemudian, ia
membentuk tanah tersebut. Sama, seperti bentuk Adam. Dan akhirnya, selesai sudah.
Akan tetapi, ia masih menunggu sampai makhluk itu bergerak dan bangkit. Akan tetapi,
yang ia dapatkan hanyalah makhluk berbentuk benda keras yang tidak dapat bergerak.
Akhirnya, ia-pun meninggalkan ciptaannya tersebut dengan rasa putus asa dan marah.
Merasakan kegetiran karena menganggap dirinya telah gagal.
Tadinya, ia ingin menutupi apa yang telah terjadi. Sayangnya, ular tadi telah
mengetahuinya. Maka, ia-pun segera berkata kepada Iblis: Sekarang kamu baru tahu,
menciptakan sesuatu bukanlah hal yang mudah. Dengan kesal, iblis berkata: Diam
kau! Tanpa memperdulikan perkataan iblis, ular kembali berkata: Adam bukanlah
hanya sekedar tanah. Akan tetapi, ia telah hidup dan terpisah dengan sifat tanah yang
mati. Karena, kini ia telah memiliki ruh Allah. Inilah rahasia di balik semuanya itu.
Dimana tidak ada satu-pun yang dapat melakukan hal yang sama dengan-Nya. Termasuk
dirimu yang mengira telah mendapatkan dan memiliki sebagian besar ilmu-Nya.
Setengah bergumam, iblis berkata: Itulah rahasia kehidupan. Ular menjawab:
Ya betapa agungnya rahasia di balik penciptaan tanah, debu, api, air dan unsur-unsur
lainnya...! Akhirnya, iblis berkata: Bagaimana cara mendapatkannya. Ya, agar aku juga
dapat mencipta? Dengan tenang ular menjawab: Tidak ada jalan menuju ke arah
tersebut. Semuanya itu merupakan sifat Allah. Dimana sifat tersebut tidak dapat
terpisahkan dari kita. Dan begitupun sebaliknya, kita tidak dapat terpisahkan dari sifat-
sifat tersebut. Sifat tersebut merupakan ruh Allah yang tidak dapat diberikan, hilang atau
dirampas begitu saja. Karena, hanya Ia-lah yang dapat meniupkannya kepada makhluk
yang dikehendaki-Nya.
Sekalipun ular telah menjelaskan panjang lebar, tetap saja iblis berkeras hati. Ia
berkata: Akan tetapi, bagaimanapun juga aku harus menciptakan sesuatu. Ular bertanya
dengan penuh selidik: Sesuatu yang hidup? iblis menjawab dengan cepat: Benar.
Ular kembali berkata: Kamu tidak akan mungkin menciptakan sesuatu yang hidup dari
sesuatu yang mati... Dengan marah iblis berkata: Diam kamu cerewet!...
Iblis-pun meninggalkan ular sambil berfikir. Ia-pun berjalan di surga tanpa tahu
arah dan tujuan...dan tiba-tiba saja....ia telah berada di dekat sebuah pohon yang rindang
dan teduh. Akhirnya, ia-pun mendekati pohon tersebut. Dan...samar-samar ia melihat
seseorang tengah tertidur dengan pulas di bawahnya. Ya....Adam. Maka, untuk beberapa
saat, iblis terdiam sejenak sambil memperhatikan kepala Adam. Akhirnya, timbullah
sebuah ide di fikirannya. Sehingga, harapannya kembali muncul.
Benar, bagaimanapun juga, ia tidak akan dapat menciptakan makhluk hidup dari
sesuatu yang mati seperti tanah. Akan tetapi, bukankah ia mampu untuk menciptakan
makhluk hidup dari sesuatu yang hidup? Ah...seandainya ia dapat me ngambil satu potong
saja dari jasad Adam. Niscaya aku dapat menciptakan selebihnya. Akan tetapi, iblis
bingung apa yang harus ia ambil? Hidung? Ah tidak...hidung adalah anggota luar yang
sangat terlihat. Seandainya Adam bangun tanpa memiliki hidung, pastilah akan menjadi
bahan tertawaan ular. Bahkan, ia juga akan ikut ditertawakan karena tertangkap basah
mencuri. Bisa jadi, suara tawa ular akan semakin tinggi dan keras...ah tidak!
Baiklah, sepertinya, ia harus mencari anggota yang lain. Tapi, apa? Kaki? Lalu,
Adam akan berjalan dengan apa? Atau mungkin tangan? Tapi, ia makan dengan
mempergunakan apa? Lisan? Tapi, dengan apa ia akan berbicara? Ah...iblis harus
mencuri anggota tubuh Adam bagian dalam yang tidak terlihat dan tidak memiliki fungsi
penting.
Iblis-pun mulai meraba tubuh Adam. Sampai akhirnya, ia menemukan tulang
rusuk. Nah...yang ini tidak terlihat. Bahkan, jumlahnya sangat banyak. Sehingga,
siapapun yang mencuri salah satunya tidak akan diketahui. Maka, iblis-pun mengambil
satu tulang rusuk bagian kiri. Ia berfikir, satu tulang rusuk saja sudah cukup untuk
menciptakan makhluk hidup. Tulang rusuk merupakan anggota tubuh yang tidak terlihat
dan tidak dipergunakan secara langsung. Sehingga, tidak akan ada yang tahu bahwa
tulang tersebut telah hilang. Sampai pada diri Adam sendiri. Ia tidak akan
menyadarinya...
Akhirnya, iblis mengeluarkan tulang tersebut dengan sangat hati- hati dan
cekatan. Kemudian, ia membentuk makhluk lain yang hampir sama dengan Adam. Akan
tetapi, ia memberikan unsur-unsur tertentu yang tidak dimiliki Adam. Sehingga, jadilah
makhluk tersebut dan dapat berdiri. Tiba-tiba, dari rerimbunan pohon terdengar sebuah
suara: Selamat...selamat!... Iblis-pun berusaha mencari asal datangnya suara tersebut.
Akhirnya, ia mendapatkan ular berada tepat di atas kepalanya dan melihat apa yang ia
perbuat. Iblis-pun dengan merasa menang dan bangga berkata kepada ular:
Heh...bagaimana menurutmu? Sambil melihat makhluk baru tersebut, ular-pun
tersenyum mengejek: Hawa yang sangat cantik!...
Iblis-pun memandang kepada ular dengan penuh selidik dan tanda tanya:
Hawa?! Mengapa engkau menamakannya seperti itu? Maka, ularpun menjawab dengan
cerdik: Karena makhluk tersebut terbuat dari sesuatu yang hidup! Iblis berkata: Jadi,
engkau telah melihat semua yang terjadi? Ular segera menjawab: Tenang, aku akan
menyimpan rahasiamu. Jangan takut ataupun khawatir...
Iblis berkata dengan lembut: Aku selalu bertanya pada diriku sendiri, mengapa
kita tidak menjadi sahabat saja? Aku akan memberikan seluruh kebutuhanmu. Tentunya,
yang sesuai dengan kemampuanku. Dan aku akan menjadi pengagum kecerdasanmu.
Apakah kamu ingin aku bisikkan rahasia yang lain?.....Aku benar-benar telah
memikirkanmu pada saat aku menciptakan makhluk yang kamu namakan dengan Hawa
ini. Sehingga, di dalamnya akan terlihat sifatmu!
Dengan santai, ular berkata: Selain memikirkanku, sepertinya, kamu juga telah
berfikir tentang dirimu, ketika menciptakan makhluk ini...
Iblis berkata dengan antusias: Benarkan yang kamu ucapkan tersebut? Apaka h
kamu dapat melihat bahwa dalam dirinya terdapat ciri-ciri diriku? Ular menjawab:
Tanpa diragukan lagi! Lihatlah gerakannya, tingkah laku, bahkan pada kilatan matanya.
Memang, di dalamnya terdapat unsur- unsur tanah. Akan tetapi, ia juga memiliki unsur-
unsur api. Lihat...lihatlah...dalam diri Hawa benar-benar terdapat ciri-cirimu;
serampangan, cepat mengambil kesimpulan dan membakar.
Pada saat itu, terdengar suara yang menggema di seluruh penjuru surga. Hal
tersebut, membuat iblis dan ular gemetar ketakutan. Keduanya lari terbirit-birit dengan
perasaan takut dan gelisah. Akhirnya, adam terbangun dari tidurnya. Dan ia mendapatkan
Hawa telah berada di sampingnya. Pada saat itu, Adam tidak mengerti sama sekali siapa
dan mengapa Hawa ada di sana. Dan untuk beberapa saat, Adam hanya bisa termenung
dan menatap Hawa dengan takjub. Sampai akhirnya, perasaan menuntun Adam untuk
melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Dari sini, Adam mengetahui bahwa ia dapat
berkasih sayang dengan Hawa, kapanpun ia menginginannya. Akan tetapi, masalahnya
adalah, ia tidak diperbolehkan untuk mendekatinya atau saling bersentuhan antara jasad
yang satu dengan yang lainnya.
Dan akhirnya, iblis mengetahui permasalahan tersebut. Ia-pun segera menemui
ular dan bertanya kepadanya: Mengapa Adam tidak diperbolehkan untuk menyentuh
Hawa? Maka, ular segera menjawab dengan cepat: Atau...mungkin kamu lupa bahwa
dalam diri Hawa terdapat unsur api? Kemudian, iblis sedikit berfikir. Dengan ragu-ragu
ia menjawab: Aku kira, bukan itu permasalahannya. Karena, yang aku lihat tadi, lebih
berbahaya dibanding permasalahan tersebut. Kamu dapat bayangkan, bagaimana
seandainya dua makhluk ini bersatu?
Ular-pun berfikir sejenak...dan secara tidak sengaja, pandangannya tertumpu
pada burung yang hinggap di atas pohon. Ularpun berteriak: Adam dan Hawa akan
mengalami hal yang sama dengan apa yang dialami oleh burung itu...akan memiliki
keturunan!... Dengan heran, iblis berkata: Memiliki keturunan? Iblis meneruskan
perkataannya: Dan akhirnya akan lahir makhluk ke tiga...
Iblis-pun akhirnya ikut berteriak: Ya..benar...kini aku tahu...di sini- lah
masalahnya...dan di sinilah penyebab bahayanya. Akan tetapi, mengapa Adam tidak
menginginkan makhluk ke tiga ini keluar? Ular menjawab: Karena dalam diri makhluk
ke tiga itu, akan ada salah satu unsurmu...dan itu semuanya dapat dimengerti dengan
jelas. Tanpa membutuhkan kepada keterangan. Tanda kebesaran Allah yang telah Allah
tiupkan ruh ke dalam jasadnya harus tetap dalam posisi itu selamanya. Sebuah bentuk
yang abadi, dapat berbicara dengan idzin dan kuasa sang maha pencipta. Ia adalah
makhluk abadi yang sempurna. Sehingga, tidak memiliki kekurangan. Akan tetapi,
kedatanganmu wahai sahabatku iblis, telah menghancurkan segalanya. Dan kau ingin
merubah bentuk ciptaan Allah yang satu ini!
Iblis menjawab perkataan si ular tanpa beban: Sampai saat ini, aku tidak ambil
perduli dengan semuanya itu! Akan tetapi, seandainya mereka benar-benar bersatu dan
membuat keturunan. Bagiku itu sebuah karya yang sangat agung. Apakah masih ada di
dunia ini karya lain yang lebih agung, dibanding dengan karyaku. Karena aku telah
menciptakan duplikat manusia yang akan mengisi dunia ini. Bukankah Allah justru akan
merasa bangga dengan hasil penemuanku!...
Ular-pun berkata: Janganlah kamu terhanyut dalam mimpi dan khayalanmu. Ini
semua tidak akan terjadi sampai kapanpun... Iblis berkata: Kenapa? Ular menjawab:
Karena Adam memiliki sesuatu yang sangat menakjubkan yang dinamakan dengan akal.
Dan akal akan selalu mengawasi dan melarang Adam agar tidak tergelincir atau terjatuh
dalam hal- hal yang dilarang.
Iblis-pun semakin penasaran. Ia berkata: Akal?!...apakah tidak ada cara lain
untuk mematikan akal ini barang sejenak?! Ular menjawab: Seandainya akal Adam
mati, maka apa yang kau inginkan akan tercapai dengan sukses... Dengan memohon-
mohon, iblis meminta kepada ular: Tolonglah aku wahai sahabatku ular yang cerdik!...
Dengan kesal, ular berkata: Mengapa kamu ingin melibatkan aku untuk
mendapatkan murka Allah sang maha pencipta?! Iblis berkata dengan lemah lembut:
Allah tidak akan murka. Kalau Allah murka, mengapa ia memberikanmu kepintaran? Ia
telah memberikanmu kepintaran, agar dirimu dapat memepergunakannya. Ayolah
sahabatku...tolonglah diriku....
Ular berkata: Perkataanmu benar-benar membiusku. Sebenarnya, bukan
sesuatu yang sulit bagiku, untuk memberikan sesuatu yang tidak aku pergunakan. Hanya
saja, apakah wajar seandainya aku mendapatkan hadiah yang tidak bermanfaat bagi
diriku? Cepat-cepat iblis menjawab: Oh tidak seperti itu. Janganlah kamu ragukan
kehendak sang pencipta yang telah memberikanmu kecerdasan wahai sahabatku. Ia
adalah dzat yang maha bijaksana dalam memberikan segala sesuatu terhadap siapapun.
Akhirnya, ular terbius juga dengan perkataan iblis. Akhirnya, ia berkata: Aku
percaya kepadamu...oleh karena itu, dengarlah. Ini adalah pohon yang memiliki buah.
Jika buahnya matang benar, akan menimbulkan air. Jika air perasannya meragi, akan
tercipta sebuah keajaiban. Saat itu, aku pernah melihat burung mematuk nya. Seketika itu
juga terjadi sebuah keajaiban. Burung itu seperti linglung dan kehilangan
keseimbangannya.
Si iblis-pun bertanya lagi: Jadi, engkau menunjukkan kepadaku untuk
mempergunakan pohon ini... Pada saat itu, suara tadi kembali terdengar di se luruh
penjuru surga. Akhirnya, iblis dan ularpun lari terbirit-birit. Sedangkan Adam dan Hawa
keduanya bersujud ke hadapan ilahi Rabbi. Kemudian, Allah membisikkan ke dalam
kedua hati mereka untuk tidak mendekati pohon tersebut.
Iblis belum juga putus harapan. Tidak berselang lama, ia-pun kembali kepada
ular dan berkata: Apa yang tengah kamu kerjakan? Ular-pun berkata:
Sudahlah..tinggalkan aku. Sekarang, aku tidak akan bergabung dengan dirimu lagi
dalam melaksanakan poyekmu... Kemudian, iblis-pun bertanya: Kenapa? Jadi...apa
yang akan kamu perbuat? Ular menjawab: Tidak ada. Iblis kembali berkata: Apakah
nalurimu dapat membenarkan ketika dirimu pergi dan bermalas- malasan seperti ini?
Dengan ringan ular menjawab: Aku takut terjatuh dalam jurang kesa lahan.
Iblis-pun kembali merayunya: Kesalahan itu bukan hanya milikmu, tapi juga
milikku. Apakah kita tidak berhak untuk mengikuti hak dan keinginan kita sendiri?
Dengan perasaan gelisah, si ular tadi berkata: Kamu jangan coba-coba membuat aku
terlena.
Daripada diam, iblis malah meneruskan perkataannya: Kamu makhluk hidup.
Bukankah begitu? Dan begitu pula dengan aku. Aku juga makhluk hidup. Apakah kita
meragukan hal tersebut? Hidup yang kita jalani sekarang ini memang sesuai dengan
kehendak dan keinginan kehidupan itu sendiri. Dan kita tidak dapat melakukan apapun.
Kecuali, tunduk kepada alur kehidupan yang membawa kita. Allah tidak memberikan
akal kepada kita. Sebagaimana yang diberikan kepada Adam. Akal tersebut, atau orang
yang berakal, telah dibatasi oleh ikatan-ikatan dan tali yang telah mengikat dan
membatasi kehidupannya dan menyatukan semangatnya. Dan tentu saja, mereka akan
berjalan sesuai dengan perintah dan larangan yang disodorkan kepadanya dari sini dan
sana! Lakukanlah apa yang kamu inginkan wahai sahabatku...karena kamu terbebas dari
berbagai kekangan!
Ular menjawab bingung: Sepertimu? Iblis segera menyahut: Ya..sepertiku...
Ular-pun berkata: Baiklah...sebenarnya, permasalahanmu telah selesai. Karena, dalam
diri Hawa, sudah terdapat unsur-unsurmu. Sehingga, kita tidak akan mendapatkan unsur
yang sangat kita khawatirkan dalam dirinya yaitu, akal. Dengan mengangguk- ngangguk,
iblis menjawab: Betapa dirimu memiliki kecerdasan yang sangat jarang wahai ular yang
mulia! Betul...betul...tidak diragukan lagi...dalam diri hawa terdapat ruhku...maka, ia
akan dengan mudah tunduk pada kehidupan, alam dan perasaan. Dan porsinya akan lebih
banyak dibanding porsi akalnya. Baiklah...berarti..permasalahan kita selesai. Hawa pasti
mengerti aku dan akan mendengarkan seluruh ucapanku...ia pasti akan memakan buah
itu.
Setelah itu, si ular juga kembali menambahkan: Dan Hawa memiliki kekuatan
yang dapat menenangkanmu. Kemahirannya dalam merayu...seperti dirimu. Oleh karena
itu, ia akan berhasil untuk membujuk Adam dan terus menggodanya untuk memakan
buah dari pohon tersebut. Sehingga, Adam akan melakukan segala sesuatu yang akan
diinginkan oleh Hawa. Wajah iblis-pun berseri-seri dan bahagia mendengar kabar
tersebut. Ia bertepuk tangan dan lari meninggalkan ular untuk segera mencari Hawa.
Dan setelah itu, terjadilah kisah yang sudah sering kita dengar. Adam menjadi
lemah, ia mendengarkan seluruh perkataan Hawa. Dan ia sama-sama memakan buah dari
pohon terlarang itu. Mereka sama-sama merasakan manisnya perasan buah yang mereka
makan. Akhirnya...mereka berdua terlempar dari surga. Dan menetap di bumi...
Setelah itu, lahirlah bayi pertama mereka! Dan dari hari ke hari keturunan
mereka semakin banyak. Berarti, Jenis ke tiga telah lahir. Akhirnya, kita akan melihat
Qabil yang membunuh Habil. Dan inilah kejahatan pertama....Setelah itu, dikenallah
perbuatan buruk di dunia. Gambaran perbuatan baik juga tercampur baur dengan yang
buruk. Sebagaimana menyatunya antara perbuatan mulia dengan perbuatan tidak terpuji.
Setelah itu, jenis ke tiga yang masih asli ini menikah dengan yang asing.
Sehingga, keduanya tidak dapat memisahkan, mana asal keturunan Adam dan mana hasil
keturunan Hawa. Tidak ada yang sempurna selama masih terlihat berbagai kekurangan di
dalamnya. Sebagaimana cahaya yang tidak dapat terpisahkan dari api. Seperti halnya
secuil kebenaran yang akan terlindas oleh tipu daya syaitan. Sehingga, dalam tubuh anak
Adam akan tercampur sifat benar, salah, baik, buruk, hina, dan juga terpuji. Kebodohan
dan keagungan, keadilan dan kedhaliman, memikirkan dengan matang dan serampangan,
kelemahan dan kekerasan.
Negeri Burung!...
Berbagai peristiwa yang terjadi dalam kisah ini terjadi pada tahun seribu
masehi!..Pada saat itu, sangat sulit sekali bagi kita untuk mengilustrasikannya...perang
telah selesai, penyakit sudah tersembuhkan, kematianpun sudah tidak ada. Ya, benar,
ilmu pengetahuan telah mampu mengalahkan kematian semenjak ratusan tahun yang lalu.
Sehingga, tidak ada satu-pun manusia yang mengalami kematian. Akan tetapi, tidak ada
manusia yang lahir....
Oleh karena itu, tidak aneh lagi seandainya kita tidak akan mene mukan sistem
pernikahan untuk memperbanyak keturunan. Karena, ilmu pengetahuan telah
mempersiapkan bakteri yang dapat melahirkan anak manusia. Dan hal tersebut telah
berlaku semenjak ribuan tahun yang lalu. Sampai manusia merasa cukup dan tidak perlu
melahirkan manusia baru. Karena, mereka berfikir, untuk apa menambah jumlah
manusia, seandainya tidak ada jumlah kematian.
Maka, kondisi yang akan kita lihat adalah sebuah kondisi kehidupan masyarakat
yang akan tumbuh dan hidup abadi. Mereka akan begitu selamanya. Seperti halnya
matahari yang tiak berpindah tempat, rembulan, laut dan gunung. Tidak ada satupun yang
hilang ataupun berkurang. Sel-sel mereka terus mengalami pembaharuan. Dan kelenjar
yang ada pada diri mereka tidak pernah mengenal tua.
Pada masa tersebut, kalimat Tua sudah tidak dapat dipergunakan. Begitupula
dengan kalimat Pemuda. Pada waktu itu, masyarakat hanya mengetahui bahwa mereka
ada dan hidup di dunia ini. Apakah pada saat itu, lautan seandainya mereka memiliki
bahasa dapat menceritakan kepada kita tentang anak-anak kecil dan orang tua?!
Pada musim panas, tahun seribu setelah masehi, seorang ilmuan dibidang
geologi yang pada saat itu tengah mempelajari lapisan bumi, masuk ke kantor para ahli
kimia. Kemudian ia berkata kepada ahli kimia: Sepertinya, saat ini saya berhasil
menemukan sesuatu yang sangat penting. Dimana penemuan tersebut dapat membuat
seluruh manusia tercengang. Aku telah menemukan peninggalan zaman dahulu di
kedalaman perut bumi...lihatlah.... Ilmuan tersebut-pun mengeluarkan tengkorak
manusia dari dalam tas kecilnya! Kemudian, ia menyerahkan tengkorak tersebut kepada
kawannya yang ahli kimia.
Kemudian, ahli kimia tersebut menerimanya dan sedikit menganalisanya.
Setelah itu ia berkata: Apa ini? Bentuk kepalanya, hampir mirip dengan kepala
kita?!...kalau bukan karena tengkorak ini terlalu kecil...atau, mungkin ini semacam...
Kemudian, ia menunjuk pada gigi dan mulutnya. Kemudian, ilmuan di bidang geologi
tadi tiba-tiba membenarkan: Ya...sejarahnya kembali pada tahun enam ratus ribu
tahun!...
Ahli kimia kembali berkata: Aneh sekali!...bagaimana ia dapat terpisah seperti
ini dari daging, darah dan pembuluh nadinya?! Ilmuan geologi tadi berkata: Di situlah
anehnya!... Ahli kimia tadi kemudian bertanya lagi: Lalu, dimana s isa tubuhnya?
ilmuan geologi segera menjawab: Hanya bagian ini yang baru aku temukan...
Kedua laki- laki tadi terus berdiri dan mengamati tengkorak yang ada di hadapan
mereka...ini merupakan sebuah penemuan baru. Sehingga, tidak ada satupun tengkorak di
museum itu yang sama dengan bentuk tengkorak tersebut. Berbagai peperangan yang
mempergunakan bom atom telah berkobar semenjak ratusan ribu tahun yang lalu.
Sehingga, berbagai museum dan perpustakaan yang berisikan nilai- nilai sejarah di masa
lalu hancur tak tersisa. Sekarang, yang ada di sekeliling mereka hanyalah ringkasan
eksperimen ilmiah. Dan dari sinilah lahir dunia baru mereka...
Terlihat bagaimana raut muka ilmuan kimia yang terlihat bingung. Persis,
seperti wajah Qabil yang kebingungan ketika perta ma kali melihat kematian yang
menimpa Habil...
Sedangkan di sampingnya, ilmuan geologi tadi menggeleng-gelengkan
kepalanya dan menyentuh tengkorak dengan jarinya. Kemudian ia berkata: Tidak salah
lagi, ini adalah manusia seperti layaknya kita. Akan tetapi...bagaimana proses
kejadiannya sampai menjadi seperti ini...itulah rahasia yang harus kita ketahui?!...
Ilmuan kimia tadi membenarkan: Ya, benar. Dalam hal ini harus ada unsur
kekuatan gerak pada manusia sampai seperti ini....unsur benda padat! Sambil berkata
seperti itu, ilmuan di bidang kimia itu menyentuh tulang tengkorak tadi dengan
tangannya...
Setengah bergumam, ilmuan geologi berkata: Gerakan...benda padat..?! Tapi
saya yakin, pastilah sebuah gerakan memiliki akhir!... Dengan heran ilmuan kimia
bertanya: Bagaimana? Ilmuan geologi menjawab: Apakah sesekali anda tidak pernah
bertanya pada diri anda sendiri: Akhirnya....apa setelah hidup? Pada suatu hari aku telah
merasakan itu. Aku bertanya pada diriku sendiri. Sepertinya, ilmu geologi yang saya
dalami mendorong saya untuk melakukan studi analisa terhadap masa lalu...Dan studi
analisa di masa lalu tersebut telah membawa saya untuk melakukan studi analisa di masa
yang akan datang....apa dan bagaimana sebenarnya masa depan kita?...
Tanpa terasa, ilmuan kimia tadi berucap: Masa depan kita!! Sang ahli geologi
menyambut perkataan tersebut dengan cepat: Ya, benar. Masa depan jenis manusia?!
Dengan penuh tanda tanya, ilmuan kimia tadi bertanya: Sebenarnya, ada apa dalam
kepalamu? Pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan otakmu.... Sambil mengucapkan
kata-kata tersebut, ilmuan kimia tadi terus mengamati wajah kawannya dengan penuh
keraguan...
Semuanya itu tentu saja terasa aneh. Karena, kalimat Masa depan tidak lazim
dipergunakan pada masa tersebut...bagi mereka, tidak ada hari esok...mereka tidak
mengetahui apa itu malam, siang, atau tidur...Bahkan, bagi mereka, sinar lampu pusat
industri membuat mereka tidak membutuhkan sinar matahari. Makanan kimia membuat
mereka tidak perlu tidur...karena mereka akan selalu bergerak...seperti gerakan jantung
yang tidak mengenal mati atau diam...
Oleh karena itu, mereka tidak akan dapat membayangkan tentang sesuatu yang
bernama Hari esok atau Masa Depan. Adapun ingatan mereka tentang masa lalu,
mungkin tidak lebih dari puluhan ribu tahun saja. Dan pada masa- masa tersebut tidak
banyak yang berubah. Artinya, antara kondisi masa tersebut dengan masa yang tengah
dijalani sekarang tidak jauh berbeda. Oleh karena itu, mereka tidak akan dapat
mengetahui secara jauh apa yang terjadi di masa lalu dan di hari esok. Yang mereka tahu
hanyalah masa sekarang. Dimana kehidupan mereka seakan menjadi kehidupan abadi.
Seakan-akan, kehidupan yang mereka jalani hanya berlangsung selama satu hari. Dan
setelah itu tidak ada...
Sedangkan perkataan ilmuan geologi tadi hanya akan menambah bingung.
Seakan-akan, ia tengah melihat sesuatu dalam kabut. Akhirnya, ia-pun bergumam, seolah
berkata kepada dirinya sendiri: Selama di sana ada sesuatu yang bersifat ada, maka
pastilah terdapat sesuatu yang bersifat Tidak ada.
Dengan perasaan masih bingung, ilmuan kimia tadi berkata: Tidak ada? Sang
ahli geologi berkata: Ya, tidak ada... Akhirnya, ahli kimia tadi berdiri mematung sambil
berfikir ia berkata: Tidak ada?! Apa yang dimaksud dengan tidak ada? Sepertinya, ini
untuk pertama kalinya aku mendengar kalimat yang aneh ini. Apa yang terjadi padamu
wahai sahabatku?!
Ahli geologi tadi kembali berkata: Apakah kamu tidak pernah merasakan
bagaimana sesekali perasaan ini datang? Dengan cepa t ilmuan kimia menjawab:
Perasaan apa? Ahli geologi menjawab ringan: Keinginan untuk menjadi Tidak
ada... Ahli kimia tadi kembali berkata: Sulit sekali rasanya bagiku untuk mengetahui
apa yang kamu maksud atau memahami apa yang kamu katakan. Aku yak in, sesuatu yang
tidak beres telah terjadi kepadamu....ya.. sesuatu yang tidak beres telah terjadi
kepadamu!...
Dengan tergesa-gesa, bahkan setengah berlari ahli kimia itu meninggalkan
ruangan tersebut seperti orang yang hendak kabur. Ia menuju ruangan para ilmuan.
Kemudian, ia menceritakan apa yang terjadi pada ilmuan geologi dengan kata-kata aneh
yang ia ucapkan di hadapannya dan makna yang tidak dapat ditebak. Ia menceritakan
kisah tersebut dengan berapi-api.
Akhirnya, ikatan para ilmuan tersebut meminta ilmuan geologi tadi untuk
datang menghadap mereka. Ketika ia telah hadir, para ilmuan tersebut mempertanyakan
perihal beberapa kalimat yang keluar dari mulutnya. Ia-pun menjawab dengan tenang:
Benar...keberadaan kita ini pastilah memiliki akhir! Para ilmuan tadi bertanya dengan
heran: Apa yang kamu maksud?! Ahli geologi menjawab: Kematian...
Rasa penasaran makin dirasakan oleh para ilmuan yang berada dalam ruangan
tersebut. Mereka serempak bertanya: Kematian?! Apa yang dimaksud dengan kalimat
itu?! Ahli geologi tadi menjawab: Aku sendiri tidak tahu....semuanya itu tiba-tiba hadir
dalam diriku sekarang ini...mungkin itu sebuah ilham...saya yakin, pasti ada sesuatu di
balik kehidupan. Dan aku menyebutnya dengan kematian. Bagaimanapun juga, pada
suatu hari, kita akan sampai pada hari itu....percayalah kepadaku wahai para
ilmuan...apakah salah seorang di antara kalian tidak pernah merasakan tertidur dengan
menutupkan kedua kelopak mata kita barang sebentar. Pada saat itu, kita akan merasakan
kenikmatan dan kenyamanan yang sangat aneh!? Dan kenikmatan yang berlangsung
sebentar tersebut dapat berubah menjadi kenikmatan yang lama. Dan mungkin lebih lama
lagi sampai datangnya waktu Tidak ada. Dan dari situlah akhirnya aku menamakannya
sebagai kematian...
Para ilmuan akhirnya menggeleng- gelengkan kepalanya dengan sangat
menyesal dan terlihat sangat sedih. Mereka menyadari bahwa salah satu sahabatnya
tersebut dikuasai oleh khayalan yang menyimpang. Oleh karena itu, salah satu di antara
para ilmuan tersebut memintanya untuk memberikan bukti: Jangan lupa, kamu adalah
seorang ilmuan. Oleh karena itu, kamu tidak boleh berlari di belakang prasangka,
khayalan, atau hanya mengikuti alur perasaan saja. Berikan kepada kami bukti ilmiah
bahwa apa yang disebut dengan kematian ini mungkin ada?!
Maka, ilmuan geologi tadi mengeluarkan tengkorak dari dalam tasnya.
Kemudian ia berkata dengan suara lantang: Sahabat-sahabatku, yang
terhormat....Sesungguhnya kematian pernah ada dan terjadi di muka bumi ini...dan inilah
buktinya!
Akhirnya, para ilmuan tadi berkumpul dan mengamati tengkorak yang
disodorkan. Pada awalnya, mereka melihat tengkorak tadi dengan pandangan takjub.
Akan tetapi, tidak lama berselang, mereka-pun saling memandang dengan sorot mata
yang penuh keraguan.
Kemudian, salah satu di antara para ilmuan tadi memecah keheningan dan
berkata: Ini bukanlah bukti pendapatmu tadi. Akan tetapi, ini merupakan bukti bahwa
makhluk ini pernah ada di bumi pada masa lalu. Suatu kaum yang telah mengenal ilmu
pengetahuan. Akan tetapi, tidak seperti ilmu pengetahuan yang kita miliki sekarang.
Karena, saat ini, kita telah memproduksi manusia di dalam laboratorium. Dan hal tersebut
telah berlaku semenjak ratusan abad yang lalu. Kita telah mengembang-biakkan sperma,
sebagaimana kita mengembangkan bakteri-bakteri.
Berbeda dengan manusia pra sejarah, sebagaimana yang kita saksikan, mereka
membentuk sebuah keluarga untuk melahirkan anak manusia. Setelah itu, barulah mereka
meniupkan nafas kehidupan. Tulang belulang yang kamu perlihatkan kepada kami ini
merupakan proyek penciptaan Adam yang belum sempurna. Dan mungkin, semuanya itu
terjadi karena disebabkan beberapa unsur tertentu!....
Pada saat itu, semua ilmuan sepakat dengan pendapat tadi secara aklamasi.
Setelah itu, mereka memperingatkan ilmuan geologi tersebut untuk tidak menyebarkan
pendapat salahnya tersebut. Karena khawatir terhadap masyarakat tingkat awam.
Jangan sampai mereka terkena polusi penyimpangan ini. Setelah mengatakan itu, para
ilmuan tersebut akhirnya meninggalkan ilmuan geologi tadi dan membiarkannya
tenggelam dalam rasa malu dan gagal.
Akan tetapi, di kedalaman hatinya, ia tidak merasakan putus asa. Karena,
perasaannya mengatakan bahwa pendapat yang ia miliki benar. Kemudian, ia-pun pergi
menuju salah seorang sahabatnya dan mengadukan hal tersebut kepadanya. Seorang
sahabat dari golongan manusia yang memiliki kelembutan dan kasih sayang. Dulu,
mereka dinamakan dengan Perempuan. Tepatnya, semenjak lima ratus ribu tahun yang
lalu. Suatu masa, dimana jenis makhluk ini sangat penting untuk menciptakan keturunan.
Adapun setelah itu, nilai pentingnya telah hilang....dan dengan hilangnya jenis ini,
melemahlah hubungan yang terjalin di antara keduanya sampai pada tingkat seperti ini.
Bahkan, hilanglah nilai-nilai yang membedakan antara laki- laki dan perempuan. Dengan
berakhirnya tugas organ tubuh mereka.
Jadi, dengan berlalunya waktu, mereka seperti melebur menjadi satu. Tidak ada
satupun di antara mereka yang dapat menjaga masa lalunya. Baik dalam menjaga
kelembutan sikap ataupun keindahan fisik. Begitupula dengan masyarakat, mereka juga
tidak dapat membantu membedakan antara dua jenis kelamin ini. Atau, menceritakan
tentang masa lalu mereka. Mereka hanya disebut dengan satu nama: populasi masyarakat
planet bumi. Karena bumi, secara keseluruhan, merupakan tempat yang dihuni oleh satu
umat dan satu miliu masyarakat....mereka hidup dalam satu sisi yang dinamakan dengan
kumpulan eksperimen manusia berakal. Miliu ini telah melahirkan sebuah hukum yang
mengatur berbagai lembaga yang ada di seluruh planet bumi secara umum. Tentunya,
dengan tujuan untuk menciptakan kedamaian bagi penduduknya.
Akhirnya, ilmuan geologi itu pergi kepada sahabatnya. Kemudian, ia berkata:
Apakah kamu percaya kepadaku? Sahabatnya menjawab: Ya... Sang ilmuan berkata
lagi: Apakah kamu akan membenarkan ucapanku? Sahabatnya kembali menjawa:
Ya.. Setelah menghela nafas, akhirnya sang ilmuan berkata: Baiklah, kalau
begitu...dengarkanlah....
Sang ilmuan menceritakan peristiwa tadi. Sekaligus, segala s esuatu yang
bermain dalam otaknya. Setelah itu, ia-pun memperlihatkan tengkorak tadi,
membeberkan pendapatnya dan memberikan penjelasan secara ringkas, mengapa dirinya
berpendapat seperti itu. Ia-pun melihat raut wajah sahabatnya yang terlihat sangat
terkesan setiap kali mendengarkan perkataannya.
Sahabatnya pun berkata: Ini semuanya merupakan hal yang sangat aneh...dan
jauh dari gambaranku...karena...kalimat yang kamu ucapkan tadi tidak kembali kepada
apa yang kamu gambarkan. Untuk memperjelasnya, kamu harus menerangkan tentang
makna Rusak (Al Fan), Tidak ada (Al Adam), atau kematian (Al Maut) secara
lebih mendasar. Karena, semuanya itu tidak pernah kita temui di masa sekarang ini.
Mereka tidak akan menemukan kematin di sekitar mereka. Mereka tidak akan
mengetahui keberadaan binatang di atas bumi. Karena, semuanya itu telah hancur dan
hilang semenjak ratusan ribu tahun yang lalu. Dan semuanya itu telah dihancurkan oleh
peperangan nuklir dan kimia yang telah menghapus dan meratakan wajah bumi dan
menyapunya sampai bersih. Sehingga, tidak ada hewan, tumbuhan, burung ataupun ikan
yang tersisa di permukaan bumi.
Oleh karena itu, tidak ada yang tersisa selain perut bumi, kegiatan perindustrian
dan interaksi antara manusia yang ada di dalamnya. Dimana manus ia mengkonsumsi
makanan yang berasal dari bahan gas kimia di rumah-rumahnya. Dan unsur- unsur yang
menjadi bahan utamanya adalah bahan-bahan radioaktif. Semuanya itu telah
menghancurkan hidangan mereka di masa lalu.
Karena hal tersebut, hilanglah fungsi alat-alat pencernaan; mulut dan giginya.
Karena, kepalanya telah dijadikan sebagai alat untuk berfikir dan hidung untuk
menghirup makanan pokoknya yang berasal dari udara. Atau, untuk menghirup makanan
tambahan yang berasal dari gas. Sehingga, yang tersisa hanyalah dua tangan yang lemah
dan dua kaki yang sangat kecil karena jarang dipergunakan....Selain itu, kita juga dapat
melihat bahwa di dunia kita sekarang ini tidak ada unsur pemisah yang membedakan
antara manusia, laut dan planet...mereka tidak ubahnya seperti makhluk abadi...
Mereka adalah manusia yang tidak perlu memfungsikan kedua tangannya untuk
hidup. Bahkan, sekarang ini, mereka tidak bedanya seperti Tuhan. Mereka tidak lahir dan
tidak dilahirkan. Mereka tidak mengetahui kematian dan hanya mengetahui
keabadian...mereka tidak mengenal kemarin, ataupun hari esok...
Sang ilmuan geologi tadi sangat sulit untuk menyampaikan kepada temannya
apa yang sekarang ini tengah mengganggu fikirannya. Karena, perkara tersebut tentu saja
melibatkan batasan-batasan waktu. Sangat sulit sekali untuk berbicara tentang masa lalu
dan masa mendatang yang akan dilaluinya kepada seorang tuhan. Karena, kedua sifat ini
tidak akan memberikan arti apa-apa bagi manusia yang selalu hidup abadi. Dan sekali
lagi, sangat sulit sekali menggambarkan awal dan akhir bagi tuhan-tuhan yang hidup
abadi.
Sahabat setia itu menatap sang ilmuan dengan tulus dan berkata: Aku percaya
kepadamu. Akan tetapi, aku tidak dapat memahami semua ucapanmu... Sang ilmuan
menjawab: Terus terang sahabatku...disitulah masalahanya. Bagaimana aku dapat
meminta tolong kepadamu untuk menemukan sinar yang aku sendiri tidak dapat
melihatnya....mungkin aku salah...mungkin kesibukanku dalam meneliti lapisan bumi
telah memberikan semacam hayalan...
Pendapatku ini juga belum mendapatkan tempat di hati para ilmuan. Bahkan,
aku juga belum mendapatkan penghargaan dari mereka. Tidak ada satupun dari mereka
yang berusaha mengungkap kebenaran pendapat ini. selain diriku. Karena, para ilmuan
menganggap bahwa tidak ada sesuatu yang dinamakan dengan Sejarah di belakang
peradaban kita yang abadi. Mereka menganggap bahwa pendapatku itu hanyalah
khayalan yang dapat membuat gila....dan sebenarnya, aku juga tidak tahu....apakah aku
sudah gila? Atau, aku telah melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain?!
Dengan lembut, sahabatnya berkata: Kamu tidak gila... Sang ilmuan
bergumam: Engkau mempercayaiku...itu semua membuatku senang. Tapi, itu tidak
membuatku tenang. Aku ingin...kamu juga berpendapat seperti pendapatku.... Sahabat
yang baik hati itu berkata: Aku akan berusaha....bantulah aku untuk mencapainya!...
Sang ilmuan menjawab: Ya...aku akan membantumu...ceritakanlah kepadaku kisah
hidupmu!...
Dengan heran, sahabatnya itu menjawab: Kehidupanku?! Kehidupanku hanya
begini...begini...dan selalu begini...kamu tahu semuanya. Tidak ada satu-pun yang
berubah... Sang ilmuan langsung menyambut perkataannya: Benar...tidak ada satupun
yang berubah! Akan tetapi, kamu harus mengingat apa yang terjadi pada awalnya....
Sahabatnya semakin bingung: Mengingat?...apa yang kamu maksud dengan
mengingat? Sang ilmuan berkata lagi: Benar, tentu saja kita tidak memiliki ingatan.
Selama, kita tidak memiliki masa lalu ataupun sejarah...
Dengan sangat hati- hati, sahabat sang ilmuan itu berkata: Mengapa kau
membiarkan fikiranmu terkurung dalam permasalahan berbahaya seperti ini wahai
sahabatku. Terus terang, aku mengkhawatirkanmu...aku takut...masyarakat akan
melemparkan kritikan dan hinaan terhadapmu. Mereka akan membicarakanmu dan
menjauhimu. Pasti mereka akan mengatakan ada sesuatu yang aneh telah terjadi
kepadamu...
Mendengar ucapan sahabatnya, sang ilmuan bertanya: Jadi, kamu juga akan
menjauh dariku? Dengan cepat, sahabatnya menjawab: Tentu saja tidak!...Aku tidak
akan meninggalkanmu...apapun yang akan terjadi.... Sang ilmuan menjawab dengan
gembira: Akupun tidak mau jauh darimu, apapun yang akan terjadi! Setengah
bergumam, sang ilmuan berkata: Apa namanya perasaan ini?!
Sang ilmuan geologi-pun termenung sejenak, ia berfikir tentang perasaannya
yang sangat aneh...rasanya, kalimat Cinta adalah kalimat asing yang sudah tidak
dipergunakan lagi semenjak ratusan ribu tahun yang lalu. Kalimat tersebut hilang seiring
dengan hilangnya keinginan manusia dalam ketertarikan lawan jenis; antara laki- laki dan
perempuan. Setelah laboratorium mengambil alih masa inkubasi keturunan. Dan dengan
hilangnya cinta, maka hilanglah perasaan dan seni....
Dan yang tersisa hanyalah tali cinta kasih antara satu masyarakat bumi dengan
yang lainnya. Sebuah pertalian yang dinamakan dengan ikatan sahabat...dan sedikit sekali
perasaan yang tumbuh dan mengikat seperti yang dirasakan oleh ilmuan geologi dengan
sahabatnya itu! Karena, pada masa tersebut, ikatan hati telah hilang dan digantikan oleh
ikatan dalam berfikir...Oleh karena itu, ikatan perasaan yang timbul di antara ilmuan
geologi dengan sahabatnya itu merupakan ikatan yang terbilang sangat aneh pada masa
tersebut. Sebagaimana anehnya perasaan yang muncul begitu saja pada diri ilmuan
geologi. Dan hal tersebut telah membuat para ilmuan arkeologi ikut bingung...
Sang sahabat-pun terlihat gundah memikirkan kondisi sahabatnya, sang ilmuan
itu. Akhirnya, ia-pun berkata: Seandainya kamu dapat menerangkan kepadaku lagi...?!
Pada saat kamu menceritakan semuanya, terus terang, aku merasa kesulitan membaca
fikiranmu!... Sang ilmuan-pun mengangkat kepalanya dan menatap sahabatnya. Ia
berkata: Karena fikiranku sangat kacau dan terganggu....sampai-sampai, aku sendiri
tidak dapat menerangkan pendapatku tersebut secara singkat dan jelas. Semua yang ada
pada diriku hanyalah perasaan lemah, tidak dapat berbuat apa-apa, hancur dan
tenggelam.....
Dengan cepat, sahabatnya bertanya: Perasaan apa? sang ilmuan-pun
menjawab pelan: Sebuah perasaan bahwa setelah kehidupanku, pasti akan terjadi sesuatu
pada diriku...pastilah kehidupanku ini ada batas akhirnya!... Dengan terkejut, sahabatnya
berkata: Akhir? Terlihat jelas dari wajah sang sahabat kebingungan dalam memahami
perkataan sang ilmuan. Sama, seperti wajah manusia pada ribuan tahun yang lalu.
Tepatnya, ketika mereka menggambarkan sesuatu yang tidak memiliki akhir!
Sang ilmuan kembali berkata: Ya, benar sahabatku...nun jauh di sana masih
terdapat rahasia yang masih terkunci rapat dan belum dapat kita ketahui...nun jauh di sana
masih terdapat kebahagiaan yang menunggu di balik pintu yang masih tertutup...nun jauh
di sana masih terdapat kenikmatan yang sangat asing dan kedamaian yang luar biasa
dalam sebuah ruangan terlarang yang belum pernah disentuh oleh satu telapak kaki-pun..
Sang sahabat bertanya: Apakah kita juga dapat tinggal di dalamnya? Sang
ilmuan segera menjawab: Ya, tentu saja...apabila kita dapat mencapainya! Dengan
mengernyitkan dahinya, sang sahabat berkata: Aku tidak faham... Sang ilmuan kembali
berkata: Ruangan terlarang untuk kita tinggali...ruangan yang akan memberikan
kedamaian luar biasa dalam jiwa kita itu....aku menamakannya dengan Kematian....
Sang sahabat terlihat semakin bingung. Kemudian, ia berkata: Kematian?!...
Ya, kematian... Sang ilmuan menjawab pertanyaan tersebut dengan suara perlahan.
Seolah-olah, ia tengah membayangkan di dalamnya...seakan-akan ia meminta jawaban
kepada bayangannya tersebut...seakan-akan kematian itu benar-benar telah membawa
sinar ke dalam dirinya...untuk memberikan sekilas bayangan pada apa yang tengah
diimpikannya....
Memang, sangat sulit sekali untuk dapat membayangkan kematian bagi orang-
orang yang tengah mengalami keabadian...sekalipun tuhan-tuhan dapat berbuat sesuai
kehendak mereka...akan tetapi, di sinilah kelemahannya...mereka tidak akan dapat
merasakan kematian...sekalipun, mereka telah melarang sesuatu...akan tetapi, sepertinya,
di sinilah mereka juga telah dilarang untuk mendapatkan sesuatu yang lain...
Sang sahabat akhirnya berkata dengan lemah lembut. Sehingga, sang ilmuan
merasa mendapatkan kepercayaan kembali dan harapan baru: Inilah
kedamaian...kenikmatan...kebahagiaan...inilah yang dinamakan dengan kematian...kamu
harus mencapainya...bahkan kita sama-sama harus dapat mencapainya....selama aku
masih mempercayainya dan mempercayaimu....
Dengan perkataan tersebut, berakhirlah pembicaraan di antara keduanya. Dan
tentu saja, pembicaraan mereka tidak seperti sebuah pembicaraan yang dilakukan pada
manusia zaman dahulu. Karena, manusia pada waktu itu tidak memiliki mulut ataupun
bahasa....jadi, yang mereka lakukan adalah proses transformasi fikiran dari satu kepala ke
kepala yang lain...sedangkan orang-orangnya cukup duduk saja....
**********
**********
Tidak terasa, seribu tahun telah berlalu. Cahaya agama telah memancar seperti
cahaya api yang terus memancar. Sekalipun, masih berada di bawah abu. Dan pergerakan
ini juga ikut diperkuat oleh beberapa orang yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi.
Maka, mereka-pun mulai menerangkan pondasi ajaran agama secara terperinci dan
memperkenalkan dzat Allah yang maha agung. Dzat yang telah memberikan kedamaian
secara spiritual dan ketentraman yang sangat agung...
Sampai pada suatu hari, dimana para pengikut sang nabi menyadari bahwa
sistem pemerintahan yang membawahi mereka- lah yang tidak memperkenankan mereka
untuk merealisasikan mimpi ini...
Karena ilmu telah menguasai jasad manusia dengan begitu
mengerikan...Dimana ilmu telah membentengi manusia dengan terali besi, agar mereka
tetap hidup. Artinya, dengan pertolongan ilmu pengetahuan, pemerintah telah berusaha
untuk menjaga manusia agar mendapatkan keabadian. Tapi, tanpa mereka sadari, mereka
telah menutupi sisi-sisi kemanusian manusia, seperti: unsur-unsur spiritual dan keindahan
moralnya.
Keyakinan ini semakin kuat dirasakan oleh para pengikut sang nabi...sampai
pada suatu saat...mereka-pun mengadakan sebuah revolusi besar-besaran. Mereka
menyerang laboratorium dan menghancurkan alat-alat yang ada di dalamnya....akhirnya,
hukum-pun di ambang kehancuran dan terjadilah berbagai kekacauan. Hal tersebut
menyebabkan tidak sampainya zat nutrisi kepada sebagian besar masyarakat. Dari sini,
akhirnya timbullah penyakit...
Bahkan, sebagian yang lain sampai kepada tingkatan yang sangat berbahaya.
Akan tetapi, para pengikut sang nabi, masih terus melancarkan serangan. Jumlah mereka
semakin bertambah. Dan para pendukungnya semakin menjadi- jadi. Sampai pada suatu
hari, mereka dapat berkumpul dan tinggal di sebuah wilayah bumi. Mereka berkumpul di
sana dan mendirikan keyakinan baru mereka. Mereka-pun mampu menggulingkan
pemimpin para tuhan yang selalu mengedepankan ilmu dan mencekoki mereka dengan
sisi-sisi rasionalitas. Padahal, mereka tidak menyadari bahwa mereka telah merampas
nikmatnya kehidupan hati dan perasaan. Mereka benar-benar telah beriman kepada Tuhan
alam semesta yang telah menciptakan mereka. sehingga, segala perkara yang dihadapi
akan mereka kembalikan kepada Tuhan sang maha pencipta alam...
Akhirnya...setelah ratusan ribu tahun telah berlalu, kematian dapat dibuktikan.
Dan dengan datangnya kematian, datanglah sebua h rasa takut untuk kehilangan
keturunan. Ketika fungsi laboratorium telah tiada, maka manusia-pun kembali merasakan
ketertarikan lawan jenis. Dari sinilah, perbedaan antara dua makhluk ciptaan Tuhan;
manusia dan laki- laki kembali dikenal...dan dari sinilah tumbuh cinta. Dengan lahirnya
cinta, lahir pula seni dan perasaan...
Dan begitulah, akhirnya bumi kembali diperintah oleh Tuhan di antara tuhan-
tuhan yang sebelumnya...dan dari sinilah agama-agama samawi kembali ke dunia dan
para penyair juga kembali bersenandung:
Benar-benar sebuah karya yang menakjubkan! Akan tetapi, yang jelas bukan
karya yang paling menakjubkan. Dewasa ini, banyak sekali kreasi yang membuat kita
terkejut. Bahkan, menyerang daya imajinasi kita. Setelah kita hidup dalam sebuah masa,
dimana kita dapat melihat sebuah atom yang tadinya dianggap tidak dapat merusak
apapun. Tiba-tiba keluar dan menghancurkan sebuah kota yang sangat besar. Maka,
sebuah karya yang tengah kita bicarakan ini akan menjadi bahaya yang sangat
mengancam kehidupan manusia di masa yang akan datang.
Karya ini, sebagaimana karya-karya lain merupakan ide pemikiran yang bukan
terbilang baru. Welles, dalam sebuah tulisannya mengatakan bahwa ada sebuah mesin
waktu yang berbentuk alat elektronik, persis seperti radio. Singkatnya, alat tersebut dapat
dimiliki oleh siapapun. Alat yang kita bicarakan ini memiliki sejumlah kunci. Ketika
anda membuka kunci pertama, maka anda akan melihat pada kaca radio apa yang akan
terjadi pada diri anda setahun yang akan datang. Dan ketika anda memutar kunci ke dua,
maka anda akan melihat apa yang akan anda alami setelah lima tahun yang akan datang.
Ketika anda memutarkan kunci ke tiga, anda akan melihat masa depan anda setelah
sepuluh tahun yang akan datang. Dan setelah itu, radio tersebut tidak akan dapat melihat
nasib anda lebih dari itu...
Terkadang, ada orang yang bertanya: Dimana alat tersebut? Mengapa sampai
sekarang tidak kita dapatkan di pasaran?
Pada dasarnya, yang memiliki hak terhadap pemasaran alat tersebut adalah
sebuah perusahaan Amerika. Bahkan, perusahaan tersebut-lah yang mengurus dan
membiayai seluruh pembuatannya. Dan tiba-tiba saja, proyek ini dihentikan. Semuanya
diawali dari sang insinyur pencetus pertama alat ini. Tepatnya, ketika insinyur ini telah
mencoba karya yang telah selesai diciptakannya tersebut. Setelah beberapa hari berlalu,
terdengar kabar bahwa dirinya bunuh diri...
Akan tetapi, direktur perusahaan tersebut berkeras hati untuk memasarkan alat
tersebut. Ia berfikir, bagaimanapun alat tersebut harus dipasarkan. Sayangnya, baru
selang beberapa minggu, ia melakukan tindakan bunuh diri. Dan peristiwa tersebut terus
berlangsung di perusahaan itu. Di mulai dari para pekerja, insinyur, pimpinan dan
direkturnya. Bahkan, semua yang mencoba untuk menyalakan alat aneh tersebut
mengalami hal yang sama.
Akhirnya, polisi Amerika-pun turun tangan untuk melakukan investigasi.
Sayangnya, mereka tidak berhasil untuk menganalisa atau menafsirkan apa yang
sebenarnya terjadi. Karena orang-orang yang bunuh diri telah dikubur, dan jawabannya
terkubur bersama jasadnya....
Sampai akhirnya, pada suatu hari terdapat seorang insinyur yang hendak
melakukan tindakan bunuh diri. Akan tetapi, orang-orang berhasil menyelamatkan diri
sekaligus rahasia dibalik keinginannya untuk mati! Akhirnya, orang-orang menyerahkan
sang insinyur kepada tim investigasi. Tim tersebut-pun bertanya: Mengapa anda
menginginkan sebuah kematian? Sang insinyur menjawab: Kare na aku tidak kuat harus
menjalani kehidupan ini... Tim investigasi kembali bertanya: Apa anda tengah
mengalami sebuah musibah yang sangat berat, sehingga membuat diri anda merasa
frustasi? Sang insinyur menjawab singkat: Tidak, sebenarnya belum terjadi...
Dengan heran, tim investigasi bertanya lagi: Jadi anda merasa khawatir bahwa
hal tersebut akan terjadi pada diri anda suatu hari nanti? Sang insinyur kembali
menjawab: Sebenarnya semuanya itu belum terjadi. Sampai aku melewati masa sepuluh
tahun... Tim investigasi berusaha bertanya kembali: Apakah anda merasa yakin dengan
semuanya itu? Dengan panik, sang insinyur menjawab: Aku telah melihatnya dengan
mata kepalaku sendiri di cermin yang terpasang pada alat tersebut...
Tim investigasi kembali bertanya: Apa yang anda lihat? Sang insinyur
menjawab: Aku melihat apa yang akan terjadi pada diriku setelah berlalunya satu, lima
sampai sepuluh tahun. Dan pemandangan yang aku lihat sangat menyedihkan. Aku hanya
melihat diriku yang memiliki perut yang buncit, keriput di wajah, uban di rambut, kulit
yang kendor! Memang, gajiku mengalami kenaikan. Akan tetapi, istriku baru saja
melahirkan seorang anak perempuan. Ia memiliki tangisan yang melengking. Sehingga
membuat kepalaku pusing....huh..hidup yang sangat membosankan!...apakah aku harus
menjalani hari esok yang bodoh ini!...
Ah...seandainya aku dapat menghayalkan masa depan yang lebih indah dari itu!
Ketika aku telah mengenal seluruh lekuk wajahku dengan karakteristiknya, bagian-
bagiannya, dan luka goresan yang ada di atasnya, aku akan terbiasa dengan semuanya
itu. Seolah-olah, ia adalah wajah seorang teman yang biasa hadir di hadapan kita.
Sekalipun, sangat buruk. Wajah itu selalu membayangiku baik dalam pekerjaan maupun
di rumah...aku tidak menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang baru ataupun
aneh...akan tetapi, mustahil aku membiarkan semuanya terus seperti itu...dan hal tersebut
telah mendorong diriku untuk tetap hidup dan merencanakan harapan-harapanku di masa
yang akan datang...
Akan tetapi..ketika aku mengharapkan hari esok...apa yang dapat aku raih dari
hari esok?! Dan untuk apa aku hidup hanya untuk menunggu apa yang akan berlaku
seiring dengan bergantinya hari. Karena, setelah hari itu datang kepadaku, apa artinya
penantianku selama ini? Jadi...inilah yang telah aku perbuat...karena aku merasa untuk
apa aku menanti datangnya hari tersebut...toh tidak ada manfaatnya...semuanya itu
kulakukan....setelah aku kehilangan sesuatu yang mengejutkan dan agung dalam
hidupku!...
Tim investigasi yang mengintrogasinya-pun terdiam dan merenung untuk
sesaat...sambil menggelengkan kepalanya ia berkata: Aku tidak sependapat dengan anda
dalam memandang hidup ini dengan rasa putus asa... Sang insinyur yang hendak bunuh
diri ini-pun berkata: Ini bukanlah bagian dari rasa putus asa dalam menghadapi hidup.
Anda tidak dapat memahami apa yang sebenarnya bergelut dalam perasaanku ini...karena
anda tidak melihat apa yang aku lihat.
Bagaimanapun juga, aku tidak menamakan hal tersebut sebagai rasa putus asa.
Akan tetapi, itu semuanya adalah....apakah aku harus memberitahukannya kepada
anda...akan tetapi, bagaimana cara menyampaikannya. Ah...baiklah...bukankah anda
pernah pergi ke bioskop. Kemudian, menonton sebuah film flash back? Dalam artian,
anda melihat gambaran film tersebut dari akhir. Sebelum anda mengetahui kisah
awalnya....
Anggota tim investigasi tersebut menjawab: Ah..tentu saja, saya pernah
menonton film seperti itu.... Sekarang, giliran sang insinyur yang bertanya: Setelah itu,
apa yang akan anda perbuat? Anggota tim investigasi tersebut langsung menjawab:
Tentu saja aku akan menanti babak kedua. Supaya aku dapat melihat kisah
sebelumnya...
Dengan senang, sang insinyur berkata: Bagus, dan setelah anda melihat bagian
awal. Kemudian, bagian akhir cerita tersebut akan segera dipertontonkan kembali.
Padahal, alur ceritanya telah anda tonton sebelumnya...apa yang akan anda lakukan?
Anggota tim investigasi menjawab: Tentu saja saya akan pergi... Sang insinyur
bertanya lagi: Sebelum kisah tersebut berakhir? Anggota tim investigasi tersebut
langsung menjawab: Ya, tentu! Sang insinyur bertanya lagi: Mengapa anda harus
pergi? Anggota tim investigasi tersebut bertanya balik: Kenapa juga aku harus
menunggu sebuah kisah yang telah aku ketahui sebelumnya?
Dengan wajah tersenyum, sang insinyur berkata: Dan itu juga yang aku
lakukan...tentunya, setelah melihat beberapa peristiwa terakhir kehidupanku dalam
cermin alat tersebut. Dari cermin itulah aku mengetahui seluruh peristiwa dan kejadian
yang sangat mengejutkan dalam kehidupanku. Maka, mengapa anda meminta saya untuk
menunggu?
Dari sini, akhirnya tim investigasi mengetahui mengapa alat tersebut sangat
berbahaya. Karena alat tersebut telah memberitahukan kehidupan anak adam dari alam
gaib. Sebagaimana kisah film yang telah menghilangkan unsur-unsur surprise. Sehingga,
ikatan cerita tersebut akan terpisah dan tercerai berai. Dan akhirnya, menjadikan
seseorang malas untuk menjalani hidup atau melihat akhir kisahnya.
Konferensi Cinta
Jumlah mereka empat orang. Mereka terlihat duduk mengelilingi sebuah meja di
pinggiran sungai nil. Di depan mereka terhidang empat cangkir kopi. Semuanya terdiam
menanti sang matahari terbenam...termenung seperti sedang memimpikan sesuatu.
Semuanya dapat dilihat dari wajah mereka yang terlihat pucat. Sekalipun, semburat
merah tipis terlihat di wajah mereka. Persis, seperti orang yang tengah dilanda rasa malu.
Karena, rona wajah orang yang sedang malu biasanya memerah. Padahal, sebenarnya,
rona tersebut timbul dari bias lampu perahu motor warna putih yang la lu lalang di sungai
nil.
Empat orang tersebut adalah: wartawan, penyair, pemusik dan seorang
perempuan. Dilihat sekilas, sepertinya perempuan yang ada di tengah-tengah ketiga laki-
laki tersebut adalah dewi pujaan mereka. Akan tetapi...mengapa mereka terdia m...dan
dalam wajah perempuan itu juga tidak terlihat tanda-tanda, laki- laki mana yang ia
cintai?...Dan siapa yang akan ia pilih?...
Kebisuan mereka berlangsung cukup lama. Hal tersebut membuat salah seorang
di antara mereka bosan. Ia-pun menepukkan kedua tangannya dan berteriak:
Bangunlah....dan buka mata kalian.... Sang pemusik langsung dengan cepat menimpali:
Satu botol sampanye!.. Akan tetapi, sang penyair langsung memotong: Lebih baik kita
membahas satu materi tertentu... Sang wartawan langsung berkata: Permasalahan
politik tentunya!... salah seorang di antara mereka langsung menyahut: Audzu
Billah!...yang pasti aku tidak akan setuju!... Sang wartawan langsung menjawab:
Apakah dalam pertemuan kita ini juga dibutuhkan hak veto, penolakan ataupun
kritikan?!
Akhirnya, sang penyair segera melerai mereka: Menurutku...lebih baik kita
membicarakan permasalahan yang bermanfaat bagi kita semuanya...Oleh karena itu,
carilah permasalahan yang kita rasa penting!.... Cinta kata-kata itu langsung keluar
dari mulut sang perempuan bagaikan bom nuklir...Keluar dengan cepat, tanpa ragu-ragu,
penuh percaya diri dan tenang...
Kaum laki- laki-pun dengan serempak berkata: Cinta?! Ucapan tersebut keluar
secara bersamaan. Sama persis, seperti ucapan: Amin dari mulut orang-orang yang
melaksanakan shalat...
Sang perempuan-pun berkata: Tentu saja materi tersebut sangat penting bagi
kalian...materi cinta sangat penting bagi para wartawan...apakah kau wahai wartawan
dapat mengingkari bahwa berita paling mengejutkan pada abad ke dua puluh ini adalah
kisah cinta raja Inggris terhadap lady simpson. Bagaimana ia rela turun dari tahta
kerajaan, demi memperjuangkan cintanya?!
Dan kau sang penyair, apakah kau akan mengingkari bahwa yang menyulut
perang Tharwada adalah api cinta. Kau juga pasti tidak akan dapat mengingkari,
bagaimana perang tersebut telah mengilhami Humerus untuk menulis bait-bait syair yang
dikenang sepanjang sejarah? Dan kau wahai pemusik, apakah kau akan beusaha
menafikan bahwa semenjak awal, suling dan gitar memang diciptakan untuk dijadikan
sebagai alat mengungkapkan cinta?!
Maka, semuanya berkata dengan serempak: Benar... Si perempuan-pun
terdiam karena sudah merasa menang...akan tetapi, ketiga laki- laki yang ada di
hadapannya kembali berpaling kepadanya dan bertanya dengan serempak juga: Dan
kamu...? Dengan setengah bingung, perempuan tadi berkata: Aku....!! Ia berkata
dalam hatinya: Apakah mereka sudah gila? Apakah mereka harus bertanya kepada
seorang perempuan yang dari matanya saja sudah dapat dibaca...karena mata perempuan
tidak dapat berbohong...
Akan tetapi, ia masih berusaha menjaga diri dan berpura-pura. Karena, secara
naluri, memang perempuan paling pintar bersandiwara. Kemudian ia berkata: Cinta?!
Aku tidak pernah mengetahui apa itu arti cinta? Kau sang wartawan, pemusik dan kau
penyair, bertahukan kepadaku, apa itu cinta? Dan barang siapa yang dapat membuatku
puas dengan jawabannya, maka dia akan mendapatkan hatiku!...
Ia-pun segera bersantai di tempat duduknya dan merebahkan kepalanya di
senderan kursi. Ia terlihat bersiap-siap untuk mendengarkan pendapat ketiga laki- laki
yang ada di hadapannya. Akhirnya, semua laki- laki tersebut segera mempersiapkan diri
untuk mendapatkan piala yang sangat berharga itu!...
Mata sang wartawan terlihat tajam seperti sinar mata elang...sambil
membenarkan letak kepalanya, ia berkata: Ya Allah, semoga engkau menjadikan hatinya
untukku!... Setelah itu, ia meneruskan ucapannya: Engkau ingin mengetahui, apakah
yang dimaksud dengan cinta? Cinta adalah berita. Ia datang dari dalam hati. Kemudian ia
menanyakannya kepada akal. Dan akal menyangkalnya. Akan tetapi, hati akan tetap
membenarkannya dan akan mengambil semua resiko demi memberitahukannya.
Sekalipun untuk itu, ia harus menanggung semuanya sendiri!...
Kini giliran sang pemusik. Ia berkata: Bukan. Cinta tidak seperti itu. Cinta
adalah melodi. Mengalun melalui senar hati. Dan setiap kali akal berusaha untuk
memutuskan satu senar saja, alunan melodi yang ada semakin keras!
Kini, giliran sang penyair mengemukakan pendapatnya: Cinta adalah alunan
bait-bait syair. Sedangkan hati berfungsi untuk memberikan maknanya. Dan keindahan
itu akan hilang tatkala akal menjadi alat pertimbangannya!...
Sang perempuan yang dari tadi duduk mendengarkan berkomentar: Ak u tidak
pernah bertanya tentang definisi. Yang aku inginkan adalah bentuk implementasi.
Katakanlah kepadaku...apa yang kalian rasakan seandainya aku memilih salah satu di
antara kalian sebagai kekasih hatiku? Kau, wahai wartawan, apa yang kau rasakan?
Sang wartawan menjawab: Terus terang, aku merasa tersiksa oleh panas
matahari yang aku rasakan sangat aneh ini...Seandainya aku menyentuhmu, panasnya
akan menjalar di kedua pipimu. Tiba-tiba, dalam hatiku ada rasa takut. Takut seandainya
dirimu terampas dan pergi begitu saja dariku...Aku takut ada sesuatu yang hilang dari
dirimu...Dan terus terang....Seandainya kamu menjadi milikku, aku tidak akan
membiarkanmu sayang, untuk memandang kedua sahabatku ini.
Bahkan, dalam pandanganku, mereka adalah dua orang pencuri...Mereka tidak
lebih dari sekedar copet yang berusaha bersembunyi di balik permata senyuman, kalimat
dan pandanganmu...Aku tidak akan membiarkan satupun pelayan di meja makanmu
untuk mempengaruhi ataupun menyakitimu. Dalam pandanganku, semua laki- laki adalah
tukang jegal. Karena, mereka telah berani mendekati perhiasan berhargaku...yaitu
dirimu Ia-pun terdiam...
Perempuan tadi berkata sambil tersenyum: Dan sekarang, mengapa kamu
terdiam seperti itu. Apakah kamu sudah tidak ingin berusaha atau mempertahankannya
lagi?! Sang wartawan akhirnya berkata kembali: Berusaha untuk apa dan
mempertahankan apa? Kita semua sangat mengharapkan cintamu. Sekalipun, hanya satu
jam saja...Sayangnya, toh pada akhirnya, semua itu tidak memberikan apa-apa kepadaku.
Aku hanya bertanya, dimana orang yang memperjuangkan tanahnya. Sekalipun, hanya
satu jengkal saja? Seandainya aku memilikinya sendiri, maka aku akan berusaha untuk
mencapainya, melindungi agar tidak terampas dariku...
Si perempuan tadi akhirnya berkata: Jadi, bagimu, cinta tidak lebih sebagai
harta kepemilikan. Sambil mengucapkan kata-kata tersebut, ia berpaling kepada sang
penyair: Dan apa yang akan kamu lakukan seandainya aku menjatuhkan pilihan
kepadamu?
Sang penyair menjawab: Saya akan merasa bahwa dirimu telah datang dari
timur untuk menggantikan posisi matahari...Saya merasa, bahwa dirimulah sinar
kehidupanku dan sinar seluruh alam semesta. Sinar kedua matamu telah memberikan
kehangatan untukku dan seluruh makhluk hidup...Saya merasa, bahwa kecantikanmu
tidak hanya diciptakan untukku seorang...karena matahari yang begitu besar ini tidak
mungkin aku miliki sendiri. Engkau adalah nikmat bagi seluruh manusia. Aku tidak akan
merasa keberatan seandainya aku mengirimkan nafasmu sebagai sinar harapan yang
menyinari seluruh jiwa hamba. Karena nafasmu akan dijadikan sebagai cahaya, rahmat
dan pintu keselamatan...
Sehingga, setiap kali pasangan mata memandangmu, aku akan merasa bangga
dan terhormat. Karena, dari situlah aku dapat mengetahui bahwa mereka juga melihat apa
yang aku lihat, mereka akan terkesan dengan apa yang membuat aku terkesan, mereka
akan percaya dengan apa yang aku percayai...bukti-bukti kebesaran Allah dalam
kecantikanmu harus disampaikan kepada manusia secara keseluruhan...Engkau adalah
kitab suci yang diturunkan untuk seluruh manusia dan bukan hanya untuk aku baca
sendiri!...
Dengan tersenyum, si perempuan berkata kepada laki- laki tadi: Jadi, kamu
menganut faham komunis dalam memandang cinta!... Setelah itu, ia memandang kepada
sang pemusik, kemudian berkata: Baiklah, sekarang silahkan, kemukakan pendapatmu!
Apa yang kamu rasakan?
Pemusik tadi berkata: Aku merasakan bahwa sinar seni telah terpancar dalam
hatiku....dan setelah hari ini...Aku tidak akan pernah merasakan sinar itu terbenam.
Melodi yang keluar dari wahyumu tidak akan didengar oleh manusia dengan bahasa yang
sama. Gitar Orfius yang telah melahirkan berbagai tangga nada tidak akan sama dengan
gitar milikku yang akan menarik seluruh logika dan merampas makna yang terkandung di
dalamnya...Engkau tidak akan pernah merasakan kematian...Aku akan menghadiahkan
kepadamu sebuah keabadian...Alunan melodi yang mengalir dan terinspirasi darimu.
Seperti keagungan yang datang dari sinar fajar yang akan terus dikenang sepanjang
zaman dan dikenang dari mulut ke mulut...
Dengan suara pelan, perempuan itu berkata: Jadi, menurutmu. Pondasi cinta
adalah seni... Perempuan itu-pun terlihat seperti orang dalam keadaan putus asa...ia
tertunduk cukup lama. Akan tetapi, kesabaran ketiga laki- laki tadi terlihat telah habis.
Salah satu di antara mereka akhirnya berkata: Bicaralah, dan pilihlah salah satu di antara
kita bertiga...
Sang perempuan-pun menjawab: Aku tidak ingin ada seorang laki- laki yang
mengaturku. Karena, aku sendiri tidak melakukan hal tersebut. Aku juga tidak
menginginkan seorang laki- laki yang menghambakan dirinya kepadaku. Bahkan, ia lebih
mementingkan diriku dibanding dirinya. Aku juga tidak memerlukan seorang laki- laki
yang lebih mendahulukan nilai- nilai seninya dibanding kepribadianku.
Ia-pun memalingkan wajahnya dari tiga orang tadi. Membiarkan pandangannya
tertumpu pada mega merah yang memancarkan sinar matahari di ufuk sana. Kebisuan itu
dipotong oleh perkataan sang wartawan: Bukankah sudah kukatakan tadi, lebih baik kita
berbicara masalah politik? Usul tersebut mendapatkan dukungan dari sang pemusik
dengan isyarat anggukan kepalanya. Sang penyair menyahut: Siapa bilang kita telah
keluar dari permasalahan politik?...Ah...dasar perempuan!...Perempuan tidak bedanya
dengan dunia...manusia manapun tidak akan dapat memahaminya dan bagaimana harus
memperlakukannya? Aliran-aliran saling beradu argumen, bahkan berbeda pendapat
dalam memandangnya...
Kita dapat melihat bagaimana kita berjalan dari sistem kapitalis menuju
komunis. Setelah itu, kita mengubah haluan menuju seni dan seterusnya. Ironisnya, tidak
ada satu-pun yang dapat membuka kuncinya. Bahkan, tidak ada satupun yang dapat
membuka talinya...atau setidaknya, membuka pintu-pintu yang tertutup...tidak ada
satupun yang dapat memecahkan rumus dan rahasianya.
Si perempuan tadi-pun membalikkan tubuhnya mengarah kepada tiga laki- laki
tadi, dan berkata: Asal kalian tahu! Permasalahan cinta tidak sesulit apa yang kalian
kemukakan tadi!.....
4
Piaster adalah nilai mata uang Mesir.
hadapi ini? Laki- laki itu menjawab: Dan kamu namakan apa hubunganmu yang sangat
memalukan dengan istriku? Aku semakin bingung: Istri anda? Apakah aku
mendapatkan kehormatan sehingga mengenal istri anda? Dengan nada mengejek laki-
laki itu berkata: Apakah kamu tidak mengenalnya? Aku menjawab dengan polos: Aku
tidak pernah melihatnya seumur hidupku...aku bersumpah kepadamu...
Dia, laki- laki itu segera berkata: Jadi, siapakah kekasihmu?... Aku semakin
terheran- heran: Kekasihku?...tidak tuan...janganlah anda menyakiti perasaanku...aku
adalah pemuda baik-baik...aku tidak memiliki hubungan dengan perempuan. Bahkan, aku
belum mengenal satu orang perempuan-pun. Dengan tampang sinis, laki- laki itu kembali
berkata: Lalu...perempuan yang duduk di sampingmu di dalam mobil...apakah ia bukan
perempuan...atau....?
Aku menjawab dengan tenang: Ah...anda berhak untuk tahu itu....akan tetapi,
kisahnya yang benar adalah: ketika itu, aku tengah berjalan di pinggir jalan menuju
rumahku...seperti yang dilakukan oleh orang-orang kebanyakan...tiba-tiba saja, ada
sebuah mobil yang berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri...aku-pun naik...eh..ternyata
yang di sampingku itu seorang perempuan... Laki- laki tadi berkata dengan nada
mengejek: Seperti yang sering dilakukan oleh bis-bis! Aku menjawab singkat:
Ya...tepat sekali...
Ia kembali bertanya: Apakah kamu mengenal siapakah perempuan itu? Aku
menjawab: Aku bahkan tidak pernah bertemu dengannya... Laki- laki itu memandangku
dengan dingin dan berkata: Jadi, kamu bertemu dengannya tanpa tahu dan mengenal
perempuan itu sebelumnya? Aku menjawab: Demi Tuhan! Inilah yang aku alami...
Dia kembali berkata: Merupakan kehormatan bagi perempuan itu untuk bertingkah laku
seperti itu. Seperti angkutan umum. Ia akan membawa orang-orang dari jalan; baik yang
dikenalnya ataupun tidak... Aku berkata: Janganlah engkau menyalahkannya
Tuan...masalah ini memiliki pangkal awal....
Pada saat itu, aku berniat untuk menceritakan kisah sebenarnya kepada laki- laki
itu secara terperinci. Bahkan, dengan sejujur-jujurnya. Akan tetapi, tiba-tiba saja aku
urung menceritakan hal tersebut. Karena, aku menyadari bahwa hal tersebut mustahil
terjadi...Oleh karena itu, sepertinya aku tidak perlu menyebutkan keberadaan laki- laki
yang ada di kursi belakang dan telah mengajakku. Aku yakin, pastilah laki- laki ini tidak
akan mengetahui keberadaannya. Karena laki- laki yang ada di mobil itu, duduk di kursi
belakang dengan kaca gelap yang tertutup rapat. Dan pada saat itu, laki- laki yang tidak
lain suami dari perempuan cantik tadi, secara otomatis melihat kepadaku yang duduk di
samping si cantik yang berada di belakang kemudi. Sehingga, seandainya aku
mengatakan yang sebenarnya, tentang sahabatku yang tidak kukenal, semuanya tidak
dapat memberikan banyak perubahan. Malah, dalam hal ini, sang istri telah mendapatkan
dua dakwaan sekaligus....
Tiba-tiba, muncul ide dalam fikiranku...ah...siapa tahu...sang suami akan
mempercayaiku. Aku akan mencoba untuk memindahkan beban kejahatan dari yang satu
ke yang lainnya. Dan dia tidak akan mengetahuinya. Aku akan terus berusaha dan tidak
akan berhenti. Kecuali, hal tersebut membawaku pada hal- hal yang hina, rendah,
pengecut, buruk dan adu domba. Aku akan berkata bahwa dari awal percakapan, kami
telah sama-sama tertarik. Aku melihatnya dari sorot mata dan kecantikan istrinya.
Sebagaimana ia juga merasa tertarik kepada diriku. Bagaimana indahnya be rcinta
dengannya.
Dan tiba-tiba, kedatangan suaminya, membuat suasana menjadi keruh....jadi,
dalam hal ini, aku juga telah masuk menjadi terdakwa. Karena, aku telah menyakiti
perasaannya melalui perkataan dan perbuatanku. Sehingga, dia tidak akan memiliki
kekuatan dan alasan apapun untuk mengampuniku. Sebagaimana juga tidak ada
manfaatnya bagiku untuk mengingkari atau membela diri. Aku akan menyerahkan
semuanya ke tangan Allah. Biarlah laki- laki itu beranggapan seperti apa yang diyakininya
dan menjadi apa yang diinginkannya...
Si suami itu melihat kebisuan dan keterpurukanku. Ia-pun berkata dalam nada
memerintah: Bicaralah...apa yang dapat kamu katakan? Apa alasanmu duduk di samping
istriku di mobil itu? Dan apa yang menyebabkan kalian berdua kabur dariku? Aku telah
mengikutimu dari Mesir, ke Giza sampai ke wilayah Haram (Piramid)? Sayangnya,
dalam fikiranku, belum terlintas jawaban yang tepat. Tidak ada perkataan benar yang
dapat aku ucapkan. Terlebih, dalam kondisi seperti ini. Akhirnya, aku berkata: Karena
terlalu sulitnya permasalahan ini tuan. Sehingga, kami mencoba untuk mencari alasan
yang tepat...
Suami perempuan itu berkata: Akhirnya kamu mengaku juga...apabila kita
telah sampai pada keputusan akhir, maka kita harus menjernihkan suasana dengan kepala
dingin dan sikap rasional, penuh hikmah dan tenang..sebagaimana yang dilakukan oleh
dua orang laki- laki dewasa dan berpendidikan....Akan tetapi, sebelumnya, jawab terlebih
dahulu, apakah kamu benar-benar mencintainya?
Aku juga tidak tahu harus menjawab apa, apakah aku harus mengatakan yang
sebenarnya?...Karena, dalam kondisi seperti sekarang ini, tidak ada jarak yang
membedakan antara kejujuran dan kebohongan. Dan mungkin, pada saat-saat seperti ini,
kebohongan lebih dominan dibanding kejujuran itu sendiri. Dan selama kita tidak dapat
berkata jujur. Maka cobalah untuk berkata bohong. Karena, terkadang kita berhasil keluar
dari kesulitan yang pada awalnya tidak memiliki jalan keluar. Justru, karena berbohong.
Akhirnya, aku berkata: Anda bertanya kepada saya, apakah saya mencintainya? Saya
sudah mencintainya seperti orang gila. Sehingga, saya tidak dapat tidur pada waktu
malam...
Laki- laki itu menjawab lagi: Apakah istriku juga mencintaimu? Aku
menjawab dengan tenang: Seperti layaknya cinta seorang hamba. Dia juga tidak dapat
tidur di waktu malam... Laki- laki itu-pun terdiam dan membisu...tidak lama kemudian ia
berkata: Semenjak kapan kalian saling mengenal antara satu sama lain? Aku menjawab
masih dengan nada yang sama: Baru setengah jam yang lalu! Mata-nyapun membelalak
ke arahku dan berkata: Apa ini? Apakah ini masuk akal? Jawablah dengan jawaban yang
benar apa yang telah aku pertanyakan kepadamu!
Aku menjawab: Aku telah menjawab sesuai dengan kenyataannya...Maka,
andalah yang dapat memisahkan antara yang benar dengan yang salah... Laki- laki itu
menjawab: Jawabanmu yang terakhir terlihat bohong....tolong, katakanlah yang
sebenarnya... Akhirnya, aku berkata lagi: Baiklah, itu adalah satu-satunya perkataanku
yang bohong...maafkanlah aku.... Laki- laki itu berkata: Tentu saja, sepertinya kalian
telah lama saling mengenal. Aku menjawab: Jujur aku katakan, kami telah bertemu dan
berkenalan selama satu tahun....dan selama itu, hubungan kami berlangsung baik-baik
saja...
Laki- laki itu berkata: Menakjubkan sekali!... sekarang, dengarkanlah apa yang
telah aku putuskan dengan tekad bulat: aku akan menceraikan istriku dan kamu harus
menikahinya. Karena, tidak ada pemecahan lain selain ini...
Aku-pun segera menelan air liur dan berusaha menutupi keterkejutanku. Aku
berusaha untuk tersenyum dan memperlihatkan seolah-olah aku menerima
keputusannya...karena, yang terpenting adalah aku keluar dari detik-detik menegangkan
ini dan menyudahi jalan buntu ini...Sehingga, aku dapat kembali ke rumahku... Setelah
itu, berjabatan tangan dengan penghulu untuk menerima nikahnya perempuan tadi!??
Semoga Allah memberikan jalan...!!! Perjalanan yang sangat aneh....Aku telah bertemu
dengan laki- laki yang mengaku sebagai sahabatku, membiarkan dirinya menempati
tempatku dan mengembalikanku pada jalan semula...
Aku telah melakukan kesepakatan dengan sang suami...setelah itu, kami-pun
berjabat tangan. Bahkan, ia memberikan tumpangan kepadaku dan mengantarku sampai
rumah. Ya...semua tugas yang seharusnya dilakukan oleh istrinya....
Setelah peristiwa hari itu....aku-pun menunggu...dan terus menunggu...sampai
hari ini...Tidak ada sang suami, istri ataupun sahabat...tidak ada perceraian dan tidak ada
permintaan agar aku menikahi perempuan itu. Kemana tokoh-tokoh dalam kisah itu
bersembunyi? Bagaimana hasil akhir kisah mereka? Bagaimana hubungan yang terjalin
antara mereka sekarang? Rahasia yang tidak pernah aku ketahui lagi kisahnya...dan
memang...aku tidak ingin mengetahuinya...yang aku tahu,...aku selalu terkejut dan merasa
takut terhadap semua mobil yang berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri. Apalagi, jika
dikendarai oleh seorang perempuan...
Mafia Terpilih!...
5
Mitraliur adalah sejenis senapan mesin
Akhirnya, para ilmuan pulang ke rumah masing- masing dalam keadaan diam
membisu....tidak ada satupun si antara mereka yang berani me mandang kepada yang
lainnya....dan pada akhir acara, sang pemimpin meminta kepada seluruh anggotanya
untuk merahasiakan pertemuan tersebut....
Pada malam itu, Al Capone tidak dapat tidur...ia sangat terpengaruh dengan
peristiwa tadi...ia yakin bahwa waktu kematiannya telah dekat...dan lembaran
kehidupannya sebentar lagi akan ia tutup...dan ia tahu, bahwa dirinya telah menutup akhir
hidupnya dengan sesuatu yang sangat indah...ia juga telah menyerahkan tongkat
kepemimpinan dan mengucapkan khutbah perpisahan dengan mempergunakan kalimat
yang sangat indah dan menarik....maka, ia-pun sudah tenang untuk menikmati istirahat
terakhir!....
Pada malam itu, akhirnya, ia mendapatkan serangan jantung dan menyerahkan
ruhnya dengan tenang....
Pada hari selanjutnya, surat kabar-surat kabar terbit sebagaimana biasa. Akan
tetapi, ketentuan Tuhan berbicara lain. Ia ingin mengambil jalannya sendiri. Entah Tuhan
bercanda atau sungguh-sungguh...tidak ada satu orang-pun yang tahu tujuan dan sasaran
yang dituju-Nya!
Yang kita tahu, foto Al Capone tiba-tiba saja tersebar di samping foto pemimpin
persatuan para ilmuan...
Yang pertama, karena kematiannya....dan yang kedua karena kembalinya sang
pemimpin dan para ilmuan tadi. Tentunya, setelah mereka menghilang dan mengemban
misi rahasia yang sangat penting!...
Laki- laki itu duduk dengan serius. Ia menghadap ke arah radio sambil
mendengarkan suara lembut dan menarik yang mulai mengudara:
Letakkan daging di atas loyang, lapisi oleh kentang. Kemudian, irisla h bawang
tipis-tipis dengan rapi. Setelah itu, panggang di atas api sedang sampai warnanya berubah
kecoklatan. Setelah setengah matang, taburi di atasnya dengan tepung terigu, sampai
warnanya sedikit cerah. Sebelum diangkat, tuangkan saus tomat ditambah d engan taburan
peterseli, garam, cabe dan merica....
Laki- laki tadi terus mendengarkan acara dapur keluarga pada hari itu dengan
seksama sampai akhir. Ia mendengarkan acara tersebut dengan hati berdebar-debar.
Pssst....ia tengah dimabuk cinta! Hatinya terbang karena dipenuhi rasa rindu, air liurnya
serasa mengalir...indah...ia benar-benar telah terpuruk dalam lautan cinta. Karena,
terkadang benar perkataan orang, cinta akan datang dari telinga sebelum mata...Ia-pun
sudah tidak dapat menahan diri lagi...ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada
keluarganya: Aku yakin, aku harus menikahi perempuan itu!
Salah seorang anggota keluarga laki- laki itu bertanya: Memangnya kamu
mengenal perempuan itu? Si laki- laki tadi menjawab ringan: Tidak tahu! Aku hanya
mengenal acaranya yang sangat indah di radio. Tapi, aku tahu bahwa perempuan itu telah
menggetarkan hatiku.
Memang, semua orang mengakui kalau sang arjuna yang satu ini sering
kelibet-libet; mana kebutuhan hati dan mana kebutuhan perut! Suatu hari, seora ng
dokter bertanya kepadanya: Dimana perutmu berada? Ia-pun menunjuk ke hatinya. Dan
ketika ia bertanya kembali: Dimana hatimu berada? Ia-pun akan menunjuk ke
perutnya! Oleh karena itu, seorang perempuan yang ingin memenangkan hatinya, harus
dapat memenuhi kebutuhan perutnya. Dan seandainya perempuan itu dapat memenuhi
kebutuhan perutnya, berarti ia dianggap sebagai perempuan sempurna!....
Akhirnya, ia berhasil memboyong si gadis ke pelaminan. Dan datanglah malam
pertama...dalam pesta tersebut, ia mendatangkan salah seorang penyanyi yang terus
bersenandung sepanjang malam: Kita adalah dua kekasih. Ketika mata saling
memandang. Apakah di sini ada dua hati dan pasangan pengantin yang paling
berbahagia...
Ketika mendengarkan lagu tersebut, sang pengantin p ria duduk dengan gelisah.
Ia menginginkan ucapan dan alunan kalimat yang lebih nikmat dan menarik dibanding
omong kosong tersebut. Akhirnya, dadanya semakin terasa sesak dan ia tidak dapat
menahannya lagi...ia-pun mendekatkan badannya ke pengantin perempua n dan berkata
kepadanya: Ceritakanlah kepadaku...setelah meletakkan daging di atas loyang dan
meletakkannya di dalam oven..., kamu mengatakan bahwa kita harus mengiris bawang
tipis-tipis dengan rapi. Setelah itu, panggang di atas api sedang dengan minyak samin
sampai warnanya berubah kecoklatan...bagaimana menurutmu seandainya kita
menambahkan bawang putih, daun ketumbar dan cumin. Selain, bawang merah
tentunya....??
Pengantin perempuan-pun hanya menatap suaminya lama. Akan tetapi, ia tidak
menjawabnya....
Sampai akhirnya, hari- hari pertama rumah tangga mereka-pun berlalu. Sang
pengantin pria sudah tidak tahan menahan rindu....menanti datangnya hari, dimana
istrinya memasuki dapur, mempergunakan celemek, melipat baju tangannya dan
memasak masakan yang sangat nikmat itu...Ya, masakan yang sangat nikmat dan selalu
ia dengarkan di radio dengan hati berbunga-bunga...
Akhirnya, istri terkasih masuk juga ke dapur! Lantunan doa tidak habis-
habisnya terucap dari mulut sang arjuna. Ia terus memohon keberkahan untuk istrinya.
Tidak hanya itu, ia juga meminta kepada Allah untuk selalu menjaganya....
Pada waktu dhuhur, ia kembali dari pekerjaannya. Ia-pun mengucapkan kata-
kata ini: Semoga Allah memberikan keselamatan kepada perempuan yang ingin
membahagiakan diriku dengan hidangan istimewa dan masakan yang tidak ada
tandingannya ini!
Sang arjuna terus menunggu dan menunggu. Sampai sampai...waktu asar
hampir tiba. Akhirnya, istri enerjik-pun keluar dari dapur. Dari mukanya, mengalir
keringat yang telah bercampur dengan asap. Sang suami memandang istrinya mulai dari
kaki sampai kepala. Semuanya basah dengan keringat. Kemudian, sang istri-pun berkata:
Maafkan aku!...Aku hanya memasak ini!...aku memasak yang ringan-ringan saja...takut
terlambat...oleh karena itu, aku membuatkanmu telur goreng....
Sang suami-pun berusaha untuk menyembunyikan kekecewaan dan
kemarahannya. Ia-pun mengulurkan tangannya tanpa berkata-kata. Dengan maksud
meraih piring yang berisikan telur goreng??....Sebagaimana yang istrinya katakan...?!
Akan tetapi, ia melihat sisa-sisa minyak yang ada dalam telur itu telah menghitam, putih
telurnya terlihat gosong dan kuning telurnya...telah menghilang!....
Jam-pun berdentang menunjuk ke angka empat...istrinya segera membersihkan
diri dan memakai pakaian bagus. Setelah itu, ia keluar dengan segera. Seakan-akan, ia
memiliki janji yang sangat penting...
Sampai akhirnya, jam menunjukkan pukul empat lewat seperempat. Sang suami
menyedihkan tersebut mendengar istri gilanya di radio....Suaranya terdengar
membawakan acara biasa...dimana para pendengar akan mendengar dan
mempercayainya: Letakkan daging di atas loyang, lapisi oleh kentang. Kemudian, irislah
bawang tipis-tipis dengan rapi. Setelah itu, panggang di atas api sedang sampai warnanya
berubah kecoklatan....
Sang suami-pun terlihat limbung...dan ia tidak tahu...apa yang harus ia perbuat;
apakah ia harus tertawa?....Atau menangis?...
Terdakwa yang diseret ke meja pengadilan itu sungguh di luar dugaan! Pemuda
yang memiliki tubuh kurus, wajah pucat, pendiam dan selalu tersenyum. Apakah benar ia
terdakwa dalam kasus pembunuhan? Ah...mungkin bukan penjahat. Ia lebih mirip
seorang pujangga yang berada dalam semak dan menari- nari diterpa angin...
Ia terus mengawasi ruangan persidangan dari tempat duduknya. Pemuda itu
seperti pengarang yang menulis jalan cerita di ruangan tersebut. Semuanya berjalan di
hadapannya. Sama persis, seperti yang ia hayal dan inginkan. Dan semuanya benar-benar
terjadi....Tidak terlintas sedikitpun kegalauan dalam pandangannya. Ia seperti mengetahui
alam gaib. Hatinya juga tidak terlihat merasakan keresahan dan kegelisahan dalam
menanti keputusan Tuhan. Sepertinya, ia yakin bahwa dirinyalah yang menciptakan
takdir dan keputusan hidup untuk dirinya sendiri....
Ruang persidangan terlihat penuh sesak. Dan para polisi membentuk barisan di
depan pintu untuk menahan arus masyarakat yang ingin melihat....karena, kasus kejahatan
yang telah dilakukan pemuda tersebut adalah kejahatan yang telah menarik perhatian
pemerintah dan menggoncangkan wilayah politik negaranya...
Jaksa penuntut umum telah berdiri dan menuntut terdakwa, sambil berkata
kepada hakim: Tugasku menjadi mudah yang mulia! Terdakwa yang sekarang ini ada di
hadapan anda telah mengakui kejahatan yang dilakukannya. Ia telah menerangkannya
dengan sangat jelas kepada saya. Dan ia telah bersedia menerima hukuman. Maka, sangat
jelas sekali bahwa saudara terdakwa telah melakukan pembunuhan tersebut dengan
sengaja. Dan didahului oleh sebuah perencanaan dan pengamatan terhadap si korban,
tokoh politik terkenal itu. Kemudian, ia menembakkan peluru dari pistolnya ke arah sang
pemimpin....
Pada saat itu, ia tengah berada dalam pesawat, antara Alexandria dan Kairo.
Tembakan tersebut tepat mengenai dadanga. Tim medis menyatakan bahwa tembakan
tersebut sangat fatal dan menyebabkan kematiannya...untuk itu, laporan singkatnya dapat
anda ketahui melalui kesaksian seorang tekhnisi pesawat yang meyatakan bahwa pada
hari itu, penumpang pesawat hanya berjumlah dua orang: korban dan terdakwa...
Selain itu, tekhnisi tersebut juga menyatakan bahwa di dalam pesawat terdapat
bekas-bekas keributan. Dan hal yang sama juga diakui oleh kapten pesawat. Akan tetapi,
pada saat kejadian berlangsung, mereka tidak dapat mencek peristiwa tersebut. Karena,
mereka harus terfokus pada tugas dalam mengendalikan pesawat. Jadi, keduanya
mengakui bahwa peristiwa tersebut kurang mereka hiraukan. Mereka terus menjalankan
pesawat, sampai mendekati wilayah Kairo...
Sampai pada waktu sang tekhnisi merasakan adanya gerakan di belakangnya.
Pada saat itu, pintu yang menyambungkan antara ruangan awak pesawat dan penumpang
terbuka. Ia-pun memalingkan wajahnya ke arah penumpang. Tiba-tiba...ia melihat korban
telah terjatuh dari tempat duduknya...sedangkan di hadapannya berd iri terdakwa yang
tengah membawa pistol di tangannya...
Maka, tekhnisi tadi-pun segera berlari ke arahnya dan merampas sekaligus
mengamankan pistol tersebut...Setelah itu, ia-pun bertanya kepada terdakwa...dan si
terdakwa menjawab dengan ringan bahwa dirinya telah membunuh sang politikus dengan
sengaja!...
Menurut tim penyelidik, terdakwa adalah salah seorang tenaga pengajar di salah
satu lembaga pendidikan di Alexandria. Masih dari sumber yang sama, juga dikatakan
bahwa terdakwa sering melakukan perjalanan bolak-balik Kairo-Alexandria. Dan sebagai
tambahan, pada saat ini, ia tengah mengalami krisis ekonomi. Ia sering menyendiri dan
melakukan hal-hal yang tidak diketahui orang. Dan menurut sebagian sahabat-
sahabatnya, ia sering menulis hal-hal yang berbau rahasia di saat senggangnya. Bahkan,
terkadang mereka tidak mengetahui apa yang ia tulis.
Terkadang, mereka juga melihat keseriusan berfikir dalam wajahnya. Sehingga,
tidak jarang ia terlihat begitu terbawa perasaan. Terkadang ia membaca beberapa surat
yang mereka tidak tahu, dari mana datangnya....Tidak hanya itu, mereka semakin
merasakan bahwa keberadaan terdakwa di tengah-tengah mereka semakin asing. Laki-
laki itu tidak banyak berbicara atau bercanda dengan mereka. Sehingga, mereka tidak
pernah melihat tawa ataupun candanya. Sekalipun, hanya satu kali saja. Ia selalu
tenggelam dalam fikiran yang sama sekali mereka tidak mengetahuinya. Ia selalu berhati-
hati dan menjaga jarak untuk tidak berdekatan dengan mereka....
Dan pada hari kejadian, sahabat-sahabatnya sesama tenaga pengajar, melihat
laki- laki itu membaca sebuah telegram...seketika itu juga, raut mukanya berubah...dan
kemudian menanyakan jam. Dengan tergesa-gesa dan resah, ia berkata: Aku akan pergi
ke bandara untuk naik pesawat menuju Kairo... Pada saat itu, sahabat-sahabatnya
melihat laki- laki itu mengeluarkan sepucuk pistol dari balik saku pakaiannya. Ia-pun
memperhatikan dan memeriksa pistolnya. Setelah itu, ia mengembalikannya lagi ke
dalam saku bajunya.
Semua peristiwa itu telah ditetapkan oleh tim investigasi dan diakui sendiri oleh
terdakwa. Ya, terdakwa telah mengakui semua tuduhan yang didakwakan kepadanya.
Akan tetapi, pertanyaan yang masih menjadi buah bibir orang-orang adalah: Benarkah ia
tidak memiliki partner dalam melakukan kejahatan ini? Sayangnya, tim investigasi tidak
mampu mengorek terdakwa dan mengeluarkan satu-pun nama di balik perilaku kejahatan
ini.
Dalam masa- masa penyelidikan, anda dapat melihat bagaimana penjahat itu
menjalani semuanya dengan tenang...sebagaimana yang anda lihat sekarang...ia menolak
keterlibatan orang lain dalam melaksanakan tindak pembunuhan tersebut. Ia tidak dapat
memberikan jawaban yang sangat terperinci. Atau, siapakah yang menjadi kawannya
dalam membunuh. Benar-benar strategi yang sangat terampil dan bukti yang sangat kuat!
Ia juga tidak memberitahukan, siapakah dalang yang menggerakkan, memerintahkan dan
mengeluarkannya dari kedamaian!
Dan senyumannya....seumur hidupku, dalam proses pengadilan yang begitu
panjang, aku tidak pernah menemukan seorang penjahat yang memiliki kekuatan dan
kepintaran seperti ini...pastilah ada sesuatu yang dapat mendorong pemuda murah
senyum ini untuk bunuh diri dan mengeluarkan semua isi hatinya...ia benar-benar seperti
gunung es yang dikelilingi oleh hewan-hewan melata...Ia selalu tenggelam dalam
kebisuan...tidak diragukan lagi, pastilah di belakangnya terdapat kelompok lain yang
menjadi pengikut dan golongan orang-orang garis keras atau teroris...
Strategi yang telah diambil pembunuh tadi benar-benar telah membuat tim
investigasi kebingungan...mereka hanya dapat mengira-ngira bahwa terdakwa sengaja
melakukan kejahatan tersebut untuk tujuan politik...karena ia tidak setuju dengan alur
politik yang dimainkan oleh korban!
Lihat saja, bagaimana laki- laki ini terduduk manis. Ia tidak terlihat sombong
ataupun membanggakan diri...sepertinya, ia tidak pernah tergiur untuk menjadi pahlawan
kesiangan...ia juga tidak pernah berusaha untuk melakukan sesuatu agar mendapatkan
jubah kebesaran nasionalisme dan patriotisme!!...
Di samping itu, ia juga tidak menginginkan orang lain untuk menafsirkan
ataupun menjustifikasi semua yang ia lakukan. Ia tetap terdiam....Semuanya itu ia
lakukan sebagai langkah preventif. Agar kedua kakinya tidak tergelincir...atau,
mempergunakan lisannya untuk menggali kuburnya sendiri. Jangan sampai dari untaian
kata-katanya dapat membuka rahasia-rahasianya. Satu-satunya kalimat yang keluar dari
dalam mulutnya adalah: Aku telah membunuhnya secara sengaja. Oleh karena itu, aku
serahkan kepalaku untuk digantung. Laksanakanlah tugas kalian dengan segera. Jangan
membuang-buang waktu saya dan juga waktu anda semua dalam hal- hal yang tidak ada
manfaatnya!...
Jaksa penuntut umum terdiam dan kemudian berkata kembali: Ini adalah
seorang penjahat yang telah selesai melaksanakan tugasnya. Ia menginginkan
hukumannya dilakukan dengan segera dan jelas. Sebagaimana jelasnya dokumen yang
ada pada saya. Dalam dokumen ini, laki- laki yang ada di hadapan anda sekalian ini
menyatakan ingin segera menghilang dari pandangan masyarakat! Dosa laki- laki ini tidak
akan habis hanya dengan pelaksanaan hukuman mati. Karena, kejahatan yang sama pasti
masih akan berlangsung. Sekalipun, yang melakukannya adalah penerus-penerusnya.
Seandainya anda sekalian membelah tengkorak kepala laki- laki ini, niscaya kalian akan
mengetahui rentetan peristiwa kejahatan lengkap dengan nama-nama korban. Dimana ia
akan mengetahui kapan mereka akan menemui ajal mereka. Dan ia juga akan tahu, siapa
orang yang akan menghabisi orang-orang tersebut!
Yang mulia...di hadapan kalian adalah seorang laki- laki yang sangat berbahaya!
Saya harap...anda semua tidak akan terperdaya oleh penutup wajah dari sutera ini yang
mengisyaratkan ucapan selamat tinggal dan keberanian...karena, di balik semuanya itu
terselubung jiwa kotor seorang penjahat. Bahkan, pembunuh paling brutal. Dan saya akan
menerangkan kepada kalian segala sesuatu yang memenuhi berkas-berkas dan catatan-
catatan sosok penjahat kakap yang satu ini dan penolak-penolakannya terhadap politik!...
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, jaksa penuntut diam untuk sesaat. Ia
meminum segelas air di atas podium dengan gerakan yang sangat mantap. Terlihat di
wajahnya raut keoptimisan dan keteguhan. Sang jaksa berusaha untuk membuat semua
orang memandangnya dengan pandangan kekaguman. Singkat cerita, sepanjang hari itu,
sang jaksa- lah yang menguasai podium. Dan semua pengunjung mendengarkan berita
dakwaannya tersebut. Mereka memasang telinga dengan baik dan mata yang terpesona.
Kecuali, terdakwa. Rasa kantuk menyerangnya sudah dari beberapa jam yang lalu. Ia-pun
tertidur sampai akhir. Maka, polisi-pun membangunkannya untuk menggiringnya ke sel.
Kemudian, mereka-pun kembali ke ruang persidangan pada hari selanjutnya.
Tentunya, untuk mendengarkan sisa dakwaan jaksa penuntut umum. Akan tetapi,
dakwaannya tidak juga selesai. Dan semuanya juga tidak tahu, kapan dakwaan itu
selesai...
Terdakwa-pun mulai memperhatikan tangan jaksa penuntut umum yang
membuka lembar demi lembar dakwaannya. Ia berharap, hari demi hari yang dilaluinya
ini segera berakhir. Rasa sesak telah menyerang dadanya. Seperti halnya rasa bosan yang
telah memakan kesabarannya...lebih dari biasanya...apa manfaatnya mendengarkan
semua yang diucapkan jaksa penuntut umum? Toh dirinya sudah bukan lagi penduduk
bumi...sekarang ini, ia tengah berjalan menuju alam lain!...
Kini, posisinya sama persis dengan orang yang naik kereta api, meninggalkan
negaranya dan pergi menuju wilayah lain yang sangat jauh...Akan tetapi, orang-orang
mencegatnya hanya untuk mendengarkan perkataan yang sangat panjang ini?! Padahal, ia
menganggap perkataan itu tidak penting ataupun menarik sama sekali. Bencana tersebut
tidak berhenti sampai disitu. Ternyata, masih ada jaksa penuntut lainnya. Bahkan, dengan
berkas-berkas yang lebih tebal dari jaksa pertama. Setelah itu, jaksa penuntut lainnya
akan meminta dirinya untuk menulis bantahan. Dan ini akan membutuhkan waktu
berhari- hari...
Dalam persidangan tersebut, terdakwa tidak mau mempergunakan pengacara. Ia
juga tidak memberikan bantahan-bantahan atas tuntutan jaksa penuntut umum. Akan
tetapi, persidangan memaksanya dengan mendatangkan seorang pengacara. Karena,
kehadiran seorang pengacara dalam proses persidangan sangatlah penting...senang
ataupun tidak....itulah yang dinamakan dengan Keadilan...??!
Begitulah, laki- laki itu menghabiskan waktunya antara sadar dan tidak. Seperti
orang yang pingsan saja...Ia hanya dapat memperhatikan sang jaksa dengan
diam...Terkadang, jaksa penuntut umum berhenti sesaat. Ia beristirahat sejenak untuk
meneguk segelas air dan menghapus keringat yang bercucuran di keningnya. Akhirnya,
pemuda itu sudah tidak dapat bersabar lagi...ia-pun bangkit dan berkata di depan
mahkamah dengan suara yang lembut dan penuh etika. Hal tersebut membuat orang-
orang yang hadir terkagum-kagum. Ia berbicara dengan nada tenang...sehingga, semua
orang tertarik untuk mendengarkan tiap-tiap ucapan yang keluar dari mulutnya.
Ia berkata: Majelis hakim yang mulia...dengan tidak bermaksud memotong
dakwaan jaksa penuntut umum...Bahkan, saya adalah salah satu yang merasa terkagum-
kagum dengan sosok beliau. Seorang jaksa yang telah berhasil mendapatkan perhatian
para pendengar dan menyampaikan bait-bait kata dengan sangat dimengerti. Dan saya
tahu, bahwa kondisi- lah yang menuntut beliau agar berbicara panjang lebar...
Korban...adalah tokoh yang sangat penting...para pendengar yang hadir juga
sangat antusias dengan kasus ini...dan masyarakat-pun berbicara tentang motif yang
mendorong saya untuk membunuh dan tujuan di balik itu semua...
Oleh karena itu...tidak heran seandainya saudara jaksa penuntut umum yang
terhormat, membutuhkan waktu satu atau dua hari untuk membacakan
dakwaan...dibenarkan ataupun tidak...ia harus berusaha sekuat tenaga untuk
mempersiapkan itu semua. Kita lihat bagaimana kerongkongannya kering dan
keringatnya yang bercucuran. Semuanya itu ia lakukan supaya ia layak untuk
mendapatkan pujian manusia di berbagai pertemuan. Tentunya, karena semangatnya yang
tinggi dan dakwaannya yang sangat bagus...Dan saya juga sadar bahwa mahkamah
memang akan memberikan idzin kepadanya...
Saya juga tahu, bahwa mahkamah akan membutuhkan waktu lama untuk
mendengarkan dan tertarik oleh perkataan sang jaksa. Memperhatikan seluruh ucapan
yang keluar dari mulutnya. Semuanya itu agar ia berhasil mendapatkan pujian manusia.
untuk proses pengadilan ini....juga telah hadir seorang pengacara yang telah diutus untuk
membela saya. Dan anda semuanya juga mungkin dapat memperhatikan bagaimana ia
dengan cermat mendengarkan jaksa sambil memperhatikan lembaran- lembaran dakwaan
yang ada di hadapannya. Karena, dari lembaran-lembaran tersebut, ia akan
mempersiapkan pidato yang sangat panjang untuk membela saya. Sekalipun, itu tidak
akan merubah pendapat kalian terhadap saya. Sebagaimana pidato pembelaannya tersebut
juga tidak akan merubah nasib saya sama sekali. Akan tetapi, ia masih berharap, setelah
pidatonya selesai ia akan mendapatkan penghormatan dari anda semua...
Kalian semuanya adalah pembantu tegaknya proses keadilan. Padahal, dalam
memandang terma itu, saya sendiri masih meragukannya!! Dan hadirin! Saya rasa kalian
bukanlah orang-orang yang harus saya cela, seandainya kalian memposisikan mereka
dalam sebuah prosesi agung. Berjalan sambil bernyanyi dan mengendarai mobil sambil
berteriak-teriak. Berjalan dengan sombong di antara mata yang memandang dengan iri
dengki. Memperhatikan setiap langkah kalian dan berdiri bersama orang-orang yang
bersorak soray.
Hanya saja, satu permintaanku, bawalah pergi pawai tersebut dengan sedikit
cepat dari hadapanku...setelah itu, kalian bebas untuk membangun sebuah kedigjayaan di
atas setiap desahan nafas seorang laki- laki yang telah mati!
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia-pun duduk kembali. Sebagaimana,
ia bangkit pertama kali. Ruangkan itu-pun diliputi kesunyian dan kebisuan. Semuanya
diam. Akhirnya, hakim ketua memecah keheningan dengan memalingkan pandangannya
ke arah jaksa penuntut. Dan memintanya untuk meneruskan kembali berkas dakwaan.
Tentunya, tanpa memberikan kesempatan kepada siapapun untuk berkomentar atas segala
sesuatu yang diungkapkan oleh terdakwa tadi.
Sang jaksa-pun meneruskan dakwaannya sampai selesai. Dan pada akhir
dakwaannya, jaksa penuntut umum meminta mahkamah untuk menjatuhkan hukuman
mati kepada terdakwa. Sesuai, dengan teks hukum yang berlaku. Ia-pun kembali ke
tempatnya. Akhirnya, hakim ketua mengumumkan: Bantahan...
Sang pengacara-pun berdiri dan meletakkan kacamatanya di atas kertas-kertas
yang ada. Kemudian, ia berkata: Majelis hakim yang terhormat!...Apabila tugas jaksa
penuntut umum dirasakan mudah, sebagaimana yang ia katakan tadi, maka tugasku ini
sangatlah berat. Bukan hanya karena tujuanku untuk menolong kepala terdakwa yang
disebut-sebut sebagai penjahat....akan tetapi, lebih dari itu. Pertama kali dalam sejarah,
terdakwa yang ada di hadapan anda sekalian ini menganggap pengacaranya sebagai
musuh paling besar. Dan memang, terdakwa inilah satu-satunya musuh saya dalam kasus
kali ini...dialah satu-satunya orang yang saya takuti sekaligus membuat dia takut. Dimana
dia menghindar dari saya dan saya-pun menghindar dari dia. Dia tidak berbicara kepada
saya. Dan begitu pula dengan saya, saya tidak berbicara kepadanya...
Jaksa penuntut umum tadi telah mengadukan terdakwa. Karena ia berusaha
bungkam dan tutup mulut. Ia telah memberitahukannya! Oleh karena itu, saya leb ih
berhak dan lebih utama untuk mengadukan terdakwa. Saya tidak pernah berhasil
membuka percakapan dengannya. Karena, satu-satunya kalimat yang keluar dari
mulutnya adalah: Seandainya anda diharuskan untuk mengerjakan kewajiban anda di
mahkamah, maka bacalah surat al Fatihah atas ruhku dengan suara yang keras!
Terdakwa ini benar-benar mengharapkan kematian. Maka, ia akan mengambil
jaksa penuntut umum sebagai teman dan pengacaranya sebagai musuh. Dan saya tidak
tahu, apa yang mendorong saya untuk menurunkannya dari tiang gantungan. Dan mencari
cara untuk meringankan hukumannya. Sampai akhirnya, saya mendapatkan sesuatu yang
hanya akan membuatnya marah dan kecewa kepadaku??!...
Mungkin, benar katanya....kesediaan saya menjadi pengacaranya hanyalah
untuk mencari penghormatan, sebagaimana yang ia katakan tadi. Atau, untuk
mendapatkan tepukan tangan dari seluruh yang hadir di sini...boleh jadi! Secara
pribadi...saya tidak menganggap bahwa kepala terdakwa sangat penting bagi saya...Akan
tetapi, menyelamatkannya, sekalipun sikapnya seperti itu, akan sangat berarti bagi saya...
Majelis hakim yang terhormat...anda semuanya tidak akan mendengar keberatan
terdakwa dari saya. Akan tetapi, anda akan mendengar sebuah kisah...kalian hanya akan
mendengarkan berbagai peristiwa yang pernah terjadi dalam kehidupan terdakwa.
Sebagaiman saya juga mengikutinya alur kisah ini sebelumnya, tanpa berkomentar
ataupun dibubuhi kisah yang lain...
Beberapa tahun yang lalu, ada seorang pemuda yang belajar di sebuah jurusan
sastra...Dan pada waktu itu, setiap orang pasti mengenalnya. Bagi mereka, ia adalah
seorang pemuda yang rajin, beretika sangat halus, senang menyendiri dan mencintai
syair. Ia bukanlah sosok pemuda pembuat kegaduhan, berpoya-poya ataupun bersenang-
senang. Ia-pun menghabiskan tahun pertamanya tanpa menimbulkan masalah....sampai
pada tahun ke tiga....
Akan tetapi, akhirnya beberapa sahabatnya melihat bahwa sahabatnya tersebut
tengah terkurung dalam suatu perasaan terhadap salah seorang teman perempuan yang
sekelas dengannya. Sebuah perasaan yang telah mengikat antara dirinya dan pelajar
perempuan tersebut dalam sebuah hubungan. Hubungan ini mulai tercium, pada tahun
terakhir masa pendidikan mereka. Sekalipun, keduanya berusaha untuk menutup-
nutupinya. Sekalipun, keduanya telah sepakat untuk berhati- hati dan menutup-nutupi
hubungan tersebut. Bagaimana tidak, pertalian yang ada di dalam hubungan mereka
sangat kuat dan panas....Sampai-sampai memercikkan api yang membara...
Bagi mereka, sebuah kebersamaan memiliki arti keihklasa n dan ketulusan. Itu
semuanya dapat dilihat oleh orang-orang yang merasa kagum dan terpesona ketika
memperhatikan hubungan yang terjalin di antara keduanya. Setelah beberapa saat
lamanya, barulah diketahui bahwa cinta mereka telah tumbuh semenjak mereka
memasuki bangku sekolah, tahun pertama. Tepatnya, ketika keduanya bertemu untuk
pertama kalinya. Akan tetapi, mereka berusaha menyembunyikan hubungan tersebut
selama dua tahun.
Sampai akhirnya sang bunga telah mekar dan mereka menganggap bahwa waktu
bersembunyi telah usai. Keduanya memiliki janji dan tujuan...berhasil dan mendapatkan
kemenangan dengan lulus dari kuliah sastra. Maka, si pemuda-pun mendatangi rumah
keluarga si gadis untuk melamarnya. Ia berjanji akan menikahi si gadis, setelah dirinya
mendapatkan pekerjaan. Sehingga, ia dapat menanggung kebutuhan keluarga kecilnya....
Waktu ujian akhir-pun telah dekat. Si pemuda berusaha sekuat tenaga untuk
mempersiapkan ujian. Begitu pula dengan si gadis. Keduanya berusaha dengan
semampunya sampai mereka lupa makan dan minum. Perasaan cinta telah menjadi
cambuk bagi mereka untuk menjadi sepasang kuda yang berlari kencang mencapai
tujuannya! Mereka-pun akhirnya berhasil melalui tujuan pertama...mereka lulus ujian.
Akan tetapi, salah satu dari dua kuda tersebut terjatuh....ia jatuh sakit karena penyakit
radang paru-paru....si gadis itu...
Dari sinilah awal mula bencana...penyakit tersebut telah mengikat
keduanya....sebuah ikatan yang bukan berasal dari kekuatan manusia...
Si pemuda-pun dengan segera pergi ke keluarga si gadis untuk
meminangnya....Setelah itu, ia berusaha untuk menyembuhkan si gadis. Sayangnya,
usaha dalam menyembuhkan si gadis menerima rintangan yang tidak sedkit....semuanya
itu benar-benar dirasa sulit untuk diterima akal sehat...
Si gadis berasal dari keluarga miskin. Begitu pula dengan sang pemuda! Ia
benar-benar telah melakukan sesuatu yang mustahil. Sampai akhirnya, sang pemuda itu
mendapatkan pekerjaan sebagai seorang guru di sekolah di Alexandria. Dan ia terus
berusaha seperti layaknya seorang pahlawan. Tujuannya tidak lain, untuk memasukkan
sang kekasih ke sebuah sanatorium di wilayah Hilwan. Ia-pun meminta kepada para
dokter dan suster yang ada di sana untuk tidak merokok, untuk lebih menjaga kesehatan
kekasih tercinta.
Ia telah siap untuk membiayai seluruh biaya pengobatan sang kekasih.
Sekalipun, harus dibayar dengan darahnya sendiri! Benar saja. Ia telah berusaha dengan
mengerahkan seluruh kekuatan dan akalnya untuk memberikan pelajaran tambahan di
luar jam kerjanya di sekolah. Sampai akhirnya, ia dapat mengumpulkan uang untuk
membayar para perawat dan proses pengobatan. Selain itu, uang tersebut juga ia sisihkan
untuk transfortasi. Karena, ia juga harus menjenguk sang kekasih, sekali dalam seminggu.
Dengan tujuan, untuk memberikan semangat dan dukungan kepadanya agar kuat dalam
menghadapi sakit ini. Maka dari itu, ia sering sekali pulang pergi ke kota Kairo.
Akan tetapi, semuanya itu sia-sia. Sekalipun, ia telah berusaha sekuat
tenaga...dan membelanjakan uangnya dengan sangat hemat. Akhirnya, ia mendapatkan
teguran dari kantor sekolah, sahabat-sahabatnya sesama tenaga pengajar dan pendidik.
Dan jaksa penuntut umum telah membenarkan bukti tersebut. Dengan membeberkan
keterangan dari pengamat sekolah yang menyatakan bahwa terdakwa dalam keadaan
krisis keuangan.
Seandainya roh yang terbalut oleh jasad dapat digadaikan di pasar atau dijual,
maka pemuda ini tidak akan ragu-ragu lagi untuk menggadaikan dan menjualnya. Supaya
dirinya dapat mempergunakan uang tersebut guna menyelamatkan hidup orang yang
dicintainya...dengarkanlah kata-kata yang ia tulis kepada gadis tercintanya:
Ah...seandainya aku mampu membeli setiap nafas, sehingga dirimu dapat
bernafas dengan lega. Sekalipun, setiap desahan nafas itu harus kubayar dengan umurku
selama bertahun-tahun!...Betapa lemahnya para dokter itu wahai kekasihku!...Mengapa
tidak kau bagikan rasa sakitmu kepadaku?! Ah...seandainya aku dapat memberikan nafas
ini untukmu? Kuatkanlah dirimu kekasihku...demi aku....karena udara yang membuatku
bertahan hidup hanyalah udara yang membawa harum tubuhmu...kamu harus hidup agar
aku bisa hidup!...
Tentu saja si gadis juga menjawab surat sang kekasih...Sayangnya, saya belum
dapat menemukan surat tersebut. Karena, pemuda itu telah dengan sengaja
menyembunyikannya dari saya. Maka, semua yang saya miliki hanyalah surat-surat
pemuda itu kepada kekasihnya. Dan saya telah menemukan salah satunya...dengarkanlah
isi surat ini, sebagai jawaban atas surat balasan si gadis: Engkau telah membuatku
berfikir untuk segera bertemu denganmu. Pada saat engkau meninggalkan bumi ini,
engkau telah memaksa seorang laki- laki untuk mati tercekik dan tidak dapat menghirup
udara! Setelah kepergianmu, di bagian bumi mana aku harus hidup? Apakah aku dapat
menjalaninya? Kekasihku, percayalah pintu langit telah mengikat ruhmu dengan
ruhku...dan pada saat kamu naik ke atas sana...aku akan segera menyusulnya!...
Dan begitulah...surat-surat itu terus mengalir dan berhasil aku kumpulkan.
Jumlahnya sangat banyak. Telah disebutkan oleh para saksi sebelumnya bahwa laki- laki
ini sering sekali menulis pada saat-saat senggangnya. Raut wajahnya terkadang berubah
sangat serius, terlihat emosional dan tergoncang....ia telah menulis surat-surat itu kepada
sang kekasih setiap hari...
Kondisi si gadis kian hari kian memburuk...dan kematian-pun sudah di ambang
pintu....sementara, sang pemuda tengah sibuk dengan pekerjaannya di
Alexandria...Ketika detik-detik kematian akan menjemputnya....dari kedua bibir si gadis
hanya terucap nama sang kekasih...pihak keluarga si gadis-pun segera mengirimkan
telegram kepada si pemuda untuk segera datang ke Kairo...Karena, si gadis tengah
merenggang nyawa...melepaskan nafas terakhir...
Ketika telegram itu datang, ia baru saja keluar dari salah satu kelas. Maka, ia-
pun segera membacanya. Raut wajah si pemuda langsung memucat. Lidahnya seakan
kelu...ia segera menuju ke kamar majelis guru, melemparkan buku dan catatan-catatan
yang ada dalam pangkuannya. Ia meyakinkan kembali, bahwa pistol miliknya masih ada
di tempatnya...ia telah menyiapkan semuanya itu semenjak jau-jauh hari sebelumnya. Ia
berfikir, inilah puncak drama kehidupan yang harus dilaluinya....ia khawatir, ketika
dirinya sampai di Kairo, sang kekasih telah menghembuskan nafas terakhirnya...maka, ia-
pun lebih memilih untuk naik pesawat... dan semuanya itu telah dikatakan oleh para
sahabatnya, sesama tenaga pengajar...dan kemudian ditegaskan kembali oleh jaksa
penuntut umum.
Pada satu sisi, keterangan sang jaksa benar...Terdakwa memang naik
pesawat...dan benar juga bahwa dalam pesawat itu hanya ada dirinya dan satu penumpang
lainnya. Pesawat-pun berangkat dalam keadaan kosong...seiring pesawat yang
terbang...terbang pula fikirannya tentang sebuah kematian...apakah ia tidak akan
terlambat untuk bertemu dengan kekasih tercinta?...Seanda inya pesawat ini dapat berjalan
lebih cepat!...Tapi, mengapa pesawat ini seperti bergantung di atas langit?! Seandainya
pesawat ini memiliki seribu sayap...tentu pesawat ini tidak akan dapat didahului oleh
burung ataupun hatinya yang semakin gelisah...
Dan tiba-tiba saja, terjadi sesuatu yang sangat mengherankan. Sang pemuda
mendengar suara si gadis memanggil namanya dengan sangat jelas...si pemuda-pun
merasakan badannya bergetar dan menggigil...kemudian ia juga merasa bahwa kedua
matanya telah melihat sesuatu yang tidak menyentuh bumi...ia lewat begitu saja dengan
sangat cepat seperti cahaya kilat...mengiringi pesawat yang semakin menambah
ketinggiannya....pada saat itulah dia yakin...bahwa ruh sang kekasih telah meninggalkan
jasadnya...dan semuanya itu...memang benar...
Keluarga si gadis telah menceritakan semuanya itu kepada saya. Pada saat-saat
terakhir, si gadis menjerit lirih...memanggil nama sang kekasih...dan saya yakin...pemuda
itu telah mendengar jeritan suaranya di pesawat...dan keadaannya-pun semakin tidak
terkendali...ia juga harus mengucapkan selamat tinggal...ia meyakini bahwa dirinya
adalah pemilik kehidupan yang lebih abadi...oleh karena itu...untuk apa ia meneruskan
perjalan ini...untuk apa ia menemui jasad yang tergolek di pembaringan tanpa nyawa...
Kini, ruhnya telah pergi...dan sepertinya, sang kekasih telah memanggilnya
untuk hidup bersama di alam sana dengan segera...ia-pun akhirnya mengeluarkan
pistolnya dan mengarahkannya ke kepala...kemudian melepaskan pelurunya...di sinilah
masuk takdir Tuhan..pesawat mengalami goncangan yang cukup kuat...arah peluru-pun
beralih dari kepala terdakwa ke dada penumpang pesawat lainnya yang duduk, tepat di
belakang tempat duduknya...
Pada awalnya, sang pemuda sangat terkejut dan melupakan permasalahan yang
dimilikinya untuk sesaat...ia-pun segera menuju kursi korban dan berusaha untuk
memberikan pertolongan....dan pada saat itulah, tekhnisi pesawat merasakan adanya
gerakan...ia-pun bangkit dari tempat duduknya dan dengan segera memburu korban yang
tengah dalam keadaan kritis.....
Pada saat itu, tekhnisi pesawat melihat terdakwa tengah membawa pistol di
tangannya....ia-pun sudah tidak ragu lagi...ia segera merampas alat yang dipergunakan
untuk membunuh tersebut dan kemudian mengamankannya... Akhirnya, si pemuda-pun
dijadikan sebagai terdakwa kasus kejahatan...untuk sesaat, sang pemuda berfikir...maka,
ia melihat bahwa langkahnya menuju cita-cita yang diinginkan akan tercapai dengan
mengikuti alur tersebut...karena, pengakuan terhadap pembunuhan secara di sengaja
hukumannya tidak lain adalah kematian yang sangat diharapkannya...
Majelis hakim yang terhormat...ini semuanya adalah bukti-bukti yang saya
miliki...selanjutnya, saya mempersilahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan
kepada langkah penyidikan selanjutnya...untuk membuktikan bahwa terdakwa yang ada
di hadapannya telah mengecohnya...dan jaksa telah memenjarakan sebuah hati yang
terluka di terali ini. Perlu anda ketahui harapan terdalamnya sekarang adalah bertemu
dengan kekasihnya di langit sana!...
Sang pengacara-pun duduk kembali dengan tenang...meninggalkan majelis
hakim, jaksa penuntut dan hadirin yang memenuhi ruangan tenggelam dalam
kebingungan...mereka tenggelam dalam kebisuan...sampai akhirnya, terdengarlah isak
tangis dengan suara memburu...pemuda itu berusaha untuk menahan diri dan menahan
semua sesak dalam dadanya...ia berusaha mengalahkan emosinya...sampai akhirnya ia
benar-benar jatuh dalam kekalahan...ia berusaha untuk diam dan semuanya itu telah
membingungkan semua orang...
Tiba-tiba...ia berteriak di ruangan tersebut dengan suara yang bergetar:
Pengacara ini bohong....tukang karang...semua yang diucapkannya bohong dan
mengarang-ngarang saja...aku adalah pembunuh....aku membunuh dengan sengaja...aku
membunuh dengan sengaja...bunuhlah aku...bunuhlah aku!... Dan tangisannya-pun
akhirnya meledak...air mata-nya mengalir di kedua belah pipinya...seakan-akan, ia tengah
menulis pertimbangan hukum yang akan dijatuhkan kepadanya...
Wajah Kebenaran..
Bagaimana kamu tahu bahwa saya tinggal di losmen ini? Saya mengucapkan
kata-kata tersebut sambil menuntun sahabat sekaligus penerbit buku-buku saya ke kamar.
Pada saat itu, saya telah mendengar suaranya di depan pintu yang bertanya kepada
pemilik losmen. Ketika itu, ia menyebutkan ciri-ciri saya sebelum ia menyebutkan nama
saya. Sepertinya dia tahu, bahwa di losmen ini saya mempergunakan nama samaran...
Ketika ia memasuki pintu kamar, matanya sibuk memandang sekeliling
ruangan. Ia juga melihat- lihat tiga buah koper yang saya letakkan di atas lemari dan
beberapa buku di bagian kepala tempat tidur. Kemudian, ia juga melihat ke arah
gramaphon yang terbuka di atas sebuah meja kecil. Dan sebuah pensil yang berada di
antara kertas-kertas yang berserakan di sebuah meja yang terletak di pojokan ruangan.
Berdekatan dengan sebuah vas bunga kristal berwarna biru. Di dalamnya, terdapat
beberapa tangkai bunga.
Ia-pun terdiam sejenak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian, ia
duduk di atas sebuah bangku yang dekat dari tempat dia berdiri, ia berkata: Inilah dirimu
yang sebenarnya...inilah kehidupanmu yang selalu berpindah-pindah. Katakan kepadaku,
sampai kapan kamu akan pindah dari satu losmen ke losmen yang lain, dari satu hotel ke
hotel yang lain. Menyembunyikan tempat tinggalmu dari semua orang, sampai kepada
diriku?....
Pada hari minggu, seseorang datang kepadaku dan bertanya tentang tempat
tinggalmu. Ketika aku ketahuan tidak mengetahui alamatmu, setengah berteriak ia
terkejut: Orang yang paling dekat dengannya sekalipun tidak tahu alamatnya sampai
sekarang? Saya-pun langsung memotong perkataannya: Dan kamu...darimana kamu
mengetahui alamat saya?
Laki- laki yang ada di hadapanku ini berkata: Pada suatu malam, aku
mengikutimu dari belakang...aku harap, kamu dapat memaafkan kelancanganku
ini...sebenarnya...aku hanya ingin... Sebelum meneruskan kalimatnya, ia berpaling ke
arah meja dan kertas-kertas. Kemudian, ia memalingkan pandangannya ke arah pintu
yang terkunci. Ya...pintu yang memisahkan antara kamarku dengan kamar samping. Ia-
pun tersenyum. Sambil berkata, ia menggerak-gerakkan hidungnya yang mancung:
Sepertinya, saya mencium sebuah kisah yang tertulis dalam tulisanmu!
Saya-pun menjawab: Memang, di sini memang terjadi sebuah kisah. Akan
tetapi, aku belum menulisnya. Tanpa Aku sadari, aku-pun jadi ikut memandang pintu
yang memisahkan antara kamarku dengan kamar samping, sambil menarik nafas
panjang...
Penerbitku itu terus memperhatikan segala tingkah lakuku. Setengah berteriak,
dengan aksen bicaranya yang sangat antusias dan aku rasa berlebihan. Ah...isyarat mata
yang terlalu didramatisir. Saya tahu, semuanya itu terlalu berlebih- lebihan: Kamu benar-
benar telah menulisnya! Kita benar-benar telah berhasil mendapatkan buku yang
disenangi masyarakat banyak! Kita benar-benar akan menerbitkan sebuah buku best
seller!
Aku-pun meletakkan jariku di bibir. Meminta dia untuk diam. Aku segera
memasang pendengaranku ke arah pintu pemisah. Tiba-tiba, kami mendengar suara tawa
kecil dari arah kamar sebelah. Aku-pun memalingkan pandangan ke arah sahabatku itu.
Wajahnya terlihat berseri-seri. Waktu-pun terus berlalu. Akan tetapi, aku tidak
mendengar apa-apa. Sahabatku berpaling ke arahku, dengan penuh rasa heran bercampur
takjub ia berkata: Aku tahu!
Kemudian, ia memberikan isyarat dengan kepalanya yang botak dan sisa rambut
bagian depannya yang berdiri. Persis, seperti burung hud- hud. Ia menunjuk ke arah pintu
tersebut sambil bertanya dengan suara sangat pelan: Siapa perempuan itu? Tidak sadar,
aku-pun berkata: Memangnya, apanya yang menarik?! Temanku itu berkata: Oh..tentu
saja semuanya. Selama ia dapat menjadi inspirasi bagi kita!
Dalam hati, aku berkata: Ah..dasar penerbit...dasar orang yang selalu merugi!
Kamulah yang telah mengarahkan perasaan terindah kita sebagai manusia menjadi
sebuah omong kosong yang diperjual belikan. Ya, seandainya kamu tahu bahwa semua
yang aku tulis untukmu untuk dipublikasikan semenjak beberapa bulan yang lalu,
terinspirasi dari pintu ini! Aku telah berbohong kepadamu. Tepatnya, pada hari dimana
aku mengatakan kepadamu bahwa suara Mozart hanya berasal dari gitar seorang pemusik
yang telah menghasilkan alunan musik yang sangat indah dan menawan.
Padahal, keindahan juga datang dari tawanya yang renyah. Ya, seorang gadis
muda yang belum mencapai usia dua puluh tahun. Padahal, aku berjanji kepada diriku
bahwa janji dan perasaanku selalu kusimpan dalam hati ini. Ia tidak akan kuberikan,
kecuali pada orang-orang yang memiliki perasaan yang sama denganku. Atau, memiliki
usia yang tidak jauh berbeda denganku. Baru pertama kali dalam hidupku aku tertarik
dengan gadis muda yang terpaut usianya sangat jauh dariku. Apakah ini pertanda aku
sudah tua?
Kemudian, aku melemparkan pandanganku ke kaca lemari pakaian. Aku-pun
melihat kerutan yang semakin terlihat jelas di wajah ini. Seolah-olah, itu semuanya
merupakan peringatan waktu. Aku-pun berkata: Tidak. Aku tidak akan menulis apa-pun.
Aku telah bosan dengan kehidupan ini. Aku ingin merasakan cinta. Sekalipun, semuanya
itu harus kurasakan satu kali saja...
Dengan terkejut, sahabatku itu berteriak: Merasakan cinta!? Dan aku menutup
tokoku, menjual percetakanku dan tidak menerbitkan lagi majalahku! Aku berkata
dengan suara perlahan: Tenang, semuanya itu tidak akan pernah terjadi. Aku minta
maaf. Sudah lama aku mengeluarkan sesuatu di luar kekuasaanku. Aku tidak per nah
tercipta sebagai seorang konsumen pencari kebahagiaan. Dalam artian ekonomisnya, aku
hanyalah seorang produser dalam wilayah yang satu ini.
Sahabatku itu kemudian menjawab: Masakan yang sudah basi tidak ada yang
mau mencicipinya lagi... Aku-pun berkata dengan jujur: Bencana terbesar yang aku
hadapi dalam kehidupanku sekarang ini adalah, aku tidak pernah dapat membedakan
mata kehidupan dunia realitas yang benar-benar aku hadapi dan mana dunia hayalan yang
aku tulis dengan tinta dan kertas, yang kemud ian aku serahkan kepadamu dan para
penerbit lain. Sebagai para pedagang mimpi dan broker imajinasi hayalan belaka!
Sampai hari ini, aku belum dapat membedakannya. Hingga pada suatu ketika,
aku mendengarkan suara burung cantik itu. Orang-orang mengatakan bahwa ia adalah
seorang perempuan cantik. Bagaimana suara tawanya yang kecil, nafasnya yang lemah
dan batuknya yang lembut. Dan aku tidak akan dapat menggambarkan sosok tersebut
untuk para pelanggan saya. Aku hanya akan mengagambarkan semua yang ada di
kepalaku untukku sendiri.
Dan di sinilah bencananya. Selama berbulan-bulan lamanya, dan aku
mendengar suara gramaphon milikku. Dan aku juga yakin, bahwa dirinya juga memiliki
kesukaan yang sama dalam menggumi mozart. Bahkan, aku sempat membayangkan si
gadis muda itu bertanya-tanya: Siapakah tetangganya ini?
Pada suatu hari, sengaja aku membuka pintu lebar- lebar. Pada saat itu, aku
duduk di salah satu sudut ruangan dan melihat dirinya berjalan di ruang depan. Ketika ia
melewati pintu kamarku, matanya terlihat memandang ke dalam ruangan dengan penuh
selidik. Maaf, yang dimaksud dengan penuh selidik di sini tidak sepenuhnya benar.
Karena sekarang, semuanya itu tergantung kepada penilaian kepala itu sendiri yang
terkadang masih tercampur-campur antara kejujuran dan kebohongan.
Demi ayahku! Karena pancaran sinar matanya, aku tidak dapat menjalani hidup
ini sebagaimana hari- hari kemarin. Hidupmu akan dipenuhi oleh potongan-potongan
harapan. Semuanya itu terus bermain dalam kepalaku tanpa dapat aku ucapkan ataupun
dicari jalan keluarnya. Atau, semuanya itu bagia dari rasa takut dalam menghadapi
kenyataan? Atau, aku merasa puas dengan seluruh fikiran yang ada di kepalaku ini?
Entahlah...aku tidak tahu...
Yang aku tahu...sekarang ini aku menjadikan diri ini sebagai seorang yang terus
mengawasi kehidupan gadis itu. Dan terkadang, aku mendapatkan sesuatu yang
membuatku frustasi. Perempuan itu telah menikah. Aku pernah melihat suaminya. Dalam
pandanganku, laki- laki itu adalah pemuda paling tampan yang pernah kulihat. Sedangkan
sang istri adalah gadis pemalas, lamban dan tidak memiliki kegiatan pasti. Dalam
pandanganku, dia bagaikan istri seorang bangsawan. Ia tidak akan bangun di pagi hari.
Kecuali, setelah waktu duhur lewat. Dan ia tidak akan tidur, sebelum jam dua, lewat
tengah malam. Ia memiliki corak kehidupan sendiri. Ia akan bangun telat. Setelah itu, ia
akan sibuk berdandan dan melakukan kegiatan-kegiatan perempuan yang tidak penting.
Setelah itu, ia akan makan siang sendiri. Mengapa ia santap siang sendiri? Itulah yang
semenjak awal aku tidak tahu...
Ketika waktu asar tiba, sang suami-pun pulang dari kerja dengan membawa
teman-temannya. Mereka akan bermain kartu atau sibuk berdebat tentang berbagai hal
yang sebenarnya tidak terlalu penting. Sampai akhirnya waktu sore tiba. Akhirnya,
mereka-pun akan kluar. Dan sang istri tidak akan pulang bersama dengan suaminya,
sampai tengah malam tiba.
Malah, aku sempat tercengang ketika waktu malam telah tiba. Setelah
kedatangan sang istri, ruangan samping sunyi senyap, tidak ada suara. Hanya suara
lembaran kertas yang dibuka satu per satu. Bahkan, terkadang aku setengah berdiri di atas
kasurku. Aku-pun melihat cahaya di kamarnya yang berdampingan. Aku dapat
melihatnya dari celah-celah daun pintu. Suara lembaran buku masih tetap terdengar dan
lampu akan mati ketika waktu telah menunjukkan dini hari.
Aku yakin, pastilah sang suami gemar membaca. Dan sang istri??..ah...paling ia
telah tidur beberapa jam yang lalu dan meninggalkan sang suami terjaga di bawah lampu.
Akan tetapi, yang semakin menimbulkan pertanyaanku adalah, mengapa aku tidak pernah
mendengar suara orang mengobrol. Seakan-akan, kamar tersebut hanya diisi oleh satu
orang saja. Aku tidak berusaha untuk menyembunyikannya darimu. Aku memang telah
mendapatkan sebuah kisah, bahkan masih mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan
tersendiri dalam mengikuti setiap peristiwa yang terjadi...semoga...semuanya itu dapat
engkau baca sendiri mengapa aku jarang sekali keluar dari motel ini...
Sekarang ini, aku tengah melihat kehidupanku yang terus berjalan di ruangan
sempit dan kecil ini. Dimana, di tempat yang sama, gadis tersebut juga menjalani
kehidupannya. Oleh karena itu, aku tidak merasa bosan. Bahkan, sekarang ini, aku
melihat hari- hariku dipenuhi oleh berbagai peristiwa, berbagai warna kehidupan,
perasaan indah dan berbagai pemandangan menarik. Terkadang, semuanya itu tidak dapat
dibayangkan. Dan semuanya itu terekam di dalam kepalaku...Aku berfikir...apa salahnya?
Pada suatu hari, aku ingin mengenalnya lebih dekat dan lebih jauh. Tentunya,
dengan mempergunakan cara-cara yang lain. Maka, pada saat itu aku berkata kepada
pemilik losmen: Nyonya, anda benar-benar telah menghidangkan makanan paling enak
untuk saya. Di samping, anda juga telah menyediakan sekaligus menata kamar saya
dengan sangat rapi. Bahkan, lebih dari itu, anda juga telah memberikan materi untuk
kisah-kisah dan buku-buku saya. Maka, anda adalah orang yang telah memberikan
pelayan, tidak hanya pada saya, akan tetapi, juga pada dunia sastra.
Orang tua yang satu ini-pun membelalakkan matanya kepadaku sambil
tersenyum penuh tanya. Sekan-akan, ia tidak dapat memahami apa yang aku maksud.
Akhirnya, aku menceritakan maksudku dan memintanya untuk memberitahukan
kepadaku orang-orang yang tinggal di losmen ini. Tentu saja, di balik semua itu, ada
tujuan yang harus aku capai. Untungnya, si nyonya pemilik losmen tidak mengetahui
adanya kepentingan ini. Dan akhirnya, aku menyadari bahwa baginya, memberikan
sepiring penuh steak akan lebih berarti dibanding dengan memberikan isi buku yang aka n
dikenang abadi!...
Dan ketika itu, akhirnya aku menyadari bahwa mahkota yang diletakkan di
kepalaku oleh kalian, orang-orang penerbit yang senang bergelut di bidang itu, telah
membuahkan hasil. Sehingga, aku dapat memberikan mimpi mereka selama ini.
Ya.....asap perkataan...
Kembali kepada si nyonya losmen. Ketika itu, ia menceritakan kepadaku bahwa
gadis di samping kamarku telah terikat tali pernikahan dengan pemuda tampan tersebut
selama dua tahun. Sayangnya, pernikahan tersebut tidak diketahui oleh ibu sang pemuda
yang tengah mengidap penyakit jantung. Karena, sang ibu menginginkan pemuda itu
menikahi salah satu putri kerabatnya yang sangat kaya. Dan sang pemuda sangat
menghawatirkan kondisi kesehatan sang ibu yang sangat menginginkan perempuan yang
dicalonkannya menjadi istri bagi putranya. Sang pemuda tidak menginginkan kondisi
sang ibu semakin memburuk, ketika mendengar pernikahan mereka....
Oleh karena itu, ia telah menempatkan istrinya di losmen ini. Sedangkan
pemuda itu sendiri masih tinggal bersama sang ibu. Dimana sang pemuda masih bisa
menyuapkan makanan ke mulut ibunya pada waktu makan siang seperti biasanya.
Kemudian, ia tidur di rumah sang ibu. Seakan, semua yang dialaminya tidak pernah
terjadi. Sangat aneh!!!
Dan memang benar, pada suatu malam, aku telah berpapasan dengan pasangan
muda ini yang baru saja pulang. Sang suami hanya mengantarkan istrinya sampai pintu
kamar, setelah itu ia kembali ke rumah ibunya. Pemandangan yang terjadi pada pasangan
yang berada tepat dihadapanku ini sangat aneh. Sehingga, dari tingkah lakunya, aku dapat
menilai bahwa sikap pemuda ini lebih dekat pada sikap seorang laki- laki yang mengantar
perempuan simpanannya. Saya melihat, sepertinya perempuan itu sangat mencintai sang
pemuda dengan cinta yang sangat mendalam. Sekalipun, untuk semuanya itu, dia harus
rela merasakan rasa sakit yang tidak sedikit....
Pemilik losmen ini juga mengatakan kepadaku beberapa kebimbangan si gadis.
Tali pernikahan yang diawali oleh rasa cinta yang menggebu itu, kini apinya semakin
mereda. Dan hal tersebut di awali oleh sikap sang pemuda yang semakin hari semakin
dingin. Gadis itu sangat khawatir kebahagiaanya akan segera berakhir. Ia juga sangat
takut, keadaannya tidak ubahnya seperti bunga ros yang tidak dapat hidup lebih dari satu
hari!
Pada suatu sore, pemilik losmen datang kepadaku. Saat itu, aku tengah
mendengarkan lantunan gramaphonku. Ia membawa sebuah piringan hitam. Perempuan
tua itu mengatakan bahwa piringan tersebut milik si gadis yang berada di kamar samping.
Si nyonya-pun berbisik lirih di telingaku kalau si gadis sangat ingin mendengarkan
lantunan piringan hitam tersebut. Karena, ia ingin membayangkan bahwa suaminya juga
tengah dalam kondisi seperti dirinya. Aku-pun segera mengambil dan membalik piringan
tersebut. Ternyata, itu adalah nyanyian milik seorang penyanyi Paris: Damya.
Nyanyian tersebut diawali dengan bait-bait kata: Hilanglah keremajaanku diringi
dengan hilangnya kehidupanku...
Aku tidak dapat menyembunyikan ketidak senanganku terhadap musik ini.
Apalagi, jika dibandingkan dengan nilai musik- musik yang diperdengarkan di kamarku
ini. Akan tetapi, demi si gadis, akhirnya aku memutar nyanyian tersebut dengan
gramaphonku. Aku sudah tidak mau mempertimbangkannya lagi....
Sampai sekarang, aku masih menyimpan piringan hitam miliknya tersebut di
dalam lemari kecil ini. Tapi, aku sendiri tidak mau membunyikannya lagi. Karena, aku
tidak mau membuatnya tenggelam dalam kenangan terlalu mendalam. Gadis itu masih
terlalu muda untuk memikirkan hal-hal yang menakutkan seperti itu. Oleh karena itu, aku
tidak mau melakukan itu semua.
Terkadang, secara tidak langsung, nyanyian dalam piringan tersebut juga dapat
membuat aku semakin terlarut dalam rasa takut dan sedih. Karena, semua nyanyian itu
telah mengingatkan aku akan kehidupan yang aku jalani ini. Karena, pada kenyataannya,
bait-bait kalimat yang terlantun dalam kisah tersebut sangat bersentuhan dengan
kehidupanku. Dan mungkin...isi nyanyian tersebut sama dengan kehidupanku...
Setelah aku menceritakan ini semuanya, mungkin kamu akan bertanya
kepadaku: Jadi, apa hubunganmu dalam masalah ini? Terus terang, aku tidak akan
dapat menjawabnya! Yang aku tahu hanyalah, gadis muda ini telah mewarnai hari- hari
dan semua pekerjaanku. Ia telah meninggalkan bekas yang sangat jelas dalam
kehidupanku. Dan kebahagiaan yang tertuang dalam bait-bait kalimat yang aku tulis
beberapa hari belakangan ini terlahir dari tawanya yang kecil dan renyah, menyerupai
tawa anak-anak.
Aku akui, aku banyak memikirkannya. Aku berfikir, sekalipun kehidupannya
terlihat begitu bodoh. Begitu pula dengan orang-orang yang berhubungan dengan dirinya.
Akan tetapi, aku masih yakin, pastilah pada satu sisi ia memiliki nilai yang sangat
berharga. Tidakkah kamu melihat bagaimana ia menyimak dan mendengarkan berbagai
musik berkualitas tinggi yang diperdengarkan dari kamarku itu?
Yang selalu mengganggu fikiranku adalah, aku tidak membayangkan
bagaimana mungkin ia tidak dapat duduk sendiri sekalipun hanya satu jam saja. Karena,
suaminya memiliki teman-teman yang sangat banyak. Mereka duduk dan berbincang-
bincang di kamar tersebut sepanjang siang. Mereka mengelilingi si gadis, seperti lalat
yang hinggap di makanan yang manis. Mereka juga sangat terpesona dengan kecantikan
yang dimiliki oleh si gadis. Karena, seperti manusia normal lainnya, mereka akan sangat
tertarik dengan keindahan makhluk hidup dari lawan jenisnya itu.
Sehingga, mereka tidak akan membiarkan si gadis untuk santai sejenak dengan
kesendiriannya. Sama saja, apakah suaminya hadir di tempat tersebut ataupun tidak.
Padahal, yang mereka lakukan tidak lebih dari bermain kartu dan berbincang-bincang
seputar klub-klub dan bar malam, dimana mereka membawa si gadis setiap malamnya.
Sehingga, si gadis tidak akan pulang. Kecuali, tengah malam. Seperti yang telah saya
katakan sebelumnya.
Satu hal yang menarik dari gadis kecil tersebut menurut saya adalah, bagaimana
ia merenungi kembali kehidupannya sepanjang malam. Dalam pandanganku, ia seperti air
suci yang membersihkan seluruh kepribadiannya yang kosong. Dan mencuci semua
kebodohan yang terlihat dalam kehidupannya di waktu siang. Dalam hal ini, aku juga
khawatir bahwa aku salah persepsi dan bertentangan dengan kenyataan yang berlaku.
Aku juga khawatir, jangan-jangan, aku akan mengetahui pada suatu hari nanti bahwa
analisa yang begitu panjang ini berakhir seperti tulisan: Mitchel Zipaco dan Archien
Lubin atau bagian-bagian buku lain yang hanya menjadi sampah...
Pada dasarnya, aku hanya merasa kasihan terhadap berbagai permasalahan yang
dialami oleh gadis muda ini. Dan aku tahu, bahaya yang akan menghadang seorang istri
yang terbuang. Pada suatu hari, aku mendengar sebuah pembicaraan yang terjadi antara
gadis tersebut dengan salah satu teman laki- laki suaminya. Pada waktu itu. Laki- laki
tersebut menyodorkan sejumlah uang kepada si gadis. Ia mengira, gadis tersebut tengah
membutuhkannya.
Pada saat itu, si gadis-pun berteriak keras, penuh kemarahan: Apakah kamu
sudah lupa etika kesopananmu terhadapku! Pada saat itu, aku benar-benar terperanjat
mendengar penuturannya. Aku melihat pada diri si gadis sesosok jiwa yang tengah
berjuang seperti layaknya seorang pahlawan. Ia berusaha untuk tidak tergelincir dan
menyimpang dari jalan yang patut dilaluinya. Ia tidak mau terdorong ke arah yang salah
hanya karena kondisi yang menghimpitnya.
Ya, aku tahu bahwa kamu akan merasa terkejut dengan ketakutanku ini. Rasa
takut dan khawatir terhadap gadis muda itu....Benar, aku memang berharap, seandainya
aku dapat menjadikan gadis kecil itu sebagai gadis yang memiliki nilai lebih dan
mengarahkan alur kehidupannya ke arah yang lebih terhormat. Dan membuktikan kepada
suaminya, pada suatu hari, bahwa ia telah memiliki seorang istri yang sangat berharga.
Sehingga, sebesar apapun harta yang dimilikinya tidak akan menyamai harga istrinya.
Seandainya aku tidak dapat melakukan hal tersebut dengan kedua belah
tanganku sendiri, aku berharap, gadis itu dapat memiliki kesadaran sendiri dan membuka
kedua matanya lebar-lebar. Sehingga, ia dapat melakukan hal-hal yang lebih berguna. Ya,
itulah harapan dan perasaan yang tertanam dalam jiwaku terhadapnya. Perasaan yang
sangat indah dan mulia. Dan tentu saja perasaan seperti itu tidak akan lahir begitu saja. Ia
akan ada, karena obyek yang kita tuju tersebut telah memberikan keindahan dan
kemuliaan kepada kita sebelumnya.
Aku telah berfikir, bagaimana agar aku dapat mengajarkan kepadanya hal- hal
yang berharga tanpa diketahuinya. Dan seandainya bisa, aku akan menulis surat
kepadanya. Semoga, tulisan-tulisanku ini dapat bermanfaat bagi gadis muda yang patut
dikasihani ini. Dan semoga, berbagai tulisanku itu dapat menjadi aset berharga yang
dapat bermanfaat baik bagi diriku ataupun dirimu. Dalam mencapai sesuatu yang tidak
pernah kita bayangkan sebelumnya....
Aku memang benar-benar telah menulis bait-bait kalimat tersebut. Apakah aku
harus membacakannya untukmu? Baiklah, dengarkan: Nona, apakah aku boleh bertanya
dengan baik-baik? Berikanlah idzin kepada saya untuk menulis surat kepada anda dari
waktu ke waktu. Anda tidak perlu menjawab semua surat-suratku. Kembalikanlah surat-
surat itu setelah engkau mendapatkan bukti dengan berlalunya waktu. Karena, surat-surat
itulah yang paling berharga bagiku. Mengapa saya justru memilih tugas aneh seperti ini.
padahal, masih banyak tugas lain di antara ratusan tugas yang ada.
Pertama, bukan aku yang memilih jalan hidup untuk selalu berjalan di atas
kertas. Akan tetapi, bagaimanapun juga, aku harus tetap berjalan. Karena barang-barang
yang aku perjual belikan adalah perasaanku, air mata, canda tawa dan bencana yang
menimpaku. Dan terkadang, semuanya itu akan menjadi emas yang sangat berharga
dalam hidupku. Bahkan, ia dapat mendorongku meraih suatu kehormatan. Begitulah
terciptanya makhluk yang sangat aneh yang dinamakan dengan seniman. Adapun
kepribadianmu dan harta suamimu, aku sangat menghormatinya. Jangan khawatir, aku
tidak memasukkannya dalam tema ini.
Setelah itu aku berkata: Apa nanti kata perempuan itu. Tentu saja ia tidak akan
perduli dengan masalah emas yang akan aku berikan dan kehormatan yang bisa saja ia
tertawakan hanya dengan, mendengar namanya? Dan siapa yang memprediksikan bahwa
ia akan menuruti semua yang aku katakan kepadanya. Sehingga, ia menjadi sosok yang
aku inginkan? Akhirnya....untuk kesekian kalinya aku tidak dapat membedakan mana
batasan-batasan dunia realitas dan dunia imajinasi...
Orang-orang yang ada di samping kanan dan kiriku. Mereka yang hidup pada
dataran realitas, nyatanya rela dengan kondisi kehidupan yang dijalaninya. Sebuah
kehidupan yang mereka sebut dengan kehidupan yang sangat bodoh. Dan tentu saja
mereka akan protes berat kepadaku ketika mengetahui bahwa aku akan berusaha merubah
alur kehidupan yang dijalaninya. Mereka bukanlah makhluk hidup yang akan bergerak di
atas kertas, sesuai dengan keinginanku dan berlaku seperti apa yang ada di fikiranku.
Akan tetapi, mereka adalah manusia dimana aku tidak dapat mencampuri urusan
kehidupan mereka. Oleh karena itu, sudah seharusnya aku meninggalkan semua manusia
dan kondisi hidup yang mereka alami. Apakah kamu tidak melihat wahai kawanku,
bahwa aku juga harus segera meninggalkan tempat dan kondisi mereka?!
Sahabatku-pun tersadar. Setelah sekian lamanya ia terhanyut dalam alur cerita
yang sangat panjang tadi. Kemudian ia berkata: Bagaimana kamu dapat meninggalkan
mereka dengan kondisi kehidupannya. Padahal, kisah ini belum juga selesai secara
sempurna? Aku-pun menjawab: Aku tidak mau kamu mendengar semua kisah ini
sampai akhir. Kita harus menyelesaikan kisah ini sampai sini saja.
Si penerbit sahabatku itu-pun berkata: Kita tidak akan mengenal dan
mengetahui kondisi gadis muda tadi. Kecuali, dengan beberapa unsur yang kamu
sebutkan tadi. Aku kembali berkata: Sudahlah. Ini sudah cukup. Sangat berbahaya
sekali seandainya kita ingin mengungkapkan kehidupannya secara nyata. Bahaya yang
harus dibayar sangat mahal. Oleh karena itu, kita harus diam. Dan janganlah kamu
menghancurkan warna kehidupanku yang mengalun dari gitar tersebut. Bukankah
ketamakan telah hilang dari dirimu...bukankah aku juga telah memberikan bait-bait kisah
tersebut kepadamu...
Pada esok harinya, dan pada jam yang sama, sahabatku, si penerbit itu kembali
mengunjungiku. Ia duduk di kamarku, di tempat yang sama seperti kemarin. Ia
mendekatkan badannya kepadaku sedikit sambil berkata: Apakah ada perkembangan
baru? Pandanganku beralih, dari laki- laki itu ke pintu yang menjadi pemisah antara
kamarku dnegan kamar si gadis sambil berkata: Dia sudah pergi. Ia keluar pada waktu
pagi dengan dikawal oleh kelompok laki- laki teman suaminya itu.
Maka, sahabatku itu terlihat tenang di tempat duduknya. Dan terde ngar suaranya
yang sudah mulai kembali normal, meminta diriku untuk menceritakan tentang
perempuan itu kembali. Aku-pun berkata: Apa yang engkau inginkan dariku? Apa yang
ingin kamu ketahui itu sudah di luar pengetahuanku. Sebenarnya, kehidupanku sekarang
ini sangat indah...jika dibandingkan dengan...segala sesuatu. Kamu dapat melihat sendiri
bagaimana hasil karyaku semakin banyak dan imajinasiku terus mengalir. Dan aku tidak
mau untuk merubah kehidupanku sekarang ini...bagaimanapun juga, aku tidak dapat
melakukan hal tersebut sekalipun...akan tetapi...
Aku meneruskan perkataanku: Ah...teman! bagaimanapun juga aku harus
menyampaikan permasalahan yang sangat penting ini kepadamu... Sebenarnya, kemarin
aku telah berbohong kepadamu. Tepatnya, ketika aku mengatakan bahwa aku tidak
pernah berbincang-bincang dengannya. Sebenarnya...aku telah berbicara dengannya...
Dengan sangat terkejut, sahabatku-pun berkata: Berbicara dengannya? Aku
kembali berkata: Ya..tepatnya, dua hari yang lalu. Pada saat itu, aku masuk ke dalam
dapur untuk meminta secangkir kopi. Maka, seketika itu juga aku melihat gadis muda itu
dengan mengenakan kimono mandi. Ia berdiri tepat di dekat westafel. Ia meletakkan
beberapa tangkai bunga di sebuah vas kecil. Setelah itu, ia memasukkan air ke dalamnya
dari keran. Ia berbicara dengan pemilik hotel yang sudah tua dengan bahasa Itali.
Aku-pun menganggukkan kepalaku ke arahnya sebagai tanda penghormatan.
Pada saat itu, aku merasa bahwa itulah waktu yang tepat bagiku untuk berbicara. Aku-
pun segera menghampiri mereka berdua. Dengan cepat aku berkata: Nyonya, apakah
anda berdua dapat berbahasa Itali? Nyonya pemilik motel-pun menjawab: Aku hanya
dapat berbicara saja. Sedangkan dalam soal menulis atau membacanya, aku tidak bisa.
Adapun nyonya muda ini sangat mengetahui banyak tentang bahasa Itali. Pada saat itu,
gadis itu-pun bersuara: Benar, saya mempelajarinya di sekolah dan sangat
memahaminya....
Entah apa yang mendorongku untuk berbicara kepada nyonya muda itu:
Apakah anda berkenan, seandainya saya meminta kesudian anda untuk menterjemahkan
sedikit tulisan. Saya ingin mengirim tulisan tersebut ke seorang pemusik Itali. Ia telah
membuat melodi untuk bait-bait kalimat dalam lagu saya. Dengan cepat dan penuh
kesopanan, gadis muda itu-pun berkata: Oh..dengan senang hati. Tulislah kalimat-
kalimat tersebut dalam bahasa Perancis dan saya akan memindahkannya ke dalam bahasa
Itali.
Sayangnya, aku tidak dapat berbicara lebih banyak dengan dirinya. Ia telah
mengambil vas bunganya. Dengan sedikit menganggukkan kepalanya, ia-pun
melenggang pergi menuju kamarnya. Ia meninggalkan aku begitu saja yang berdiri
seperti patung. Akan tetapi, tidak lama dari itu, aku-pun segera tersadar. Dan aku-pun
segera kembali ke kamarku. Bahkan, aku sampai lupa untuk meminta kopi. Padahal,
untuk itulah aku pergi ke dapur.
Akan tetapi, aku segera berfikir lagi, apalah artinya segelas kopi? Aku merasa,
bahwa diriku telah mendapatkan harta temuan yang harganya tidak dapat dinilai dengan
uang. Sekarang ini, antara aku dengan dirinya terdapat sebuah tali penyambung.
Sekalipun, aku tidak dapat mengatakan bahwa tali tersebut adalah tali yang sangat kokoh.
Akan tetapi, setidaknya, tali tersebut telah memberikan berita gembira. Ia telah bersedia
untuk membantuku. Ya, ia telah berjanji untuk itu. Dan pada saat itu, aku akan mencoba
membalas kebaikan dengan kebaikan.
Membalas budi? Ah...hal tersebut membuat aku berfikir keras, apa yang harus
aku persembahkan kepadanya. Atau, setidaknya, apa yang harus aku perbuat sebagai
tanda terima kasih atas bantuannya. Apakah aku akan menghadiahkan salah satu bukuku
kepadanya, atau bingkisan kecil sebagai cindra mata sebagai tanda terima kasih atas
segala usahanya yang telah membantuku. Atau, aku akan mengundangnya...ah tidak...itu
terlalu berlebihan. Atau, mengapa aku tidak mengundang nyonya muda, suami dan
nyonya pemilik motel ini untuk menikmati makan malam yang lezat? Aku rasa,
semuanya itu boleh-boleh saja. Dan kesempatan yang ada di hadapanku terpampang
dengan luas. Kewajibanku sekarang hanyalah memilih...
Yang penting, ia telah mengulurkan tangannya untuk membantuku. Seketika itu
juga aku duduk di ruang baca dan menulis surat dengan bahasa Perancis. Akan tetapi, aku
kembali berfikir, surat apa? Karena, permainan musik yang ada ini bukan musik Ita li.
Sebenarnya, permainan musik yang tengah aku garap ini adalah musik Mesir. Tepatnya,
ada beberapa lembar not musik yang dikirimkan kepadaku untuk aku lihat-lihat dan nilai.
Akan tetapi, aku berfikir lagi, siapa juga yang melarang bahwa pemusik seorang pemusik
Itali hanya dapat berbahasa Itali? Baiklah, sekaranglah waktunya untukku menulis surat
dan menyerahkannya kepada si nyonya muda untuk diterjemahkan. Sebagaimana yang
kami sepakati sebelumnya...
Akhirnya, aku mengambil pensil dan menulis surat sede rhana di atas kertas
dengan dialek bahasa yang sangat berani. Aku tidak dapat mengingkari bahwa
perasaanku telah meninggalkan bekas yang sangat jelas. Akan tetapi, aku yakin, tidak
akan ada yang tahu kecuali diriku. Dalam gambaranku hanya ada si gadis muda yang
akan membaca kalimat ini. Membuat jiwaku berontak dan masuk sedikit demi sedikit
dalam membaca satu atau dua ibarat yang mengalir dengan indah dan sangat nikmat.
Aku tidak akan memperlihatkan surat ini kepadamu sekarang...oleh karena itu,
tunggulah. Kenapa aku tidak membacakannya untukmu detik ini juga? Sudah kukatakan
tadi, ini adalah surat yang paling berani. Sayangnya, aku tidak memiliki keberanian lebih
dari itu. Di samping, rasanya tidak pantas dan tidak baik apabila aku menulis lebih dari
ini. Akan tetapi, baiklah, inilah suratnya, dengarkan:
Saudaraku, sang maestro...telah sampai kepadaku beberapa melodi musikmu
yang engkau buatkan untuk nyanyianku. Dari awal aku sedikit terkesan, ketika pertam
kali aku menemukan bahwa lagu tersebut lebih dido minasi oleh alat-alat musik.
Saudaraku, sebenarnya, nyanyian itu bisa saja berasal dari suara manusia saja. Karena
suara manusia yang sangat indah dapat membuat orang terkagum-kagum. Tanpa harus
disertai dengan iringan melodi. Contohnya, saya telah mendengar suara tawa seorang
gadis muda yang sangat renyah. Keindahannya tersebut tidak berbeda dengan keindahan
tawa childrens of Heaven milik Mozart.
Akan tetapi, saya juga menyadari bahwa orkestra merupakan bagian yang akan
memberikan warna penafsiran dan penerangan terhadap musik secara lebih sempurna.
Dan saya melihat, bahwa penafsiran terhadap nilai- nilai musik secara murni sangat
sedikit sekali dalam lembaran- lembaran yang anda sampaikan kepada saya. Akan tetapi,
anda juga berhak untuk meragukan kebenaran penilaian saya. Saya juga tidak
mengingkari bahwa dalam beberapa bagian, terutama dalam bentuk dan cetakannya,
masih membutuhkan penghayatan dalam bermusik.
Oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut, tentu saja manusia harus memiliki
nilai- nilai seni yang kaya. Di samping, ia juga dituntut untuk memiliki sense of taste yang
sangat tinggi. Sehingga, ia akan melihat nilai- nilai seni dan keindahan secara benar.
Keindahan itu seperti Tuhan. Oleh karena itu, tidak semua manusia dapat mencapainya.
Dan aku merasa setuju dengan pendapatmu yang terakhir. Dengan hormat...
Setelah selesai, surat itupun aku bubuhi dengan not musik. Agar si cantik tidak
mengetahui bahwa semuanya itu hanya rekaanku belaka. Setelah itu, baru aku
memasukkan semuanya ke dalam amplop besar yang terbuat dari kertas transparan. Aku-
pun mulai membuka pintu kamar, menunggu di ruang depan, menunggu si cantik lewat
dan kemudian menyerahkan amplop besar ini. Setelah itu, aku berniat untuk kembali
kepada pekerjaanku sambil mendengarkan musik dari gramaphon.
Pada saat-saat tertentu, dikala aku mendengar alunan melodi mozart di sudut
ruangan, sering aku berkata kepada diriku dengan senang: Sekarang ini...pastilah si
cantik tengah mendengarkan alunan musik ini sambil tersenyum. Dan perasaan-perasaan
seperti itu telah mndorong saya pada hari itu untuk giat bekerja. Akhirnya, akupun
menggenggam pena dan tenggelam dalam ide- ide yang terus mengalir tak terbendung.
Akhirnya, aku berhasil menulis lembaran- lembaran dalam buku baru yang aku kerjakan
ini. Di samping, aku juga berhasil menulis beberapa makalah yang diminta dari beberapa
majalah.
Akhirnya, jam dinding-pun menunjukkan jam sembilan. Si cantik-pun keluar
dari kamarnya dengan menggunakan pakaian resmi untuk keluar. Ia juga menambahkan
beberapa perhiasaan di tubuhnya. Sehingga, kecantikan yang dimilikinya semakin indah
terpancar. Si cantik hampir saja menutup pintu bagian luar. Aku-pun segera menuju ke
arahnya dan menyerahkan amplop tersebut sambil berkata: Surat itu ada di dalamnya.
Tidak lupa, aku juga mengucapkan terima kasih kepadanya.
Si cantik-pun menerima amplop tersebut dan kembali ke kamarnya untuk
meletakkan amplop besar tersebut. Setelah itu, ia-pun keluar dengan segera karena waktu
sudah larut malam. Aku-pun kembali ke kamarku dan terjaga sampai pertengahan malam.
Aku terus menulis dan menunggu si cantik pulang...sampai akhirnya jam menunjukkan
jam satu malam.
Akhirnya, si cantik-pun pulang terlambat. Aku mendengar ia masuk ke dalam
kamarnya. Aku tidak dapat menyembunyikan rasa kaget berc ampur dengan hati yang
bahagia! Ketika di keheningan malam itu, aku mendengar suara amplop yang di buka dan
lembaran kertas yang dibolak balik. Suara itu terdengar dengan sangat jelas. Si cantik
membukanya dengan sangat cepat. Ya, langsung, setelah dirinya menutup pintu....
Dan tidak diragukan lagi. Ini adalah pekerjaan pertama kali yang dilakukannya
ketika memasuki kamar. Pada saat itu, ia belum melepaskan pakaiannya, mantel dan
topinya. Seakan-akan, ia tidak melihat rasa lelah yang menderanya dan tidak ma u
menunggu lagi. Dan seakan-akan ia terdorong untuk mengeluarkan cinta yang datang
begitu saja dengan sangat aneh.....Aku tenggelam dalam daya imajinasi, hayalan dan
mimpi- mimpi yang lain....
Sebagaimana aku katakan sebelumnya, perkataanku ini tidak dapat dibenarkan
begitu saja. Karena, terkadang, seorang pecinta tidak dapat menggambarkan sesuatu,
sesuai dengan realita yang berjalan. Dalam kepalaku ini mengatakan bahwa setiap pecinta
pastilah membayangkan segala sesuatu, sesuai dengan apa yang diinginkannya. Padahal,
bisa jadi, kenyataannya tidak seperti itu. Pada saat itu, bisa saja ia langsung membuka
amplopku dalam keadaan memakai pakaian resmi. Karena, ia baru saja pulang dari luar.
Jadi, tidak ada waktu luang sebelum akhirnya ia menutup pintu dan suara lembaran kertas
yang dibuka satu per satu.
Aku terus mendengarkan suara itu sambil menahan nafas. Dan kesunyian-pun
terus berlanjut. Tidak salah lagi, sepertinya ia tengah mengamati isi surat tersebut.
Setelah itu, aku kembali mendengar lembaran kertas ya ng di balik. Sepertinya, si cantik
telah memasukkan kembali surat tersebut ke dalam amplop. Setelah itu, ia meletakkannya
ke tempat awalnya. Kemudian sunyi lagi. Yang terdengar hanyalah suara langkah kaki si
cantik di dalam kamar dan suara lemari pakaian yang dibuka, kemudian ditutup lagi.
Setelah itu, terdengar suara pakaian yang ditanggalkan dan badan yang terjatuh di atas
kasur. Si cantik telah tidur...
Aku semakin memasang telinga. Aku mendengar langkahnya yang kembali
disambut dengan suara tangan yang mengambil dan membuka amplop. Ah...sepertinya
dia kembali bekerja untuk memulai menterjemahkan. Setelah itu, aku tidak mendengar
apa-apa. Hanya ada suara gerakan yang membuka lembaran- lembaran majalah dan buku.
Maka, akupun segera mengetahui bahwa si cantik tengah membaca di kasurnya sambil
tiduran, seperti biasanya.
Sepertinya, si cantik telah mengantuk. Itu dapat terlihat dari cahaya lampu yang
kemudian mati. Aku dapat melihatnya dari celah-celah pintu yang memisahkan ruangan
kamar kami. Pada saat itu, waktu telah menujukkan pukul dua dini hari. Dan aku berfikir,
sepertinya aku juga harus tidur....
Akhirnya, aku-pun membereskan kertas, mematikan lampu dan tidur...Pada pagi
hari, aku terbangun dengan sangat senang dan bahagia. Aku-pun segera mempergunakan
pakaianku dan bersiul-siul. Tidak lupa, aku bernyanyi tentang seorang perempuan dengan
suara pelan. Pada saat itu, sepertinya si cantik masih tidur. Karena, kulihat jendela
kamarnya masih tertutup.
Seperti biasa, aku keluar untuk memenuhi beberapa kebutuhanku. Dan aku akan
kembali ketika waktu dhuhur tiba, sebagaimana janjiku. Sebelum masuk ke dalam
ruangan kamar, mataku tertumbuk pada amplop yang tergeletak di atas meja kerjaku.
Aku-pun segera menuju meja tersebut dan melihat- lihatnya. Tapi, semuanya masih
komplit seperti semula; surat dalam bahasa Perancis dan not musik seperti apa adanya.
Akan tetapi, aku tidak menemukan terjemahannya.
Nyonya tua pemilik motel mendengar langkah kakiku. Akhirnya, ia-pun datang
kepadaku dengan segera sambil berkata: Nyonya muda yang kemarin, meminta maaf
kepada anda. Karena beliau tidak dapat membantu menyelesaikan surat anda tersebut.
Pada saat itu, aku tidak memiliki jawaban lain kecuali: Tidak apa-apa perempuan tua
itu-pun pergi dan meninggalkanku. Akhirnya, hancurlah seluruh bangunan harapan yang
kurangkai di kepalaku ini, seperti....tatapan yang hanya sekilas saja....
Setelah perkataanku sampai di situ, aku melihat raut muka si penerbit sahabatku
berubah. Ia seperti merasakan kegagalan dan kesedihan....wajahnya diseli muti mega
mendung...Melihat aku yang terdiam, ia-pun mengucapkan kata-kata dari kerongkongan
yang kering: Setelah itu?
Aku menjawab: Tidak ada...seperti yang kamu lihat. Setelah peristiwa itu, aku
berfikir dan bertanya-tanya dalam hati: Mengapa si nyonya muda bertingkah laku seperti
itu? Setidaknya, mengapa ia tidak memberikannya secara langsung kepadaku. Seperti
ketika aku menyerahkan amplop itu kepadanya. Mengapa ia tidak meminta maaf secara
langsung kepadaku?
Terlebih, setelah peristiwa itu, aku bertemu dengannya di ruangan depan.
Ironisnya, dia cepat-cepat memalingkan wajahnya. Seakan-akan ia tidak melihatku. Ia
segera pergi dan menjauh. Tanpa mengucapkan satu patah kalimat-pun yang
berhubungan dengan surat itu. Tidak ada satu huruf-pun yang keluar dari mulutnya. Atau,
setidaknya cukup dengan anggukan kepala tanda penghormatan. Aku menyimpulkan
bahwa tali yang mengikat kita berdua telah lepas. Sampai pada nilai-nilai sastra dan etika
yang seharusnya diterapkan, hilang dari pandanganku...
Akhirnya, sahabatku yang satu itu menyodorkan tangannya kepadaku sambil
berkata: Mana, perlihatkanlah surat itu! Aku-pun memberikan surat tersebut
kepadanya. Ia-pun semakin memperhatikan kata-kata yang ada di dalamnya dengan teliti.
Aku-pun berkata kepadanya: Bagaimana menurutmu? Apakah kamu telah memahami
tiap-tiap bait katanya? Sahabatku itu menjawab dengan tegas: Jelas sekali. Kata-katamu
yang mengatakan Tawa seorang gadis muda yang sangat renyah Sangat jelas dan
terang sekali. Seterang waktu siang...
Aku berkata, setengah protes: Akan tetapi, mengapa dia menyangka bahwa
yang aku tuju adalah dia!? Tidak ada yang mengetahui nilai dan sifat ini kecuali aku dan
dirimu. Bagaimana mungkin ia mengetahui bahwa dirinya memiliki tawa yang sangat
indah dan renyah!! Dengan wajah tertawa ia berkata: Sayangku! Apakah ada
perempuan yang tidak mengetahui kecantikan yang dimilikinya?!
Aku-pun berkata dengan penuh sesal: Ah kawan! Pada dasarnya, aku masih
hijau dalam menghadapi masalah seperti ini. Dalam pandangannya, pastilah aku adalah
seorang laki- laki penggoda yang mempergunakan kata-kata klise. Sahabatku yang satu
itupun serius berfikir. Kemudian ia berkata: Sangat disayangkan sekali! Sekarang, apa
yang akan kamu lakukan?
Dengan suara datar dan sedih aku berkata: Aku akan pindah?! Seketika itu
juga sahabatku yang satu itu mengangkat kepalanya dan mengulang perkataanku:
Pindah?! Aku segera menjawab: Ya, tidak ada jalan lain lagi. Kecuali, ini. Semuanya
merupakan akhir yang biasa terjadi dalam sebuah peristiwa. Da lam kehidupan ini, ada
beberapa kesalahan yang harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. Aku telah
katakan kepadamu kemarin, seharusnya, kita harus merasa puas dengan dunia imajinasi.
Sayangnya, kamu tidak juga merasa puas. Inilah langkah pertama yang ada di luar jalur
dunia kita. Apakah kamu merasa terkesan?...
Kini, keberadaanku di losmen ini sudah tidak memungkinkan lagi. Akan terasa
sulit sekali menghilangkan nilai negatif pada diriku dalam pandangan gadis muda itu.
Setelah peristiwa itu, ia tidak lagi menjadi sumber inspirasiku. Lihatlah, kertas yang
masih putih ini. Semenjak peristiwa tersebut, aku tidak pernah menulis lagi....
Nyonya tua pemilik losmen ini telah mencoba melarangku untuk tidak
meninggalkan kamar tersebut akhir bulan ini. Dengan ra sa sedih dan haru, aku-pun
berusaha menerangkan sebab kepergianku. Aku meminta maaf kepadanya dengan
teramat mendalam. Si nyonya-pun terdiam menahan tangis. Akan tetapi, si nyonya tua
tidak tahu, bahwa kesedihan dan kegalauan dalam hatiku ketika harus meninggalkan
kamar ini lebih dalam dari apa yang dirasakannya.
Aku tidak akan pernah lupa, bagaimana aku menggambarkan si nyonya muda
yang tinggal di samping kamarku dalam lembaran-lembaran kisah yang sangat indah.
Yang membuat aku sedih adalah, mengapa harapan dan impian ini harus berakhir dengan
begitu cepat. Dan hatiku yang tidak pernah tersentuh, kecuali setiap sepuluh tahun sekali
ini. Kini kembali dalam kesunyian dan kegelapannya. Ia tidak akan kembali bangun,
tersadar dan dan berbahagia. Berapa usia yang telah aku korbankan selama berpuluh-
puluh tahun lamanya?
Apakah aku harus menunggu lagi masa- masa lain, dimana aku bisa saja
menemukan cinta. Atau, tidak sama sekali. Ya, sesuatu yang membuat jiwaku bergetar
dan menjadi sumber inspirasiku...! Kawan, kamu tidak akan pernah mengetahui
bagaimana rasa kecewa dan sedihku. Apakah kamu mengira bahwa diriku masih dapat
menulis tahun ini di dalam kamar yang lain? Padahal, aku telah mempersiapkan seluruh
hidupku untuk menjaga dan melindungi si nyonya muda itu..?
Berapa lama aku harus menanti, sampai akhirnya aku dapat menjinakkan jiwa
dan penaku untuk bekerja kembali di suatu tempat lain. Dimana aku tidak dapat
mendengarkan suara tawa tersebut!? Terkadang, perasaan itu mendorongku untuk tetap
bertahan di tempat tersebut...apapun yang terjadi...karena, sebagaimana yang telah aku
katakan sebelumnya, kehidupanku sekarang ini sangat indah...apapun yang terjadi dan
apapun yang aku hadapi...atau...sekalipun kondisi yang aku hadapi tidak sebaik
itu...bagaimanapun caranya, aku tidak akan dapat menghadapi semuanya ini...
Benar! Sahabatku...aku benar-benar belum siap untuk merubah warna
kehidupanku ini sekarang....Akan tetapi...sekalipun begitu...aku tetap harus pergi. Karena,
jiwaku sudah memberikan tanda larangan. Dan kehormatanku berada di atas segala-
galanya. Ayolah...kawan...kita pergi...kamu harus memberikan nasehat kepadaku dengan
kata-kata seperti itu. Sekarang aku telah siap-siap untuk pergi dan aku mengetahui
losmen lain...dan...sudahlah...
Sahabatku-pun terpekur dalam kegalauan. Tapi ia sudah tidak dapat berucap...
**********
Hari- hari-pun berlalu. Aku-pun pergi dan tinggal di sebuah losmen lain.
Suasana di sana benar-benar sangat tenang. Karena di dalamnya hanya ada dua kamar.
Kamar yang satu adalah kamar yang sekarang ini aku tempati. Sedangkan kamar kedua
adalah kamar yang sudah semenjak lama ditempati oleh seorang kakek yang sangat tua.
Si kakek tersebut telah menempati kamarnya semenjak usianya masih muda.
Sebagaimana yang ia katakan kepadaku.
Dulu, ia adalah seorang pemabuk dan pecandu obat bius. Kemudian, ia
bertaubat dan kembali ke jalan Allah, membiarkan jenggotnya tumbuh, selalu memutar
tasbihnya dan masuk menjadi anggota kehormatan dalam organisasi anti narkoba. Kamar
kami hanya terpisah oleh satu dinding yang sangat tipis. Sehingga, aku akan mendengar
suara batuknya. Dan aku berkata dalam hati: Maha suci Allah yang telah menggantikan
tawa yang sangat indah dengan batuk yang sangat keras!
Benar, suara tawa renyah itu masih mengiang- ngiang di telingaku. Dan wajah si
gadis muda masih selalu melintas dalam pandanganku. Ternyata, aku masih hidup dalam
bayang-bayang si cantik. Dan setiap perbuatanku masih diselimuti oleh bayang-bayang
kecantikan, keluguan, dan wajahnya yang terlihat seperti anak-anak. Aku masih
mengingat kenangan masa lalu, tentang tetangga yang ada di sampingku. Dalam detik-
detik yang sangat agung. Dimana inspirasi dan ilham datang dengan sangat deras...
Kemudian, pada hari berikutnya, sahabatku sang penerbit tadi datang di tempat
baruku. Baru saja duduk, ia telah mendekatkan hidungnya ke dinding kamar yang
berdampingan dengan kamarku. Dia berusaha mencium dan mengendus baunya. Sampai
akhirnya terdengar suara batuk yang sangat keras. Pada saat itu juga ia berteriak:
Audzubillah!
Akhirnya, akupun berkata: Benar sahabat. Inilah yang aku alami!... Aku
mengucapkan kata-kata tersebut dengan perasaan sedih. Sahabatku itu-pun kembali
memandang ke dinding kamar yang berdampingan dengan penuh rasa muak. Kemudian
ia berkata: Saya fikir, imajinasimu kali ini tidak akan dapat melahirkan sesuatu yang
menyenangkan! Terlebih, setelah mendengar kenyataan yang sangat pahit ini...
Maka, pada saat itu aku berkata: Sejak kapan aku meracik sesuatu yang buruk
untuk dijadian minuman? Dengan tenang, sahabatku itu berkata: Telah terjadi...benar-
benar telah terjadi. Tetanggamu si cantik yang memiliki tawa yang sangat renyah
itu...aku telah mengenalnya tuan... Dengan suara setengah berteriak karena terkejut,
bahagia dan terdorong rasa ingin tahu, aku berkata: Ka mu mengenalnya?
Sahabatku-pun menjawab: Iya, benar...aku telah berkenalan, duduk dan
melihatnya sendiri dengan kedua mataku ini. Dengarkanlah kisah ini secara baik-baik
wahai sahabatku. Seorang pengusaha kertas yang juga salah satu kolegaku
mengundangku ke sebuah klub. Ia adalah laki- laki yang senang dengan dunia gemerlap.
Bahkan, sering menghadirkan perempuan-perempuan nakal...
Setelah selesai makan malam, ia-pun bertemu dengan seorang pemuda yang
sangat tampan dan gadis yang masih berusia tanggung. Pemuda itu mendudukkan si gadis
di samping sang pedagang kaya tersebut. Setelah itu, pemuda itu membisikkan sesuatu di
telinga sang pedagang. Setelah itu, ia-pun kemudian pergi. Sahabatku, si pedagang tadi
akhirnya memesan minuman. Dari situ, ia-pun terkadang merayu dan berbicara kepada si
gadis. Sehingga, akhirnya ia-pun ingin menidurinya...
Si gadis berkata: Anda akan mendapatkan segalanya. Kecuali, tidur. Aku
tinggal di sebuah motel yang sangat bersih. Pemilik hotel tersebut sangat berhati- hati
dalam menjaga motel dan para penghuninya dengan baik. Dan tetanggaku, yang
kamarnya berdampingan secara langsung, adalah laki- laki terhormat. Sepertinya, ia
adalah seorang filosof, ustadz atau entahlah...aku juga tidak tahu...
Akan tetapi...laki- laki itu sering memandangku dengan sorotan mata yang
sangat aneh. Terkadang, ia membuat kepalaku pusing sepanjang waktu dengan musik
yang keluar dari gramaphonnya. Padahal, aku tidak pernah merasa faham dengan
maksudnya. Pada saat aku melewati kamar tersebut, terdengar suara tarian Tanggo atau
mungkin samba yang dapat memecahkan kepala dan membuat orang pingsan. Semoga
Tuhan mengutuknya...Dasar tetangga gila!...
Itulah perkataan gadis muda itu. Maafkan aku!...Pada saat itulah aku berusaha
masuk ke dalam percakapan. Kemudian, aku-pun menyebutkan nama dan alamatmu. Ia-
pun terkejut bukan main dan berkata: Bagaimana anda tahu? Pada saat itu, aku berkata
dengan perlahan. Seolah-olah aku berkata pada diriku sendiri: Apakah itu benar-benar
kamu?!
Dari situ, akhirnya aku berhasil mengorek segala sesuatu tentang dirinya dan
juga berbagai hal yang tidak kamu ketahui. Sahabatku terkasih! Dia bukanlah orang Itali.
Yang benar adalah, ia berasal dari keturunan yang tidak jelas. Mereka tinggal di Mesir
tanpa mengetahui asal keturunan ataupun dari mana mereka berada. Ia berkata bahwa
kedua orang tuanya yang telah meninggal sudah lama tinggal di Azmir. Kemudian,
mereka pindah ke kota lain. Sayangnya, ia tidak menyebutkan namanya. Adapun dirinya,
ia dilahirkan di sebuah tempat di dalam wilayah kota Kairo.
Di samping itu, ia juga tidak memiliki bahasa asli. Bahkan, ia lahir dan
dibesarkan di sebuah tempat yang terbiasa berbicara dengan sejumlah bahasa. Ia sudah
terbiasa untuk mendengar bahasa-bahasa tersebut secara kontinyu. Tanpa mengetahui
secara pasti bahasa apakah itu? Oleh karena itu, ia dapat berbicara dengan bahasa Arab,
Roma, Itali dan Perancis. Sedangkan untuk membaca dan menulisnya, ia tidak bisa. Dan
inilah sebenarnya rahasia dibalik mengapa amplop yang kamu kirimkan kepadanya
dikembalikan.
Pada saat itu, ia berkata kepadaku: Bayangkanlah oleh kalian, bagaimana
tetangga sintingku itu mengirim not musik dan lembaran surat berbahasa Perancis untuk
aku terjemahkan ke dalam bahasa Itali? Dia fikir aku ini guru sekolah apa? Adapun
aktifitas membaca yang ia lakukan pada malam hari, hanyalah sekedar membaca buku-
buku sastra dan kisah-kisah biasa. Bahkan, ia hanya melihat jadwal pacuan kuda. Karena,
ia sering taruhan dalam hal itu. Sehingga, terkadang ia mendapatkan uang dari hasil
taruhan tersebut. atau, ia sering melihat- lihat gambar di majalah- majalah fashion dan
mode.
Ia adalah gadis yang hidup sendiri. Karena, memang dirinya tidak memiliki
keluarga. Adapun pemuda yang kamu anggap sebagai suaminya, tidak lain hanyalah
mucikarinya. Ia telah mengarang cerita tentang pernikahannya dan sang suami yang
tinggal bersama ibunya yang sedang sakit jantung dan lain sebagainya! Kemudian ia
ceritakan karangannya tersebut kepada polisi dan pemilik motel agar tidak dihina dan
diusir...
Setelah itu, ia banyak berbicara sambil tertawa. Ya, tawa yang menurutmu
sangat renyah....Setelah itu, ia menyodorkan mulutnya yang telah dimasuki rokok ke
mulut si pedagang kaya itu, untuk meminta api rokoknya. Dan aku melihat wajahnya
yang memakai bedak sangat tebal. Akan tetapi, bagaimanapun juga bedak tebal yang
dipakainya itu tidak dapat menutupi bekas cacar di masa lalu. Terlihat dari beberapa
lubang yang cukup dalam di hidung, dua pipi dan dahinya. Padahal, kamu mengatakan
kepadaku bahwa dirinya sangat cantik?....Maka, akupun berusaha untuk mencari nilai
kecantikan itu...
Tidak teman....itu hanya imajinasimu semata...dan hayalanmu itu pasti lebih
kuat dari semua bedak tebal yang dapat dihilangkan dan dikenali begitu saja oleh para
ahli kecantikan!
Malam-pun semakin larut dan mendekati dini hari. Sang pengusaha-pun
mendekatkan mulutnya ke telinga si gadis. Ia membisikkan sesuatu yang kemudian
disambut oleh anggukan kepala si gadis tanda setuju. Kemudian, si gadis-pun segera
membenarkan letak ujung gaunnya dan bersiap-siap untuk berdiri. Sebelumnya, tidak
lupa ia mengeluarkan cermin dari tasnya dan kembali membubuhkan lipstik di bibirnya.
Karena, pemerah bibirnya itu telah hilang ketika minum dan merokok.
Kemudian, pengusaha sahabatku itu memberikan isyarat mata dengan berkedip
ke arahku. Dan aku langsung faham. Aku-pun memberikan isyarat dengan tangan,
pertanda menolak dengan halus. Setelah itu, kami-pun bangkit dari duduk. Tidak lupa,
aku berterima kasih atas undangan untuk menghabiskan malam dengannya. Dan aku
berpisah di pintu, karena hendak pulang ke rumah. Sedangkan sahabatku itu melenggang
pergi bersama gadis muda tadi. Kedua tangan si gadis diletakkan di bawah ketiak
sahabatku. Mereka menuju ke sebuah mobil yang telah menunggu. Untuk kemudian pergi
ke sebuah tempat untuk menghabiskan malam. Tentunya, sesuai dengan perjanjian yang
telah mereka sepakati...
Akhirnya, selesai sudah perkataan sahabatku penerbit tadi. Kemudian, ia
berpaling ke arahku...dan aku tidak tahu...apakah sahabatku itu melihat raut wajahku
yang pucat? Dan tentu saja, sepertinya ia menunggu komentarku terhadap semua
ceritanya. Akan tetapi, aku merasa takut untuk berbicara. Suaraku seperti terjegal. Sulit
untuk keluar. Aku-pun berpura-pura sibuk dengan pena di tanganku. Aku menulis- nulis
kertas yang ada di hadapanku.
Sampai akhirnya aku merasa bahwa pandangannya semakin tajam dan
menelanjangiku. Seakan, ia tahu ketakutan yang aku rasakan saat ini. Akan tetapi, aku
belum memiliki kekuatan untuk membuka mulut. Tapi...pada akhirnya aku berusaha
sekuat tenaga. Aku terus berusaha agar dapat berkata-kata dengan suara yang tenang.
Aku berusaha untuk tidak mengeluarkan suara dengan nada marah, tersiksa, sedih dan
luka. Sayangnya, sekalipun aku telah berusaha sekuat tenaga, yang keluar tetaplah sebuah
teriakan sakit: Kenapa kamu datang hanya untuk menceritakan semuanya itu
kepadaku?!
Daftar Isi