Anda di halaman 1dari 25

HIKMAH ZUHAIR BIN ABI SULMA

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Tarikh adab

dosen pengampuh: Ustadz Randi Safii, M.Hum

Oleh

kelompok : 5

Asia Abdulrahman (E01420009)

Isran jamaludin (E01420038)

PROGARAM STUDI S1 SASTRA ARAB

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala, atas segala nikmatnya sehingga
kami dapat menyusun makalah tentang "hikmah zuhair bin abi sulma" dengan sebaik
.baiknya

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana
.hikmah zuhair bin abi sulma melalui pembelajaran pada mata kuliah Tarikh Adab

Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
membantu, memfasilitasi referensi materi yang mendukung rujukan penyusunan makalah ini
sehingga selesai tepat pada waktunya. Semoga Allah membalas kebaikan pihak-pihak
.sekalian

Meski kami telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran
.yang konstruktif dari pembaca sekalian

Kami berharap makalah ini dapat menambah referensi keilmuan bagi yang
.membacanya dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua

…Terima kasih

Gorontalo, 20 September 2022

Penyusun

________________________

ii
DAFTAR ISI

.......………………………………………………………KATA PENGANTAR

.……………………………………………………………………DAFTAR ISI

..……………………………………………………………………………BAB I

.………………………………………………………………PENDAHULUAN

....…...………………………………………………………………………latar Belakang 1.1

…………………………………………………………………………Rumusan Masalah 1.2

.......……………………………………………………………………Tujuan Penyusunan 1.3

.………………………………………………………………………………………… BAB II

.………………………………………………………………………………PEMBAHASAN

…………………………….………………Mengenal zuhair bin abi sulma pada masanya 2.1

....…………………………..........………………Syair syair hikmah zuhair bin abi sulma 2.2

...………………………………………………………Analisis syair zuhair bin abi sulma 2.3

…………………………………………………………………………………………BAB III

.…………………………………………………………………………………………Penutup

.……………………………………………………………………………………………Saran

..…………………………………………………………………………………Daftar pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG 1.1

Jauh sebelum diturunkan nya Al-Qur'an, dunia sastra syair bangsa Arab sudah
menjadi sebuah peradaban dan warisan kebudayaan tertinggi pada masanya. Mereka terkenal
dengan pandainya membuat syair,Gubahan syair dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,
pengagungan berlebihan pada syair sehingga kedudukan syair jahili dalam kehidupan bangsa
Arab memiliki pegangan peranan yang fundamental. Syair laksana sihir yang mampu
melahirkan kekuatan sampai-sampai lahirlah semboyan asy-syi'ru diwanul arab (puisi adalah
rumah bagi bangsa Arab).

Maka Pada masa Arab Jahiliy, peperangan merupakan sebuah hobi. Perang sudah
menjadi sebuah kesibukan, bahkan profesi sehari-hari. Siangnya berperang, lalu malamnya
mereka mabuk-mabukkan maka pada saat itulah syairlah yang sering digunakan untuk
mengobarkan semangat juang di masa perang, orasi suatu kelompok, tetapi sekaligus dapat
menciptakan perdamaian tatkala ada dua pihak yang bertikai. Semua tervisualisasi dalam
syair yang mereka utarakan maka sama halnya dengan zuhair bin abi sulma, di sisi lain batin
Zuhair memberontak. Itulah yang membuat dirinya istimewa, sehingga isi mu’allaqat Zuhair
abadi dan merupakan salah satu penyair Arab Jahiliy yang syair-syairnya digantung di dalam
Kakbah

Oleh sebap itu, zuhair bin abi sulma yang yang tak kala hebat dalam membuat syair yang
akan kita bahas kali ini, beliau terkenal dengan penyair Arab yang cerdas. Syair-syair yang
dibuatnya kebanyakan bergenre alam yang disertai penalaran hikmah dan moralitas. Ia
berhasil memadukan daya imajinasi, pikiran, serta kontemplasi terhadap representasi
keberlangsungan alam semesta. Maka tak luput jika dirinya dikatakan sebagai seorang filsuf.
Penyair ini bisa memadukan antara keadaan realistis masyarakat Arab saat itu dengan kata-
kata mutiara hikmah.

Karena menurutnya, keberlangsungan hidup harus memiliki makna mendalam. Segala hal
yang dilakukan manusia harus memberi manfaat secara vertikal dan horizontal. Manusia
harus senantiasa ingat terhadap batasan usia yang dimiliki. Manusia tidak boleh lupa dengan
Tuhan semesta alam yang telah mewujudkan alam semesta.

Oleh karena itu zuhair bin abi sulma terkenal dengan penyair arab yg cerdas bahkan
mampu mendamaikan peperangan yg terjadi antara dua pihak hanya dengan bait bait
syairnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Mengenal Zuhair bin Abi Sulma dan bagaimanakah kisah zuhair pada masanya?
2. Syair syair hikmah zuhair bin abi sulma dan analisis syairnya!

1.3 TUJUAN PENULISAN

iv
1. Untuk mengenal Zuhair bin Abi Sulma dan bagaimanakah kisah Zuhair pada masanya
2. Untuk mengetahui syair syair hikmah Zuhair bin Abi Sulma dan analisis syairnya

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mengenal Zuhair bin Abi Sulma pada masanya

Zuhair bernama lengkap Zuhair bin Abi Sulma Rabi’ah bin Rayyah Al-Muzani. beliau
lahir pada tahun 520 masehi dan berumur hampir 100 tahun dan wafat 2 tahun sebelum nabi
diutus menjadi Rasul. Ia berasal dari kabilah Muzinah dari Mudhar. Namun, Zuhair hidup
dan besar di Bani Gathfan. Menurut riwayat, ia besarnya di Bani Gathfan, karena ketika itu
terjadi konflik antara Zuhair dan kaumnya. Bani Gathfan, berdomisili di Haajir, wilayah
tersebut sekarang masih berada dalam kawasan Najd (Saudi Arabia daerah utara). Dapat kita
simpulkan bahwa Zuhair bernasab Muzniy, sedangkan ia tumbuh dan besar di Bani Gathfan.
Ka’ab yang merupakan anak kandung Zuhair selalu mengklaim dirinya berasal dari Bani
Gathfan, karena memang bapaknya tumbuh dan besar di sana. Sempat terjadinya perbedaan
pendapat tentang asal nasab Zuhair, tapi kedua asalnya tersebut dapat dikatakan sah.

Menurut riwayat, ayah Zuhair, Rabi’ah, juga merupakan seorang penyair, tapi tidak
berumur panjang. Sepeninggal ayahnya, ibu Zuhair menikah lagi dengan Aus bin Hajar yang
juga merupakan seorang penyair terkenal dari Tamim. Semenjak kecil, ia sudah diasuh oleh
pamannya Bassyamah bin Ghadir, yang juga merupakan seorang penyair. Kedua saudaranya,
Salma dan Khansa’ juga merupakan penyair. 

Zuhair sendiri itu dari segala sisi nasab keluarga, semuanya merupakan penyair.
Bapak tirinya penyair, bapak kandungnya penyair, kedua saudarinya penyair, pamannya
penyair, kedua anaknya: Bujair ibn Zuhair dan Ka’ab ibn Zuhair (pengarang qasidah burdah
untuk Nabi Muhammad selain dari pada Imam Bushiri) juga penyair. Menurut para ahli
sastra, qasidah burdah milik Ka’ab merupakan pujian terindah kepada Nabi Muhammad Saw.
sepanjang masa. Qasidah burdah tersebut merupakan bentuk permintaan maafnya atas celaan
yang ia tujukan pada Rasulullah Saw. sebelum dirinya beriman kepada agama Islam. 

Kemudian, cucunya Aqaba ibn Ka’ab, yang lebih dikenal dengan sebutan Midrak juga
merupakan seorang penyair pada zaman Umawi. Anak dari cucunya, Awam bin Midrak juga
dikenal sebagai penyair. Sehingga dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa lima generasi
dari satu garis keturunan semuanya merupakan penyair. Perlu diketahui, belum ada generasi
penyair pada zaman Jahiliy yang memiliki garis keturunan penyair seperti yang dimilki
Zuhair. Sedang pada zaman Islam akan kita temukan Jarir yang dikenal memiliki garis nasab
kepenyairan yang sama seperti yang dimilki oleh Zuhair. 

Ibn Qutaibah pada suatu ketika pernah berkata: 

‫ وفى اإلسالم ما اتصل فى ولد جرير‬,‫إنه لم يتصل الشعر فى ولد أحد من الفحول فى الجاهلية ما اتصل فى ولد زهيرز‬ 

v
Artinya: Sesungguhnya belum ada satu orang penyair pun di zaman Jahiliyah yang
dianugerahkan garis keturunan kepenyairan seperti yang dimiliki Zuhair. Sama halnya pada
zaman Islam, yang telah dianugerahkan kepada Jarir. 

Kemampuan bersyair Zuhair, berasal dari banyak faktor. Namun, di antara faktor
yang paling mendukung adalah nasab dan lingkungan yang membuatnya kemudian mampu
menazamkan syair. Faktor lingkungan dan nasab tersebutlah, akhirnya
membentuk mauhibah dan kapasitas Zuhair dalam penyusunan syair, yang ia rasa dalam
dirinya sendiri semakin hari kian menunjukkan sisi kemajuan. Jika kita cermati, tidak ada
kesempatan bagi orang lain untuk mencapai apa yang telah yang dicapai Zuhair. Nabighah
misalnya, sama sekali tidak mewariskan bakatnya dari siapa pun dan tidak pula mewarisi
bakat tersebut ke siapa pun. Walaupun begitu, Nabighah juga sempat belajar di Madrasah
Zuhair, dalam artian keahlian Nabighah dalam bersyair ia dapatkan setelah ia benar-benar
menekuni bidang tersebut, bukan atas dasar bawaan dari keluarga. 

Zuhair merupakan rawi dari Aus bin Hajar yang merupakan Bapak tirinya. Aus
dikenal sebagai orang yang sangat detail, teliti, dan bagus dalam merangkai kata. Tentunya,
untuk dapat menilai dan mengetahui kualitas dari kelima generasi ini dalam bersyair, sudah
pasti kita akan melihat pada induknya terlebih dahulu, yang dalam hal ini, adalah Aus bin
Hajar yang sangat amat telaten dan tak diragukan lagi kemampuannya dalam
bersyair. Ditambah lagi Zuhair mempelajari ilmu tata karma dan adab dari pamannya
Bassyamah, yang merupakan salah seorang dari pembesar Gathfan. Dan tidak kita pungkiri,
Zuhair merupakan orang yang sangat terdidik dari segi isi bait syairnya

Pada masa hidupnya, terjadi perang sengit antara dua suku Arab, Abs dan Thebian,
karena perlombaan antar kuda, dan perang ini berlangsung sekitar empat puluh tahun, ,
hingga beberapa generasi terus terlibat dalam peperangan sengit ini. 1 Saking lamanya
peperangan itu berlangsung, sampai-sampai generasi akhir yang berperang pada saat itu,
tidak mengetahui sebab asal muasal terjadinya peperangan yang sudah dilakukan turun
temurun sejak nenek moyang mereka tersebut. Pada saat itu, yang mereka ketahui adalah,
perang sudah menjadi adat istiadat zaman Jahiliy, sehingga siapa pun yang lahir dan hidup di
masa itu, wajib untuk turut serta dalam berperang.  dan kemudian beberapa pengawas rakyat
mencari rekonsiliasi antara dua suku yang bertikai, dan mereka menanggung tangan mati
kedua suku, dan penyair Zuhair bin Abi Salma terkesan dengan karya mulia ini, dan dia
mengucapkan sebuah puisi yang memuji (Haram ibn Sinan) dan (Al-Harith ibn Awf) yang
membuat rekonsiliasi ini, Dia memperingatkan orang-orang terhadap perang karena bencana
yang dihasilkan, menyerukan perdamaia., dan kemudian mengakhiri puisi itu dengan
penilaian dan nasihat yang sehat dan dari penilaiannya di dalamnya dia berkata

Karena dalam hal ini mayoritas syair Zuhair menggambarkan tentang gejolak yang terjadi
dalam peperangan Abbas dan Zubyan, serta seluruh kehancuran dan kerugian yang
disebabkan oleh peperangan tersebut. Di dalam bait syairnya tersebut, ia menyerukan akan
perdamaian. Dengan tujuan sebagai doa, bahwa perdamaian suatu saat akan digapai oleh
kedua kabilah tersebut dan pada masa Arab Jahiliy, peperangan merupakan sebuah hobi.
Perang sudah menjadi sebuah kesibukan, bahkan profesi sehari-hari. Siangnya mereka
berperang, lalu malamnya mabuk-mabukkan. Sementara di sisi lain, batin Zuhair
memberontak. Itulah yang membuat dirinya istimewa, sehingga isi mu’allaqat Zuhair
1

vi
menjadi abadi dan merupakan salah satu penyair Arab Jahiliy yang digantung syair-syairnya
di dalam Kakbah

Nah dengan berdamainya dua kabilah itu Zuhair mengkhususkan kasidahnya untuk
Haram ibn Sinan, dan Haris Ibn Khauf. Namun, titik fokusnya lebih kepada Haram ibn
sinan. Kedua orang inilah yang berhasil mewujudkan perdamaian antara kabilah Abbas dan
Zubyan, perang warisan yang tidak diketahui lagi penyebab peperangannya. Perdamaian
tersebut terwujud dengan cara membayar diyat korban peperangan. Menurut riwayat,
mengapa hal tersebut dapat dipuji? Pada masa itu, bukan sembarangan orang dapat
mengerjakan hal yang dikerjakan oleh mereka berdua. Membayar diyat peperangan pada saat
itu, bukanlah suatu hal yang biasa, karena jumlah yang harus dibayarkan sangat besar
sekali. Jumlah diyat yang harus dibayarkan pada saat itu mencapai kepada tiga ribu ba’ir.
Dan pada zaman tersebut tidak ada yang mampu membayarkan angka yang disebutkan
tersebut selain dari mereka berdua. Akhirnya guna mewujudkan perdamaian tersebut, mereka
berdua melunaskan diyat tersebut dalam kurun waktu 3 tahun. Setelah lunas dibayarkan,
kedua kabilah tadi pun akhirnya berdamai untuk selama-lamanya. Setelah selama beratus-
ratus tahun lamanya berperang tak henti-henti. 

Oleh karena hal tersebutlah, akhirnya Zuhair memadahkan Haram bin Sinan. Di
tinggi-tinggikan derajat Haram dan selalu disebutkan dalam syairnya. Maka Haram ketika
mendengarkan madah Zuhair yang ditujukan terhadapnya, Haram langsung memberikan
imbalan dalam bentuk uang maupun harta. Uang atau harta akan habis, tai apa yang
dihadiahkan Zuhair kepada Haram tidak akan lekang sama sekali oleh zaman. Bahkan, sudah
hampir dua ribu abad tahun lamanya masih menjadi kajian para pengkaji sastra. Madah itu
abadi sampai saat ini. 

Pada suatu ketika diriwayatkan oleh anaknya Haram ibn Sinan, bahwa Umar bin Khattab
ketika menjadi khalifah suatu ketika berjumpa dengan dirinya dan berkata: 

“Nasyidkan kepadaku wahai anaknya Haram, syair-syair milik Zuhair yang ditujukan untuk
bapakmu,” pinta Umar. 

Memang sudah menjadi tabiat dan kebiasaannya orang Arab senang mendengarkan syair.
Sampai Nabi Muhammad Saw. sendiri juga sangat senang mendengarkan syair, walau beliau
sama sekali tidak pandai mengarang syair dan Memang benar dalam Al-Quran dalam surah
Yasin: 69, telah dikatakan bahwa, “Wa maa ‘allamnaahus syi’ra wamaa yanbagi lah.” yang
artinya: “Kami sama sekali tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad), dan bersyair
itu tidaklah pantas baginya.” 

Walaupun demikian, tabiat tetaplah tabiat. Sudah merupakan tabiat manusia untuk senang
mendengar kalam yang indah. Sehingga pada saat itu Nabi Muhammad suka, dan Sayyidina
Umar pun juga suka. Ibarat kita zaman sekarang senang mendengar lagu ini maupun lagu itu,
begitu pun hal tersebut juga telah terjadi terlebih dahulu di zaman jahiliyah. Kemudian
setelah anaknya Haram mendendangkan syair miliki Zuhair di hadapan Umar, Umar pun
kemudian berkata :  “Apa yang diciptakan Zuhair untuk Haram sungguh amat indah
sekali.” “Kami juga sudah membalas Zuhair dengan pemberian yang sangat amat besar,”
timpal anak Haram. “Yang kalian berikan pada Zuhair akan habis, tapi apa yang telah
diberikan Zuhair kepada Kalian, sungguh tak akan lekang oleh zaman,” ucap Umar.

vii
Zuhair sangat dikenal sebagai orang yang sangat memperhatikan syairnya. Ia dikenal bukan
sebagai seseorang yang tilqaiyyah (spontanitas) dalam mengeluarkan syair. Lain halnya
seperti nanti pada zaman setelah datangnya Islam lebih tepatnya pada masa Umawi. Akan
kita ketahui bahwa ada Jarir, Farasdaq, dan Akhtal yang ketiga-tiga orang ini semuanya
adalah jenis orang yang sangat spontan dalam mengeluarkan syair. Sebelumnya sama sekali
belum ada persiapan atau apa, tapi syairnya keluar secara spontanitas. Dan bak magis;
langsung bagus tanpa cacat. Itu tentunya butuh tingkat kecerdasan yang sangat tinggi.
Ya, mereka bertiga sangat berbeda dengan madrasahnya Zuhair yang benar-benar
membutuhkan waktu yang lumayan untuk mengeluarkan sebuah syair. Sehingga Zuhair
sendiri, masyhur dengan sebutan shahibul hauliyat. Artinya ia mengeluarkan syair jarang-
jarang, bahkan bisa memakan waktu sampai satu tahun. Akan tetapi hal ini benar-benar worth
it, sekali launching album, syair-syairnya tersebut langsung menjadi masterpiece. Ini
disebabkan karena ia sudah beberapa kali melalui proses tankih dan tahzib terlebih dahulu.
Difilter, diteliti dahulu. Jika ada yang tidak cocok dibuang, dan ditambah dengan yang lebih
bagus. Intinya Sudah dirapikan terlebih dahulu sebelum dikeluarkan.

Cara tersebut, kemudian  juga menurun ke anaknya. Ka’ab seperti itu, Bujair juga seperti
itu. Jarang sekali ada penyair yang memiliki tipikal seperti mereka ini. Ini bukan merupakan
sebuah cacat, maupun aib. Namun, dapat dikatakan itu merupakan sebuah karakter maupun
ciri khas, karena kenyataannya, mereka sangat menikmati proses yang mereka habiskan
selama lebih kurang setahun tersebut.Dan salah satu keistimewaan zuhair adalah zuhair sama
sekali berbeda dengan yang lain. Ia sama sekali tidak pernah terfitnah dengan perempuan,
dan ia sama sekali tidak menceritakan kisah cintanya dengan perempuan dalam bait syairnya.
Jika pun ada, dalam matla’ muqaddimah qasidahnya yang mengisahkan tentang perempuan,
menurut banyak qaul, itu hanyalah sebatas kebiasaan maupun adat yang sering dilakukan
para penyair Jahiliy zaman dahulu. Yaitu mengawali kasidahnya dengan mengingat puing-
puing bekas tempat tinggal sang kekasih. Dan jika pun ada ia menyebut nama sang kekasih
seperti Asma’ dan sebagainya, banyak riwayat menyebutkan bahwa nama-nama tersebut
bukanlah suatu hal nyata, dan bisa jadi hanya halusinasi. 

2.1.1 Keimanan Zuhair bin Abi Sulma

Beberapa riwayat menceritakan bahwa Zuhair adalah orang yang beriman kepada Allah.
Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa sebelum Nabi Muhammad Saw dilahirkan,
memang ada sekelompok orang yang masih mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, sehingga mereka
tidak menyembah berhala sama sekali, di antara mereka merupakan garis keturunan atau
nasab Nabi Muhammad Saw. Makanya Nabi sendiri pernah berkata dalam sebuah hadisnya,
bahwa Allah memang telah menjaga keturunan Ibrahim, Ismail dan seterusnya hingga
mencapai dirinya. Sehingga hikmah yang dapat kita ambil dari hadis nabi tersebut bahwa,
nasab Nabi Muhammad itu sangat bersih dan terjaga dari pada penyembahan berhala. Karena
jauh sebelum nabi dilahirkan, nur-nya Nabi sudah ada di sulbi mereka terlebih dahulu. Maha
suci Allah yang telah menjaga nasab nabi Muhammad Saw. 

Paman Umar bin Khattab yang bernama Amru ibn Nufail contohnya. Ia adalah satu-
satunya orang jahiliyah yang saat itu berani mengatakan di hadapan berhala yang terdapat di
sisi depan ka’bah. 

“Aku percaya hanya dengan Allah, dan ini bukan tuhan sama sekali! (sambil menunjuk
kepada berhala). Dan aku beriman bahwa di akhir zaman nanti, akan datang seorang Nabi.
Dan ketika ia datang, aku akan menjadi orang paling pertama yang akan percaya dengannya,”
ucap Amru lantang. 

viii
Sayangnya, ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi, Amru wafat. Maka ketika Umar
dan Khalid menanyakan kepada Nabi Muhammad bagaimana nasibnya orang Jahiliyyah di
akhirat kelak? Rasul menjawab bahwa, mereka sesuai dengan kadar keimanan mereka. Lalu
ditanya lagi oleh Umar dengan mengkhususkan  nama Amru bin Nufail. Dengan spontan nabi
menjawab, “Huwa fil jannah”. 

Maka atas dasar jalur kehidupannya Zuhair yang telah kita ceritakan di atas tadi, ya walaupun
kita sebagai manusia sama sekali tidak bisa menghakimi siapa yang akan masuk surga
maupun neraka. Namun dalam hal ini, Zuhair termasuk ke dalam golongan orang yang
beriman kepada Allah sebelum datangnya risalah Nabi Muhammad. 

Menurut kisah yang diceritakan, pendapat yang paling sahih menyebutkan bahwa ia
wafat ketika Nabi sudah lahir, tapi belum diangkat menjadi Rasul. Yang benar-benar dapat
merasakan nikmat Islam itu adalah kedua anaknya: Bujair dan Ka’ab.

2.1.2

2.2 Syair hikmah Zuhair bin Abi Sulma

2.2.1 Zuhair dan syairnya

Syair yang kita pelajari sejatinya memiliki 4 substansi inti. Sebagai fakta sejarah,
kehidupan masa lalu tentu tidak hanya berisi hal-hal yang baik tapi juga peristiwa pahit.
Selain itu, syair juga dianggap sebagai dalil; yang menguatkan suatu argumen atau
menolaknya. Demikian kehidupan bangsa arab pada zaman jahiliyah dapat ditangkap dalam
syair-syair peninggalanannya. Sejatinya syair tersebut tidak sesempit yang kita terima
sekarang. Beribu-ribu syair pada zaman jahiliyah hilang tertelan masa. Eksistensi penyair dan
kehebatannya ditentukan oleh syairnya. Begitupun sebaliknya, eksistensi syair yang
dikodifikasi karna kemasyhuran empunya. Dua simbiosis mutualisme yang merekat
sepanjang sejarah.

Jahidz mengklasifikasi keunggulan penyair kedalam 4 bagian : golongan pertama


penyair elite, penyair semi elite, penyair biasa, dan semi penyair. Yang dimaksudkan dalam
golongan pertama dan kedua adalah para tokoh yang masyhur dikabilah arab. Hal yang
membedakan keduanya adalah golongan pertama meriwayatkan syair sedang yang kedua
mengumpulkan syair.

Beberapa ulama meneliti pembentukan syair pada mulanya hingga


perkembangannnya yang tematik. Bangsa arab yang mengembangkan bahasa arab dalam
bentuk prosa. Dari hanya sekedar perbincangan atau catatan biasa kemudian kembali diolah
menjadi sebuah bentuk sajak bebas yang simpel. Keindahan irama yang dilanturkan menarik
perhatian masyarakat. Respon yang demikian kemudian memicu untuk mempelajari dan
mengembangkannya hingga kemudian terbentuklah sajak awamatro. Perkembangannya
kemudian tidak hanya sampai disitu saja, pemerhati syair kembali berlomba-lomba untuk
mengembangkannya dan menciptakan hal-hal yang baru hingga lahirlah kasidah-kasidah.

Hingga pada abad ke 5 masehi muncullah syair-syair yang saat itu sudah mulai
disusun dalam tema-tema tertentu. Diantara tema tersebut adalah: pujian, rintihan, heroik,

ix
dan hinaan. Syair dapat digolongkan kedalam 3 jenis: syair liris, historis dan dramatik. Meski
syair dibentuk dan disusun, tapi unsur perasaan dan intuisi adalah titik tolak dari penyair di
zaman jahiliya. Seperti halnya, Khansa’, seorang penyair jahiliyah, yang terkenal dengan
syair-syair lirisnya. Syair-syair yang disusunnya selalu berupa sebuah rintihan. Hal demikian
karena ia kedua saudaranya yang wafat dalam peperangan. Sebelumnya, Khansa hanyalah
wanita biasa di kabilahnya. Pasca wafat saudaranya ia mengucakan 2 bait syair sebagai
ungkapan rintihan atas apa yang dialaminya. Kabilahnya seakan menemukan harta karun
yang terpendam. Dari basis inilah syairnya kemudian berkembang, tapi seluruh syairnya tidak
bisa terlepas dari rintihan dan ratapan. Khansa kemudian terkenal dengan syair lirisnya
sebelum ia masuk islam.

Sedangkan keadaan Zuhair yang tumbuh dikeluarga penyair merupakan sarana yang
memfasilitasi untuk mendalami syair. Bahkan ketika ia bertanya kepada pamannya kenapa ia
harus menjadi seorang penyair, sang paman , Basyamah, menjawab karna kamu mewarisinya
dari bani Muzaynah.Syair bukanlah harta ataupun materi, warisan yang dimaksud adalah
kemampuan dan basis-basis yang harus dikembangkan Zuhair.

Basyamah, sebagai seoarang tokoh yang terkenal dalam kabilahnya, bahkan pemuka
kaumnya selalu meminta pendapatnya terutama ketika hendak berperang.Dengan demikian,
ia selalu menghasilakan materi yang sama besarnya dengan pemuka kaumnya yang ikut
dalam berperang. Sifatnya yang bijak dan dermawan, membuat pengolahan harta tersebut
berarti, jauh dari foya-foya. Sifat-sifat demikian juga diwarisi zuhair yang menghiasi syair-
syairnya. Hingga akhirnya ia menjadi salah satu ulama sebagai al-Mu’alaqat.

Selain ibunya, dua wanita lain yang mempengaruhi syair yang disusunnya adalah
ummu aufa dan ummu kabasyah. Ummu aufa adalah wanita pertama yang mendampinginya,
bahkan namanya menjadi kata pertama dalam pembukaan syairnya yang terkenal. Darinya
Zuhair memiliki beberapa anak akan tetapi semuanya meninggal, lalu ia menceraikannya.
Meski akhirnya ia menyesali perceraian tersebut, tetapi ummu aufa menolak untuk kembali
kesisinya. Sedangkan wanita kedua yang ia nikahi adalah Kabasyah, dari bani Ghatafan.
Pernikahannya kali ini memberikannya 3 putera: Ka’ab, Bujair dan Salim, ketiganya adalah
penyair. Bahkan kasidah Ka’ab yang memuji nabi selalu diriwayatkan hingga dibukukan.

Selain anak-anak kandungnya, ia juga memiliki seorang murid yaitu Khatiyah. Selain seorang
penyair, ia juga ahli riwayat. Khatiyah meriwayat syairnya dan juga penyair dizamannya. Ia
mengajari mereka untuk membaca dan memahami syair, hingga pada akhirnya mereka
mampu untuk mandiri. Ketika meminta mereka untuk memahami dan membacakan
syair,sebenarnyanya ketika itu ia sedang menguji kemampuan mereka.

Zuhair memiliki karakteristik yang tidak pernah dimiliki penyair sebelum ataupun
sesudahnya, yaitu ia menggunakan waktu satu tahun untuk menghasilkan satu kasidah,
hingga akhirnya kasidah tersebut terkenal dengan nama al-hauliyat. Ulama berbeda pendapat
tentang jumlah al-hauliyat yang dihasilkan Zuhair, beberapa mengatakan 4 dan sebagian yang
lain 7. Diantara al-hauliyat tersebut bercerita tentang perdamaian yang terjadi diantara bani
Dzubyan dan bani Abbas. Zuhair bermukim dan berinteraksi dengan bani Ghatafan. Sehingga
banyak mengalami enkulturasi. Terutama dalam syairnya.

Bani Dzubyan dan bani Abbas adalah dua kabilah yang bertetangga. Hubungan
diantara mereka terjalin sangat baik, hingga akhirnya perselisihan itu berawal dari perbuatan
Warad bin Habis, bani Abbas, membunuh Harim bin Damdam. Saudaranya, Husein bin
Damdam, mendengar kabar kematian tersebut membuat sebuah janji ; Ia tidak akan mencuci
rambutnya hingga ia dapat membunuh Warad bin Habis. Husein bertemu dengan seorang

x
laki-laki ia bertanya tentang nasab seseorang yang ada didepannya. Ketika nasab lelaki
tersebut sampai ke Abbas, ia membunuhnya. Kabar tersebut berhembus ke bani Abbas, dan
mereka ingin membalas dendam.

Harits yang mendengar kabar tersebut mengirimkan 100 unta beserta anaknya ke bani Abbas.
Seiring membawa sebuah pesan perdamaian. Bani abbas diminta untuk memilih antara
anaknya atau 100 unta. Apabila mereka memilih untuk mebunuh anaknya berarti perseteruan
akan terus berlanjut. Adapun unta adalah diyah untuk kaumnya yang terbunuh dan sebagai
tanda perdamaian . Bani Abbas memilih unta.

Harits bin Auf adalah pemuka kaum yang juga masih keturunan bani Dzubyan.
Diriwayatkan Hasan bin Ali, Harits bin Auf meminang puteri Aus bin Haritsah, lamaran
tersebut ditolak. Ketika Aus bin Haritsah menemui dengan istrinya, seorang keturunan bani
abbas, istirnya bertanya : siapakah orang yang bertemu denganmu tadi? Aus menjawab :
seseoarang yang berpura-pura bodoh dan melamar putri kita. Ia berkata demikian karna
mereka masih berhubungan dengan bani abbas yang ketika itu masih bersiteru dengan bani
dzubyan. Lalu istrinya bertanya : apakah engkau akan menikahi puterimu? Aus menjawab :
tentu, dengan seorang pemuka kaum. Lalu istrinya menjawab: bukankah Harits bin Auf
adalah seoarang pemuka kaum. Istrinya kemudian berlapang dada dan meminta Aus bin
Haritsah untuk menerima lamaran tersebut.

Aus bin bin Haritsah kembali menemui Harits bin Auf. Puteri pertama dan kedua Aus
menolak untuk menikah dengan Harist, hingga akhirnya Bahisah binti Aus, puteri bungsunya,
bersedia untuk dijadikan istri. Melihat ketegangan yang terjadi antara bani Abbas dan bani
Dzubyan, Bahisah binti Aus mensyaratkan perdamaian antara bani Dzubyan dan bani Abbas
sebelum ia benar-benar menikah. Harits bin Auf dalam mendamaikan diantara kedua kaum
tersebut dibantu oleh Harim bin Sanan. Pengorbanan keduanya unuk mendamaikan antara
kedua kabilah tadi menghabiskan kurang lebih 3000 unta.

Pengorbanan yang dilakukan kedua pemuka kaum ini, menjadi sorotan utama Zuhair dalam
al-hauliyatnya. Yang diawali dengan bait :

‫ بحومانة الدراج فالمتثلم‬# ‫ٌأمن ٌأم أوفي دمنة لم تكلم‬

Dalam terjemah bebas dapat diartikan : “Apakah Ummu aufa meninggalkan serpihan
kenangan dalam jejaknya di reruntuhan Haumanat Daraj dan Mutatsalim?”

Ummu aufa seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, adalah istrinya. Sedangkan
Haumanat Daraj dan Mutasalim adalah kedua tempat yang umumnya digunakan kabilah
istrinya untuk bermukim. Dengan tradisi bangsa arab yang berpindah-pindah pemukiman,
kedua tempat tersebut ketika itu hanya berisi puing-puing sisa peninggalan jejak kabilah.
Syair diatas adalah ungkapan perasaannya terhadap ummu aufa, kerinduannya yang hanya
bisa dinikmatinya dengan kenangan. Penyair pada zaman jahiliyah umumnya menggunakan
syair –syair cinta dalam bentuk kerinduan ataupun pujian terhadap orang yang dicintainya
sebagai pembukaan dalam syairnya sebelum masuk pada pembahasan inti. Penyair meyakini
hal tersebut dapat dijadikan sebagai umpan untuk menyorot perhatian masa. Untuk
menyempunakan syair tersebut tentu menyebutkan kenangan-kenangan yang pernah terjalin
antara keduanya, baik tempat ataupun keadaan.

xi
Setelah beberapa bait awal dari al-hauliyat ini sebagai pembuka, penyair memulai
bagian inti yan diinginkannya yaitu memuji Harim bin Sanan dan Harits bin Auf.

‫ تبزل ما بين العشيرة بالدم‬# ‫سعي ساعيا غيظ بن مرة بعدما‬

“Keturunan Ghaydz bin Murroh berusaha untuk memperbaiki keadaan yang menumpahkan
darah dari keduanya”

Yang dimaksud keturunan Ghaydz bin Murroh adalah Harits bin Auf dan Harim bin
Sanan. Keduanya bila diambil nasabnya mereka akan bertemu di Ghaydz bin Murroh. Bait
tersebut adalah permulaan bait yang memuji keduanya. Selain pujian terhadap kedua tokoh
tersebut, al-hauliyat Zuhair juga berisi tentang ikatan janji perdamaian antara bani Abbas dan
bani Dzubyan. Selain itu, ia juga menjabarkan perihal perang, dan akibat buruk yang
dibawanya. Serta petuah-petuah dan nasehat yang bijak.

Kecakapan Zuhair dalam syairnya membuat lawannya segan dan takut padanya. Harits bin
Waqro, seorang keturunan Assad, pernah berusaha untuk menganiayanya. Ia mencoba
merampas unta dan hamba-hambanya. Zuhair berjanji bila ia mengambil hewan dan
hambanya, ia akan mengungkapkan penghianatan yang dilakukan bani Asad dalam perjanjian
yang pernah dibuatnya. Ketakutan akan dibenci oleh kabilahnya memaksanya untuk
mengembalikan unta dan hamba-hamba Zuhair. Begitulah peranan syair yang luar biasa
dalam bangsa Arab. Seseorang yang mulia biasa berubah menjadi hina dimata kaumnya
dengan syair, begitu sebaliknya.

Harim bin Sannan adalah seseorang yang hampir belum pernah dipuji sebelumnya.
Setelah Zuhair menyebutkannya dalam al-Hauliyat ia menjadi sosok yang digaungi namanya,
dituruti perintahnya bahkan terkenal di kabilah-kabilah lainnya. Begitu banyak syair Zuhair
yang memuji Harim bin Sanan. Kedekatan antara keduanya membuat Harim tidak segan-
segan selalu memberikan hartanya, untanya, hingga hambanya kepada Zuhair. Bahkan Umar
bin Khatab pernah meminta bani Harim untuk melafalkan syair-syair pujian Zuhair untuk
Harim bin Sanan. Ketika Umar ditanya Bani Harim, keistimewa dari syair tersebut, ia berkata
: “Harim bin Sannan hanya memberikan sesuatu yang telah punah, tapi Zuhair membalasnya
dengan sesuatu yang tidak akan punah”

Kendati Zuhair bermukim dengan Bani Dzubyan yang menyembah al-uzzah,[22] zuhair
mempunyai keyakinan tersendri perihal agama. Ia meyakini akan ada nabi yang diutus, dan ia
juga mengimani Allah maha melihat dan janji Allah pasti terjadi. Hal itu diutarakan dalam
syairnya:

‫ و مهما يكتم هللا يعلم‬,‫ ليخفى‬# ‫ هللا ما في نفوسكم‬Š‫فال تكتمن‬


‫فينقم‬, ‫ أو يؤجل‬,‫ ليوم الحساب‬# ‫ فيدخر‬,‫ فيوضع في كتاب‬,‫يؤخر‬

xii
2.2.2 Syair zuhair dalam Al-mu'alaqot

Al-mu’alaqat adalah kumpulan syair-syair pilihan dari penyair yang cakap. Syair-syair ini
kemudian didendangkan di ka’bah, sebagai apresiasi atas keindahan dan kecakapan penyair
dalam menyusunnya. Sering diperdengarkan membuat bangsa Arab mudah menghapala Al-
mu’alaqat. Hammad, seorang ahli riwayat Daulah Umawiyah, sosok pertama yang
mengumpulkan kembali Al-mu’alaqat.

Beberapa perbedaan antara para tokoh perihal al-mu’alaqat :Pertama, Perbedaan jumlah
dan anggotanya, Abu Zaid Al-Qursyi menyebutkan mereka berjumlah 7 orang diantaranya:
Imraul Qais, Zuhair bin Abi Sulma, Labid bin Rabiah, Amru bin Kaltsum, Tharafah bin Abd,
dan Harits bin Hilizah. Sedangkan Abu Ja’far al-Nuhas mengatakan bahwa mereka
berjumlah 9 dengan menambahkan Abid bin Abrash dan Al-A’sya. [24] Kedua, Pebedaan
pendapat perihal penulisannya hingga penggantungannya sebagai penutup ka’bah. Beberapa
riwayat menyebutkan bahwa al-mualaqat ditulis dengan tinta emas, bahkan digantung di
dinding ka’bah. Pendapat tersebut ditolak oleh Abu Ja’far menolak perihal
penggantungannya di dinding ka’bah. Meski ada beberapa tokoh yang mengamini
penggantungannya, akan tetapi mereka berselisih mengenai tempat penggantungannya. Al-
mu’alaqat tidak digantung di dinding ka’bah akan tetapi di lemari kerajaan.

Meski banyak perbedaan perihal al-mu’alaqat, para penyair dan ahli riwayat menyepakati
diantara 3 penyair paling unggul adalah Imraul Qais, Zuhair bin Abi Sulma, dan Nabighah
Dzibyan. Selanjutnya, perbedaan sosok yang lebih unggul, dari yang lain, diantara ketiga
penyair ini terus berlanjut.

Imraul Qais adalah Handaj bin Hajar bin Harits bin Umar bin Hajar bin Amru bin Muawiyah
bin Tsaur bin Murrah. Diantara panggilannya adalah Dzu al quruh dan Imraul Qais.
Kehidupannya bergelimang harta telah melenakannya. Ia selalu berfoya-foya dan bersenang-
senang dengan sahabatnya. Ayahnya adalah seseorang yang memegang kepercayaan untuk
memimpin daerah yang ditempati Bani Asad. Sosok pemimpin yang kejam, hingga akhirnya
bani Asad memberontak dan membunuhnya.

Ketika itu Imraul Qais sedang dalam pelarian karena tidak mengindahkan perintah ayahnya.
Dalam perlariannya, ia berpindah dari satu kabilah ke kabilah lain hanya untuk bersenang
senang. Ketika ia masih meminum arak bersama teman-temannya, ia mendapatkan kabar
kematian ayahnya. Ia lalu bersumpah untuk tidak mencuci rambutnya hingga dapat
membalaskan dendamnya. Berbasis kesenangan dan hobinya untuk bermain kuda. Selain
syair-syair berupa ancaman, ia juga pandai mendeskripsikan baik hewan ataupun manusia.
Imraul Qais terkenal dengan syair deskriptif etik.

Untuk membalaskan dendamnya ia meminta bantuan pada kabilah-kabilah arab. Minimnya


bantuan dari mereka membuatnya lari meminta bantuan hingga kostantinopel. Karna
lelihaiannya dalam syair, raja kostantinopel mengirimkan pasukan dalam jumlah besar untuk
membantunya. Akan tetapi sebelum sempat membalaskan dendamnya ia sakit dan wafat
dalam perjalanan tersebut.

xiii
Ziyad bin Muawiyah bin Dibab bin Jinab bin Yarbu’ bin Murrah bin Auf bin Saad bin
Dzubyan bin Raits bin Ghatafan bin QaisAyalan bin Mudlar. Panggilannya adalah Abu
Yamamah dan Nabighah. Perbedaan pendapat perihal sebab pemanggilannya. Diantaranya
menyebutkan karna salah satu syairnya dan lainnya memberikan alasan karna kepandaiannya
dalam menyusun Syair.

Nabighah dengan kelihaiannya dalam bertutur kata mudah berinteraksi terutama dengan para
raja. Kedekatannya dengan Nu’man bin Mundzir, seorang raja, membuat kehidupannya
bergelimang harta dan kemewahan. Kedekatan tersebut mengundang kecemburuan, hingga
muncullahadu domba antara keduanya. Diantara hasutan yang dibisakan ke Nu’man bin
Mundzir adalah perasaan Nabighah terhadap istrinya. Hal ini membuatnya marah, dan
berjanji untuk membunuh Nabighah.

Nabighah yang mengetahui hal tersebut menyelamatkan diri. Ia melarikan diri ke kabilah
bani Ghasan. Ia kembali dekat dengan pemuka kaum tersebut, yaitu Amru bin Harits. Meski
ia selalu bermukim dengan Amru, ia tidak melupakan sahabat lamanya. Dalam beberapa
syairnya ia masih selalu mengagungkan Nu’man dan memohon maaf darinya. Nabighah
terkenal dengan syair-syair yang berisi pujian.

Diantara ketiga tokoh yang disebutkan diatas, Qudamah bin Musa dan Ahnaf bin Qais
mengedapankan Zuhair dari yang lainnya. Akan tetapi Jahidz lebih mengutamakan Nabighah
daripada Zuhair. Jahidz berpendapat bahwa proses yang dibutuhkan Zuhair untuk melahirkan
syair adalah masa yang terlalu lama. Demikian juga syair-syairnya yang tidak pernah
didendangkan diantara para raja-raja bangsa arab. Berbeda dengan Zuhair yang syairnya
selalu diperdengarkan di pesta-pesta dan perkumpulan Raja.

Diantara sosok yang mengagumi Zuhair adalah Sayidina Umar bin Khatab. Dalam
perjalanan ke Jabiyah ia meminta Ibnu Abbas untuk diperdengarkan syair Zuhair. Ketika ibnu
Abbs menanyakan kenapa ia menyebutnya sebagai Syair Syuara, Sayidina Umar menjawab :
“Dia (zuhair) tidak berkepanjangna bagai agam, menghindari penggunaan kata-kata kasar,
dan hanya memuji yang patut dipuji...”. Sedang demikian Sayidina Ali bin Abi Thalib lebih
menyanjung kehebatan Imraul Qais dalam mendeskripsikan lingkungannya. Pembahasan
keunggulan sejatinya adalah nisbi.

Zuhair berumur hampir 100 tahun dan wafat 2 tahun sebelum nabi diutus menjadi Rasul.
Sebelum wafat ia sempat bermimpi akan kedatangan seorang Rasul. Ia mewasiatkan kepada
puteranya ketika saait itu tiba, mereka harus mengimaninya dan mematuhi ajarannya.

2.2.3 Syair zuhair bin Abi Sulma

Kata ‫الشعر‬/ as-syi’ru/ yaitu puisi secara terminologi mempunyai arti ‫ الكالو المقفي‬/ al
kalāmu al-muqaffā/ yaitu kalimat bersajak (Bisri,1999:378) Secara terminologi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Najib dalam Siyyib (1964:297) bahwa :

‫ والذوق والفكر والعاطفة وعن سر الروح البشرية‬Š‫الشعر هو اللغة الخيالية الموزونة التى تعبير عن المعنى الجديد‬

xiv
/as-syi’ru huwa al-lugatu al-khayaliyatu al-mauzunatu al-lati tu‛abbiru ‛an al-ma’na al-jadidi
wa al-zauqi wa al-fikrati wa al-‛atifati wa ‘an sirri ar-ruhi al-basyariyyati/

‘Syair adalah bahasa imajinatif yang mempunyai pola bunyi tertentu yang menggambarkan
adanya makna lain, gambaran emosi, ide, perasaan tentang rahasia kehidupan yang nyata’.

Dan dalam bahasa Yunani yaitu poeima “membuat” atau poeisis “pembuatan”, dan dalam
bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena
lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri yang berisi
pesan atau gambaran suasana tertentu, baik dalam bentuk fisik maupun batin.

Demikian pula halnya dengan hasil karya sastra Arab, dapat dikenali secara dekat melalui
sejarah kesusasteraan Arab. Sejarah kesusasteraan Arab berawal pada masa Jahiliyyah. Untuk
mengetahui keadaan bangsa Arab pada masa tersebut dapat dilihat dari hasil karya sastra
bangsa Arab yang ada pada masa itu. Salah hasil karya bangsa Arab adalah Syair.

Menurut Ali (1983:38) bahwa : Bangsa Arab sangat senang dengan syair, mereka
menilai syair adalah salah satu seni yang paling indah yang harus dihargai dan dimuliakan.
Karena itu mereka memandang setiap penyair sebagai orang penting kedudukannya dalam
masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi karena seorang penyair dapat 5 membela kehormatan
kaum dan keluarga serta kabilahnya. Seorang penyair memiliki kedudukan tinggi dan
pengaruh yang kuat dalam masyarakat Arab; dihormati dan dimuliakan, pada saat itu. Setiap
suku akan merasa bangga jika lahir seorang penyair dalam sukunya dan mereka akan
mengadakan pesta yang meriah. Penyair tidak saja dianggap sebagai juru bicara dalam suku,
yang dapat membuat sukunya hidup dalam keadaan damai dan sejahtera atau dapat membuat
sukunya menang dalam peperangan, tapi juga dianggap sebagai seorang yang memiliki
pengetahuan yang tinggi (supranatural), sehingga dapat berdialog dengan jin atau setan,
sehingga dapat membebaskan sukunya dari gangguan kedua makluk tersebut.

Menurut pandangan bangsa Arab, syair adalah puncak keindahan dalam sastra, karena
syair merupakan salah satu bentuk apresiasi yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan
daya imaginatif (khayal). Oleh sebab itu, syair menduduki posisi penting dihati bangsa Arab
dibandingkan dengan karya-karya sastra lainnya

Ali (1983:77) menegaskan bahwa : Keistimewaan syair Arab pada masa Jahiliyyah
terletak pada corak pemikiran yang sederhana, gaya hidup yang sederhana dan belum banyak
mengenal kebudayaan yang tinggi. Ini dapat terlihat jelas dari gambaran hidup mereka yang
sering berpindah-pindah tepat tinggal (nomaden), berperang, hidup bebas dari segala
peraturan hukum dan perundang-undangan.

Nah, dalam hal ini kita akan membahas syair zuhair bin abi sulma Petikan bait syair di salah
satu kumpulan syair karya Zuhair tersebut kebanyakan mengandung kata-kata penuh hikmah.
Tak salah jika Zuhair dianggap sebagai orang pertama nan dalam menciptakan kata hikmah
dalam syair Arab. Kelak gaya penuturan syairnya diikuti oleh penyair lainnya seperti Salih
bin Abdul Kudus, Abu Thahilah, Abu Tamam, Mutanabby dan Abul Ala’ Ma’ary.

xv
Kumpulan syair Zuhair memang selalu singkat dan mudah dipahami, meskipun isinya padat.
Ia selalu bersyair dengan sebenarnya. Diksi atau pemilihan katanya pun sangat baik. Jauh dari
unsur kata-kata nan tak sopan. Syairnya sangat higienis dan jauh dari kata-kata nan buruk.

Berikut ini adalah syair hikmah Zuhair bin Abi Sulma; Untuk mengenang hal yang
teramat penting tersebut, maka Zuhair bin Abi Sulma mengabadikannya dalam satu kasidah
Muallaqātnya sebagai berikut :

.‫ ولكنني عن علم مافى غد عم‬-‫وأعلم مافى اليوم واألمس قبله‬

/wa a’lamu mā fī al-yaumi wa al’amsi qablahu walakinnanī ‘an ‘ilmi mā fī qadin ‘ami/

‘Aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin, tetapi aku tidak tahu
akan hari esok’.

‫فاقسمت بالبيت الّذى طاف حوله – رجال بنوه من قريش وجرهم‬

/fa aqsamtu bi al-bait al-lazī tāfa hawlahu rijālun banūhu min quraisyn wa jurhum/

‘Aku bersumpah atas nama Ka’bah yang ditawafi oleh anak cucu Quraisy dan Jurhum’

‫يمينا لنعم السيدان وجدتما – على كل حال من سحيل ومبرم‬

/yamīnan lani‘ma as-sayyidāni wujidtumā ‘alā kulli hālin min sahīlin wamubramin/

‘Aku bersumpah, bahwa kedua orang (yang telah menginfakkan uangnya untuk perdamaian
itu) adalah benar-benar pemuka yang mulia, baik bagi orang yang lemah maupun bagi orang
yang perkasa’.

‫تدا ركتما عبسا وذبيان بعدما – تفانواودقوا بينهم عطرمنسم‬

/tadāraktumā ‘absān wa zubyāna ba‘damā tafānaw wa daqqū bainahum ‘itra mansami/

‘Sesungguhnya kamu berdua telah dapat kesempatan untuk menghentikan pertumpahan darah
antara Bani Absin dan Dhubyan, setelah sebelumnya saling bermusnah-musnahan diantara
mereka (berperang)’

‫وقد قلتما ان ندرك السلم واسعا – بمال ومعروف من القول نسلم‬

/wa qad qultumā in nudriki as-salama wāsi‘an bi mālin wa ma‘rūfin min alqawli naslami/

xvi
‘Sesungguhnya kamu berdua telah berkata, jika mungkin perdamaian itu terwujud dengan
uang yang banyak dan perkataan yang baik, maka kami pun juga bersedia untuk berdamai’.

‫ فيها من عقوق ومأثم‬Š‫فاصبحتمامنها على خير موطن – بعيدين‬

/fāasbahtumā minhā ‘alā khayri mawtinin ba‘īdaini fīhā min ‘uqūqin wa ma’sami/

‘Sehingga dalam hal ini kamu berdua adalah termasuk orang yang paling mulia, yang dapat
menjauhkan kedua suku itu dari permusuhan dan kemusnahan’.

‫ ومن يستبح كنزا من المجديعظم‬-‫عظيمين فى عليا معد هديتما‬

/‘azīmaini fī ‘alyā ma‘addin hudītumā wa man yastabih kanzān min al-majdi yu‘zami/

‘Kamu berdua berhasil mendapatkan perdamaian, walaupun kamu berdua dari keluarga yang
mulia, semoga kamu mendapatkan hidayah, dan barang siapa yang mengorbankan
kehormatannya pasti dia akan mulia’

‫فال تكتمن‬ ‫اهللا مافى نفوسكم – ليخفى ومهمايكتم اهللا يعلم‬

/falā taktumunnā allaha mā fī nufūsikum liyukhfā wa mahmā yuktami allāhu ya‘lami

‘Tidaklah kamu dapat menyembunyikan apa yang ada pada dirimu dari Allah, ketahuilah
bahwa segala sesuatu itu walaupun disembunyikan, maka diketahui jua oleh Allah’.

‫ – ليوم الحساب أو يعجل فينقم‬-‫يؤخر فيوضع فى كتاب فيدخر‬

/yu`akhkharu fayūda‘ fī kitābin fayuddakhar liyawmi al-hisābi aw yu‘ajjal fayunqami/

‘Baik itu karna ditunda untuk disimpan dalam kitab, kemudian diberikan balasannya di hari
pembalasan, ataupun disegerakan pembalasannya di dunia ini’

Berikut syairnya yang banyak mengandung kata hikmat yang dapat dijadikan petunjuk dan
pedoman kehidupan:

‫ ثمانينَ حوالً ال َأبـالَـكَ يَسـَْأم‬- ْ‫سئمت تكاليف الحياة ومـن يـ َ ِعـش‬


ُ

/saimtu takālif al-hayāti wa man ya’isy śamānīna haulan lā aban laka yas’ami /

xvii
Aku telah jemu dengan beban hidup, dan siapa yang berumur sampai delapan puluh tahun, ‘
.’pasti dia akan jemu (dengan beban hidup)

‫ ولو را َم أسباب السـماء بِـسـُلَّ ِم‬-ُ‫ومن هاب أسباب المنـايـا يَنَلـْنـَه‬

wa man hāba asbāb al-manāyā yanalnahu wa in yarqa asbāb al-samā’i bisullami/

Siapa yang takut mati, kematian pasti akan menjemputnya walaupun dia akan naik ke langit ‘
’dengan tangga (melarikan diri)

2.3 Analisis syair zuhair bin Abi Sulma

‫ ثمانين حوالً الابالك يسأم‬-‫سمت تكاليف الحياة ومن يعيش‬

/saimtu takālif al-hayati wa man ya’isy śamānīna haulan lā aban laka yas’ami/

‘Aku telah jemu dengan beban hidup, dan siapa yang berumur sampai delapan puluh tahun,
pasti dia akan jemu (dengan beban hidup)’.

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah : “Lama hidup banyak dirasa hingga
menimbulkan kejenuhan”

Pada bait ini pengarang menggambarkan bahwa secara fitrah manusia mempunyai
kecenderungan untuk sedih, berharap, takut, keinginan dan keputusan (aku jenuh). Kesulitan-
kesulitan hidup, kekacauan, hura-hura, dan peperangan (beban hidup) merupakan satu hal
yang tidak diinginkan oleh setiap orang, dan tidak ada manusia yang menginginkan setiap
hembusan nafasnya dikelilingi oleh suasana kacau dan perang. Secara fitrah setiap manusia
menginginkan kedamaian, ketenangan dan ketenteraman, apalagi bagi mereka yang sampai
berumur delapan puluh tahun atau lebih.

Pasti lebih menginginkan kedamaian, keselamatan dan ketenteraman dari segala hal yang
(menjemukan) merusak, menyusahkan dan nista. Dalam hal ini, Zuhair seakan-akan mewakili
suara hati manusia bahwa manusia memiliki titik kejenuhan di mana pada usia ini, ambisi
manusia telah berkurang, lemah bahkan hilang, dan sudah saatnya untuk mempersiapkan
kehidupan yang berikutnya. Jadi, semangat hidup yang melemah pada usia ini dialami oleh
manusia zaman dahulu maupun sekarang. Dalam hal ini Zuhair telah mempercayai kematian
atau jatah hidup manusia yang terbatas di dunia. Allah SWT telah menegaskan dalam
firmannya yang berbunyi :

xviii
ُ ‫ض تَ ُم‬
‫وت‬ ّ ‫َو َما تَ ْد ِري نَ ْفسٌ َما َذا تَ ْك ِسبُ َغ ٍدا َو َما تَ ْد ِري نَ ْفسٌ بِأ‬
ٍ ْ‫ي أر‬

/wa mā tadrī nafsun māzā taksibu gadān wa mā tadrī nafsun bi’ayyi ‘ardin tamūtu/

Artinya:Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati….’ (Q.S. Luqman:34)

kesimpulan dari penafsiran syair di atas bahwa banyak tema atau nilai-nilai moral
yang tergambar dalam bait-bait syair ini. Tampak bahwa yang terjadi di dalam masyarakat
(negeri) itu hanya peperangan, kekacauan dan kezhaliman (beban hidup) yang
berkepanjangan (berumur delapan puluh tahun) yang membuat masyarakat dan bangsa itu
menginginkan terhentinya perang (jenuh) (bait ke-1). Perang ini telah banyak menimbulkan
korban, masyarakat mengetahui segala peristiwa-peristiwa peperangan yang telah terjadi
kemarin dan yang sedang terjadi dari ini (mengetahui yang terjadi hari ini dan kemarin),
namun tak seorang pun tahu kapan perang ini akan berakhir dan peristiwa-peristiwa apa saja
yang akan muncul di esok hari.

‫ولكنني عن علم ما في غد عم‬ ‫وأعلم ما في اليوم واألمس قبله‬

/wa a’lamu mā fī al-yaumi wa al’amsi qablahu wa lākinnanī ‘an ‘ilmi mā fī qhadin ‘ami/

Aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin, tapi aku buta akan ‘
.’peristiwa-peristiwa di hari esok

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah : “Tidak ada yang sia-sia semua mengandung
”hikmah

Pada bait ini pengarang menggambarkan bahwa (Aku) manusia dengan akal pikiran yang
diberikan oleh Penciptanya, hendaknya mengambil pelajaran dari segala yang terjadi baik
yang buruk ataupun yang baik (pada 33 hari ini maupun kemarin), karena manusia akan
selalu berhadapan dengan masalah-masalah yang tidak terduga. Jika masa yang dilewati oleh
seorang manusia tidak dijadikan sebagai pelajaran, maka dia tetap dalam kesusahan. Dan
manusia tidak pernah tahu peruntungan dirinya (aku tidak tahu akan hari esok).

Dalam hal ini, Zuhair seakan-akan ingin menyampaikan kepada kaumnya bahwa
pengetahuan manusia lemah dan kemampuannya terbatas, bahkan untuk hal-hal yang terkait
dengan dirinya dan apa-apa saja yang akan dialaminya. Sebaliknya, Zuhair ingin menegaskan
bahwa ada Zat yang Maha Kuasa yang telah mengatur segala sesuatunya dengan baik dan
telah menentukan takdir manusia. Agar manusia memiliki sedikit persiapan terhadap
takdirnya yang tidak pernah diduga-duganya, hendaklah manusia mengambil pelajaran dari
peristiwa-peristiwa yang telah berlalu. Sekaligus meyakini bahwa dalam peristiwa-peristiwa
kemarin tidak ada yang sia-sia, semuanya mengandung hikmah. Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an:

)191(... ‫ َربَّنَا َما َخلَقتَ هَ َذا بَا ِطاًل‬...

xix
/…rabbana mā khalakta hazā bātilan…/

Artinya : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia …


(Q.S.Ali-‘Imraan:19)

Dalam hal ini, betapa kemampuan manusia itu sangat terbatas, meskipun dukun dan ahli
nujum berusaha memprediksikan hal-hal yang akan terjadi di hari esok, tetapi Zuhair
berusaha mengingatkan kaumnya bahwa pengetahuan para normal tersebut tidak sepenuhnya
benar, hanya Zat Allah yang benar-benar mengetahui segalanya.

‫ تمته ومن تخطئ يعمر فيهرم‬-‫رأيت المنايا خبط عشواء من نصب‬

ra’aytu al-manāyā khabţa ‘aswā ’a man tuşib tumithu wa man tukhţi’ yu’ammarr fayahrami /

‘Aku lihat maut itu datang tanpa permisi dulu, siapa yang didatangi pasti mati dan siapa yang
luput dia akan lanjut usia’.

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah : “Setiap yang bernyawa pasti mati''

Pada bait ini pengarang menggambarkan bahwa dalam kehidupan ini tidak ada orang yang
luput dari kematian. Setiap manusia pasti akan mati, tidak perduli apakah dia itu seorang raja,
pejabat, orang kuat, orang lemah, tua, muda, hamba sahaya, semua pasti akan mati. Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

َ ُ‫ت ثُ َّم إلَينَا ت‬


َ‫ر’جعون‬ ٍ ‫كلُّ نَ ْف‬
ِ ‫س َذائقَةُ ال َموء‬

/kullu nafsi zā’iqatu al-mauti summa ‘ilainā turja’un/

‘Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu
dikembalikan’. (Q.S. Al-Anbiyya’:57)

Kesimpulan dari bait ini adalah Menyaksikan kematian dalam hidup ini merupakan suatu
hal yang lumrah apalagi dalam suasana perang, nyawa manusia seperti tidak berharga.
Kematian datang dengan berbagai cara tanpa melihat apakah itu sipil atau militer, bahkan
datang tanpa permisi dulu. Setiap manusia sudah tentu akan mengalami kematian, oleh
karena itu manusia harus menyiapkan perbekalan (beramal saleh) sebelum kematian itu
datang menjemput (siapa yang didatangi oleh maut pasti mati). Orang yang selalu berbuat
kebaikan (luput) dari kejahatan, dia akan selalu dikenang orang (lanjut usia) setelah
kematiannya.

‫ يفرة ومن ال يتق الشتم يشتم‬-‫ومن يجعل المعروف من دون عرضه‬

/wa man yaj’al al-ma’rūfa min dūni ‘irdihi yafirhu wa man lā yattaqi assyatma yusytam/

xx
‘Siapa yang selalu menjaga kehormatannya maka dia akan terhormat dan siapa yang tidak
menghindar dari mencerca orang lain, maka ia akan dicerca dan tercela’

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah : “Setiap manusia dituntut untuk menjaga
kehormatannya”

Pada bait ini pengarang menggambarkan bahwa siapa yang menjaga kehormatannya
atau tidak melakukan hal-hal yang dibenci oleh manusia maupun Tuhan, seperti : merampok,
membunuh, mencuri dan sebagainya serta senantiasa melakukan kebaikan dan beramal saleh,
tentulah dia akan terhormat baik di antara sesama manusia apalagi dengan Sang Pencipta,
Allah SWT. Bagi orang yang tidak mau berbuat kebaikan, dia pasti akan berbuat merusak dan
mengacaukan di muka bumi, dan tanpa disadarinya ia telah menunjukkan kepada orang lain
bahwa dia mau dicerca oleh orang, dan 35 tidak berusaha menghindari cercaan orang.
Menghindari cercaan orang akan terwujud dengan tidak melakukan kejahatan dan hal-hal
tercela. Orang yang berusaha berbuat kebaikan, berarti dia telah menghindari perbuatan jahat.
Bagi yang tidak memperhatikan masalah ini dalam falsafah hidupnya, penyair katakan orang
ini (dia) manusia yang merugi (akan tercela).

Jadi, meskipun Zuhair belum mengenal ajaran Islam, tapi nilai-nilai Islam telah
terpatri dalam jiwanya dan pandangan hidupnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
nilai-nilai atau ajaran Islam sangat relevan dengan fitrah dan nurani manusia. Terbukti bahwa
orang yang tidak mengenal Islam pun nuraninya dapat mengetahui hal-hal baik .

Kesimpulan dari bait syair ini adalah Orang yang berbuat kebaikan dan beramal saleh
adalah orang-orang yang selalu menjaga kehormatannya. Orang seperti ini tidak mau berbuat
kerusakan di muka bumi, dan orang inilah yang disebut dengan orang yang menghindari
cercaan orang lain. Adapun orang yang berkelakuan buruk, gemar menzhalimi orang lain,
berarti orang ini (tidak menghindari cercaan orang) yang bermakna dia akan dibenci oleh
manusia (tercela)

‫ إلى مطمين ال بر ال يتجمجم‬-‫من يؤف ال يذمم ومن يهد قلبه‬

/wa man yūfi lā yuzmam wa man yuhda qalbuhu ilā muţma’inni al-birri lā yatajamjami/

‘Siapa yang menepati janji tidak akan tercela, siapa yang hatinya diberi petunjuk maka dia
akan selalu berbuat baik’.

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah : “Manusia diberi tanggung jawab untuk
selalu menepati janji”

Pada bait ini pengarang menegaskan bahwa setiap orang yang teguh memegang
janjinya (menepati janjinya), istiqomah dalam kebaikan, dan menjalankan segala yang
diperintahkan oleh agama, maka dengan sendirinya orang tersebut akan mendapat kemuliaan.
Jika kemuliaan ada pada diri manusia, dunia beserta seluruh makhluk yang ada di dalamnya
akan selamat (tidak tercela). Manusia yang baik akhlaknya atau terpimpin hatinya untuk tidak

xxi
berbuat kenistaan (dan akan senantiasa berbuat baik) seperti melindungi orang yang lemah,
memuliakan tamu serta amal-amal saleh lainnya.

Dalam hal ini, Zuhair meyakini bahwa manusia membutuhkan petunjuk dari Zat yang
Maha Kuasa untuk dapat hidup di jalan yang baik, mulia dan terhormat.

‫ وإن يرق أسباب السماء بسلم‬- ‫ومن هاب أسباب المنايا ينلنة‬

/wa man hāba asbāb al-manāyā yanalnahu wa in yarqa asbāb al-samā’i bisullami/

‘Siapa yang takut mati, kematian pasti akan menjemputnya walaupun dia akan naik ke langit
dengan tangga (melarikan diri)’.

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah : “Agar manusia tidak takut menghadapi
kematian”

Pada bait ini ditegaskan bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT begitu juga
dengan keseluruhan yang ada di alam ini. Semua ciptaan Allah ini akhirnya akan kembali lagi
kesisiNya. Artinya segala sesuatu adalah milik Allah SWT semata. Sebagai makhluk yang
sempurna yang diberi akal dan pikiran, manusia mampu membedakan mana hal yang baik
dan hal yang buruk. Manusia yang memiliki iman di hatinya, tentunya harus menyiapkan
bekal diri untuk menghadapi maut (kematian) yang pasti akan menghampiri mereka.
Kematian datang dengan berbagai cara tergantung kepada kehendak Allah SWT, manusia
sebagai hambaNya tidak bisa menghindar (lari dari kematian) walaupun mempunyai
pengawal yang banyak, punya benteng yang kokoh, tentara-tentara yang tangguh, serta
peralatan tempur yang canggih, yang penyair kiaskan dengan (naik ke langit dengan tangga),
namun maut itu tetap akan datang sesuai dengan ketetapan dari Allah SWT:

‫نَحْ نُ قَدَّرْ نَأ بَ ْينَك ُمل ال َموتَ َو َما نَحْ نُ بِ َم ْسبُوقِيْن‬

/nahnu qaddarnā bainakum al-mauta wa mā nahnu bimasbūqīn/

‘Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali, tidak dapat
dikalahkan’.(Q.S. Al-Waqi’ah:96)

Kemudian Allah menegaskan dalam Al-Qur’an, surat An-Nisaa’ ayat 78 bahwa :

ٌ‫ُوج ُم ًّشيدة‬
ٍ ‫َأ ْينَ َما تَ ُكونُوا يُ ْد ِرك ُكم ال َموتَ َولَو ُك ْنتُم فِي بُر‬

/'ainamā takūnū yudrikkumu al-mautu walau kuntum fī burūjin musyayyadatin ’/

Artinya:‘Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh' ’.(Q.S. An-Nisaa’:78)

xxii
Kesimpulan bait syair ini,Menyaksikan kematian dalam hidup ini merupakan suatu hal yang
lumrah apalagi dalam suasana perang, nyawa manusia seperti tidak berharga. Kematian
datang dengan berbagai cara tanpa melihat apakah itu sipil atau militer, bahkan datang tanpa
permisi dulu. Setiap manusia sudah tentu akan mengalami kematian, oleh karena itu manusia
harus menyiapkan perbekalan (beramal saleh) sebelum kematian itu datang menjemput (siapa
yang didatangi oleh maut pasti mati). Orang yang selalu berbuat kebaikan (luput) dari
kejahatan, dia akan selalu dikenang orang (lanjut usia) setelah kematiannya.

Dan Seorang manusia yang di hatinya tidak ada perasaan takut kepada Allah, maka seluruh
makhluk yang ada di muka bumi ini akan menakut-nakutinya, dia akan takut miskin, takut
kelaparan dan sebagainya, dan yang lebih ironis lagi, dia akan takut berjuang. Semua orang,
mau tak mau (dia akan bertemu juga dengan maut) harus berjuang dalam hidup. Orang yang
tidak mau berjuang sama artinya dengan orang takut mati. Orang yang lari dari pertempuran
(naik ke langit dengan tangga) tetap tidak akan selamat, dia akan binasa di tangan musuh
maupun di tangan kawannya sendiri

‫ يكن حمده ذما عليه ويندم‬-‫ومن يجعل المعروف في غير أهله‬

/wa man yaj’ali al–ma’rūfa fī gairi ahlihi yakun hamduhu żamman ‘alaihi wa yandami/

‘Siapa yang menolong orang yang tidak berhak ditolong, maka dia akan menerima resikonya
dan akan menjadikan penyesalan dan kehinaan baginya’.

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah : “Anjuran untuk tolong-menolong dalam
berbuat kebaikan”

Pada bait ini pengarang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial, di mana
manusia tidak dapat hidup dengan sendirinya, tanpa ada bantuan orang lain. Setiap manusia
mempunyai hak untuk ditolong dan memberikan pertolongan kepada orang lain. Akan tetapi,
memberikan pertolongan terhadap orang yang tidak layak ditolong (orang yang berbuat
kejahata), maka orang tersebut tanpa disadarinya telah melakukan sesuatu yang
mencelakakan dirinya sendiri. Misalnya; membantu orang untuk melakukan kejahatan,
pengkhianatan bagi bangsa, dan lain sebagainya, hal inilah yang akan mencelakakan si
penolong dan dia akan menerima resiko serta hal tersebut menjadi penyesalan baginya karena
kecerobohannya. Oleh sebab itu, jika seseorang hendak menolong orang lain harus dapat
membedakan mana yang layak diberi pertolongan dan mana yang tidak layak. Allah SWT
berfirman :

ْ ‫َوتَ َعا َونُو َعلَى البَرِّ َوالتَّ ْقوى َواَل تَ َعا َونُو َعلَى‬
‫اإلثم والعُد َوان‬

/wa ta’āwanū alā al-birri wa al-taqwā wa lā ta’āwanū alā al-‘ismi wa al- ‘udwān../

‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran’.(Q.S.AlMaidah:2)

Kesimpulan dari bait syair ini yaitu, Allah SWT memerintahkan kepada manusia
untuk bertolong-tolongan dalam kebaikan dan bukan dalam keburukan. Siapa orang yang

xxiii
menolong dalam keburukan (menolong orang yang tidak berhak ditolong) maka dia akan
memperoleh azab dari Allah SWT baik di dunia dan akhirat (menerima resikonya) dan tidak
ada keuntungan yang diperolehnya (menjadi penyesalan baginya)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hikmah Karya Zuhair bin Abi Sulma dapat ditarik kesimpulan bahwa makna yang
tersirat dari syair dapat diambil sebagai pelajaran bagi manusia. Syair Al-Hikmah ini
bertemakan pegangan hidup, sedangkan problematika kehidupan yang tergambar dalam syair
ini adalah masalah peperangan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan manusia di muka bumi
ini, serta adat istiadat, dan kepercayaan masyarakat Jahiliyyah.

Persoalan hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial dapat berupa:
persahabatan, pengkhianatan, kesetiaan, kekeluargaan, seperti suami istri, orang tua-anak,
hubungan buruh-majikan, atasan-bawahan, dan lain-lain yang melibatkan interaksi antar
manusia. Persoalan manusia dengan Tuhannya dapat berupa: doa, sikap dan tingkah laku
yang sesuai dengan ajaran agamanya, menghilangkan kebebasan pribadi, memaksakan
kehendak, apalagi dari pihak yang lebih berkuasa dan menurunkan harkat dan martabat
kemanusiaan.

Syair Al-Hikmah ini mempunyai beberapa nilai sosiologis yang sangat urgen,
diantaranya pesan moral yang sangat baik untuk dijadikan pedoman hidup, juga terdapat
pesan religius yang mengajak setiap manusia untuk beriman kepada Tuhannya, mengingat,
patuh dan taat terhadap ajaran agama serta pasrah terhadap kekuasaan Tuhan, juga terdapat
kritik sosial yang membangun bagi masyarakat.

xxiv
DAFTAR PUSTAKA

xxv

Anda mungkin juga menyukai